Fallen Orions Tales Reboot
Chapter 6 - Setelah Insiden
Satu minggu telah berlalu sejak insiden portal yang terjadi. Shiro sudah kembali pulih, dan sudah siap untuk bertugas kembali. Pagi ini, seperti biasanya Army sedang menyiapkan sarapan untuknya dan adiknya.
"Pagi kak!" Cherry yang telah rapih keluar dari kamarnya.
"Pagi juga Cherry. Hari ini aku sudah tidak libur ya, jadi tolong siapkan makan malam sendiri," ucap Army sambil meletakan makanan di meja.
"Baik!" Cherry segera duduk dan sarapan bersama kakaknya.
Setelah sarapan, mereka pun segera mengambil barang-barang yang akan dibawa, dan keluar dari rumah.
"Semoga lancar tugasnya kak!" Ucap Cherry sebelum berangkat.
"Terimakasih, kau juga semoga lancar belajarnya," jawab Army.
Mereka berdua berpisah menuju tujuannya masing-masing. Hari masih terlalu pagi, tapi Army tetap datang ke kedai serikat secepat yang ia bisa.
Army membuka pintu kedai. Suasananya masih sepi, dengan Fori yang sedang memperhatikan botol-botol minuman. Selain Fori, ada seseorang dengan gelas yang sudah kosong di mejanya.
"Yo Army! Disiplin seperti biasanya," ucap Shiro.
"Kau sendiri juga selalu datang pagi-pagi Shiro," jawab Army.
Army duduk disamping Shiro, dan memesan minuman kepada Fori.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Army.
"Baik-baik saja," jawab Shiro.
"Apakah masih ada yang terasa sakit?"
Shiro melihat tangan kanannya. "Yah, tanganku masih terasa sedikit sakit, tapi ini tidak akan mengurangi performaku."
"Kurasa itu tetap akan membuatmu terganggu," ucap Army.
Army kemudian meletakan tasnya di meja, dan mengeluarkan sebuah buku. "Omong-omong, aku menemukan buku ini saat mengunjungi kota sebelah."
Shiro menggeser kursinya, berusaha melihat buku tersebut lebih dekat. "Monster penghancur kota?"
"Ya, itulah isi dari buku ini," jawab Army.
Shiro bertanya lagi, "Memangnya apa yang membuatmu tertarik?"
Army membuka buku tersebut, dan menunjukannya kepada Shiro. "Lihat ini."
"Kehancuran kota di selatan ... " Shiro sedikit terkejut setelah membaca judul dari salah satu bab yang ditunjukkan oleh Army.
"A-ada apa dengan itu?" tanya Shiro. Ia berusaha untuk tetap tenang.
"Kau tahu, aku dan Cherry tidak berasal dari kota ini." jawab Army.
Sambil membuka lembaran dalam buku tersebut, Army berkata, "Cerita ini membuatku teringat dengan kota asalku.
Shiro hanya diam, menunggu Army melanjutkan ceritanya.
"Kota itu adalah kota dimana aku mendapatkan sebuah harapan, dan kehangatan." Army terus membuka lembaran buku tersebut.
"Semuanya berjalan dengan sangat damai, hingga pada suatu hari ..." Army berhenti saat ia membuka sebuah halaman dengan gambar.
Ia mendekatkan buku tersebut kepada Shiro. "... Para monster menghancurkan sebuah kerajaan, dan kota asalku juga ikut hancur bersama kerajaan tersebut."
Gambar tersebut menggambarkan bagaimana situasi saat penyerangan monster ke sebuah kota. Berbagai jenis monster menyerang para prajurit, membakar rumah warga, dan menjebol tembok istana kerajaan. Salah satu sosok yang paling mencolok adalah gambar dari sesuatu yang berwujud mirip seperti manusia, berada di belakang para monster. Sosok tersebut digambar seakan-akan mengendalikan para monster untuk menyerang.
"Kau lihat ini?" Army menunjuk ke sosok mirip manusia pada gambar. "Menurut catatan dalam buku ini, ia adalah seseorang yang membuat para monster menyerang. Mengerikan sekali bukan?"
Shiro kembali terkejut setelah Army bertanya kepadanya. "A-ah, iya. Jika ia masih ada, tentunya dia akan menjadi ancaman seluruh dunia karena kemampuannya," jawab Shiro.
Army mengangguk. "Kau benar. Jika kita bertemu dengannya, kita pasti akan kesulitan menghadapinya."
"Yah ... Kita bisa meminta Ardent untuk mengurusnya kembali ..."
Army menatap Shiro. "Kau tahu?"
"Apa itu?" ucap Shiro, balik bertanya.
"Aku juga melihat sosok tersebut saat para monster menyerang."
Shiro semakin tidak nyaman dengan hal-hal yang dibicarakan oleh Army, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Lalu, apakah kau mengingat wujudnya? Yang ada di gambar ini tidak terlalu jelas."
Army menggelengkan kepalanya. "Tidak, saat itu aku hanya melihat dari jauh, jadi aku tidak bisa mengingat wajahnya."
"Ah ... Kalau kau mengingatnya, kita bisa membicarakan hal ini kepada Ardent untuk melakukan antisipasi," ucap Shiro.
Army kembali melihat gambar yang ada pada buku. "Aku tidak mengingat wajahnya, tapi aku mengingat wujud dari sesuatu yang berada dibelakangnya."
"Hei, itu justru lebih baik daripada mengingat wajahnya. Kita hanya perlu mencari orang dengan memiliki kemampuan seperti itu."
Army menutup bukunya dan menjawab, "Mustahil."
Shiro menjadi bingung dengan jawaban Army. "Kenapa?"
"Karena itu hanya bisa dilihat oleh orang tertentu."
"Apa maksu ... "
"Shiro, berhentilah bersandiwara." Army memotong kata-kata yang akan diucapkan oleh Shiro.
"Kau bisa menutupinya dari yang lain, karena mereka tidak bisa melihatnya ..."
Army membuka penutup matanya. "... Tapi kau tidak bisa menutupinya dari mata iblis yang selalu aktif."
Army menatap Shiro dengan tajam, seakan mengancamnya untuk mengatakan yang sejujurnya.
Shiro yang merasa menemui jalan buntu menjadi serius. Dengan cepat, ia berdiri dan meraih tombaknya. Ia mengarahkan tombak tersebut ke leher Army. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?"
Fori yang sedang mengantarkan minuman terkejut melihatnya, membuat minuman yang bawa hampir terjatuh. Ia ingin mengintervensi mereka berdua, tapi instingnya berkata kalau lebih baik ia tidak melakukan apapun saat itu.
Army melihat Fori yang berdiri diam. "Tak apa Fori, kemarilah."
Fori kemudian berjalan kembali, mengantarkan minuman Army ke mejanya, dan segera kembali ke belakang.
"Oi, cepat katakan." Shiro semakin mendekatkan tombaknya ke leher Army. Tatapannya berubah menjadi dingin, seperti benar-benar ingin membunuh Army saat itu juga.
Suasana diantara mereka berdua semakin menegang.
"Tidak ada," jawab Army.
Shiro kembali dibuat bingung oleh sikap Army. "Apa maksudnya itu!?"
Army mencicipi minuman yang telah diantar Fori. "Seperti yang kubilang, aku tidak menginginkan apapun."
"Lalu apa maksudmu membawa semua ini secara tiba-tiba?"
"Sebaiknya kau turunkan dahulu tombakmu. Aku tidak ingin menghancurkan kedai ini hanya untuk berbicara denganmu," jawab Army.
Shiro melihat kearah Fori yang sedang mengintip mereka. Ia kemudian meletakan kembali tombaknya di punggung, dan kembali duduk. Ia menatap Army tanpa berkata-kata, menunggu jawaban sesungguhnya dari Army.
"Sudah tenang?" tanya Army.
"Langsung saja ke intinya," balas Shiro.
Army kemudian bertanya lagi, "Jadi sosok benar-benar kau?"
Shiro menjawab, "Kalau iya memangnya kenapa? Kau mau membalas dendam padaku?"
Army tertawa. "Hahaha, aku tidak sebodoh itu hanya untuk kalah."
Kata-kata Army meyakinkan Shiro bahwa ia tidak memiliki niat selain bertanya. Shiro pun kembali tenang dan melanjutkan pembicaraan mereka.
"Lalu apa yang kau inginkan dari ini semua?" tanya Shiro.
Army menjawab "Shiro, aku tidak mengetahui apa alasanmu menggiring para monster, jadi aku tidak bisa menghakimimu."
Ia membuka kembali bukunya. "Yang aku tahu adalah fakta bahwa kau pernah menghancurkan sebuah kerajaan dengan menggiring para monster."
Ia menatap Shiro. "Orang mana yang tidak akan waspada setelah mengetahui masa lalumu?"
Shiro menjawab, "Cih, mereka duluanlah yang memperlakukanku seperti sampah. Sebagai pemilik kekuatan iblis sejak kecil, orang-orang menganggapku sebagai monster. Kau juga sama sepertiku kan? Kau pasti juga tahu bagaimana
"Entahlah. Aku diadopsi oleh keluarga Cherry sejak kecil, jadi aku sudah lupa bagaimana kehidupanku sebelumnya," jawab Army.
Shiro sedikit kesal mendengar jawaban Army yang seakan mengejeknya. "Sialan, ternyata bocah beruntung."
"Jadi itu motifmu?" tanya Army.
"Ya, jika dipersingkat. Aku tidak akan merincikan berbagai perlakuan buruk mereka terhadapku," jawab Shiro.
"Aku juga tidak mau mendengar curahan hatimu."
Army kembali meminum minumannya. "Lalu, bagaimana kau bisa sampai kesini?"
Shiro kemudian menceritakannya. "Setelah kerajaan dan seluruh kotanya hancur, aku segera pergi jauh. Akan tetapi, aku tidak berhasil menemukan kota, dan kelaparan diperjalanan. Akibat tak kunjung menemukan kota, aku akhirnya pingsan di tengah jalan."
Army menganggukkan kepalanya sambil mendengar cerita Shiro, menandakan kalau ia mendengarkan dengan teliti.
"Saat terbangun, aku berada di sebuah penginapan. Aku ternyata ditemukan oleh rombongan penyihir, dan diselamatkan oleh mereka. Saat ditanya, aku hanya menjelaskan kalau aku adalah budak yang kabur. Mereka percaya dengan cerita itu karena aku menunjukkan kekuatan kegalapanku pada mereka."
"Biar kutebak, yang menyelamatkanmu adalah keluarga Akane?" tanya Army.
Shiro mengangguk. "Bisa dibilang seperti itu. Setelah mereka mendengar ceritaku, salah satu dari mereka menawarkan diri untuk merawatku, jika aku mau ikut dengannya. Ia tertarik dengan kemampuanku. Ia juga menjamin bahwa ia bisa melatihku menyempurnakan kekuatan itu."
Army bertanya kembali. "Dan kau dibawa ke kota ini olehnya?"
"Ya, dan ia benar-benar melatihku mengendalikan kekuatan kegelapan. Karena hal itu, ia jadi mengetahui potensi kekuatanku yang bisa menggunakan Regret secara terus-menerus dalam waktu lama. Ia merasa bahwa kekuatan tersebut akan sangat berguna, tapi aku memerlukan seseorang yang bisa menjadi kunci penghentian Regret agar aku tidak mati."
"Dan disitulah Akane menjadi kuncimu?"
"Ya. Aku kemudian dikenalkan dengan Akane. Kami berkenalan dan terus bersama-sama sejak kecil, hingga kami berdua menjadi sangat akrab."
Shiro berhenti bercerita, menandakan bahwa itu adalah akhir dari cerita masa lalunya.
Army menghabiskan minumannya. "Selesai?"
"Ya, ada lagi yang ingin kau ketahui?" jawab Shiro.
"Tentu saja."
"Katakan saja, apa itu?"
Sambil memakai penutup matanya kembali, Army bertanya, "Kau yang sekarang ini, kawan atau lawan?"
"Pertanyaan bodoh," jawab Shiro.
"Siapa yang tau kalau kau memiliki niat untuk menghancurkan kerajaan lagi atau tidak?"
"Bagaimana jika ada?"
"Tentu saja aku akan kabur bersama Cherry," jawab Army dengan spontan.
Shiro agak heran dengan jawaban Army. Ia berpikir bahwa Army akan menjawab dengan jawaban yang lain. "Kau tidak akan menghentikanku?"
"Sudah kubilang, aku tidak sebodoh itu untuk melawanmu. Kemungkinan ku untuk mengalahkanmu hanya sepuluh persen," jawab Army.
Shiro tidak percaya dengan jawaban Army. "Kau pikir aku akan percaya semudah itu? Kau sendiri bahkan belum pernah menunjukkan kekuatan kegelapanmu yang sesungguhnya."
Army tertawa. "Haha, kekuatan iblis parasit ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kekuatanmu."
"Parasit?" Shiro terkejut sebentar setelah mendengar jawaban Army. Ia kemudian menyadari sesuatu pada Army yang membuatnya percaya.
"Mata ini adalah contohnya. Aku tidak bisa menonaktifkannya sepertimu, karena iblis yang ada padaku menempel tanpa kontrak."
"Kupikir itu hanya untuk bergaya, jadi aku tidak tahu kalau itu adalah kecacatan akibat tidak adanya kontrak yang dijalin," jawab Shiro.
"Begitulah. Beruntung aku masih bisa melihat dengan kekuatan mata tersebut, walau ia selalu kututup."
"Yah, aku bisa membayangkan bagaimana reaksi orang yang terkena dampak mata iblis ketika melihatnya secara langsung."
Suasana menjadi tenang kembali diantara mereka. Fori yang sedari tadi memperhatikan mereka pun bisa bernafas lega, karena tidak ada yang terjadi.
Army melihat kearah Fori. "Shiro."
Shiro menengok kearah yang dilihat oleh Army. "Ah, iya ..."
Shiro kemudian menghampiri Fori, dan meminta maaf karena telah membuatnya terkejut. Ia juga meminta Fori untuk merahasiakan segala hal yang ia dengar dari percakapan mereka barusan.
Fori mengangguk. "Baiklah! Mulutku akan tertutup!" Ia kembali ke posisinya, dan menunggu pesanan selanjutnya.
Shiro kembali duduk. "Hah ... Kupikir kau akan membalas dendam, meminta permohonan maaf dariku, atau yang sejenisnya."
Army tertawa. "Haha, aku bukanlah orang yang seperti itu."
"Yah maksudku, biasanya orang-orang akan meminta pertanggungjawaban dari pelakunya," jawab Shiro.
Army menatap judul bukunya selama beberapa saat dan berkata, "Yang sudah terjadi, maka terjadilah. Kau memiliki motifmu sendiri, dan kerajaan mendapatkan ganjarannya karena tidak memperhatikan rakyatnya sendiri. Selain itu, balas dendam tidak akan membuat Cherry bahagia, ataupun membuat orang tuanya hidup kembali."
"Heh, kurasa aku harus berterimakasih atas pengertianmu," ucap Shiro.
"Sama-sama," balas Army sambil tertawa.
Beberapa saat kemudian, pintu bar tiba-tiba terbuka.
"Shiroooo!" Rikka datang sambil meneriakan nama Shiro.
Saki juga datang disaat yang bersamaan dengan Rikka. "Pagi senior Shiro! Dan senior Army!"
Rikka berjalan menghampiri Shiro, dan melipat tangannya. "Kenapa kau tidak lebih lama lagi pingsan di rumah sakit?"
Shiro menatap Rikka dengan sedikit kesal. "Oh, maaf karena tidak bisa memberikan libur tambahan, tapi aku tidak bisa mengendalikan kapan aku sembuh," balas Shiro.
Rikka mengangkat perisainya. "Apakah ini dapat membuatmu tidur lebih lama?"
"Pikirkan dulu bagaimana caranya perisai tersebut mengenaiku!"
Shiro dan Rikka bercanda dengan beradu mulut. Army dan Saki yang melihat mereka berdua hanya tertawa, karena mereka tahu kalau memang seperti itulah Shiro dan Rikka.
Saki kemudian melihat buku yang ada di depan Army. "Senior, buku itu ..."
"Ya, ini adalah buku yang kubeli bersamamu kemarin," jawab Army.
Shiro yang tidak sengaja mendengar percakapan Army dan Saki segera menengok. "Kemarin?"
Army menjawab, "Ya. Aku sudah bilang kan tadi?"
"Tidak tidak, bukan itu maksudku," balas Shiro.
Army hanya diam karena bingung dengan reaksi Shiro yang terkesan aneh.
"Kemarin, kau pergi ke kota sebelah, bersama Saki?" tanya Shiro.
"Ya," jawab Army.
"Berdua saja?"
Army mengangguk.
Shiro menatap Rikka, seakan bertanya apakah Rikka juga mengetahuinya atau tidak. Rikka balas menatap Shiro, dan tersenyum dengan bangga. Setelah Shiro memahami apa yang terjadi, mereka berdua kemudian tertawa kecil.
Army dan Saki saling bertatapan. Mereka berdua tidak mengerti kenapa Shiro dan Rikka menjadi seperti itu secara tiba-tiba, padahal sebelumnya mereka sedang asik beradu mulut.
Army berdiri dari tempat duduknya. "Baiklah, karena semua sudah disini, mari kita adakan perayaan pulihnya Shiro sebelum bertugas!"
Mendengar ucapan Army, Fori bergerak dengan sangat cepat mengantarkan menu makanan ke meja mereka. Ia melesat menggunakan ninjutsunya, membawa menu makanan bersama beberapa minuman pembuka untuk Saki dan Rikka.
Mereka menikmati pesta kecil-kecilannya sebelum menjalankan tugas untuk pertamakalinya sejak insiden portal terselesaikan.
Malam harinya, Army yang telah selesai bertugas baru saja sampai dirumahnya.
"Aku pulang!" Army membuka pintu, dan melepas sepatunya.
Cherry berlari menghampiri Army di pintu depan. "Wah, kakak pulang cepat?" Terlihat bahwa ia menggunakan celemek, menandakan kalau ia sedang memasak di dapur.
"Ya, tugas hari ini tidak banyak, karena Shiro masih dalam masa pemulihan," jawab Army.
Army segera masuk dan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai, ia langsung menuju dapur, dan membantu Cherry menyiapkan makan malam.
Saat makan, Army berkata, "Cherry, coba lihat ini."
Army menjentikkan jarinya. Secara tiba-tiba muncul sebuah bayangan yang berbentuk kotak melayang di meja. Kotak tersebut memiliki sepasang sayap seperti kelelawar, sepasang mata berwarna merah, mulut yang memiliki taring, serta ekor dengan ujung yang runcing.
"Eh!?? Apa itu kak?" Cherry terkejut dengan sesuatu yang baru saja ia lihat.
Army tertawa melihat respon Cherry. "Tofu, perkenalkan dirimu."
Sosok bayangan tersebut kemudian berbicara. "Halo Cherry, aku adalah Tofu, dan aku adalah sumber dari kekuatan kegelapan kakakmu!"
Cherry menjadi kagum kepada sosok bayangan yang bernama Tofu tersebut. Ia kemudian mencoba menyentuhnya. Ia memegang Tofu dan menyentuhnya beberapa kali dengan satu jari.
"Wahhh! Empuknya!"
"Kau tahu kan kenapa aku menamainya Tofu?" tanya Army.
Cherry mengangkat Tofu dengan kedua tangannya. "Karena dia empuk seperti tahu!"
"Senang bisa bertemu langsung denganmu Cherry, tapi kumohon untuk tidak seperti ini di depan orang lain," ucap Tofu.
Cherry menurunkan Tofu, dan meletakkannya di meja. "Memangnya kenapa?"
Army menjawab, "Karena hanya aku dan kau yang bisa melihatnya."
Cherry menatap Army. "Kenapa begitu?"
"Karena hanya kau dan aku yang bisa melihatnya tanpa mengaktifkan mata iblis," jawab Army.
Tofu kemudian melanjutkan penjelasan Army. "Karena ada sebagian kecil dari diriku yang berada padamu. Aku menyebutnya sebagai Tofu 2. Setelah ia menempel padamu, kau jadi bisa mengakses kekuatan kegelapan, meski tidak sebesar yang bisa digunakan oleh Army. Tetapi, aku juga bisa berpindah ke tubuhmu selama Tofu 2 masih menempel padamu, dan bisa memberikan kekuatan kegelapan yang sama seperti kakakmu."
Cherry menengok ke kiri dan kanan, berusaha mencari Tofu 2. "Dimana dia sekarang?"
"Sayangnya, Tofu 2 tidak memiliki wujud. Ia hanyalah kumpulan energi yang menghubungkan ku padamu, selain kepada kakakmu," jawab Tofu.
"Oh iya, berarti aku bisa menggunakan kekuatan kegelapan juga?" tanya Cherry.
Army dan Tofu mengangguk.
Cherry menjadi sangat senang. "Yey! Kapan kita akan membuat kontrak?"
Army menjawab, "Kau tidak memerlukan kontrak, karena Tofu dan aku pun tidak memiliki kontrak."
Cherry menjadi bingung dengan jawaban Army, karena sejauh yang ia tau, kekuatan kegelapan bisa diperoleh dengan menjalin kontrak bersama iblis.
Army membuka penutup matanya. "Tofu tinggal di dalam tubuhku, dan berbagi mata denganku. Dengan inilah kami bekerjasama tanpa kontrak."
"Ahh ... Jadi itu penyebab mata iblis kakak tidak bisa dinonaktifkan." Cherry mengingat sesuatu tentang kasus abnormal pada pengguna kekuatan gelap.
Cherry menatap Tofu. "Apakah nanti mata iblisku tidak bisa dinonaktifkan juga?"
"Oh, kalau untukmu beda lagi," jawab Tofu.
Tofu terbang ke dekat Army dan berkata, "Aku hanya bekerjasama dengan kakakmu, jadi aku tidak akan mengintervensi tubuhmu sama sekali."
"Singkatnya, kau mendapatkan replika kekuatanku, tanpa harus melakukan kontrak apapun," ucap Army.
Cherry sangat senang mendengar kabar tersebut, karena ia yang sebelumnya hanya bisa mengagumi, sekarang bisa menggunakan kemampuan yang digunakan oleh kakaknya. "Terimakasih kak! Aku tidak sabar untuk mencobanya besok!"
Tofu kembali menghilang, dan mereka berdua melanjutkan makan malamnya sambil Army menjelaskan teori mengenai kekuatan kegelapan kepada Cherry.
Disisi lain, Ardent sedang membaca koleksi buku di dalam ruang kerjanya. Seperti biasa, ia menaruh kembali buku yah telah selesai dibaca, dan mengambil buku lain untuk dibaca.
Ia meraih salah satu buku di raknya. "Ah, buku ini belum pernah ku ..."
Belum sempat ia meraih buku tersebut, tiba-tiba seluruh buku yang ia pegang berjatuhan. Tiba-tiba, ia tidak bisa merasakan tangan dan kakinya lagi. Ia berpegangan pada rank buku, menahan agar dirinya tidak jatuh ke lantai.
"A-apa yang terjadi ..."
Ia berusaha mengalirkan energi sihir untuk menggunakan sihir, tapi setiap detiknya, energi yang keluar semakin sedikit, sampai kepada titik dimana ia tidak bisa mengeluarkan sihirnya lagi.
Kehilangan keseimbangan, ia kemudian terjatuh. Ia berusaha menggerakkan tangannya untuk meraih sesuatu, tapi seakan-akan ada yang menahan seluruh tubuhnya untuk bergerak. Ia ingin merapalkan sebuah mantera, tapi mulutnya tidak bisa bergerak. Pandangannya mulai kabur secara perlahan, dan matanya mulai tertutup. Secara misterius, Ardent tidak sadarkan diri di ruang kerjanya, tanpa ada seorangpun yang mengetahui hal tersebut.