Chereads / Mimpi.Cinta.Dan Kegelapan / Chapter 10 - Bab11

Chapter 10 - Bab11

Tiga malam setelah itu, Sharifah Jasmine datang ke rumahku. Kali ini tampilannya sedikit berbeda. Malam itu, dia mengenakan jas hitam dan membawa tas kerja. Aku memakai bouse kuning dan rok panjang hitam, sedangkan Gibran memakai kaos hitam dengan celana jeans biru.

Mba Puji menyuguhkan kami semua teh O panas dengan pisang goreng meski hari sudah larut malam. Mungkin sebagai camilan kami semua sembari membacakan wasiat dan amanah.

"Sebelum Aku mulai membacakan wasiat dan amanah yang ditinggalkan Dr. Widad , Aku ingin menginformasikan terlebih dahulu bahwa amanat yang ditinggalkannya ditulis tiga tahun yang lalu dan wasiat ini ditulis dua minggu sebelum kematiannya…"

"Dih."omel Gibran

Entah apa masalah pribadi Gibran dengan Widad , tapi aku tahu dari awal kalau dia memang punya hal-hal yang membuatnya kurang puas dengan Abangnya. Aku berharap suatu hari nanti, Aku akan tahu apa yang tidak dia puaskan sama Mas Widad.

"Sabar Pak Gibran . Ada Imbalan anda. Jadi, bolehkah aku memulai majlis ini?"

" Don't know, don't care."

"Mulakan saja." Aku memberikan jawaban ku.

Sharifah Jasmine mengeluarkan dua lembar kertas dari tasnya dan memandang kami berdua. Senyum tipis terukir di wajahnya.

"Di hadapan istriku tercinta Lyssabelle Candramaya dan adikku tercinta Danial Gibran Putra Adhitama, ini keputusanku. Aku ingin kalian berdua tahu bahwa aku sangat mencintai adikku dan istriku. , Mas meninggalkan satu atau dua pusaka untuk kalian berdua..."

"Please, fuck off... semua itu terang-terang mama dan papa yang punya."

"Sabar ya Pak Gibran ." Sharifah Jasmine menyuruh Gibran untuk tenang namun tetap dengan nada tegas. "Dik, aku ingin kalian berdua tahu bahwa keputusan ini diambil tanpa ada unsur bias. Jadi, dengan kata bismillah, aku memulainya. Untuk istriku, Lyssabelle. Aku mengawalinya dengan mengatakan aku mencintaimu sayang. Aku mencintaimu lebih dari sekedar apa pun di dunia ini."

"Fuck off..." Rizal bernyanyi sambil mengumpat pada kakaknya. Sharifah Jasmine sepertinya malas melayani.

"Aku menghadiahkan seluruh harta benda fisikku, yaitu sebidang tanah di Tangerang, tiga hektar tanah di Bandung, dua biji lot tanah di Pulau Bali ..."

"Banyak banget monyet ini dapat!?"

Sharifah Jasmine tidak mendengarkan, malah melanjutkan dan menyelesaikan pembacaan wasiat atas nama ku. Setelah selesai, dia tersenyum padaku dan menatap Gibran .

"Pak Gibran , sekarang giliran anda. Kepada adikku yang tampan dan tinggi, Danial Gibran Putra Adhitama, aku tidak melupakanmu..."

Gibran berpura-pura muntah.

"Aku menghadiahkan seluruh harta milik ku yang tidak disebutkan Lyssabelle kepada mu. Diantaranya, termasuk semua uang ku di bank, Rumah yang kamu tempati sekarang dan juga semua perhiasan yang aku simpan di dalam rumah." aman di kamar abang. Kata kuncinya nanti dikasih Sharifah Jasmine..."

"Yah, setidaknya dia ingat adiknya."

Surat wasiat itu dibacakan tak lama kemudian. Sharifah Jasmine menyesap sedikit teh O yang disajikan Mba Puji sebelum melanjutkan pembacaan pesan.

"Diharap Pak Gibran tidak mengganggu bacaan ku lagi, terima kasih."

Gibran masih beriak sembarangan. Rasa bersalah sedikit pun tidak muncul dalam dirinya.

"Aku awali pesan ini dengan cinta dan kasih sayang untuk adikku dan istriku. Aku mulai dari Gibran dulu. Abang tahu, kitu tumbuh tidak seperti kakak-adik lainnya. Hampir setiap hari, kita saling bertengkar dan memaki. Tapi percayalah aku, dalam hatiku, abang tidak pernah kesal dengan mu. Aku harap kamu bisa menjaga dirimu ketika Aku pergi. Aku tidak tahu kapan Aku akan pergi, tetapi ketika kamu mendengar pesan ini dibaca, itu berarti bahwa Aku sudah tidak ada lagi di sini.. Aku ingin adik pandai menjaga diri sendiri..."

"Mba Sharifah, tolong hentikan omong kosongnya. Apa Widad serius menulis semua ini?! Dia tidak akan pernah mengatakan hal seperti ini. Omong kosong!"

"Pak Gibran , Aku hanya mengikuti instruksi yang diberikan almarhum Pak Gibran . Itu saja."

"Yah, itu dia. Widad , Widad ..Meskipun. kamu udah bisa membusuk di dalam kubur kamu ingin orang-orang melihatmu dengan baik, kan, Widad ."

"Gibran !" Aku meninggikan suaraku untuk membela suamiku. Aku tak tega mendengar umpatan bebas dari Gibran itu.

"What?! Kamu mau stand up untuk suamimu itu? Go ahead! Dia gak cinta elo."

"Dia mencintaiku dan aku tahu itu!"

"Benarkah?! Kita lihat saja nanti, Monyet!"

"Bolehkah aku melanjutkan membaca pesan ini?" Sharifah Jasmine menyela dengan nada tegas. Aku dan Gibran diam saja. Ia melanjutkan, "Akhir kata ku padamu adikku, kamu tahu cara menjaga dirimu kan. Keadaanmu bukan menjadi alasan bagimu untuk menjadi manja lagi."

Gibran memusingkan bola matanya dengan riak jengkel. Semua ini sangat mendatangkan perasaan curiga ke dalam benakku. Aku memandang ke arah Gibran . Mungkin perasan yang aku sedang memandang ke arahnya, dia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Untuk istriku tersayang, aku mungkin belum mengenalmu tapi aku tahu, kamu pasti akan menjadi wanita yang sangat aku cintai. Ada satu hal yang sangat ingin aku lakukan. Jika aku pergi duluan, tolong jaga dirimu baik-baik. Gibran . Dia adikku dan dia butuh pengawasan..."

Aku tidak bisa lagi fokus pada apa yang dibaca Sharifah Jasmine. Aku terserang sesak napas yang parah. Nafasku sesak mendengarkan permintaan mendiang suamiku. Itu adalah permintaan yang sangat sulit untuk dicerna.

Setelah selesai membaca, Sharifah Jasmine menatap kami berdua dengan senyuman tipis di wajahnya.

"Jadi, Aku harus duduk sama monyet ni?"

"Iya Pak Gibran . Apapun jenis monyetnya Bu Lyssabelle, anda tetap harus tinggal bersamanya. Itu kenyataan yang harus anda terima karena itulah pesan mendiang kakak anda."

Aku tidak dapat berkata-kata. Sudah terlambat bagi ku untuk meminta amanah diubah. Melanggarnya sama saja dengan melanggar perintah suami sendiri. Itu memang perintah darinya jika diikuti.

"Nona Lyssabelle, apakah Anda setuju dengan amanat dan wasiat mendiang Dr. Widad ?"

Aku hanya mengangguk perlahan. Aku memandang dengan ekor mata ke arah Gibran di sebelah aku. Senyuman sinis terlarik di wajahnya. Setan!

Setelah Sharifah Jasmine pulang, dia berdiri di depan pintu dan menatapku yang hendak masuk ke dalam rumah setelah mengantar pengacara itu ke mobilnya. Dia menyilangkan tangan di dada dan mengangkat alisnya ke arahku.

"Bagi aku masuk."

"Ini rumah ku. Kamu gak dengar apa yang dia bilang tadi? Oh lupa, monyet kan pelupa."

"Aku ingin masuk, Gibran !"

Dia pindah ke samping sedikit. Aku melangkah masuk tapi setelah dua langkah, dia memelukku dari belakang dan meraih rahangku sehingga aku tidak bisa berteriak sama sekali.

"Kamu dengarkan di sini! Widad sendiri mengatakan ini sekarang adalah rumahku dan kamu harus menjagaku. Sekarang aku ingin kamu mendengarkanku baik-baik. Mengerti!?"

"Gibran ... pembantu...di... ada..."

"Oh ya? Pembantunya ada di sini. Jadi, apa yang akan kita lakukan?"

"Gibran ..... Lepas...ku mohon....

"Kenapa kamu takut?! Bukankah aku tampan?! Bukankah kalian para gadis suka jika pria tampan melakukan ini padamu?!"

"Ku mohon, Gibran ... Lepasin!"

Dia melepaskanku sebelum tertawa sekuat tenaga dan berlari ke kamarnya. Aku duduk di sofa sambil memijat dadaku. Aku memandangi potret pernikahanku dan Widad di dinding. Aku merasa ingin menyuruh Widad menarik mandatnya. Belum genap dua jam Gibran menjadi tanggung jawabku, dia sudah di iblis seperti itu.

Untungnya, tidak hanya kami berdua yang ada di rumah ini. Mungkin Mba Puji dan pembantu lainnya bisa membantu ku nantinya.

Namun yang masih terngiang di benak ku adalah, apa yang sebenarnya terjadi pada Widad dan Gibran sebelumnya?