Terakhir kali aku ber cinta adalah saat bertemu Syahril, tujuh tahun lalu. Aku baru berusia 17 tahun ketika itu. Muda dan masih mentah pada saat itu. Baru ingin mengenal dunia, kata orang. Tapi percayalah, aku merasakan seperti dunia ini milikku saat itu. Itu normal, cinta monyet.
Aku ber cinta dengannya selama dua tahun. Saat Aku kuliah di Harmoni Nursing College, Dia kuliah di Pusat Persiapan Studi Luar Negeri di Jakarta. Dan ya, kami putus saat dia melanjutkan studinya di Irlandia saat aku masih di sini.
Ada kabar kalau dia berubah menjadi Gay disana. Beberapa juga memberitahuku bahwa dia telah bertemu cinta baru di sana dan itulah alasan kami putus...
Tapi, ada sesuatu yang membuatku berpikir. Jika diikutkan ,aku sama sekali tidak mencintainya. Sama sekali tidak! Memang benar saat kami putus, aku tidak makan selama tiga hari tapi hanya karena aku kehilangan pacar, itu saja. Tidak lebih dari itu.
Lain ceritanya dengan Gibran . Aku merasa dia adalah duniaku. Sama Widad dulu juga begitu, tapi perasaanku pada Gibran berbeda. Sangat berbeda. Aku tahu dia kejam padaku tapi aku tidak bisa lari dari perasaan seperti itu. Ada sesuatu dalam diri Gibran yang membuka hati ku untuk memaafkannya.
Kata orang, gila kalau kita jatuh cinta pada orang gila. Biarlah! Aku lebih memilih disebut gila daripada tidak bisa mengungkapkan rasa cintaku padanya.
Seorang perawat mendekati ku dengan mesin BP dan troli penuh jarum dan kapas. Dia tersenyum padaku sambil mengukur tekanan darah dari tangannya. Biasanya aku mengambil darah pasien, tapi sekarang darahku diambil oleh perawat.
"Bu, dokter akan menemuimu sebentar lagi. Apakah kamu sudah makan?"
"Baiklah. Err, sudah berapa lama aku di sini?"
"Oh, kamu masuk tadi malam. Suamimu ada di luar. Apakah kamu ingin aku memanggil nya?"
"Suami?"
"Iya Pak Gibran . Suami anda kan?"
Aku hanya mengatakan ya. Suami apa yang memukuli istrinya hingga istrinya keguguran? Tapi, apakah aku benar-benar keguguran?
"Nurse,Apa aku keguguran?"
Perawat itu hanya tersenyum. Aku semakin bingung. Untungnya, seorang dokter wanita memasuki ward tak lama setelah situasi canggung itu terjadi.
"bu Lyssabelle, kami minta maaf. Kandungan Anda yang berusia tiga bulan tidak dapat diselamatkan."
Aku tidak tahu harus merasakan apa. Tapi aku yakin itu anakku yang bersama Widad sebelumnya. Kurang dari tiga bulan setelah kematian Widad . Aku merasa anakku adalah anakku satu-satunya. Sedih memang menyedihkan tapi itu saja. Aneh, bukan?
"Aku harap kamu bisa menerima keadaan ini dengan hati terbuka ya."
Ya, aku sedih. Tapi itu saja. Bahkan ketika Widad meninggal, perasaanku netral. Hanya Sedih menjadi janda di usia muda.
Gibran masuk. Aku bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Memang aku mencintainya namun kebencian yang ada juga menambah kekacauan perasaanku. Bibirku bergetar melihatnya.
"Dia kuat dokter. Pokoknya terima kasih sekali lagi dokter. Saya akan hati-hati menghadapinya."
"Baguslah, tapi kalau bisa, jangan sampai dia stres. Itu tidak baik untuk kesehatannya. Kalau dibiarkan, nanti makin melarat."
Dia hanya mengangguk. Sekali lagi, pikiran nakalku memikirkan sesuatu. Gibran dengan kaos lengan panjang sangat, sangat, sangat dan SANGAT TAMPAN!!! Ya, terdengar sangat bodoh namun tak henti-hentinya Aku memuji ketampanan pria bernama Danial Gibran ini.
Tatapannya padaku saja sudah cukup membuatku merasa seperti akan melayang di atas awan biru. Masya Allah ganteng nya pria ini.
Dokter dan perawat meninggalkan kami berdua. Untuk sementara, Gibran tidak mengatakan apa pun kepadaku. Dia duduk dan bermain dengan ponselnya sambil tertawa dan tersenyum. Lagi nonton video lucu keknya.
"Apakah kamu baik-baik saja?" Apakah dia bodoh?! Yang jelas aku keguguran. Apa dia pikir aku akan menari di sini.
Dia berjalan ke sisi tempat tidurku dan melihat ke papan yang bertuliskan butiran diriku. Lalu dia tersenyum dan tertawa mengejekku.
"Are they stupid or your name is too ridiculous to be true?"
"Apa kamu udah gak punya bahan sampe namaku juga dibilang begitu?"
Dia mencabut papan itu dan memberikannya kepadaku. Aku juga jadi ikut naik angin ketika aku melihat nama ku salah eja di dalamnya. Nama ku dieja sebagai 'Lysabel', bukan 'Lyssabelle'. Emosional gue!
"Gakpapa, Nanti aku akan memberitahu mereka untuk memperbaikinya nanti. Apakah kamu ingin makan sesuatu?"
"Really. Gibran? What the fuck is wrong with you?!"
"Apa dia? I buying you food, is that wrong?"
"Kamu penyebab aku berada di sini dan sekarang kau bersikap sok suci!? Apa masalahmu sebenarnya?!"
"Apa masalahmu? I'm trying to be nice."
"Kenapa sekarang? Maksudku, kamu membuatku kehilangan anakku dengan Widad dan kemudian kamu ingin bersikap seolah tidak ada apa-apa di antara kita?! Kenapa kamu melakukan ini padaku?!"
Dia ketawa sinis. Kemudian dia memegang daguku dan membuatkan aku mendongak memandangnya.
"You know what I like about you, monkey? Because you are the one who can't stand Widad .So pour moi ,I guess kamu juga bisa tahan sama aku."
"Gibran , why?"
"Pourquoi? Parce que tú est tres stupide.singe." Ya, dia sudah mulai berbicara bahasa Prancis. Emang itu sebenarnya disengaja,Tau!
"Kamu tidak terlalu kuat, kan? Itu sebabnya kamu berbicara dalam bahasa yang aku tidak mengerti."
"Non. J'adore a voir desempare .tu etais mignon."
"Fuck you! Kenapa kamu tidak mengatakan apa yang ingin kamu katakan saja, Gibran ?!"
Sambil tersenyum, dia berkata, "Tu es sauras, singe!"
Aku meneka di hatiku bahwa 'singe' artinya monyet. Tapi nadanya tidak serius. Namun, aku tidak percaya dengan nada dan ekspresi wajah yang dia berikan padaku sekarang. Karena aku terlalu percayalah, Aku berada di ranjang yang keras ini sekarang.
"Anything you want?"
Aku gak menjawab.
"tu est peur pour moi?"
"Gibran , please."
"Karena itulah belajar bahasa asing itu penting. Bodoh lagi siapa suruh."
"Are youa actually still insane.Gibran . Because you showing that you are.actually."
"Quel tú fais si j'ai encore fou?"
Aku diam. Terlalu malas untuk terhibur dengan kegilaan makhluk bernama Gibran ini. Sungguh, dia masih gila. Jika diikutkan, Aku hanya ingin memanggil satpam untuk datang dan membawanya ke sini dan mengusirnya. Tapi karena mengira dia sudah membayar semua biaya pengobatan, Cari mati ya ?! Aku tidak punya uang.
Jauh dalam hati aku, dalam aku membencinya, ada perasaan lain yang juga berkendara bersama. Rasa cinta seperti berputik . Aku bersimpati dengan melihat keadaannya begitu. Aku sangat positif bahwa ada sesuatu itu telah menyebabkan kelakuan nya menjadi seperti itu.
Tapi di saat yang sama aku juga khawatir. Kematian Widad seakan tidak berarti apa-apa baginya. Mungkinkah giliranku datang nanti? Apa, dia akan tetap senang dengan hal itu?
Ya, aku tidak tidur sama sekali malam itu karena dia ada di sampingku. Aku tidak ingin aku memejamkan mata untuk terakhir kalinya karenanya.
Untuk sebarang petikan apa pun dalam bahasa asing, silakan buka Google Translate wkwkkw!🤣