"Cherry, Cherry, Cherry!" Suara Akane terdengar sangat dekat. Ia memanggil nama Cherry beberapa kali untuk membangunkannya.
"Kita harus turun dulu!" Akane menggoyangkan badan Cherry beberapa kali.
Cherry mulai bangun, dan perlahan membuka matanya. "Akane, ada apa?"
Akane segera menarik tangan Cherry agar ia menjadi duduk. "Sudah pagi, kita siap-siap dulu selagi keretanya berhenti."
Cherry mengusap mata, dan berdiri sambil mengumpulkan kesadarannya. Ia keluar dan bersandar diluar kereta, menatap sungai di depannya.
"Reina dan Kurosaki, kemana?" tanya Cherry.
Akane menunjuk ke suatu arah. "Disana."
"Ah ..."
Cherry melihat Kurosaki dan Reina di sungai, sedang mengumpulkan cadangan air.
Tidak seperti biasanya, Cherry tidak mengeluarkan banyak kata-kata setelah ia bangun. Ia hanya menatap orang-orang di sungai dengan tatapan kosong, dan pikirannya seakan pergi entah kemana.
Akane menyadari gerak-gerik Cherry yang aneh. "Ada apa? Tidak enak badan?"
Cherry menggelengkan kepalanya sambil mengelus bahu kanannya. "Ah, tidak. Hanya mimpi yang tidak enak."
"Kau yakin?" Akane menatap Cherry dengan sedikit kecurigaan.
Cherry mengangguk sambil tersenyum kecil kearah Akane. "Ya, terimakasih sudah mengkhawatirkanku."
Akane duduk di samping Cherry. "Mau menceritakannya padaku?"
"Ya, akan kuceritakan nanti." Cherry kemudian berjalan menuju Kurosaki dan Reina.
"Baiklah, terserahmu saja, aku tidak akan memaksanya." Akane segera menyusul Cherry dengan berjalan dibelakangnya.
Sementara itu di kota, ada seseorang yang menemukan sesuatu saat ia sedang memantau keadaan sekitar.
"Mereka datang!"
Orang itu segera memberitahu yang lainnya, dan membunyikan lonceng peringatan dengan cepat. Sesuatu yang mereka tunggu akhirnya telah datang. Mendengar suara lonceng yang dibunyikan dan disebarkan menggunakan sihir, seluruh orang keluar dari kamp dan segera bersiap diposisinya.
Army dan Shiro segera berlari menghampiri Ardent dan Rikka yang telah berada di tembok depan.
"Ardent, Rikka!" Army berteriak memanggil mereka.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Shiro.
Ardent menengok kearah mereka, dan kembali memperhatikan sesuatu didepannya. "Lihat saja."
Ia menunjuk kedepan, menunjukkan sesuatu yang datang perlahan menuju kearah mereka.
Dari jauh, terlihat barisan pasukan dengan zirah hitam pekat yang sangat banyak. Perlahan tapi pasti, mereka terus bergerak menuju mereka. Tidak hanya itu, ada beberapa mahluk aneh lainnya yang ada diantara mereka. Salah satunya seperti raksasa, dan juga mengenakan zirah hitam yang mirip. Ada beberapa mahluk seperti naga yang berterbangan diatas mereka, sambil menyemburkan api yang terlihat mengintimidasi.
"Naga dan raksasa juga ya." Rikka dengan teliti memperhatikan barisan pasukan yang muncul.
"Apakah seluruh prajurit sudah keluar?" tanya Shiro.
Beberapa saat setelah Shiro bertanya, pasukan yang berada di dalam kota mulai keluar dari gerbang utama, dan bergabung dengan pasukan yang sudah berbaris di luar. Mereka yang keluar adalah prajurit jarak dekat, bersama dengan komandannya masing-masing. Mereka berbaris menjadi beberapa persegi, agar memudahkan kendali tiap pasukan. Sementara itu, para pasukan jarak jauh mulai berlarian disekitar tembok kota, mengisi tempat masing-masing sesuai tugasnya. Artileri mulai diaktifkan, dan siap untuk ditembakkan. Pertahanan tembok juga kembali ditingkatkan.
Kemudian, Ashborn, Shacchi, Eevnyxz, dan Need berjalan menghampiri Ardent. Penampilan Need sedikit berbeda, karena ia tidak membawa senjata sama sekali.
"Apakah ini waktunya?" tanya Ashborn.
"Tidak, masih ada yang kurang," jawab Need.
Dari arah dalam, terdengar suara Tan yang memanggil. "Oooi!"
Mereka semua menengok. Mereka melihat Tan, Vivi, dan Locked yang menuju kearah mereka. Tidak hanya itu, ada 2 orang tak dikenal yang masing-masing membawa sebuah peti berukuran sedang di tangannya.
"Turunkan disini saja," ucap Tan saat sudah berkumpul.
Kedua orang itu segera meletakkan peti yang mereka bawa, dan segera pergi.
Rikka menatap kedua peti dengan bingung. "Apa itu?"
Vivien bersandar di tembok. "Apalagi?"
Vivien memperlihatkan katana yang ia bawa. Ia mengeluarkannya dari sarung, dan memperlihatkan dengan jelas kalau itu bukanlah katana yang biasa ia bawa, tapi katana yang masih baru.
"Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Tan," tambah Locked.
Locked membalikkan badan, ikut memperlihatkan pedang baru yang ia gunakan.
"Ayo cepat bantu aku membukanya!" Tan mulai membuka salah satu peti.
Saat dibuka, peti itu berisi 3 buah senapan, sebuah perisai, dan belati khusus sihir.
Dengan cepat, Tan mengambil satu-persatu senapan dan memberikannya pada Shacchi, Ashborn, dan Rikka.
"Ini untuk Ashborn, ini untuk Shacchi, dan ini untuk Rikka."
Mereka bertiga terkejut tak bisa berkata apa-apa. Ketiga senapan yang diberikan oleh Tan bukanlah senapan biasa, dan terlihat dengan jelas bahwa ketiganya memiliki harga yang sangat mahal. Spesifikasi senapan milik Rikka dibuat berbeda, tidak seperti yang diberikan kepada Ashborn dan Shacchi.
Rikka memutar-mutar senapan itu di tangannya. "Indah sekali!"
Ia menatap Tan dan tersenyum bahagia. "Terimakasih, Tan!"
Ashborn berterimakasih sambil mengisi peluru pada senapan barunya. "Terimakasih juga, Tan!"
"Terimakasih bos!" Shacchi juga terlihat sangat senang. Ia mencoba membidik menggunakan senapan barunya itu.
Tan mengeluarkan belati yang ada di dalam, dan memberikannya pada Eevnyxz. "Untuk matk, cocok untukmu."
Dengan senang hati, Eevnyxz menerima belati tersebut. "Terimakasih mr Tan!"
Rikka melihat perisai yang masih ada di dalam. "Lalu, ini untuk siapa?"
Tan tersenyum dan menjawab, "Tentu saja untuk tank terbaik kita!"
Mendengar jawaban itu, mata Rikka menjadi berbinar-binar. Ia segera mengambil perisainya dari dalam peti. Perisai itu memiliki bentuk bundar, dengan ukiran bunga berwarna merah cerah ditengahnya. Dengan hiasan batu permata dimana-mana, perisai itu adalah perisai tercantik yang pernah Rikka lihat. Ia mencoba mengenakannya, dan berputar-putar sambil memeluk perisai itu dengan hati yang sangat senang.
"Terimakasih lagi, Tan!"
Tan tersenyum dengan bangga. "Tak masalah!"
Ia kemudian membuka peti satunya lagi yang berisi 2 buah pedang kembar, dan beberapa azimat.
"Need, pedang ini untukmu, dan azimat ini untuk kita semua."
"Sesuai pesanan, terimakasih Tan!" Need mengambil kedua pedang tersebut dan segera mencoba mengayunkannya.
"Luar biasa!" Need terlihat sangat mahir memakai pedang tersebut, meski ia tidak pernah terlihat menggunakan pedang sebelumnya.
Tan mengangkat peti tersebut, dan membagikan azimat yang ada disana. "Untuk Ash, Shacchi, Need, Rikka, Army, dan Shiro."
Mereka semua menerima azimat itu dengan senang hati, terutama Rikka yang mendapatkan paling banyak barang dari Tan.
Setelah peti tersebut kosong, ia menumpuknya dengan peti sebelumnya. "Untuk Ardent tidak ada ya, ia sudah punya semuanya."
Ardent hanya tersenyum. "Tak apa, itu sudah lebih dari cukup Tan, terimakasih."
Tan menatap Army dan Shiro yang sedang memasang azimatnya. "Yakin tidak perlu senjata baru?"
Army dan Shiro tertawa.
"Ya, Red Blossom ini sudah cukup," jawab Army.
Shiro menatap tombaknya yang berada dibelakangnya. "Ya, dia adalah bagian dari diriku."
Tan merasa lega. "Baiklah, berarti semuanya sudah siap."
"Ya," jawab mereka semua secara bersamaan.
Tiba-tiba, ada seekor naga hitam yang terbang dari arah pasukan iblis kearah mereka. Terlihat ada sesuatu yang menungganginya.
Rikka melihat naga tersebut dengan sangat serius "Itu... "
Ardent mengangguk. "Ya, perwakilan untuk berbicara."
Sambil terbang, penunggang naga itu menggunakan sihir untuk menyebarkan ucapannya ke seluruh kota.
"Serahkan Ardent pada kami, atau ini akan menjadi kepunahan kalian!"
Suara itu menggema diseluruh kota dengan nada berat yang mengintimidasi.
Need tertawa mendengar peringatan tersebut. "Haha, mereka pikir kita akan menyerahkan Ardent setelah mereka menghancurkan sebuah kota."
"Mana mungkin kita menyerahkan senjata berjalannya umat manusia," tambah Eevnyxz.
Rikka melipat tangannya dan berdiri dengan tegak. "Ardent itu milikku! Kalian tak akan bisa memilikinya!"
Mereka yang mendengarnya hendak tertawa, tapi mereka semua menahannya karena situasi sedang tidak cocok untuk mentertawakan sesuatu. Sementara itu, Ardent hanya menengok dan tertawa kecil melihat Rikka.
Penunggang naga itu kembali berbicara. "Jika dalam satu jam kalian tidak menyerahkan Ardent, maka kami akan memulai serangannya!"
Ia kemudian terbang kembali menuju barisan pasukan iblis yang terlihat sudah siap untuk menyerang.
Ardent menengok kebelakang, melihat seluruh anggota Fallen Orions yang telah siap. "Kalian sudah tau kan harus apa?"
Vivien berhenti bersandar. Ia berdiri tegak dan menjawab, "Tentu saja."
Mereka semua segera pergi menuju posisinya masing-masing, kecuali Army, Shiro, Rikka, dan Ardent yang tetap berada disana karena posisi mereka memang disana.
Satu jam kemudian berlalu. Seluruh orang yang berada di kota sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi sebuah pertempuran. Para komandan sudah berada di paling depan, siap untuk memberikan komando kapan saja.
Sesaat sebelum mulai menyerang, muncul sesuatu dari arah para pasukan iblis.
"Waah, apa itu?" tanya Rikka sambil menutupi bagian atas matanya agar tidak terganggu oleh cahaya matahari.
Sesuatu yang muncul tersebut memiliki wujud seperti golem raksasa berwarna hitam. Golem itu sangat besar, dengan tinggi kira-kira 15 meter. Tidak hanya itu, golem yang muncul juga tidak sedikit jumlahnya.
Setelah memunculkan banyak golem, para pasukan iblis itu segera bergerak bersama beberapa komandan perang yang terlihat berada di paling depannya. Mereka yang melihat pasukan iblis menyerang juga mulai mengambil langkah pertamanya. Para komandan memerintahkan pasukannya untuk segera memperkuat barisan, karena mereka berada di posisi bertahan.
Bendera kerajaan dibawa dipunggung oleh beberapa orang, mengibarkan tanda perlawanan mereka. Genderang dan terompet perang dibunyikan oleh kedua pihak, menaikkan moral pasukan masing-masing. Suara langkah kaki terdengar dengan sangat keras, dengan suara teriakan yang saling bersahutan. Lahan hijau mengeluarkan debunya, akibat langkah kaki mereka yang melewatinya. Perisai digenggam dengan sangat erat, dan tombak-tombak dihunuskan kedepan. Panah, peluru artileri, dan sihir dilepaskan untuk menembaki naga yang terbang. Langit kota menjadi penuh dengan proyektil tembakannya.
Army kemudian teringat sesuatu. "Oh iya, Reol dan Fuuko dimana ya?"
Ardent tersenyum dan menjawab, "Lihat saja sebentar lagi."
Setelah Ardent menjawab, terlihat cahaya kuning terang dari salah satu formasi pasukan yang sedang berjalan.
"Apa itu!?" Shiro menjadi yang pertama menyadari cahaya itu diantara mereka.
Ardent menengok kearah cahaya tersebut. "Itu dia, Reol dan Fuuko.
Dibawah sana, Reol dan Fuuko sedang melakukan sesuatu. Mereka sedikit memisahkan diri dari barisan.
"Reol!"
"Ya, mari kita hantam batu hitam tersebut!"
Cahaya kuning yang muncul berasal dari aura tubuh Reol yang membesar seiring waktu.
"Sekarang!"
Reol berteriak sambil melepaskan energi yang sangat besar. Angin yang menghempaskan energinya terasa hingga ke barisan pasukan iblis yang menyerang, bersamaan dengan cahaya kuning dari tubuh Reol yang menjadi semakin besar. Setelah beberapa saat, cahaya tersebut menghilang, dan memperlihatkan sesuatu yang sangat luar biasa.
"Itu dia! Itu dia!" Rikka sangat senang melihatnya. Ia sampai bertepuk tangan menyaksikan hal tersebut.
Ardent mengangguk. "Ya, perwujudan Ashura."
Sebuah raksasa dengan 6 tangan dan 3 wajah yang menyeramkan muncul di medan pertempuran. Ada sebuah roda emas berapi dibelakangnya. Raksasa itu menggenggam senjata yang berbeda di tiap lengannya. Terlihat juga Reol dan Fuuko yang sedang berdiri di bahu raksasa itu.
Reol mengencangkan sarung tinjunya. "Akan kuperlihatkan siapa iblis sebenarnya disini!"