Dendam Gadis Yang Diperkosa
_________
"Salsa!" gumam Dion lirih, lalu mengucek kedua matanya, alih-alih penglihatannya salah namun hingga beberapa kali mengucak mata dia tak salah melihat.
"Eng-gak mungkin i-i-itu, Salsa?" bisik Dion, lalu dia tak lagi dapat menahan bobot tubuhnya, seketika kedua temannya Angga dan Rija pun menghampiri.
"Itu si Diom, kenapa?" ucap Angga sambil berlari menghampiri Dion.
"Hey bro, kenapa lo. Muka lo pucet begitu?" tanya Angga.
"I-itu Salsa?" jawabnya terbata,
"Hah, Salsa. Gila lo yah dia kan dah mati. Mana ada Salsa, disini!"
"Itu Ga, itu." sambil menunjuk salah seorang wanita yang sedang berjalan menghampiri mereka.
"Setaaaannnn!" teriak Dion dan menutup matanya dengan kudua tangan.
"Ehh gila kali ya ni orang, nggak sopan banget bilang gue setan, lu kali yang setan." umpat wanita itu seraya mengepalkan tangan.
"Ehh maaf Mbak, teman saya mabuk," bela Rija.
"Pergi sanah, sok-sok'an minum, tapi teler. Jangan bikin keributan disini. Bawa teman kamu yang setres itu." gerutunya seraya meninggalkan ketiga laki-laki yang masih keheranan.
"Di, yok balik. Lo bikin ribet aja," oceh Angga.
Mereka pun membopong Dion hingga ke dalam mobil lalu Dion menceritakan apa yang dia lihat.
***
Pov Hendra
Setelah upacara pertunangan sekali gus lamaran ku selesai, akhirnya aku Mbak Izma dan Mbak Ajeng langsung kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, dan saat hendak masuk ke dalam kamar tiba-tiba saja Bi Yem memanggil.
"Den, maaf?" ujar Bi Yem yang tiba-tiba datang.
"Ehh bi, kenapa,"
"Maaf Den, tadi pagi Ibu Candra dan Pak Riyan datang kesini."
"Tante Candra, dan Om Riyan? Ngapain Bi?"
"Mereka menanyakan Non Salsa, Den."
"Salsa, memangnya kenapa dengan Salsa, Bi?"
"Saya tidak tahu Den, tapi sepertinya mereka sedang mencari Non Salsa. Karna Bu Candra menanyakan apakah non Salsa berkunjung kesini atau tidaknya,"
"Ohh gitu Bi, ya sudah makasih nanti saya hubungi, Salsa."
"Saya permisi, Den."
Aku hanya menggutin kepala, dari perkataan Bi Yem sepertinya tengah terjadi sesuatu pada Salsa.
Saat hendak masuk kedalam kamar tiba-tiba aku melihat bayangan hitam melintas.
"Apa itu? Seperti orang lewat?" gumam ku sambil celingak celinguk.
Tek tek tek
"Perasaan tidak ada siapa-siapa di kamar mandi!" Aku pun berusaha bangkit, hendak melihat kamar mandi. Namun saat membuka pintu kamar mandi tercium aroma bau anyir darah yang menyeruak hingga ke rongga hidung.
"Bau anyir apa ini!" gumam ku sambil menutup hidung dengan kerah baju.
Aku yang hendak kembali dari kamar mandi, namun dikagetkan dengan sosok yang berada di dalam cermin.
"Arghh...."
"Siapa kamu?" tidak ada jawaban.
"Kenapa ada di kamar saya?" hening, tidak ada suara atau pun sahutan dari sosok yang aku lihat.
Perlahan Aku membuka mata, aku mengedarkan pandangan pada seisi ruangan kamar mandi, namun tidak ada siapa-siapa.
"Apa aku berhalusinasi? Iya, mungkin aku kecapean. Lebih baik sekarang aku membersihkan diri lalu istirahat," Aku pun hendak keluar kamar mandi untuk mengambil handuk. Namun saat pintu hendak dibuka.
"Loh kok terkunci, perasaan kuncinya di dalam?" perasaan risau mulai menghantui, setelah susah payah membuka pintu tiba-tiba telinga ku sayup mendengar suara tangis yang menyayat hati.
Hu hu hu hu hu
'Seperti suara tangisan perempuan, suara nya tak asing seperti' batin ku
Suara tangis pun semakin terdengar nyaring, dan semakin memekakan telinga, Aku pun berbalik badan hendak melihat siapa gerangan yang berada di dalam kamar mandi bersama denganku.
Karena fikiran ku berkata didalam kamar mandi tidak ada siapa-siapa, lalu siapa yang sedang menangis di belakang.
"Loh, siapa kamu? Kenapa berada di sini." ucap ku yang melihat seorang wanita terduduk dan menenggelamkan wajahnya.
"Hu hu hu, tolong aku?"
"Suara itu," gumamku. Lalu aku membalikkan badan dan melihatnya.
"Salsa, kamu Salsaa!" saat hendak mendekati tiba-tiba saja aku melihat wajahnya yang menatap tajam padaku, namun terlihat kesedihan di sana.
"Salsa, sejak kapan kamu disini." Ku melangkah mendekat berusaha menggapai Salsa.
"Kamu jahat... kamu jahat... kamu jahat!" ucapnya seraya menyeringai dan menatap tajam manikku.
"Jahat? Apa maksudnya mengatakan aku jahat." sesaat hendak mendekat dan menyentuh pipinya.
Tiba-tiba saja, pipi yang ku sentuh sangat dingin, wajahnya yang pucat pasih terlihat, namun saat melepas sentuhan ternyata?
"Loh, apa ini?" Aku melihat ada sebuah cairan lengket yang menempel di tangan. Aku pun mencoba menciumnya.
"Hueekk, bau darah apa ini?" tiba-tiba saja bau anyir darah kembali menyeruak diruangan dimana aku terkunci, bau bangkai yang sangat menyengat menyatu dengan bau anyir yang menguar di seluruh ruangan.
Aku berusaha mencari arah bau tersebut, seketika tubuh ku kaku dan lidahku kelu. Ketika yang berhadapan dihadapanku berubah menyeramkan, bibir yang sobek, mata yang hampir keluar dan isi perut yang terlihat terburay. Melihat itu aku tak kuasa menahan gejolak dalam perut yang seakan di aduk. Hingga membuat pernafasan pun mulai pengap.
"Arghhhhh!"
Bruukkk
Aku pun ambruk ke lantai, dengan bersamaan lampu yang ikut padam. Hingga pandanganku gelap.
"Penghianat, rasakan pembalasanku!" seketika lampu pun menyala dengan kepergian sosok menyeramkan yang berubah menjadi kepulan asap hitam.
Suara bisikan terdengar samar kala aku menutup mara dan terkulai pingsan.
****
Tak lama aku pun tersadar, aku masih dalam keadaan syok. Tib-tiba pintu kamar diketuk dengan sedikit keras, membuatku yang terdiam sedikit tersentak.
Tok tok tok
"Dra, Hendra! apa kamu di dalam?" terdengar suara seseorang memanggil.
Ceklek
Pintu kamar mandi terbuka, aku buru-buru naik ke atas ranjang dalam keadaan gemetar.
"Hey, kenapa. Sampe keringat dingin begitu?" tanya Mbak Izma.
"Ta-tadi ada setan Mbak!" ucap ku terbata, saking syok dan gemetar hebat, namun ucapan ku malah di anggap lelucon oleh Mbak Izma.
"Ha ha ha, ada-ada aja kamu bercandanya Dra. Mana ada siang bolong setan, kamu kecapean kali wajah mu pucet begitu?"
"Beneran Mbak, tadi ada hantu sangat menyeramkan."
"Sudah, pasti kamu berhalusinasi karna kelelahan tadi malam, sekarang istirahat. Nanti malam ada kerjaan!" Mbak Izma pun berlalu meninggalkan ku yang masih ketakutan.
"Mba!" panggil ku pada Mbak Izma, namun tak di gubris. Aku pun buru-buru menutup tubuh dengan selimut hingga menutupi seluruh tubuh dan kepala.