Sekarang Devano sudah diperbolehkan bersekolah diluar. Sekarang Devano sudah menjadi siswa SMA elit yang berisi murid yang pintar dan kaya. Vella pun wujudnya juga sudah berubah seiring berjalannya waktu. Wujud Vella juga sudah seumuran dengan Devano. Vella selalu bersantai di kamar Devano dan kadang jika bosan Vella pergi ke sekolah Devano. Hari ini seperti biasa Devano bersiap-siap untuk berangkat sekolah.
Disekolahnya, Devano menjadi seorang yang sangat populer. Kekayaannya, ketampanannya, kepintarannya, Keramahannya. Devano adalah wujud dari kata sempurna. Para perempuan banyak yang mendekati Devano namun ia selalu menolaknya dengan sopan.
Vella bisa dibilang adalah informan tak kasat mata Devano. Setiap ada seseorang yang ingin mencelakai Devano, Vella pasti selalu menemukan informasi tentang orang itu dari yang umum hingga personal.
Sekarang Devano memasuki gerbang sekolah dengan normal. Setiap berjalan, Devano pasti selalu disapa siswa siswi sekolah tersebut. Sekarang Devano dirumorkan sedang dekat dengan seorang perempuan cantik dari keluarga yang cukup berpengaruh walaupun masih berada di bawah perusahaan Caesar yang adalah perusahaan milik ayah Devano.
Gadis tersebut bernama Alenka Mooris, dari keluarga Mooris. Rambutnya coklat dan warna matanya hijau emerald. Ia setiap hari selalu menyapa Devano dengan ramah.
"Selamat pagi, Devano" sapa Alenka kepada Devano dengan senyum hangat dan sopan.
"Iya selamat pagi juga, Alenka" Devano sebagai seseorang yang sangat ramah ia selalu menyapa balik Alenka.
Namun Vella merasa sangat curiga pada Alenka. Karena setiap Vella berada di belakang Devano, Alenka akan melirik ke arah Vella sesaat seolah tahu bahwa Vella ada. Padahal Vella masih berwujud hantu.
Sekarang jam istirahat. Devano duduk sendiri di bangku bawah pohon yang berada di taman. Angin sepoi-sepoi dan udara yang segar. Devano memakan beberapa roti dibangku tersebut dengan ditemani oleh Vella.
"Devano, apakah kamu tidak merasa curiga pada Alenka?" Ucap Vella pada Devano.
"Hm? Kenapa aku harus curiga" jawab Devano sembari masih sibuk makan.
"Aku pikir dia bisa melihatku.." ucap Vella dengan sedikit khawatir.
"Ah tidak mungkin. Itu hanya perasaanmu saja" ucap Devano dengan masih makan.
"Ah, iya mungkin" ucap Vella.
"Oh iya, kamu belum pernah memberitahuku kan? Tentang kenapa kamu bisa menjadi hantu" tanya Devano.
"Ah iya, itu karena aku belum menemukan ingatanku tentang kematianku. Saat aku sudah menemukannya aku akan pergi dengan tenang (mati)" ucap Vella dengan tenang.
"Huh? Kenapa baru memberitahunya?" Tanya Devano.
"Kamu kan tidak tanya" ucap Vella.
"Oh iya" ucap Devano.
Tidak terlalu lama, tiba-tiba Alenka datang dengan membawa kantong plastik berisi roti dan beberapa makanan ringan.
"Oh, hai Devano~" sapa Alenka pada Devano.
"Oh, iya" jawab Devano dengan tenang.