Pagi hari telah tiba. Cherry baru saja bangun dari tidurnya. Ia segera bersiap-siap untuk berangkat menuju akademi. Ia memakai seragam, mengambil topi kesayangannya, dan memastikan tombaknya sedang dalam kondisi prima. Setelah semuanya beres, ia keluar kamar dan menuju ke ruang tamu untuk sarapan bersama Army.
"Pagi Cherry, sarapan sudah jadi," ucap Army sambil meletakan makanan diatas meja.
Sambil duduk, Cherry menjawab, "Pagi juga kak."
Saat makan, Cherry menyadari perbedaan penampilan Army hari itu. "Kau menggunakan sweter dan celana itu, apa kakak tidak bertugas hari ini?"
"Ah, aku belum bilang padamu ya?"
Cherry menggelengkan kepalanya.
"Aku mendapatkan libur beberapa hari, jadi aku akan pergi ke kota sebelah, mengunjungi petualang pedagang disana. Kau mau sesuatu?"
"Hmm." Cherry berpikir sebentar. "Apapun yang kakak belikan, akan kuterima dengan senang hati," jawab Cherry sambil tersenyum.
Army tertawa kecil. "Kau memang adik terbaik!"
Setelah selesai sarapan, mereka berdua mengambil tas, dan berangkat menuju tujuannya masing-masing.
"Sampai nanti kak! Jangan lupa bawakan aku sesuatu ya!" Cherry melambai kepada Army.
Army mengacungkan jempolnya, dan Cherry membalasnya dengan senyuman, karena ia mengetahui apa maksud kakaknya.
Sesampainya di toserba, Army melihat-lihat barang dagangan sambil menunggu Saki. Ia juga membeli beberapa barang yang menurutnya akan digunakan nanti saat pergi.
Di sisi lain, Saki sedang berjalan dan melihat Army yang sudah datang lebih dulu di toserba. Ia tidak pernah melihat Army menggunakan pakaian casual sebelumnya. Hal itu membuatnya sedikit gugup, tapi ia memberanikan dirinya untuk terus berjalan menghampiri Army. Ia juga sedikit khawatir jika Army telah lama menunggunya, karena ia memiliki sedikit kendala sebelum berangkat.
"Senior!" Saki berlari menghampiri Army yang sedang membayar belanjaannya.
"Oh, halo Saki," jawab Army.
"Apakah senior telah menunggu lama?"
Sambil memasukkan barang ke dalam tasnya, Army menjawab, "Tidak kok, aku juga baru sampai. Lihat, aku baru saja membeli minuman untuk dijalan nanti."
Saki lega mendengarnya, karena ternyata Army tidak menunggunya sejak lama. "Maaf senior, aku sedikit terlambat."
"Tidak apa-apa. Lagipula, aku yakin itu terjadi karena sesuatu yang penting," jawab Army.
Army memperhatikan pakaian Saki yang terlihat sama dengan pakaiannya saat bertugas, lengkap dengan topinya. "Omong-omong, apakah kau khawatir jika tiba-tiba ada panggilan tugas? Makanya kau memakai setelan bertugas," tanya Army.
"Ah, ini ..." Saki diam sesaat sebelum menjawab.
"Aku terlalu lama memilih baju yang akan kugunakan, jadi aku memakai ini supaya tidak terlambat ..." Saki agak malu ketika menjawabnya, karena ia sebenarnya juga ingin memakai pakaian casual di hari liburnya.
Army tertawa kecil. "Tak apa Saki, kau masih tetap cantik seperti biasanya."
Saki menurunkan bagian depan topinya, menutupi wajahnya yang memerah setelah mendengar kata-kata Army. "T-terimakasih senior ... "
"Kalau begitu, sudah siap untuk berangkat?" Army memberikan item teleportasi kepada Saki.
Saki mengangguk. "Ya."
Mereka berdua kemudian menggunakan item teleportasi tersebut dan pindah menuju kota sebelah, tempat dimana petualang pedagang sedang menggelar toko mereka. Item teleportasi adalah item umum yang bisa digunakan secara bebas. Akan tetapi, cara untuk mendapatkan item tersebut adalah dengan menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan monster, sehingga tidak semua orang bisa menggunakannya, kecuali para pejabat tinggi yang memiliki tugas atau panggilan darurat.
Sesampainya disana, mereka langsung menuju ke tempat tujuan.
"Senior, apakah ini?" tanya Saki sambil memperhatikan plang yang bertuliskan selamat datang.
"Yap, kita sudah sampai."
Mereka berdua berjalan melalui jalanan dengan banyak tenda di pinggirannya. Ada banyak pengunjung serta orang yang berjualan berbagai benda unik. Tidak hanya benda unik, ada berbagai macam makanan yang memiliki tampilan dan aroma yang menggoda.
Sambil berjalan, Army bertanya, "Saki, apakah ada makanan yang mau kau coba?"
Saki melihat-lihat sekitar. "Sepertinya belum ada," jawab Saki.
"Senior sendiri bagaimana?" tanya Saki.
"Hmm ... Aku juga belum tertarik sih. Mungkin nanti saja saat makan siang kita pikirkan lagi," jawab Army.
Mereka berdua melihat-lihat seluruh barang dagangan yang ada, mencari apakah ada sesuatu yang mereka butuhkan atau tidak.
Sambil melihat sebuah patung kayu, Saki bertanya, "Senior, itu apa?"
"Hmm, aku juga tidak tahu ..." Army berpikir. Ia seakan pernah melihat benda yang seperti itu sebelumnya, tapi ia lupa dimana.
Si penjual yang mengetahui kalau ada seseorang yang penasaran dengan dagangannya segera menghampiri mereka. "Hohoho, ini adalah patung kayu khas dari negeri yang telah hancur."
"Negeri yang telah hancur?" Army tiba-tiba mengingat dimana ia pernah melihat patung yang mirip seperti itu.
Penjual tersebut menjawab, "Ya, benda ini berasal dari negeri di selatan yang sudah hancur. Aku menemukan mereka bersama petualang lain, dan berhasil membawa yang masih berkualitas."
"Apakah ada barang-barang lain yang kalian temukan disana?" tanya Army kembali.
"Ada banyak. Mereka semua tersebar di seluruh tenda, jika kau beruntung untuk menemukannya."
Saki menatap Army. Ia agak bingung karena secara tiba-tiba Army menjadi tertarik oleh sebuah barang yang tidak memiliki fungsi selain sebagai hiasan.
"Baiklah, terimakasih atas informasinya pak," ucap Army.
Saki dan Army pergi dari tenda tersebut, dan melihat-lihat yang lainnya.
"Senior, apa kau tertarik dengan patung itu?" tanya Saki.
"Tidak, aku hanya tertarik dengan asal patung tersebut," jawab Army.
"Kenapa?"
"Jika perasaanku benar, maka benda tersebut berasal dari kota tempat lahir aku dan adikku."
"Berarti ... Kota asal senior sudah ..."
Saki kemudian menyadari kalau pertanyaannya bisa berujung menjadi hal yang buruk jika diteruskan.
Army menjawab, "Kau benar, kota asalku dihancurkan oleh para monster. Aku dan Cherry kemudian pergi mencari kota lain, dan berakhir disini."
"Maaf senior, aku tidak tahu ... " Saki menundukkan pandangannya. Ia merasa bersalah karena membuat Army teringat dengan kehancuran yang menimpa kotanya.
Army tertawa kecil. "Tak apa Saki, sudah lama berlalu."
Saki menatap Army dengan tatapan yang seakan mengatakan kalau ia tidak percaya dengan kata-katanya barusan.
Army kemudian berkata, "Bayangan menyeramkannya memang masih ada, tapi ada hal lain yang lebih penting untuk saat ini."
"Apa itu?" tanya Saki.
Army tersenyum. "Bersenang-senang. Kita disini untuk liburan kan? Jadi aku ingin melihatmu bahagia dan senyum kembali Saki."
Saki tersipu kembali oleh ucapan Army.
"Baiklah!" Saki tersenyum sambil memberanikan dirinya menatap Army, memperlihatkan senyumnya.
Mereka berdua kembali berjalan melihat-lihat. Pakaian, hiasan, buku, hingga senjata pun ada disana. Mengunjungi tempat ini memunculkan pengalaman tersendiri bagi mereka berdua.
"Saki, apakah ada hal yang kau butuhkan? Kita bisa membelinya disini," tanya Army.
Ia menambahkan, "Jika kita mencari sesuatu, kemungkinan kita akan mendapatkan barang dengan kualitas tinggi disini, karena material penyusunnya bisa saja menggunakan bahan yang jauh lebih kuat daripada yang pernah kita miliki di kota ini."
Saki melihat kearah tas milik Army. "Hmm, sepertinya aku butuh tas. Aku sudah tidak menggunakannya lagi sejak lulus dari akademi, jadi kurasa aku perlu membeli tas yang baru."
"Baiklah, mari kita mencari tempat yang menjualnya," ucap Army.
Mereka kemudian berkeliling mencari tenda yang menjual tas. Setelah menemukannya, mereka langsung melihat model-model tas yang tersedia disana.
"Bagaimana Saki? Ada yang menarik?" tanya Army.
Saki melihat satu per satu model tas. "Aku belum pernah memilih tas sebelumnya, jadi aku tidak terlalu tahu ..."
Istri si penjual mengetahui kalau Saki kesulitan memilih model tas. Ia pun segera menghampirinya.
"Wah wah, kita punya nona berseragam hari ini. Apakah nona sudah memilih model yang disukai?" tanya wanita tersebut.
"Belum," jawab Saki.
"Kalau begitu, apakah boleh saya bantu pilihkan?"
Saki menengok ke Army. Army pun menganggukkan kepalanya, menandakan kalau ia menyetujui permintaan wanita tersebut.
'Boleh," jawab Saki.
Wanita tersebut mengarahkan Saki ke depan sebuah cermin besar. Ia mengambil beberapa jenis tas yang telah dipilihnya dengan sangat teliti, sekaligus bertanya-tanya kepada suaminya. Sang suami kemudian ikut membantu memilihkan model tas lainnya yang mereka rasa cocok untuk Saki.
Setelah selesai menyeleksi, mereka mengantarkan 5 bentuk tas kepada Saki. Semua tas tersebut merupakan tas samping seperti yang Army gunakan. 2 tas berwarna hitam, dan 3 lainnya berwarna putih. Dari penampilannya, bisa dipastikan kalau kelimanya terbuat dari bahan yang berbeda-beda.
"Silahkan nona tes lebih dulu satu per satu," ucap wanita tersebut.
Si penjual menambahkan, "Karena nona terlihat seperti petugas, kami memilihkan tas dengan bahan yang sama kuatnya, jadi nona tak perlu khawatir dengan ketahanan masing-masing tas."
Saki kemudian mencoba masing-masing tas yang diberikan. Ia berpose sambil menggunakan tas tersebut di depan kaca, dan menilai mana yang menurutnya paling cocok. Setelah semua dicoba, tersisalah tas berwarna hitam dan tas berwarna putih yang membuatnya bingung. Menurutnya, kedua tas tersebut sama bagusnya.
"Senior, menurutmu, mana yang lebih cocok untukku?" tanya Saki.
Army berpikir sambil memperhatikan kedua tas tersebut dengan teliti.
"Yang ini." Army menunjuk tas berwarna hitam
"Yang ini? Kenapa?" tanya Saki.
"Menurutku, tas berwarna hitam lebih cocok untukmu. Selain itu, tas yang berwarna putih memiliki model yang mirip denganku." Army memperlihatkan bentuk tasnya yang mirip dengan tas berwarna putih tersebut.
Saki tidak mengerti dengan alasan kemiripan yang Army katakan, tapi ia memahami kenapa Army memilih warna hitam untuknya. Ia kemudian bertanya harga tas tersebut. Saat ia akan mengeluarkan dompetnya untuk membayar, Army lebih dahulu mengeluarkan uang untuk membayar tas tersebut.
"Terimakasih, semoga tas tersebut membawa keberuntungan bagi kalian," ucap sang wanita.
Army dan Saki berterimakasih kepada suami istri penjual tas, dan melanjutkan jalan-jalan mereka.
"Terimakasih senior, tapi apakah tidak apa-apa membelikanku tas ini?" tanya Saki.
"Tidak apa-apa. Melihat kesenanganmu saat memilih tas tadi, aku jadi ingin membelikanmu berbagai barang yang kau coba." Army tertawa.
Tiba-tiba, Army tertarik dengan sesuatu yang berada di dalam sebuah display kaca.
"Saki, apakah menurutmu ini bagus?" Army menunjuk kalung dengan liontin batu permata merah muda yang berbentuk bunga.
"Ya, itu sangat Indah senior," jawab Saki.
Sang wanita penjual kemudian menghampiri mereka.
"Halo, apakah kalian mencari sesuatu untuk pasangan? Jika iya, maka mereka ada di belakang sini." Wanita penjual itu menunjuk ke bagian pernak-pernik yang berpasang-pasangan.
"Ah, untuk yang ini, aku ingin yang bentuknya tidak sama," jawab Army.
Army menunjuk dua buah kalung yang memiliki bentuk liontin berbeda. Satu adalah kalung yang ia bicarakan dengan Saki sebelumnya, dan satu lagi kalung dengan liontin logam berbentuk potum.
Ia kemudian bertanya, "Apakah kau bisa mengeluarkannya untuk kami coba?"
Wanita itu mengambil sebuah cermin dan mengeluarkan kedua kalung tersebut.
"Silahkan dicoba."
Setelah mencobanya, Army dan Saki merasa cocok, dan menanyakan harganya. Sebelum harga di total oleh si penjual, Army masuk lebih dalam, menghampiri bagian pernak-pernik yang berpasangan.
Ia mengambil dua bros kembar yang berbentuk bunga berwarna merah muda. "Ditambah dengan ini ya, tapi aku akan membungkus yang ini." ucap Army.
Saki melihat Army mengambil sesuatu yang berpasangan. Hal itu membuatnya merasa kalau ia mulai memahami sesuatu. Kedua benda yang Army pilihkan untuknya tidak memiliki bentuk yang mirip dengan apa yang Army gunakan. Ia merasa kalau Army tidak ingin memiliki sesuatu yang berpasangan dengan miliknya.
Mereka berdua berterimakasih kepada si wanita penjual, dan lanjut berjalan. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Saki berjalan dengan penuh pikiran tentang Army yang tidak mau berpasangan dengannya.
Saat pikiran Saki mulai semakin banyak, Army secara tiba-tiba membuka sebuah percakapan. "Saki, apakah kau penasaran kenapa aku tidak memilihkan benda-benda yang berpasangan untukmu?"
Saki terkejut karena Army seakan-akan bisa mengetahui isi pikirannya. "Ah ... Sedikit ..."
"Aku sebenarnya ingin, tapi coba lihat ini." Army menunjukan tas, sweter yang ia gunakan, dan bros yang baru saja ia beli.
"Aku selalu membelikan berbagai barang yang berpasangan kepada adikku untuk kami gunakan. Bisa dibilang, hampir segala hal yang kami miliki itu mirip," ucap Army.
Saki masih belum memahami maksud Army, tapi ia mencoba menjawab. "Begitu ya ..."
"Ya. Jika aku memberikanmu sesuatu yang berpasangan denganku, maka orang lain akan menganggap kalau kau kuperlakukan seperti adikku."
Army menatap Saki sambil tersenyum. "Menjadi adik bukanlah hal yang kau mau kan?"
Saki sadar bahwa pemikirannya keliru setelah mendengar jawaban dari Army. Ia kembali menutup wajahnya yang memerah dengan menurunkan topinya. "Yah ... Kurasa menjadi adik pun tidak terlalu buruk ..."
Army tertawa. "Hahaha. Bisa-bisa Cherry marah besar jika aku pulang membawa adik baru."
Mereka berdua terus berjalan hingga Army tertarik dengan sesuatu lagi.
"Saki, tunggu!" Army berhenti di depan sebuah tenda yang berisi buku.
"Silahkan dilihat-lihat tuan," ucap si penjual buku.
Army mengambil salah satu buku yang terpajang di depan. "Wah, ini adalah buku-buku yang bagus!"
Penjual tersebut tertawa. "Hahaha, kau memiliki pengelihatan yang luar biasa tuan, walaupun matamu terus tertutup."
Ia mengambilkan buku lain, dan membukakan salah satu halamannya. "Ini adalah buku-buku ilmu pengetahuan yang ditulis oleh berbagai orang hebat. Mereka biasanya hanya berada di perpustakaan yang sangat mewah, atau perpustakaan kerajaan."
Setelah memperhatikan beberapa buku, Saki berkata, "Ia benar Senior! Aku pernah melihat beberapa buku seperti ini di perpustakaan kerajaan."
"Kalau begitu, aku akan membeli beberapa!"
Army kemudian mengambil 4 buah buku yang dirasa cocok untuk diberikan kepada Cherry. Ia dan Saki kemudian masuk lebih dalam untuk mencari buku-buku lainnya. Banyak dari buku yang ada disana memiliki huruf yang asing, sehingga ia tidak bisa membacanya. Akan tetapi, ia tertarik dengan sebuah buku yang memiliki sampul bergambar monster.
"Pak, buku apa ini?" Army mengambil buku tersebut dan memberikannya kepada di penjual.
"Ahh ini ..." Si penjual membuka halaman daftar isi. "Ini adalah cerita nyata tentang berbagai insiden penyerangan monster yang pernah terjadi. Cerita ini dikumpulkan dari berbagai sumber, dan dijadikan menjadi satu."
Saat membaca halaman daftar isi, Army terlihat kaget sesaat.
"Baiklah, aku membeli ini juga!" ucap Army.
Army melihat Saki yang sedang melihat-lihat buku di dalam dan bertanya, "Apakah kau juga akan membeli sesuatu Saki?"
"Tidak perlu senior. Aku memiliki akses penuh kedalam perpustakaan kerajaan setiap saat," jawab Saki.
"Ah iya, aku lupa."
Army kemudian membayar kelima buku yang ia beli. Mengetahui bahwa tasnya tidak akan muat membawa semuanya, ia meminta kepada di penjual untuk diberikan kantung tambahan.
"Tunggu, Senior." Sebelum diambilkan kantung, Saki membuka tasnya, memberitahu bahwa ia bisa membawakan buku-buku tersebut.
"Terimakasih Saki, tapi jika terasa berat, biarkan aku membawakan tasmu nanti," ucap Army sambil memasukan buku kedalam tas Saki.
"Baiklah senior," jawab Saki.
Mereka berterimakasih kepada si penjual buku, dan pergi mencari makanan, karena waktu makan siang telah tiba. Mereka mencicipi berbagai jenis makanan unik yang baru pertama kali mereka lihat. Setelah makan dan puas berkeliling, Army tidak lupa membungkus beberapa makanan untuk Cherry dirumah. Mereka kemudian memutuskan untuk berpindah tempat. Mereka mengunjungi taman kota untuk melihat berbagai bunga, mengunjungi perpustakaan umum kota, membeli baju casual untuk Saki, hingga melihat keseluruhan kota dari tempat yang tinggi saat matahari hampir terbenam.
Sambil melihat pemandangan kota, Army bertanya, "Saki, apakah kau senang hari ini?"
"Ya, aku berharap kalau kita bisa begini seterusnya," jawab Saki sambil ikut melihat pemandangan kota.
Army tertawa. "Jangan khawatir, di hari libur selanjutnya, aku yang akan mengajakmu pergi."
"Aku menantikannya senior!" jawab Saki sambil tersenyum lebar.
"Kalau begitu, sekarang saatnya kita untuk pulang." Army memberikan item teleportasi kepada Saki.
Saki mengambilnya, dan mereka berdua segera berteleportasi kembali, pulang ke kota asal. Awalnya, Army menawarkan diri kepada Saki untuk mengantarnya sampai ke rumahnya, karena hari sudah mulai gelap. Tapi, Saki menolak dengan alasan bahwa paman dan bibinya akan banyak menggodanya jika mereka melihat ia pulang bersama dengannya. Army mengerti, dan mereka berpisah ke arah rumah masing-masing setelah Saki mengembalikan buku Army yang berada di dalam tasnya.
"Terimakasih untuk hari ini senior!" Saki berbicara dengan suara keras dari seberang jalan. Ia melambaikan tangan kepada Army.
"Sama-sama!" Army melambai balik kepada Saki.
Sesampainya dirumah, Army segera disambut oleh Cherry.
"Aku pulang!" ucap Army sambil membuka pintu.
Cherry menghampiri Army. "Selamat datang kembali kak! Apakah jalan-jalannya lancar?"
Army menunjukan berbagai bungkusan yang ia bawa kepada Cherry.
"Wah!" Cherry mengambil beberapa bungkusan tersebut, dan membantu menaruhnya di meja.
"Apakah ini semua untukku kak?" tanya Cherry.
Army mengangguk. "Tentu saja."
Cherry membuka beberapa bungkusan yang berisi berbagai benda selain makanan terlebih dahulu.
"Oh iya, ada salah satu buku yang kubeli untukku," ucap Army.
Cherry mengambil sebuah buku yang terlihat memiliki judul berbeda sendiri dibandingkan dengan tema buku yang lain. "Monster penghancur kota ... Ini?"
"Ya, itu."
"Kenapa kakak membeli buku ini?" tanya Cherry. Ia sedikit bingung dengan pilihan Army yang tidak seperti biasanya.
"Aku menemukan sesuatu yang menarik disitu, dan aku akan memerlukan buku tersebut dalam beberapa hari kedepan," jawab Army.
"Baiklah, aku letakan di rak ya?" Cherry berdiri dan meletakan buku itu di dalam rak, terpisah dari buku-buku yang lain.
"Terimakasih," Army berjalan menuju kamar mandi, dan membersihkan dirinya setelah seharian berjalan-jalan.
Malam harinya, setelah Cherry tertidur, Army merapihkan barang-barang yang telah ia coba bersama Cherry. Ia sangat senang dengan segala hal yang terjadi hari ini. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya terus berpikir.
Ia duduk di sofa dan mengambil bukunya yang berada di rak. Ia melihat daftar isi untuk mencari halaman dari topik yang ia cari, dan membuka halaman tersebut. Ia membaca buku tersebut dengan sangat serius, dan memperhatikan gambar-gambar ilustrasi yang ada disana.
Beberapa jam berlalu setelah Army membaca buku tersebut. Ia telah selesai membaca salah satu topik yang membuatnya penasaran. Ia menutup kembali buku tersebut, dan meletakkannya kembali pada rak buku.
"Baiklah, sekarang tinggal menunggu pengakuan darinya secara langsung."