"Musuh sih musuh, tapi kenapa langsung sebesar itu yang muncul?" ucap Cherry yang masih terkejut dengan kemunculan cacing raksasa di hadapan mereka.
"Coba protes ke dia," balas Akane.
"Bisa bahasa cacing?" balas Cherry kembali.
Sebelum seluruh penjaga bisa bersiap, cacing raksasa itu segera menerjang mereka. Cherry, Kurosaki, dan Reina yang berada tepat di terjangan cacing itu berusaha menghindar.
"Oi, tunggu dulu dong!" Dengan cepat, Akane mengaktifkan Crimson Reality sebisanya.
Karena tidak memiliki persiapan apa-apa, arena Crimson Reality yang muncul tidaklah besar.
Cherry menengok kearah Akane, melihat pergerakan si cacing yang terhenti. "Kurang!"
Sebagian kecil dari kepala si cacing masuk ke dalam area Crimson Reality yang dibuat oleh Akane. Akibat kepalanya terjebak, anggota tubuh yang tidak terjebak oleh Crimson Reality mulai bergerak lebih cepat dan menghancurkan tanah di sekitarnya.
"Tentu saja kurang!" jawab Akane sambil duduk di singgasananya yang muncul.
"Mari kita lihat seberapa efektifitasnya." Akane menjentikkan jarinya, membakar habis sebagian kecil kepala cacing yang terjebak di dalam.
"Berhasil!?" teriak Cherry, Kurosaki, dan Reina secara bersamaan.
Cacing tersebut menarik tubuhnya yang tersisa, dan mengeluarkan suara seperti teriakan yang sangat keras sambil menggeliat tidak karuan. Gerakan menggeliatnya hampir menyentuh kereta, tapi beruntung barrier sudah diaktifkan sehingga kereta baik-baik saja. Ia beberapa kali menghantamnya tubuhnya ke berbagai arah, menciptakan guncangan berkali-kali setiap ia menghentakkan tubuhnya ke tanah.
Akane mematikan kembali Crimson Realitynya. "Tidak, sepertinya tidak akan semudah itu."
Setelah teriakan cacing itu berhenti, terlihat sesuatu yang tumbuh di ujung kepalanya yang tersisa. Sebuah mulut baru terbentuk, lengkap dengan gigi-gigi tajam yang kembali bermunculan. Kepalanya seakan tidak terkena apa-apa, meski sebelumnya sebagian kepala sudah menjadi debu.
"Bagaimana mungkin ..."
Sebelum Cherry menyelesaikan kata-katanya, cacing tersebut kembali melakukan sesuatu. Kali ini, ia memuntahkan sesuatu dari mulutnya. Muntahan tersebut adalah ular-ular yang pernah dibantai oleh Raidil sebelumnya. Mereka dimuntahkan dengan sangat cepat dan menyebar sangat luas ke sekeliling rombongan pengungsi.
"Ughh, menjijikkan." Kurosaki melihat beberapa ular yang menabrak barrier. Mereka dipenuhi oleh lendir, karena dimuntahkan dari dalam cacing raksasa.
Saat mereka hanya memperhatikan ular yang menabrak barrier, mereka tidak menyadari bahwa ular-ular yang telah jatuh terus berusaha masuk dibawah.
"Cherry, awas!" Reina berusaha meraih Cherry, tapi ia terlalu jauh.
Cherry menengok. "Ap ..."
Tiba-tiba, beberapa ular menyerang Cherry. Mereka telah berhasil menerobos barrier, entah bagaimana caranya.
"Awas!" Dengan cepat, Wei yang muncul segera menarik Cherry ke belakang hingga bersandar di depannya. Ia menahan tubuh Cherry agar tidak terjatuh.
"Wei!?" Cherry terkejut sekaligus merasa lega telah berhasil menghindari ular yang menyerangnya.
"Bagaimana mereka bisa menembusnya?" Mitsuji berlari mendekat sambil memanah ular-ular yang masuk.
Yuika ikut bergabung dengan mereka. "Nona penyihir merah, apa kau bisa membakar induknya sekaligus?"
Akane menengok kearah cacing raksasa yang sedang diam ditempat sambil terus memuntahkan ular-ular kecil. "Bisa, kalau aku tau berapa ukuran pastinya."
Dengan cepat, Alice muncul dan menebas beberapa ular yang kembali masuk. "Sama saja tidak bisa kalau begitu."
"Kau bisa berdiri Cherry?" tanya Wei yang masih menahan tubuh Cherry.
"Ah iya, maaf!" Cherry kembali berdiri dan bersiap dengan tombaknya.
Yuika bersiul. "Manisnya ..."
Wei menengok kearah Yuika. "Sudah diaktifkan?"
Yuika terkejut karena telah melupakan sesuatu yang penting. "Ah, iya juga!"
Ia kemudian memunculkan Guiding Lantern di sepanjang rombongan. "Sekarang semua tidak akan kelelahan."
Reina memperhatikan salah satu Guiding Lantern yang di dekat mereka. "Tidak akan lelah?"
Yuika mengangguk. "Ya, itu fungsi sebenarnya. Meningkatkan stamina dan energi seseorang, serta mempercepat pemulihannya. Jika tidak terlalu liar, maka kita tidak akan kelelahan selama mereka tetap aktif."
"Eh, begitu ya ..." Akane menengok kearah Alice. Wajahnya dengan jelas mempertanyakan Karma Temple milik Alice.
Menyadari ditatap oleh Akane, Alice langsung mengetahui apa maksudnya. "Karma Temple tidak akan berguna disini. Aku tidak akan bisa menebas cacing raksasa itu, dan ular-ular yang keluar terlalu banyak untuk di counter."
Tubuh Mitsuji bersinar, memperlihatkan kembali wujud The True Sun God miliknya. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Wei menyiapkan pedangnya. "Bertahan, sampai komando turun."
"Kapan komando turun?" tanya Kurosaki sambil mengaktifkan Guardian.
Yuika memakai sarung tinjunya. "Entahlah, mereka pasti sedang memikirkan strateginya. Yang penting, seluruh warga sudah kami pindahkan ke tempat aman."
"Ew ... Berarti kita harus berhadapan dengan mereka dulu." Akane berusaha menahan rasa mualnya melihat ular-ular yang diselubungi oleh lendir.
Saat Akane hendak membakar ular-ular yang mati, ada seseorang yang melesat dengan cepat ke samping mereka.
"Disimpan saja, mereka bisa jadi makanan darurat."
Orang itu adalah Raidil. Setelah mengucapkan kata-katanya, ia menebas beberapa ular yang masuk dan kembali melesat pergi.
Akane kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. "Hah? Siapa itu?"
Cherry mengangkat kedua bahunya, menandakan kalau ia tidak tahu. "Entah."
Setelah melihat Raidil sekilas, Alice teringat akan sesuatu. "Bajunya, sepertinya tidak asing."
Yuika meninju salah satu ular yang masuk. "Ya, itu seragam pasukan khusus kerajaan."
"Pasukan khusus? Sedang apa mereka disini?" tanya Reina sambil mengaktifkan Twin Storm.
"Tentu saja menjaga," jawab Mitsuji.
Kurosaki bertanya, "Kenapa mereka tidak semuanya membantu pertahan kota?"
Mitsuji melepaskan panahnya sekaligus, membunuh banyak ular yang masuk secara bersamaan. "Kurasa hanya satu jawabannya ..."
Wei melanjutkan kata-kata Mitsuji. "... Yaitu karena papa Ardent tahu bahwa kita akan diserang."
Tidak ada yang tahu bahwa Ardent menjadikan mereka sebagai pancingan, kecuali anggota Fallen Orions yang sebelumnya melakukan sebuah pertemuan. Ada banyak pasukan khusus kerajaan yang berada di sekitar rombongan pengungsi. Mereka tersebar di berbagai arah, menjaga para pengungsi dari jarak jauh dengan tujuan bisa mengetahui lebih cepat akan sesuatu yang datang. Akan tetapi, karena cacing raksasa itu bergerak di dalam tanah, tidak ada yang dapat memprediksinya sama sekali. Raidil menjadi yang pertama bergabung dengan rombongan karena kecepatan berpindahnya yang sangat tinggi. Sebutan kilat pasukan khusus miliknya tidaklah sekedar omong kosong.
Cherry mundur sedikit setelah menebas beberapa ular dengan Soul Hunter. "Akane, apakah Crimson Reality bisa mengenai tubuhnya di dalam tanah?"
Akane berpikir sebentar. "Hmm, belum pernah kucoba."
Kurosaki menahan terjangan ular dengan perisanya. "Sekalipun tidak bisa, seharusnya membakar tubuh diatasnya saja sudah cukup."
"Kalau bisa, gabungkan dengan Hell Trials," sahut Mitsuji.
Cherry menengok kearah Mitsuji. "tunya sih mudah. Kita tidak tahu berapa lama waktu yang diperlukan Akane, untuk membuat barrier seluas itu."
"Yah, setidaknya kita ada sedikit harapan," ucap Yuika dengan pesimis. Ia menyadari bahwa ukuran cacing itu terlalu besar untuk bisa dijebak dengan cepat oleh Crimson Reality.
Akane menggunakan Magic : Wall untuk menahan beberapa serangan ular yang masuk. "Kurasa butuh beberap jam, itupun jika tidak menghitung tubuhnya yang masih terkubur."
Alice mengibaskan katananya, membersihkan lendir dan darah ular yang menempel. "Lebih baik daripada tidak sama sekali."
"Ya, setidaknya kita punya rencana jika para kepala penjaga tidak tahu harus apa," tambah Wei.
Saat mereka terus disibukkan dengan ular yang menembus barrier, ada seseorang yang berdiri tegak diatas salah satu kereta.
Kurosaki menyadari kedatangan orang tersebut. "Saki!?"
Saki berdiri tegak sambil melipat tangannya diatas kereta, memperhatikan cacing raksasa tersebut dengan sangat serius.
Ia menengok kearah mereka yang berada dibawah. "Penjaga bagian belakang, ikuti perintahku! Kalian akan menjadi kunci utama dalam strategi kita!"
Cherry melihat keatas dan memberi hormat. "Siap kapten!"
Wajah Saki menjadi semakin serius. Tatapannya sangat tajam, seakan dipenuhi oleh amarah.
Ia menggigit ibu jarinya dan berkata, "Tcih, waktu yang buruk. Mood ku sedang tidak baik."