Dendam Gadis Yang Diperkosa
-----
"Ini Bu, Sal -" ucapan ku terhenti seketika karna..
"Ini apa, kamu ngelindur?" tanya Ibuku.
"Tadi Salsa udah pulang Bu, barusan duduk disini. Tapi kemana dia masa cepet banget perginya?" ucapku tak percaya karena Salsa sudah nggak ada ditempatnya, mataku tadi hanya berpaling tatkala mendengar suara Ibu. Setelah ku lihat kembali rupanya sudah nggak ada.
"Salsa? lalu sekarang kemana dia?" tanya Ibuku.
"Ta-tadi disini bu, beneran!" sambil ku tunjuk sebuah kursi yang tepat dibelakang ku.
Tiba-tiba saja angin berhembus sangat kencang, sehingga membuat bulu ditengkukku merinding hebat. Malam ini sangat berbeda dari malam biasanya, rasa dingin menyusup hingga ke pori-pori tulang.
"Sudahlah, besok kita tanyakan pada teman-temannya. Sekarang kita masuk kita istirahat, ayo kamu juga Dinda masuk nanti masuk angin!"
"Iya yah."
Kami pun kembali masuk ke kamar masing-masing, namun fikiranku masih mengingat ngingat bahwa aku tadi tidak salah lihat.
Tapi tadi sempat ku lihat wajahnya yang pucat, bahkan saat ku sentuh tangannya sangat dingin.
"Apa yang terjadi, tidak biasanya kamu seperti ini, Sal!" gumamku seraya menatap langit-langit. Hingga tanpa terasa mataku terpejam.
Baru saja mata ini hendak beristirahat, namun lagi sayup-sayup ku dengar suara orang menangis. Ku buka mata ini meski berat, namun suara itu semakin terdengar jelas dan menyayat.
Hu hu hu hu
Aku pun terpaksa bangkit, ku tengok tiap sudut kamarku. Namun saat ku menatap arah jendela aku melihat seseorang terduduk dan menenggelamkan wajahnya di lutut.
"Salsa, ngapain kamu disitu?" tanyaku yang hendak mendekatinya, sambil celingak celinguk karena ruangan yang hanya terang remang dari lampu tidurku.
"Hu hu hu, tolong aku!" ucapnya lirih.
"Kamu kenapa, bukannya masuk kamar kok malah nangis disini. Takut Ayah Ibu marah?" tanyaku yang hendak menyentuh pundaknya, namun seketika wajahnya yang pucat pasih menatapku, terlihat kesedihan di sana dan saat hendak ku sentuh.
"Argghh!" Wajah Salsa berubah menyeramkan, dia tersenyum namun senyum yang menyeringai membuat tubuhku tak bisa bergerak.
"Tolong aku, tolong aku' Hu hu hu."
"Arghh," aku pun terbangun, ternyata hanya mimpi.
"Cuma mimpi, namun kenapa seperti mimpi yang nyata. Ah sudahlah mungkin karena aku terlalu khawatir pada Salsa." gumamku, lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
****
Selesai mandi, aku pun langsung menemui Ibu dan Ayah. Mereka sudah menungguku untuk sarapan pagi.
"Kamu tidak bekerja hari ini yah?" tanya Ibu pada Ayah.
"Enggak bu, ayah cuti dulu. Karena mau mencari Salsa dirumah teman-temannya." jawab Ayah.
"Dinda kamu kuliah apa ikut ayah," sambung ayah lagi.
"Ikut ayah aja, perasaan Dinda juga nggak enak sebelum bertemu, Salsa."
"Tumben, biasanya kamu paling cuek, tapi sekarang sepertinya kamu paling perduli sama adik kamu itu?" goda ibuku.
"Isssh apaan sih bu." aku pun mengambil roti dibalut selai, tanpa menghiraukan godaan keduanya.
Setelah selesai sarapan, aku Ayah dan Ibu pun langsung keluar rumah. Hendak mencari Salsa ke rumah teman-temannya.
Waktu sudah menunjukan hampir tengah siang, namun belum ada tanda-tanda keberadaan Salsa.
"Yah, coba kita kerumah Hendra, Dinda lupa semalam ketiga teman Hendra menjemputnya!" ucapku, sungguh aku lupa akan ketiga teman Hendra.
"Dijemput siapa! Alpi dan Roky?" tanya Ibu.
"Bukan, Dinda baru liat mereka. Mereka bertiga, tapi dari salah satunya Dinda sepertinya nggak asing deh yah." terangku pada ayah dan ibu menjelaskan salah satu pria yang aku rasa tidak asing dan sangat familiyar.
"Kok nggak kamu larang Din, apalagi kita nggak tahu siapa mereka. Kira-kira siapa yang kamu maksud nggak asing itu," ucap Ibuku lagi.
"Emm Dinda sudah melarang, tapi tidak dihiraukan oleh Dalsa, soal salah satu temannya Dinda juga kurang tahu, tapi bener-bener tidak asing dari wajahnya," terangku lagi, ya dari salah satu yang menjemput Salsa semalam, membuat fikiranku terus mengingat. Siapakah pria yang semalam tersenyum getir kala melihat Salsa.
Setelah lama mengobrol, akhirnya laju mobil pun terhenti di depan rumah megah, nan mewah. Namun terlihat sepi seperti tidak ada penghuninya.
Ku pencet bel berkali-kali, hingga menunggu beberapa menit. Barulah pintu terbuka.
"Non Dinda, ada apa!" sapa seorang pembantu.
"Maaf bi, apa Hendra ada di rumah?" tanya ayah.
"Mohon maaf, tuan Hendra beserta Bu Izma dan Bu Ajent sedang keluar, sudah seminggu tidak pulang," jawabnya seraya membungkukkan badan.
"Kemana mereka bi, apa Salsa datang kesini!" tanya ibuku,
"Maaf bu, Non Salsa sudah lama tidak berkunjung, sudah 3bulan ini sepertinya."
"Sudah 3 bulan? Apa mereka baik-baik saja. Hingga tiga bulan dia tidak berkunjung," tanya ayah.
"Mohon maaf, saya kurang tahu Pak, Bu, kalau sudah tidak ada yang perlu ditanyakan lagi saya mohon permisi, masih banyak kerjaan yang harus saya kerjakan."
"Ohh iya, makasih ya bi, kami permisi,"
"Iya Bu, sama-sama."
Kami pun kembali dengan tangan kosong, namun fikiran ku tertuju pada pembantu tadi, dia seperti menyembunyikan sesuatu. Apa lagi dia mengatakan jika Salsa sudah 3 bulan tidak datang kesini.
"Dinda... kamu ini di ajak ngomong malah bengong?" sentak Ibuku, yang langsung membuyarkan fikiranku.
"Ehh, iya apa Bu," tanyaku yang tersenyum kikuk.
"Kenapa, mikirin apa kamu Din, mikirin pacar? Sampai Ibu manggil-manggil malah sibuk bengong!" goda ayah.
"Issh apaan sih yah, mana ada pacar. Gak ada di otakku,"
"Iya iya, mana ada yang mau sama perempuan jutek kaya kamu,"
"Isst Ayah?" aku pun cemberut, namun karena teringat Mbo tadi jadi niat ku merajuk tak jadi.
"Tapi yah, Dinda kok ngerasa Bi Yem seperti menyembunyikan sesuatu ya," tukasku dengan menatap jalanan yang kosong dengan teriknya matahari.
"Menyembunyikan apa maksudnya Din!" tanya Ibu.
"Iya gak tahu, cuma tadi dari rona wajahnya seperti agak gugup dan tanggung begitu, seperti ada yang di sembunyiin dari kita Bu, Yah."
"Ahh mungkin itu fikiran mu saja Din, jangan terlalu banyak menyimpulkan perasaan nggak baik,"
"Hemm iya sih yah."
"Ya sudah kita langsung pulang saja, mungkin saja Salsa sudah dirumah."
"Semoga aja!" Aku dan Ibu serempak.
🥀🥀🥀
Kediaman Dion
"Hey bro, kenapa melamun saja," sapa Rija yang baru saja tiba.
"Gua masih kefikiran kejadian semalam Ja, gua takut ketahuan," jawab Dion menggusar rambutnya dengan kasar.
"Tidak akan bro, mayatnya kan sudah kita buang ke jurang." sahut Angga.
Ya, Dion dan kedua temannya tanpa hati membuang mayat wanita yang mereka Nod*i ke jurang. Bahkan sebelum dibuang, mereka masih melakukan kekerasaan dengan memperkosanya hingga berkali-kali.
Tiada disangka Dion laki-laki yang mencintai Salsa, karena hatinya yang gelap oleh cinta butanya. Hingga menjerumuskannya ke petaka yang akan mereka dapat dari hasil perbuatannya.
"Lalu, apa Tante Candra dan Om Adriyan takkan mengetahui perbuatan kita?" seru Dion yang masih gelisah dengan apa yang sudah dia perbuat,
Ya seperti itulah penyesalan, datang selalu saja belakangan. Namun sekarang menyesal pun tiada guna, ibaratkan nasi sudah menjadi bubur.
"Siapa yang akan tahu, mereka tak kenal kita." jawab Angga.
"Apa mereka takkan mengusut ini ke jalur hukum, aarrghh!" terlihat Diom yang kacau dan gelisah atas apa yang telah diperbuatnya.
"Sudah lah bro, dari pada memikirkan itu hanya membuat pusing saja. Lebih baik kita nongkrong." ajak Rija.
"Lu bener, ya sudah kita berangkat,"
Mereka pun akhirnya pergi, kesebuah tempat yang biasa mereka datangi. Tempat dimana mereka akan membuang semua isi fikiran mereka, meski sesaat.
"Tibalah mereka di sebuah Club Malam, tanpa menunggu lama mereka pun masuk. Memesan minuman yang biasa mereka gunakan.
"Ayok Di, kita berpesta malam ini. Buang semua beban fikiran mu," Angga menarik tangan Dion, dan langsung membawa Dion masuk kedalam.
"Iya bener, minum sampai habis," timpal Rija sambil menuangkan minuman pada gelas dihadapan Dion.
Mereka pun akhirnya terus berpesta, hingga akhirnya Dion mabuk berat. Sesaat Dion akan memanggil seorang wanita namun penglihatan nya?