Perlahan tapi pasti, pertempuran dalam mempertahankan kota mulai terlihat membaik bagi para manusia. Tameng hidup yang diciptakan oleh Army menurunkan jumlah korban secara drastis, sehingga mereka bisa melawan balik dengan mudah. Meski jumlah pasukan iblis lebih banyak dan memiliki kekuatan yang lebih kuat secara individu, mereka telah kalah dalam jumlah. Para manusia memiliki jumlah yang "tidak terbatas".
Dengan mudah, Ashura menangkap 6 golem sekaligus dan melemparkannya kearah pasukan iblis, mengacak-acak barisan mereka sekaligus menghancurkan golem tersebut.
"Aku baru tahu kalau senjatanya bisa menghilang dan muncul sesuka hatinya," ucap Fuuko sambil mengaktifkan kembali Berserkernya.
Reol menggunakan Evasion untuk mundur ke belakang Fuuko. "Ya, golem itu bisa dijadikan senjata olehnya."
"Kalau begitu, ini pasti akan mudah!"
"Tentu saja."
Meski bertubuh raksasa, Ashura bergerak dengan sangat cepat. Keenam senjata yang ia pegang juga menjadi sesuatu yang sangat merepotkan bagi lawannya. Dimana ia melangkah maju, maka pasukan iblis pasti diratakan olehnya bersama dengan Reol dan Fuuko.
Pertempuran di garis depan penuh dengan pertumpahan darah, tapi begitu juga yang terjadi di dalam kota. Para naga masih terus menyerang dengan intensif. Mereka seakan bertugas mengalihkan seluruh artileri dan penyerang jarak jauh agar tidak mengganggu pertempuran di garis depan.
Dengan Saber Aura, Need berlari melintasi kota dengan sangat cepat. Ia melihat beberapa naga yang sedang mengarah menuju sebuah Artileri. "Tidak akan kubiarkan!"
Ia berpindah ke posisi yang lebih tinggi, dan menyerang naga-naga tersebut dengan Aerial Cut.
Tiba-tiba, ada seekor naga lain yang terbang dengan cepat kearahnya.
"Heh." Need langsung menggunakan Storm Reaper untuk menghindari semburan naga tersebut.
Karena gagal menyerang Need, naga tersebut langsung terbang menjauh darinya.
"Tidak secepat itu kawan!"
Need menggunakan Lunar Misfortune untuk menerjangnya sebelum ia terbang lebih jauh. Setelahnya, ia bergerak mundur dan menggunakan Storm Reaper. Storm Reaper yang digunakan berubah menjadi Orbit Reaper, dan membunuh naga tersebut setelah ia kembali mendarat.
Need melihat ke sekeliling langit diatasnya. Masih ada banyak naga yang berterbangan. Beberapa artiler telah dihancurkan, tapi ada lebih banyak yang masih bisa digunakan. Langit dipenuhi dengan api, mesiu, dan proyektil sihir berbagai macam warna. Suara dentuman dan ledakan terdengar terus menerus, seakan bersahutan satu sama lain.
"Mereka banyak sekali. Aku jadi penasaran bagaimana dengan yang lainnya."
Disaat yang sama, Eevnyxz sedang memperhatikan Need dari salah satu menara.
"Need baik-baik saja. Aku tak perlu turun tangan." Ia lanjut memperhatikan kondisi seluruh kota menggunakan sihirnya.
"Beberapa artileri sudah hancur, tapi bangunan dan tembok masih baik-baik saja."
Dengan sihirnya, ia bisa memeriksa sesuatu hingga sangat detail dari jarak jauh. Tugas Eevnyxz adalah mempertahankan kota sekaligus memantau kondisinya. Jika ada sesuatu terjadi diluar dugaan, maka ialah yang bertugas untuk segera melaporkannya pada Ardent.
Eevnyxz melihat kearah pasukan yang sedang mengarahkan artilernya. "Oh, sepertinya tadi itu hancur. Berarti mereka sudah membetulkannya."
Saat fokus Eevenyxz sedang berada di tempat lain, 3 ekor naga berusaha menyerangnya dari sebelah kiri, kanan, dan belakang. Ketiga naga itu bersiap menyemburkan apinya, terlihat jelas dari mulutnya yang terbuka dengan lebar.
"Hmm?" Eevnyxz menyadari sergapan datang dibelakangnya.
Tiba-tiba, petir menyambar ketiga naga tersebut. Mereka bertiga langsung mati akibat sambaran petir yang sangat dahsyat.
Eevnyxz menengok kebelakang, dan melihat ketiga naga yang jatuh ke tanah.
"Jangan pikir kalian bisa menyergapku semudah itu." Ia menatap rendah kearah 3 naga yang sudah mati dibawah.
Sementara itu, disisi lain garis depan. Tan, Vivien, dan Locked sedang dikepung oleh pasukan iblis dari berbagai arah. Mereka bisa dikepung karena posisi mereka tidak berada di dalam barisan, seperti Reol dan Fuuko yang menyerang dalam posisinya sendiri.
"Vi!" Tan berteriak sambil menghindari serangan dari golem di depannya.
"Aku paham!" Vivien melompat, dan menggunakan Divine Slash. Dengan sekali tebas, golem tersebut hancur berkeping-keping akibat gelombang kejut yang tercipta oleh Divine Slash.
Tak jauh dari mereka, Locked menggunakan Hard Hit kepada salah satu golem.
"Sip, jatuh!" Hard Hit yang digunakan berhasil membuat golem tersebut terkena Flinch.
Dengan cepat, Locked menggunakan Shut-Out dan memecahkan seluruh bagian tubuh golem tersebut.
"Ada lagi yang lain?" Locked bergerak mundur untuk kembali berkumpul dengan Tan dan Vivien ditengah kepungan para iblis.
"Bagaimana senjata barunya?" tanya Tan sambil menunggu pasukan iblis tersebut memulai serangan mereka.
Vivien memasukkan katana kembali ke sarungnya. "Luar biasa."
Locked menancapkan pedangnya ketahan, dan memutar lengan kanannya beberapa kali untuk bersiap melakukan serangannya. "Benar sekali! Rasanya aku siap untuk bertempur sepanjang hari!"
Tan mengambil kuda-kuda. "Kalau begitu, mari kita serang lagi!"
Selama beberapa jam setelahnya, para manusia secara perlahan memukul mundur pasukan iblis yang menyerang. Kecemasan mulai terlihat di wajah para jendral pasukan iblis. Terlihat jelas bahwa mereka akan memenangkan pertempuran jika situasi terus berjalan seperti itu.
Salah satu pelayan Lucius berlari kearahnya. "Tuan Lucius!"
Lucius menengok. "Ada apa Aegir?"
Pelayan itu bersujud. "Pasukan Anoma dan Opabi sudah hampir habis tuan. Jika terus dipaksa bertempur, maka mereka akan habis tak bersisa."
"Aku tau, lalu bagaimana dengan Peyto dan Tami?"
"Mereka juga mengabarkan kabar yang sama, tuan."
"Lalu ..."
Sebelum Lucius lanjut bertanya, seekor naga dengan pengendaranya mendarat di hadapannya.
"Tuan Lucius!"
Lucius menatapnya dengan rasa heran. "Megacheira? Kenapa kau disini."
Megacheira turun dari naganya dan bertekuk lutut dihadapan Lucius. "Kita harus segera mengeluarkannya! Atau mereka akan segera menghabisi seluruh pasukan kita!"
Lucius kembali menatap cerminnya. "Aku juga mengetahuinya, tapi kita masih butuh ..."
Sebelum Lucius selesai berbicara, ada iblis lain yang berjalan menuju kearahnya dari belakang.
"Tuanku!" Iblis itu memanggil dengan sangat bersemangat.
Ia berjalan hingga sampai ke sebelah kanan Lucius. "Ia telah siap tuan. Sisanya tinggal menunggu perintah darimu."
Senyum lebar keluar dari wajah Lucius. Ia mulai tertawa kecil. "Haha, sepertinya waktu bermainnya telah usai."
Lucius berdiri dari tahtanya. "Alalco, segera bawa ia kemari dan siapkan penghidupannya."
"Sesuai perintahmu, tuan Lucius." Alalco segera pergi untuk menjalankan perintah Lucius.
Lucius menatap Aegir dan Megacheira yang masih bersujud. "Segeralah bersiap, karena giliran kita yang sebenarnya baru akan dimulai."
Mereka berdua segera berdiri dan menjawab secara bersamaan. "Baiklah tuan!"
Setelah Aegir dan Megacheira pergi, Lucius memakai topengnya. Ia meraih pedang yang berada disamping tahta, dan mengencangkan sarung tangan besinya.
"Kau pasti akan terkejut, Ardent!"
Setelah Lucius mengeluarkan perintahnya, para pasukan iblis langsung bergerak mundur. Naga-naga yang menyerang kota juga ikut terbang mundur, meninggalkan kota beserta penjaganya. Semua orang yang menyaksikannya menjadi heran sekaligus senang. Mereka semakin bersemangat mengejar pasukan iblis yang sedang mundur.
"Hah!? Kenapa mereka mundur?" Shiro terkejut melihat pergerakan pasukan iblis yang mendadak mundur.
Karena tidak ada lagi yang terkena Infinite Dimension, Shiro tidak bisa lagi mengisi mananya. Army menyadari apa yang akan terjadi jika Shiro tidak bisa mengaktifkan kembali Regretlessnya setiap beberapa detik.
"Shiro, Regretless mu!"
"Aman," jawab Shiro dengan santai.
"Aman?" Army mengerutkan dahinya, agak bingung dengan apa maksud Shiro.
"Ya, lihat ini."
Shiro menekuk lututnya sambil menyentuh tanah dibawahnya.
"Detention!"
Regretless Shiro menjadi tidak aktif. Aura disekitar tubuhnya menghilang, dan ia tidak terlihat seperti sudah memakai Regretless sekalipHah!? Kenapa mereka mundur?" Shiro terkejut melihat pergerakan pasukan iblis yang mendadak mundur.
"Eh? Kemana Regretless mu?" tanya Rikka.
Setelah memastikan bahwa Regretlessnya tidak aktif, Shiro kembali berdiri. "Aku mematikannya."
Army berpikir sebentar. Ia tidak pernah tahu mengenai sesuatu yang baru saja Shiro lakukan. "Bisa dimatikan ya? Kalau begitu kenapa dulu tidak kau matikan sendiri saja."
Shiro meletakkan tombak di punggungnya sambil memperhatikan pasukan iblis yang semakin menjauhi mereka. "Aku merasa sesuatu saat turun."
Ia menatap telapak tangannya. "Para iblis itu memiliki jiwa, tidak seperti monster yang waktu itu muncul."
Rikka asal melepaskan Vanquisher untuk mengisi kembali peluru Twin Stormnya. "Bukannya mereka sama-sama hidup?"
Shiro menggenggam tangannya. "Tidak, bukan jiwa seperti itu yang kumaksud."
"Lalu seperti apa?" tanya Army.
"Aku juga tidak tahu apa namanya. Perasaan ini hanya bisa dirasakan saat aku berhadapan sesuatu yang memilikinya, seperti manusia."
Army, Rikka, dan Ardent yang mendengarnya terdiam. Mereka menginginkan Shiro untuk menjelaskannya lebih lanjut.
"Mungkin semacam energi kehidupan. Jika aku membunuh sesuatu yang memilikinya, maka aku dapat menampung energinya."
Army ikut meletakkan tombak di punggungnya. "Lalu, apa hubunganya yang barusan kau lakukan?"
"Aku dapat mematikan Regretless selama sementara, dengan membayarnya menggunakan energi yang sudah tertampung."
Ardent berjalan mendekati Shiro. "Jadi, kau tidak benar-benar mematikannya sendiri?"
Shiro mengangguk. "Begitulah. Ia tidak sepenuhnya mati seperti dipatahkan dengan sang kunci."
Army yang penasaran kemudian bertanya, "Kalau begitu kenapa kau menggunakan Regretless? Akane tidak akan bisa datang dengan mudah untuk mematikannya."
Shiro menarik nafas sebentar dan menjawab, "Dengan energi yang cukup banyak, aku bisa menahannya selama beberapa hari. Seharusnya itu cukup untuk menyusul mereka."
Saat mereka sedang membahas Detention Shiro, Eevnyxz tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Ardent!"
Ekspresi Eevnyxz terlihat cemas, ia tidak seperti orang yang datang membawa berita baik.
Ardent menengok kebelakang. "Eev? Ada apa?" Ia mulai khawatir dengan kedatangan Eevnyxz yang menandakan bahwa sesuatu yang tidak terduga sedang terjadi.
Tanpa basa-basi, Eevnyxz memberikan sihir pada Ardent agar ia bisa melihat ke jarak yang sangat jauh di depan.
"Kau melihatnya?" tanya Eevnyxz.
Ardent berusaha melihat apa yang dimaksud oleh Eevnyxz. "Apa?"
Eevnyxz mengarahkan kepala Ardent ke arah barisan paling belakang pasukan iblis. "Disana."
"Memangnya ap ..."
Ardent terlihat sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Ia sampai tidak bisa berkata-kata sama sekali setelah melihat sesuatu tersebut.
Rikka memahami bahwa ada sesuatu yang terjadi sangatlah mengejutkan hingga Ardent tidak berkata apapun. "Ada apa?!"
Eevnyxz memberikan sihir yang sama pada Rikka. "Kau juga Rikka, lihatlah."
Rikka segera mencari apa yang dilihat oleh Eevnyxz dan Ardent.
"A-apa ..." Rikka juga sama terkejutnya seperti Ardent.
Ia melepaskan sihir pengelihatan yang diberikan oleh Eevnyxz dan menatap Ardent. "I-tu ... Kumine kan?"
Dari belakang Kumine, Lucius memunculkan sebuah lingkaran sihir. "Bangkitlah, Queen Heritage 8."
Tanpa ekspresi sama sekali, Kumine menjawab, "Heritage nomor 8, menunggu perintah ..."