Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 8 - Chapter 4 - Penyelesaian

Chapter 8 - Chapter 4 - Penyelesaian

Rikka dan Sakki yang telah selesai membersihkan diri kembali ke ruang tamu.

"Kami kembali!" ucap Rikka sambil membuka pintu.

Rikka menarik Saki masuk, dan memperlihatkannya kepada Army. "Tadaaa, Saki sudah menjadi cantik kembali!"

Saki terlihat malu-malu dan menundukan pandangannya, tidak berani menatap Army secara langsung. Seluruh pakaiannya telah kembali bersih, dari yang tadinya memiliki banyak noda. Rambut putihnya kembali berkilauan, dan terlihat sangat lembut. Wajahnya juga kembali segar, dengan kulit putih yang halus seperti kulit boneka.

Army memperhatikan Saki dari atas kebawah. "Kau sangat cantik Saki ..." ucap Army sambil tersenyum.

Saki kembali dibuat tersipu untuk kesekian kalinya. "T-terimakasih senior," balas Saki.

"Hanya Saki? Aku disini tidak dianggap?" Rikka menjadi sedikit kesal karena merasa diabaikan. Ia melipat tangannya dan menatap Army, menunggu kata-kata darinya.

Army tertawa. "Hahaha. Kau tidak perlu bertanya, karena kau sudah sudah tahu jawabannya."

Army mengacungkan jempolnya. "Nona Rikka, kau sempurna!"

Rikka membanggakan dirinya. "Tentu saja! Nona ini harus sempurna setiap saat ..."

"... Terutama jika harus membantu merias orang lain, maka aku menjadi lebih semangat!" Rikka menatap Saki, dan mengedipkan sebelah matanya. Mereka berdua seakan memiliki sebuah rencana tersembunyi.

Setelah menghabiskan gelas minumnya, Army berdiri dari sofa. "Baiklah, sekarang giliranku."

Army berjalan keluar ruangan melewati Rikka dan Saki. Sambil berjalan di koridor, ia berkata, "Saki, kapan-kapan beritahu aku apa yang kau gunakan pada rambutmu, karena aku menyukai wanginya yang lembut."

Saki terlihat senang saat Army mengomentari rambutnya. Ia melihat Rikka, dan Rikka membalas dengan acungan jempol kepada Saki. Mereka berdua sepertinya memang memiliki sebuah rencana rahasia saat sedang tidak bersama Army.

Sekembalinya Army, ia melihat bahwa Ardent sedang berkumpul bersama Rikka dan Saki.

"Kau sudah selesai?" tanya Ardent.

Army mengangguk. "Ya. Apakah kita akan berangkat sekarang?"

Tiba-tiba, Saki mendekati Army dan memberikan sesuatu kepadanya. "Senior! Ini ..."

Saki memberikan sebuat kotak makanan kepada Army. Kotak tersebut berisi nasi dan lauk pauk yang disusun secara rapi. Sayuran yang ada disusun membentuk nama Army, dan lauknya adalah sosis dengan berbentuk yang lucu.

"Wah, apakah ini untukku?" tanya Army.

Saki mengangguk. "Ya, untuk sarapan."

Army mengambil kotak makanan tersebut dari tangan Saki. "Terimakasih Saki. Ini adalah sarapan yang sangat cocok untuk hari yang panjang."

Army duduk di sofa dan mencicipi potongan sosisnya. "Apakah kau yang membuatnya?" tanya Army kepada Saki.

Saki menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya menyusunnya dengan instruksi dari senior Rikka."

Army melihat kearah Rikka. Ia terlihat sangat bangga dengan keberhasilan Saki menyusun makanan tersebut, seperti seorang guru yang bangga akan keberhasilan muridnya.

"Begitu ya, tapi aku tetap berterimakasih, karena makanan ini membuatku bersemangat kembali," jawab Army sambil lanjut memakan sarapannya.

Ardent kemudian menggelar sebuah peta di meja. "Sambil kau makan, aku akan mengulang kembali rencana kita."

Sambil makan, Army fokus memperhatikan tanda-tanda yang ada di peta.

Ardent menunjuk salah satu titik yang ditandai "Ini adalah titik portal tersebut, dan titik disekitarnya adalah posisi pasukan bantuan."

Ardent melanjutkan penjelasannya sambil menunjuk berbagai titik yang ia maksud. "Kita akan memulai dengan menghentikan Shiro menggunakan sang kunci. Setelah Shiro dihentikan, maka pasukan bantuan yang berada disini akan segera maju menahan para monster. Shiro bersama sang kunci harus segera kalian bawa kembali. Setelahnya, aku akan mengurus portal tersebut selagi para monster ditahan."

Ia mengeluarkan sebuah kertas dari sakunya. "Aku akan membuatkan surat izin untuk menjemput Akane. Aku ingin Rikka untuk langsung pergi bersamaku menuju hutan. Aku serahkan penjemputan Akane kepada kau dan Saki."

Army menghabiskan makanannya dengan cepat dan bertanya, "Apakah akan semudah itu?"

"Perkiraanku memang semudah itu, tapi kalian tetap harus waspada akan sesuatu yang bisa saja terjadi setelahnya," jawab Ardent.

"Kuharap tidak ada lagi kejutan setelahnya," ucap Rikka.

Army mengambil minuman. "Baiklah, kalau begitu sekarang saatnya menjemput sang kunci."

Ardent kemudian menuliskan surat izin kepada mereka.

"Apakah aku boleh menambahkan orang yang akan dijemput?" tanya Army kepada Ardent yang sedang menulis.

Ardent menatap Army dengan bingung, "Memangnya ada apa?"

"Aku ingin memperlihatkan sesuatu yang sangat penting kepada adikku," jawab Army.

Ardent kembali bertanya, "Apakah hal itu benar-benar sangat penting?"

"Ya." Army menjawab dengan penuh keyakinan.

"Baiklah, kau bisa mengisi orang tambahan yang akan kau bawa. Aku tidak menyegel surat izin pada bagian situ, jadi kau bisa menambahkan nama orang lain disana." Ardent memberikan kertas izin tersebut kepada Army.

Setelah semuanya sudah siap, mereka segera berpencar dengan Ardent bersama Rikka langsung teleport menuju hutan, dan Army bersama Saki menjemput Akane di akademi.

Di akademi, burung hantu peliharaan guru pengawas terbang menuju anggota Slow Kill Party yang sedang menunggu mulainya jam pelajaran di kantin akademi.

"Panggilan kepada Cherry dari kelas 1-D dan Akane dari kelas 1-A. Ditunggu oleh seseorang yang mengaku sebagai kakaknya Cherry." Burung tersebut terus mengulang kata-katanya.

"Itu dia! Tombakku telah pulang!" ucap Cherry sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Tapi kenapa Akane juga ikut dipanggil?" tanya Kurosaki.

"Entahlah, mungkin Shiro sedang iseng," jawab Akane.

"Apakah terjadi sesuatu?" tanya Reina.

Mereka segera berjalan bersama-sama menuju lobi, menepati panggilannya.

Sesampainya di lobi, Kurosaki nampak terkejut dan segera berlari menuju Army dan Saki.

"Shirooo!" Kurosaki memeluk Saki dengan sangat erat.

Saki awalnya terkejut dengan hal itu, tapi ia langsung menjadi biasa saja setelah beberapa saat.

Kurosaki menarik-narik pipi Saki dengan kedua tangannya. "Kau sehat kan? Bagaimana pekerjaanmu? Apakah ada yang mengganggu? Bagaimana rasanya tinggal sendiri?"

Cherry, Akane, dan Reina heran melihat Kurosaki. Mereka bertiga saling menatap, seakan bertanya satu sama lain mengenai apa yang terjadi kepada Kurosaki. Berbeda dengan reaksi mereka, Army terlihat seperti sudah mengetahui siapa Kurosaki, sehingga ia tidak bereaksi apapun saat melihatnya.

Saat memperhatikan Saki dari atas kebawah, Kurosaki menyadari sesuatu. "Tunggu dulu, kenapa kau jadi seperti ini?"

Ia memperhatikan wajah Saki dengan sangat teliti. "Pipimu sangat lembut, seperti me.akai item kecantikan ..."

Ia menyentuh rambut Saki. "... Dan rambutmu juga menjadi sangat lembut dengan Wangi bunga yang menyegarkan."

"Apakah kau sedang jatuh Cinta!!??" tanya Kurosaki dengan penuh semangat kepada Saki.

Saki kaget sekaligus malu-malu saat ditanya oleh Kurosaki. "Hah? Tidak, ini hanya ... "

"Baiklah baiklah, sudah saatnya kita ke inti percakapan." Army memotong pembicaraan Kurosaki dan Saki.

"Ah, iya! kami kesini untuk menjemput Akane," ucap Saki.

Akane bingung. "Aku?"

Army kemudian menjelaskan yang terjadi kepada Akane secara singkat. "Shiro butuh bantuanmu untuk menghentikannya."

Akane mulai terlihat serius setelah mendengar ucapan Army. "Apa yang terjadi?"

"Akan kami ceritakan sambil berjalan," ucap Saki.

Cherry kemudian bertanya, "Lalu untuk apa memanggilku juga?"

"Karena aku ingin memperlihatkan sesuatu kepadamu," jawab Army.

"Tunggu! Izinkan aku ikut juga!" Kurosaki memegang lengan Saki, membuktikan keseriusannya untuk ikut.

"Aku tidak bisa diam disini saat mengetahui bahwa ada sesuatu yang terjadi melibatkan Shiro disana," ucap Kurosaki.

"Shiro?" tanya Akane.

"Ya, ini adalah Shirosaki, adikku," jawab Kurosaki sambil mengenalkan Saki kepada seluruh anggota Slow Kill Party.

Cherry, Akane, dan Reina akhirnya mengetahui siapa gadis tersebut. Mereka tidak terlalu mirip secara penampilan, sehingga agak sulit untuk mengetahui bahwa mereka adalah adik kakak. Rambut Kurosaki pendek dan berombak, sedangkan rambut Saki panjang dan lurus. Selain itu, wajah Kurosaki juga selalu tertutup, sehingga tidak mungkin untuk membandingkan wajahnya secara langsung.

"Kukira kau juga mengenal Shiro yang kumaksud," ucap Akane.

Army berpikir sebentar. "Baiklah, tapi kau harus ikut mundur bersama Akane jika tugasnya nanti sudah selesai. Aku tidak akan memperbolehkan kalian untuk ikut lebih jauh."

Tiba-tiba, Cherry menggandeng tangan Reina. "Apakah Reina juga boleh ikut? Jika kami bertiga pergi, maka Reina akan sendirian nantinya."

Reina terkejut ketika ikut diajak oleh Cherry. "E-ehh ... Kalian tak perlu mengajakku juga kok ..."

Saki menatap Army, menunggu jawaban darinya.

"Boleh saja, tapi dengan syarat yang sama seperti Kurosaki," jawab Army.

"Yey! Slow Kill Party beraksi!" ucap Cherry yang bersemangat ketika seluruh anggota Slow Kill Party diperbolehkan untuk ikut.

Sambil memberikan kertas izin untuk menuliskan nama mereka kepada Kurosaki dan Reina, Army berkata, "Kalian hanya menonton, dan tidak akan beraksi. Ingatlah bahwa keselamatan kalian adalah hal yang harus diutamakan."

"Baik!" ucap Kurosaki dan Reina.

Setelah mengisi nama keempatnya, Army menyerahkan surat izin kepada guru pengawas, dan memberikan item teleportasi kepada mereka. Mereka langsung menggunakannya dan pindah menuju kota yang berada dekat lokasi portal. Mereka pun berlari untuk menyusul Ardent dan yang lainnya. Army kemudian menjelaskan situasi yang sedang terjadi secara garis besar kepada mereka sambil berlari. Ia kembali menegaskan bahwa mereka berempat harus mundur bersama Akane setelah ia menyelesaikan tugasnya. Ia juga meminta Cherry, Kurosaki, dan Reina untuk terus memperhatikan hal-hal yang akan terjadi disana. Menurutnya, hal itu bisa menjadi referensi yang bagus untuk perkembangan party mereka.

Pada awalnya, mereka berempat sedikit takut dengan cerita mengenai portal yang terus menerus mengeluarkan monster. Mereka khawatir jika Ardent tidak berhasil menghancurkannya, maka para monster akan menghancurkan seisi kota dengan mudah. Diantara mereka, Cherry terlihat sangat cemas dengan apa yang akan dihadapi oleh Army dan yang lainnya. Kejadian ini membuatnya teringat pada saat kota kelahirannya dihancurkan oleh monster. Tetapi, Army meyakinkan mereka bahwa yang terjadi kali ini adalah hal yang mudah untuk ditangani oleh Ardent.

Setelah cukup lama berlari, mereka akhirnya bertemu dengan Ardent dan Rikka yang sedang menunggu di posisinya.

"Kenapa jadi banyak sekali yang ikut?" tanya Ardent.

"Ahahaha ... " Army hanya tertawa, tidak menjawab pertanyaan Ardent.

"Apakah adikmu sekarang menjadi 3 orang?" tanya Rikka.

"Baiklah, apa boleh buat. Yang terjadi sudah terjadi," ucap Ardent.

"Bagaimana situasinya?" tanya Saki.

Rikka menjawab, "Masih sama, tapi kita harus segera menghentikannya."

Mereka memperhatikan Shiro dari jauh. Disana, terlihat Shiro yang masih terus menggunakan Soul Hunter dan Infinite Dimensionnya.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan Akane?" tanya Ardent.

Akane berpikir sebentar sambil memperhatikan Shiro. "Ini masih mudah, tapi aku butuh sedikit waktu untuk mengaktifkan sihirnya."

Selagi Ardent dan Akane membahas sihir yang akan digunakan, Army menepuk pundak Cherry.

"Lihatlah," ucap Army.

Cherry bingung dengan maksud Army, tapi perlahan-lahan ia mengetahui apa yang dimaksud oleh kakaknya. Semakin ia memperhatikan Shiro, ia melihat wujudnya berubah menjadi semakin menyeramkan. Di mata Cherry, aura yang menyelimuti Shiro berubah menjadi bayangan dari sosok iblis dengan belenggu di lehernya. Iblis tersebut terlihat sedang mencekik Shiro dari belakang. Meski wujud iblis tersebut hanya berupa bayangan, Cherry merasa sangat terintimidasi, walau berada cukup jauh.

"Lawan rasa takut itu Cherry," ucap Army yang mengetahui Cherry merasa sangat tidak nyaman akan sesuatu yang ia lihat.

Cherry menarik nafas, berusaha untuk tetap tenang sambil terus memperhatikan Shiro. Setelah sedikit lebih tenang, ia bertanya, "Apa itu kak?"

"Itulah sosok iblis yang ada di dalam Shiro, atau setidaknya itulah yang kulihat dari Shiro," jawab Army.

"Kenapa aku melihatnya seperti itu juga?" tanya Cherry.

"Karena aku baru saja memberimu sedikit kekuatan kegelapan. Hanya orang dengan kekuatan kegelapan tertentu yang bisa melihat wujudnya yang seperti itu," ucap Army.

"Lalu kenapa aku diperlihatkan ini?"

"Aku ingin kau terbiasa akan hal ini. Cepat atau lambat kau akan menguasai kekuatan kegelapan juga, maka lebih cepat terbiasa dengan hal seperti ini akan lebih baik."

"Baiklah, aku akan berusaha menahan rasa takut ini!" Cherry kembali memperhatikan wujud iblis yang ada pada Shiro, melawan rasa takutnya.

Army kemudian bertanya kepada Ardent dan Akane. "Jadi, apa yang perlu kita persiapkan?"

Ardent menjawab, "Setelah Shiro dibawa pergi, kalian bersama pasukan bantuan yang sedang bersembunyi akan menahan para monster, selagi aku menghancurkan portal tersebut."

Akane berkata, "Aku hanya perlu sedikit waktu serta beberapa orang yang bisa menarikku dan Shiro dari sana. Kami berdua pasti akan pingsan setelah aku membebaskannya."

"Baiklah." Army melihat kearah Cherry, Kurosaki, dan Reina. "Kalian bisa membawa pergi Akane dan Shiro?" tanya Army.

Mereka bertiga saling bertatapan, dan mengangguk.

"Bagus. Cherry, nanti kau akan membawa Akane, lalu Kurosaki akan yang akan membawa Shiro," ucap Army.

"Siap!" ucap Cherry dan Kurosaki bersamaan.

"Lalu Reina, kau gunakan Twin Storm untuk berlari duluan mengamankan jalan."

"Baik, aku mengerti!" jawab Reina sambil menyiapkan senapannya."

Army melepas penutup matanya. "Sekarang kalian perhatikan lebih dulu aksi kami, sebagai pelajaran kerjasama tim kalian."

Saki dan Rikka mengetahui giliran mereka untuk bertempur kembali tiba. Rikka mempersiapkan perisai serta senapannya, dan Saki segera memegang pedangnya.

"Ayo Saki, Rikka!"

Army, Saki, dan Rikka segera berlari menuju Shiro yang masih sibuk melawan para monster.

"Shiro!" Army berteriak kepada Shiro yang baru saja mengaktifkan kembali Regretnya.

Sambil terus menghitung dalam hati, Shiro menjawab, "Akhirnya ... Apakah Akane sudah disini?"

"Ya, gadis penyihir itu sedang bersiap," ucap Rikka yang segera maju dan mengaktifkan Provoke.

Army mengaktifkan Godspeed sambil bertanya, "Bagaimana kondisimu?"

Setelah menggunakan Soul Hunter, Shiro menjawab, "Masih baik!"

"Kalau begitu, mari kita perlihatkan bagaimana party yang seharusnya pada mereka," ucap Army.

Mereka segera memperkuat formasi dengan melebarkan jarak antara mereka. Seperti sebelumnya, mereka terus menggunakan Soul Hunter untuk membasmi monster lemah. Saat nanti monster besar muncul, mereka secara bergantian akan melawannya. Ketika monster besar muncul, Shiro menerjangnya dengan Dragonic Charge, dan jika itu tidak cukup, maka Army atau Saki akan menyelesaikannya, tergantung dengan siapa yang paling dekat.

Di belakang, Akane mempersiapkan rapalan sihirnya.

"Kekuatanmu, yang bukan bagian dari dirimu ..."

Sayap sihir Akane mulai muncul untuk membantu menstabilkan energi sihirnya.

"Sosok perusak yang memiliki kontrak ..."

Ia mengarahkan tongkat sihirnya kepada Shiro.

"Tak ada lagi peringatan untukmu, tak ada lagi pertimbangan untukmu, dan tidak ada lagi pembelaan yang bisa engkau lakukan ..."

Ujung tongkat sihir Akane mulai mengeluarkan cahaya, menandakan kalau sihirnya sudah siap untuk dilepaskan.

"Pengadilan telah berakhir, dan hasilnya sudah ditentukan ..."

Tak lama kemudian, muncul lingkaran sihir yang sangat besar dibawah dan diatas Shiro.

"Itu dia!" teriak Shiro sambil melihat sekeliling, mencari posisi Akane.

"Lenyaplah!" suara teriakan Akane terdengar sangat keras, bersamaan dengan munculnya cahaya dari lingkaran sihir yang menyinari Shiro.

Shiro berteriak sangat kencang saat cahaya tersebut mengenainya. "Aaaaahhhhh!!!"

Ia berteriak seakan-akan tubuhnya terbakar, walaupun tidak ada panas apapun dari cahaya tersebut. Cahaya itu bersinar sangat terang, membuat pergerakan monster disekitarnya terganggu. Hal itu digunakan oleh Army, Saki, dan Rikka untuk terus menahan mereka sambil menunggu proses tersebut selesai.

Setelah cahaya tersebut berhenti, lingkaran sihir besar tersebut pun ikut menghilang. Shiro pingsan setelah lingkaran sihir hilang, begitupula dengan Akane yang pingsan setelah menggunakan sihirnya. Bersamaan dengan pingsannya Akane, Cherry segera menahan tubuhnya agar tidak terjatuh, dan segera menggendong Akane dipunggungnya.

"Kurosaki!" Army berteriak, memberi tanda kepada Kurosaki untuk segera membawa Shiro pergi.

Mendengar tanda dari Army, Kurosaki segera berlari menuju mereka. Saki membersihkan jalan yang akan dilalui oleh Kurosaki, sehingga ia bisa dengan cepat membawa pergi Shiro yang pingsan dari medan tempur.

Cherry, Kurosaki, dan Reina segera berlari kembali menuju kota, membawa Shiro dan Akane yang pingsan bersama mereka. Sesuai dengan perintah Army, Reina menggunakan Twin Storm dan berlari lebih dulu untuk mengamankan jalan mereka.

Mengetahui Shiro sudah dibawa pergi, Ardent tidak ingin membuang-buang waktu lagi. "Semuanya, maju!" Ardent menggunakan sihir suaranya untuk memberikan kode kepada pasukan bantuan yang sedang menunggu.

Kemudian, para pasukan bantuan segera bergabung dengan Army, Saki, dan Rikka, bertempur menghabisi para monster. Jumlah pasukan tersebut memang tidak banyak, tapi mereka sangat membantu party Army dalam menahan para monster. Mereka bukanlah sembarang pasukan, karena mereka juga adalah spesialis pemburu monster. Hal itu membuat mereka dan party Army bisa bekerjasama sangat baik dalam waktu yang singkat.

Dari belakang mereka, Ardent mengaktifkan lingkaran sihir menggunakan tangan kanannya yang mengarah ke portal. Tanpa merapalkan mantera, ia memfokuskan seluruh energi sihirnya untuk mengalir ke lingkaran sihir yang ia ciptakan. Energi sihir yang terkumpul kemudian membentuk sebuah bola energi yang siap meledak jika ditembakan.

Selagi tangan kanannya mengumpulkan energi sihir, Ardent mengangkat tangan kirinya, menciptakan lingkaran sihir kedua. Energi sihir kembali dialirkan ke lingkaran sihir kedua, tapi energi tersebut memiliki bentuk yang berbeda. Bentuk energi kedua mirip sebuah tombak yang siap menembus kedalam portal.

Setelah merasa energi yang dibutuhkan sudah cukup, Ardent melepaskan tombak sihir di tangan kirinya.

"Menembuslah ..."

Tombak sihir tersebut berhasil menembus portal dan menghancurkan tanah yang ada di belakangnya. Setelah memastikan bahwa portal tersebut tidak memiliki pertahanan anti sihir, Ardent langsung menembakan bola sihirnya.

"Musnahlah ..."

Bola tersebut melesat dengan cepat menuju portal. Saat mengenainya, bola tersebut langsung meledak, menghancurkan portal tersebut dengan ledakan yang hanya berfokus pada satu titik, sehingga ledakannya tidak melukai orang-orang disekitarnya.

Mengetahui portalnya sudah hancur, orang-orang yang menahan para monster menjadi lebih bersemangat. Dengan cepat, mereka menghabisi sisa monster yang ada, dan bersorak-sorai akan keberhasilan Ardent dalam menangani portal tersebut.

"Heh, sepertinya ini bukan tantangan baginya," ucap Rikka sambil melihat Ardent.

"Papa memang luar biasa ..." Saki terkesima dengan aksi Ardent yang menangani portal tersebut dengan cepat, seakan-akan itu adalah masalah kecil baginya.

"Semuanya! Kita berhasil!" Army berteriak sambil mengangkat tombalnya, merayakan kemenangan mereka dalam insiden kali ini bersama dengan orang-orang lainnya.

Semua orang kembali dengan selamat, dan disambut oleh para penduduk kota disana. Ardent segera memberikan laporan kepada pemimpin kota dan sang raja, ditemani oleh Army, Saki, dan Rikka sebagai saksi. Mereka berempat kemudian pulang, kembali ke kota asal menggunakan item teleportasi. Tidak lupa, mereka juga membawa Akane dan Shiro yang masih tidak sadarkan diri menuju rumah sakit di kota asal, dan pulang bersama para murid akademi lain.

Karena perlu membuat catatan tentang insiden ini, mereka hanya mengantar Cherry, Kurosaki, dan Reina pulang ke rumah masing-masing, lalu pergi kembali kediaman Ardent.

Di dalam ruang kerja, Ardent mulai menuliskan hal-hal yang ia rasa penting dari insiden itu, untuk menjadikannya sebagai referensi jika di masa depan terjadi hal yang mirip.

"Hahhh ... Akhirnya selesai juga," ucap Rikka sambil duduk di sofa.

"Senior, kira-kira berapa lama senior Shiro dan gadis penyihir itu akan pulih?" tanya Saki.

Army menjawab, "Akane mungkin akan pulih besok, tapi Shiro sepertinya memerlukan waktu beberapa hari."

"6 jam lebih ia menggunakan Regret, sudah pasti tubuh manusianya perlu waktu yang lama untuk pulih," ucap Ardent sambil menulis.

"Tidak hanya Shiro, kami juga perlu pemulihan loh!" Rikka menatap Ardent, mengharapkan jawaban memuaskan darinya.

Ardent tetap melanjutkan tulisannya. "Hmm? Memangnya kau terluka?"

"Tentu saja. Yang terluka adalah motivasiku untuk melakukan tugas," jawab Rikka.

Army tertawa mendengarnya. "Hahaha, jangan begitu Rikka. Kita masih memiliki banyak tugas, karena hanya sedikit orang seperti kita yang bisa diharapkan oleh para penduduk dalam mengatasi masalah seperti ini."

"Ahhh ... Itu tidak adil. Aku ingin libur sampai Shiro pulih sepenuhnya. Kau juga ingin libur kan Saki?" Rikka menatap Saki.

"Ehh ... " Saki yang kebingungan tidak bisa menjawab pertanyaan Rikka.

Ardent menghela nafas. "Hahhh ... Baiklah. Kalian akan kuizinkan untuk libur sampai Shiro pulih."

"Yeyyy!" Rikka terlihat sangat bersemangat karena mendapatkan hari libur.

"Memangnya apa yang akan kalian lakukan jika libur?" tanya Ardent.

"Tentu saja aku akan bersantai-santai di rumah, mengunjungi kota lain, dan memakan makanan kesukaanku!" jawab Rikka.

Army berpikir sebentar sebelum menjawab, "Hmm ... Mungkin aku hanya akan berbelanja dan bersih-bersih bulanan lebih awal. Akademi tidak libur, jadi aku tidak memiliki teman untuk pergi kemana-mana."

"Aku mungkin akan pergi ke perpustakaan," jawab Saki.

Rikka menjadi tidak semangat setelah mendengar jawaban Army dan Saki. "Ahhh ... Kalian membosankan. Kenapa tidak coba pergi ke kota sebelah saja? Mereka sedang dikunjungi oleh para petualang pedagang. Mungkin kalian bisa menemukan sesuatu menarik dari negeri yang jauh disana?"

Army menjawab, "Aku mau saja, tapi seperti yang kubilang, adikku tidak libur, jadi aku tidak memiliki teman untuk berpergian."

Rikka kemudian menatap Saki dengan sangat tajam, seakan-akan memberitahu sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh mereka berdua.

"S-senior, apakah kau mau menemaniku mengunjungi kota sebelah besok?" Saki bertanya kepada Army sambil menundukan pandangannya.

"Kau ingin kesana?" tanya Army.

Saki mengangguk. "Ya, jika kau mau menemaniku ..."

Army tersenyum dan menjawab, "Tentu saja."

Saki menatap Army, seakan tidak percaya dengan jawaban yang ia dengar, meski ia senang mendengar jawabannya.

Army bertanya lagi, "Kalau begitu, kapan dan dimana kita besok bertemu?"

"Ahh ... Aku menyesuaikanmu saja senior," jawab Saki.

Army berpikir menentukan waktu dan tempat janjian mereka. "Hmm ... Bagaimana jika jam 9 pagi di depan toserba?"

"Baiklah!" Saki menjawab dengan perasaan senang, karena Army mau menemaninya ke kota sebelah di hari libur mereka.

Ardent dan Rikka kemudian saling bertatapan. Mereka berdua tertawa kecil melihat pembicaraan Army dan Saki yang seakan mengabaikan mereka berdua disana.