Army dan Saki sedang berjalan menuju Reol dan Fuuko yang sedang berada di padang rumput di ujung kerajaan. Mereka berjalan melalui jalan setapak yang ada disana, dan disinari oleh cahaya matahari pagi. Meski sudah terang, angin yang berhembus disana masih terasa dingin.
Sambil berjalan, Army bertanya, "Saki, apakah kau pernah pergi ke garis depan sebelumnya?"
Saki menggelengkan kepalanya. "Tidak senior."
"Tapi kau sudah tahu kan apa saja yang dilakukan oleh mereka yang menjaga garis depan?" tanya Army lagi.
Saki yang penasaran bertanya balik, "Aku pernah mendengarnya, tapi aku tidak tahu seperti apa pastinya. Apakah senior mengetahuinya?"
"Seperti namanya, garis depan adalah tempat yang dipenuhi oleh banyak pertempuran ..."
Army menatap Saki. "... Termasuk melawan sesama manusia."
"Apakah senior pernah melihatnya secara langsung?" tanya Saki.
Army mengangguk. "Aku sudah beberapa kali menemui mereka berdua saat sedang bertugas."
"Apa yang senior lihat saat itu?"
Army mencoba mengingat kembali apa yang lihat. "Aku menonton mereka dari jauh, karena tidak ingin mengganggu tugasnya, tapi melihat aksi mereka berdua membuatku bersemangat."
Saki memperhatikan Army dengan sangat teliti, menunggu lanjutan ceritanya. Melihat antusiasme Saki, Army pun dengan senang hati melanjutkan ceritanya.
"Permainan interupsi dari Reol sangat membuat lawan-lawannya kewalahan. Ia hampir selalu bisa menggagalkan pergerakan lawannya, sehingga ia tidak tersentuh sama sekali. Jika interupsinya gagal karena beberapa hal, maka ia akan menghindar dengan gerakan yang sangat cepat."
"Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Saki yang masih penasaran.
"Tentu saja selanjutnya adalah giliran Fuuko, rekan partynya. Ia juga sangat ahli dalam menghindari serangan, lalu menghantam balik lawannya dengan Meteor Breaker. Ia menguasai Berserk yang membuatnya selalu mendaratkan serangan kritis. Selain kelihaian menyerangnya, ia juga memiliki skill First Aid untuk menyembuhkan Reol jika ia gagal menghindari serangan yang datang."
Army kembali menatap jalanan di depannya. "Tak peduli lawannya adalah manusia yang hebat, atau monster dengan jumlah yang banyak. Aku yakin mereka bisa mengatasinya hanya dengan berdua saja."
"Sepertinya mereka berdua sangat hebat," ucap Saki.
Army mengangguk. "Tentu saja, karena itulah mereka ditempatkan di garis depan."
Sementara itu, di sebuah cafe. Rikka yang baru sampai setelah berteleportasi langsung menghampiri Tan, Locked, dan Vivien, yang sedang duduk menyantap kue dan minuman pesanan mereka. Mereka sedang duduk di bagian luar cafe, melingkari meja yang berbentuk bulat. Rikka dengan mudah mengetahui posisi mereka bertiga, karena ia sudah paham betul dengan kebiasaan mereka sehari-harinya.
"Kelihatannya enak sekali ya?" ucap Rikka sambil berjalan menuju mereka.
Mereka bertiga agak kaget dengan kedatangan Rikka yang mendadak.
"Halo Rikka! Ada apa kesini?" tanya Tan.
"Mungkin ia ingin meminta uang jajan darimu," ucap Locked.
"Hei, dia tak perlu meminta ke Tan, kan dia bisa langsung meminta ke Ardent," tambah Vivien.
Rikka mengambil sebuah bangku, dan duduk di meja mereka. "Yah, aku sebenarnya ingin minta ditraktir juga, tapi ada panggilan darurat untuk kita."
Mereka bertiga mulai menjadi serius setelah mendengar ucapan Rikka.
"Apa yang terjadi?" tanya Tan yang penasaran.
"Aku tidak bisa memberitahunya, jadi kalian harus cepat berkumpul saja," jawab Rikka.
Mereka bertiga saling menatap, karena tidak biasanya mereka mendapat panggilan darurat di hari yang cerah seperti ini. Pasti ada sesuatu yang tidak beres, begitulah isi hati mereka saat ini.
Locked lanjut menghabiskan sisa kuenya. "Setidaknya biarkan aku menghabiskan ini terlebih dahulu."
"Ya, aku memesan ini bukan untuk dibuang," tambah Vivi.
"Baiklah," jawab Rikka. Ia melihat ke piring tan, dan melihat bahwa kue pesanannya juga masih tersisa banyak. "Kau juga Tan, jangan membuang-buang pesananmu,"
"Yah, mau bagaimana lagi jika disuruh cepat ..." Tan kemudian menghabiskan kue dan minumannya dengan cepat.
Di sisi lain, Shiro berjalan menghampiri Ashborn yang sedang memperhatikan papan market di tengah kota. Ashborn terlihat sangat teliti ketika memperhatikan papan. Ia seperti sedang menunggu sesuatu yang akan terjadi disana.
"Ash!" Shiro menempuk bahu Ashborn, menghancurkan fokusnya.
Ashborn yang kaget segera menengok, dan kemudian menyadari bahwa Shiro lah yang memanggilnya. Ia berhenti menatap papan market, dan menghela nafas.
"Ada apa? Kau mau membeli permata ku?" tanya Ashborn.
Shiro menurunkan tangannya dari bahu Ash. "Ah tidak, aku belum memerlukannya untuk saat ini."
Ashborn melipat tangannya. "Jadi, ada apa menemuiku?"
"Kau lihat Shacchi? Berdasarkan tanda, ia juga berada disini."
Ashborn berpikir sebentar. Ia mencoba mengingat kembali dimana ia terakhir kali melihat Shacchi.
Setelah mengingatnya, ia menjawab, "Sepertinya di perpustakaan. Aku melihatnya tadi membawa beberapa buku di tangannya."
Shiro kembali menepuk bahu Ashborn. "Baiklah, kalau begitu kau juga harus ikut denganku untuk menemui Shacchi."
"Kenapa?" tanya Ashborn yang bingung, karena ia tidak merasa memiliki tugas pada hari itu.
Shiro menjawab, "Berkumpul. Kita memiliki panggilan darurat."
Ashborn menjadi khawatir setelah mendengar jawaban Shiro. Ia kemudian bertanya lagi, "Apa yang terjadi?"
"Akan kuberitahu nanti," jawab Shiro sambil mengacungkan jempolnya.
Ashborn kembali menatap papan untuk beberapa saat. "Baiklah, aku sendiri juga sedang menunggu barang dagangan laku."
Mereka berdua kemudian pergi menuju perpustakaan untuk mencari Shacchi. Di dalam perpustakaan, mereka dengan cepat menemukan lokasi Shacchi yang sedang duduk membaca buku.
"Halo Shacchi!" ucap Shiro sambil duduk di hadapan Shacchi.
Ashborn juga ikut duduk dan menyapanya. "Pagi Shacchi!"
Shacchi menyadari kedatangan mereka berdua, dan bertanya, "Ada apa? Tidak biasanya kalian ke perpustakaan."
"Ada panggilan untuk kita, dan aku diminta menjemput kalian berdua," jawab Shiro.
Shacchi menatap Ashborn, seakan bertanya tentang apa yang sedang terjadi. Ashborn hanya mengangkat bahunya, karena ia juga tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Shacchi kemudian menutup buku yang sedang ia baca, dan beridiri. "Baiklah. Aku menaruh kembali buku ini dulu sebentar."
"Silahkan," jawab Shiro.
Kembali ke Army dan Saki, mereka berdua telah sampai di sebuah padang rumput yang cukup luas. Disana, ada Reol dan Fuuko yang sedang duduk diatas sebuah batu besar, menikmati udara pagi yang sejuk.
"Reol! Fuuko!" Army berteriak sambil melambai kepada mereka dari jauh.
Mereka berdua menengok setelah mendengar seseorang yang memanggil. Setelah menyadari kedatangan Army, mereka segera turun dari batu tersebut, dan menghampirinya.
"Yo Army! Apa kabar? Dan ... " Reol menghentikan sapaannya, karena ia lupa dengan nama Saki.
"Saki," ucap Fuuko yang mencoba mengingatkan Reol tentang nama Saki
Reol menjentikkan jarinya. "Ah ya! Saki, si anak baru!"
Kemudian, Reol menjulurkan tangannya untuk mengajak Saki bersalaman. "Salam kenal Saki! Karena ini pertama kalinya kita bertemu, jadi kita harus berkenalan terlebih dahulu. Aku Reol, dan dia adalah Fuuko!"
Saki meraih tangan Reol, dan bersalaman. "Shirosaki, tapi senior bisa memanggilku Saki, agar tidak tertukar dengan senior Shiro."
Fuuko kemudian bersalaman juga dengan Saki. "Salam kenal Saki, kau bisa memanggilku Fuu, atau Fuuko."
"Kau memanggilnya 'Mek' pun tak apa," ucap Reol sambil tertawa.
Army kemudian memotong perkenalan mereka. "Hei hei hei, tidak baik menggunakan kata itu di depan Saki."
Reol kembali tertawa dan menjawab, "Ahahah, maaf-maaf." Ia menyadari kesalahannya karena menggunakan kata-kata yang tidak baik di depan Saki.
Fuuko menepuk jidatnya. "Hah ... Memang tidak bisa melihat kondisi."
Reol kemudian bertanya, "Jadi, ada apa kalian sampai repot-repot datang ke garis depan?"
"Ada panggilan darurat untuk kita, tapi aku belum bisa menjelaskannya sekarang," jawab Army.
Berbeda dengan respon anggota lainnya, Reol dan Fuuko langsung terlihat waspada setelah mendengar panggilan darurat dari Army. Mereka seakan sudah mengetahui apa yang sedang terjadi, hanya berdasarkan adanya sebuah panggilan darurat.
"Bukannya kalian baru saja selesai dengan sebuah masalah?" tanya Reol.
Fuuko juga ikut bertanya, "Apakah ini masih menyangkut yang kemarin? Atau hal yang baru lagi?"
Army menaikan kedua bahunya, memberikan jawaban kepada merek kalau ia tidak mengetahui apapun. "Entahlah, tapi ada sesuatu yang sedang terjadi."
"Sepertinya kita akan semakin sibuk untuk beberapa saat kedepan," ucap Fuuko.
Reol mengambil item teleportasi dari kantung bajunya. "Yah, sepertinya begitu."
"Jadi, dimana kita akan berkumpul?" tanya Fuuko sambil mengambil item teleportasinya.
Army dan Saki juga mengeluarkan item teleportasi mereka.
"Markas rahasia," jawab Army.
"Baiklah, sampai jumpa disana!" ucap Reol sesaat sebelum ia berteleportasi.
Army, Saki, dan Fuuko segera menyusul Reol dengan berteleportasi setelahnya. Seluruh anggota yang diperlukan sudah dipanggil, dan mereka hanya perlu menmberi tahu Eev yang masih menjaga Ardent. Ia sekarang sedang menunggu sampai seluruh anggota sudah terlihat berada di tempat yang sama, yaitu markas Fallen Orions.Fallen Orions Reboot
Chapter 9 - Rapat Kilat
10 anggota Fallen Orions sedang berada di sebuah ruangan. Mereka duduk di kursi masing-masing, mengitari meja bundar, sedang bersiap untuk melakukan diskusi. Ada 2 buah kursi yang masih kosong disana, yaitu kursi milik ketua guild, dan kursi milik Eevenyx. Mereka saling bertanya mengenai apa yang terjadi, tapi Army, Shiro, Saki, dan Rikka masih belum memberitahunya. Mereka menegaskan kalau berita akan disampaikan ketika Eevenyx sudah sampai.
Tak berapa lama kemudian, pintu ruangan tersebut terbuka, dan terlihat seseorang yang berjalan masuk.
"Semua sudah disini?" Eevenyx masuk, dan menutup kembali pintunya.
Mereka semua menjawab "ya" secara bersamaan, dan Eevenyx berjalan menuju kursinya.
Ia duduk, dan meletakan tangannya di meja. Ia melihat kearah Army, Shiro, Saki, dan Rikka, untuk memastikan apakah sudah aman untuk memberitahu mereka semua. Mereka berempat mengangguk, mengkonfirmasi bahwa Eevenyx sudah bisa memberikan informasinYa. Ia kemudian berdiri dari tempat duduk sambil meletakan tangannya di meja.
"Ardent tidak sadarkan diri, dan kami tidak tahu apa penyebabnya. Beberapa cara sudah dicoba, tapi semua tidak membuahkan hasil. Sebagai catatan, tidak ada tanda-tanda anomali dalam tubuh Ardent."
Ucapan Eevenyx membuat seluruh anggota lain di terkejut. Mereka siap untuk mendapatkan kabar buruk, tapi tidak dengan kabar yang seburuk ini. Ardent yang dikenal sangat hebat bisa dibuat tidak sadarkan diri, entah musuh sekuat apa yang akan mereka hadapi, begitulah likiran mereka saat ini.
Ashborn mengangkat tangannya untuk bertanya. "Apakah ada petunjuk yang telah kalian temukan?"
Shacchi juga ikut menambahkan pertanyaannya. "Mungkinkah ini akibat dari sihir yang sedang ia pelajari?"
"Mungkin saja," jawab Eevenyx.
Sebelum kondisi menjadi semakin berisik, Eevenyx kembali duduk dan bertanya, "Apakah diantara kalian ada yang mengetahui hal semacam ini?"
Mereka semua kompak menjawab tidak.
"Begitu ya ... Kalau begitu, kita harus mencari tahu lebih jauh lagi," ucap Eevenyx.
Tiba-tiba, Reol mengangkat tangannya. "Kurasa aku dan Fuuko bisa mencari tahu tentang hal ini kepada si kakek tua."
Eevenyx terlihat bingung dengan kakek tua yang Reol sebut. "Kakek tua?"
Fuuko kemudian menjawab, "Ya, dia adalah penyihir yang suka bertemu dengan kami saat bertugas. Dia memang agak nyeleneh karena sudah terlalu tua, tapi pengetahuannya tentang sihir cukup luas."
Mendengar jawaban Fuuko, Eevenyx berpikir sebentar. Ia mendapatkan sebuah ide setelah mendengar ucapan Reol dan Fuuko. "Hmm, sepertinya berpencar mencari informasi adalah hal yang bagus ... "
Ia kembali berdiri, dan berkata, "kita harus berpencar mencari informasi. Apa kalian tahu dimana kalian bisa menemukan informasi? Dan ingat, kita harus cepat!"
Tan langsung mengangkat tangannya. "Aku bisa mencari informasi dari para pejabat. Mereka terkadang suka menyembunyikan informasi rahasia dari publik, jadi mungkin saja hal ini berkaitan dengan aktifitas mereka."
Eevenyx menjadi semangat setelah mendengar ucapan Tan. "Bagus! Yang lainnya bagaimana?"
Sambil melipat tangannya, Locked berkata, "Aku dan Vivi bisa menemui seseorang yang memiliki banyak informasi."
Vivien juga menambahkan, "Informasi darinya sangatlah akurat, tapi kami tidak bisa menjamin kalau ia memiliki informasi soal ini."
Ashborn kemudian ikut mengangkat tangannya. "Aku bisa mencari informasi diperkumpulan para pedagang. Banyak dari mereka merupakan petualang pedagang, jadi mungkin saja pengetahuan dapat diandalkan."
Eevenyx menganggukan kepalanya. "Ya ya, bagus!"
Sambil menumpu kepala dengan tangan kanannya di meja, Reol bertanya kepada Eevenyx. "Kau sendiri bagaimana? Apa yang akan kau lakukan."
"Sambil menjaga Ardent, aku akan menghubungi beberapa penyihir hebat yang ku kenal. Tapi aku juga meragukan pengetahuan mereka untuk hal ini."
Shacchi kemudian mengangkat tangannya, dan memanggil Saki. "Saki!"
"Ya, senior?" jawab Saki yang terkejut karena dipanggil secara mendadak.
"Apakah kau bisa memberikanku izin untuk memasuki perpustakaan kerajaan?" tanya Shacchi.
Saki berpikir sebentar dan menjawab, "Kurasa bisa, tapi akan sedikit sulit untuk mengurus izinnya."
"Tak apa. Aku sudah membaca hampir semua buku di perpustakaan kota, dan seingatku tidak ada informasi tentang hal ini."
Selagi Shacchi dan Saki berbicara, Army bertanya kepada Shiro. "Apakah kau akan mengunjungi keluarga Akane?"
"Yah, kurasa disana menyimpan beberapa informasi yang cukup penting," jawab Shiro.
Shiro bertanya balik, "Kau sendiri akan kemana?"
Army berpikir sebentar. "Kurasa aku akan bertanya kepada seseorang."
Shiro menjadi penasaran dengan seseorang yang dimaksud oleh Army. "Oh ya? Siapa dia?"
Army hanya tertawa dan menjawab, "Maaf, tapi aku belum bisa memberitahu siapa dia."
Shiro langsung memalingkan pandangannya. "Cih, bermain rahasia."
"Haha maaf, tapi aku memerlukan bantuanmu Shiro," jawab Army.
"Apa?"
"Tolong minta buatkan kristal sihir kepada Akane."
Shiro bingung dengan permintaan Army. "Kristal sihir? Untuk apa?"
Army kembali bertanya, "Kau tau kalau sihir Akane sedikit berbeda dengan sihir lainnya kan?"
Shiro mengangguk. Army pun menjelaskan alasannya.
"Aku ingin mencoba mengetahui sesuatu yang terjadi kepada Ardent dengan itu."
Shiro berpikir sebentar, menimbang-nimbang permintaan Army. "Jika itu untuk Ardent, kurasa bisa."
"Baiklah, terimakasih!"
Eevenyx kemudian menjentikkan jarinya untuk menarik perhatian dari seluruh anggota yang sedang berbicara masing-masing.
"Baiklah, karena kita harus cepat, maka aku akan rangkum hasilnya sekarang."
Sambil melihat kearah masing-masing anggota, ia berkata, "Ashborn, kau akan pergi ke perkumpulan pedagang. Tan, kau menemui pejabat kerajaan. Lok dan Vivi akan menemui orang yang dipercaya memiliki informasi. Reol dan Fuuko akan menemui kenalannya. Shacchi dan Saki akan pergi ke perpustakaan kerajaan."
Ia berhenti berbicara saat melihat Army, Shiro, dan Rikka.
"Kalian bertiga akan kemana?" tanya Eevenyx yang masih belum mengetahui kemana mereka akan mencari informasi.
"Aku akan mencari informasi di keluarga angkatku. Beberapa anggota keluarganya merupakan penyihir yang suka berpergian, jadi mungkin saja mereka memiliki sesuatu," jawab Shiro.
Rikka menjawab, "Karena aku memiliki akses bebas terhadap kediaman Ardent, maka aku akan menjaga Ardent sambil mencari informasi disana. Mungkin saja ini ada kaitannya dengan sihir yang ia lakukan, seperti kata Shacchi."
"Aku akan menemui seseorang," jawab Army dengan sangat singkat.
Fuuko tiba-tiba mengangkat tangannya dan berkata, "Tunggu!"
Eevenyx menoleh, dan bertanya, "Ada apa?"
"Kuharap kalian tidak berharap banyak dari kami berdua, karena kami tidak bisa meninggalkan tugas menjaga garis depan begitu saja."
Reol ikut menambahkan, "Kurasa kami hanya bisa memberikan informasi dari si kakek penyihir. Maaf jika kalian harus bekerja lebih keras daripada kami."
Anggota lain memahami kesibukan Reol dan Fuuko dalam menjaga garis depan. Tidak seperti yang lain, mereka berdua memiliki tugas yang diberikan langsung oleh kerajaan, sehingga tugas tersebut tidak mungkin untuk ditinggal sesuka hati. Pekerjaan di garis depan juga tidak memungkinkan mereka mendapatkan akses ke informasi yang luas, karena akan sangat jarang orang yang berada disana untuk ditanyakan.
"Ah benar ... " ucap Eevenyx.
Eevenyx kembali duduk. "Setidaknya kalian bisa bertanya kepada kakek yang dimaksud. Kuharap ia memiliki informasi yang cukup berguna."
"Jangan khawatir, kami akan tetap berusaha mencari celah saat bekerja!" ucap Reol untuk meyakinkan yang lain bahwa mereka tidak masalah untuk mencari informasi sambil bertugas.
Karena memahami kondisi Reol dan Fuuko, mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut. Mereka hanya diam dan melihat kearah Eevenyx, menanti keputusan final yang akan ditetapkan.
Eevenyx kemudian berkata, "Baiklah, karena sudah diputuskan apa yang akan kita lakukan, maka sebaiknya kita segera bubar dan pergi."
Mereka semua pun berdiri, dan berjalan keluar dari ruangan menuju tujuannya masing-masing. Tan terlihat sedang merapihkan pakaiannya, karena ia akan mengunjungi orang penting, Saki dan Sacchi sedang membicarakan berbagai hal mengenai perpustakaan sambil berjalan keluar, Reol dan Fuuko langsung berteleportasi kembali ke garis depan, Ashborn, Locked dan Vivien sudah tidak terlihat disana, Eevenyx mempersiapkan tongkat sihirnya, dan Rikka langsung berlari dengan cepat menggunakan Twin Storm untuk kembali ke kediaman Ardent.
Saat semuanya sudah pergi, Shiro dan Army masih berjalan dengan santai di koridor. Shiro secara perlahan memperlambat langkahnya sambil melihat keluar melalui beberapa jendela yang ia lewati.
Army yang berada di belakangnya kemudian menyadari perlambatan langkah Shiro. Ia ikut memperlambat langkahnya dan bertanya, "Ada apa?"
"Aku baru ingat, kalau sekarang masih terlalu pagi untuk bertemu Akane," jawab Shiro.
Army menjadi bingung dan bertanya kembali, "Memangnya kenapa?"
"Akane masih di akademi. Kita butuh izin Ardent agar ia bisa pulang cepat."
Army juga ikut tersadar dengan hari yang masih sangat pagi. "Ah, kau benar juga. Mustahil untuk mendapat izin meninggalkan sekolah jika Ardent tidak ada."
Shiro menghela nafas. "Hah ... Kurasa aku akan menghabiskan waktu terlebih dahulu sampai sore. Kau mau ikut?"
Army menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Aku akan langsung menemui seseorang yang kumaksud sebelumnya."
"Begitu ya ... Baiklah." Shiro berhenti berjalan di depan sebuah jendela. Ia menatap keluar jendela, mencari sesuatu yang bisa dilakukan untuk menghabiskan waktu.
Army menepuk bahu Shiro. "Kalau begitu, aku duluan."
Sambil meningkatkan kecepatan berjalannya, Army berkata, "Jangan lupa kristal sihirnya."
Shiro menatap Army yang berjalan menjauh. "Ya, semoga beruntung menemui orang yang kau maksud."