Bagaimana follow up dari datangnya segala tentara hati dan apakah faedah-faedahnya, maka untuk selanjutnya Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah menyebutkan dalam Kalam Hikmah beliau yang ke-57 sebagai berikut:
"Nur itu baginya membukakan, dan matahati itu baginya hikmah-hikmah dan hati itu baginya menghadap dan membelakang."
Terjemahan Kalam Hikmah ini agak sulit difahami, tetapi dapat dimengerti dari syarahan dan uraiannya sebagai berikut:
I. Nur Ilahi apabila dilimpahkan Allah s.w.t. dalam hati kita, berarti Tuhan mengurniakan kepada kita ilmu ladunni, yakni ilmu yang langsung dari Allah s.w.t. Dengan ilmu itu terbukalah pada kita pengertian-pengertian yang halus dan pengertian-pengertian yang tersembunyi pada makhluk-makhluk Allah. Misalnya apabila ilmu itu telah dilimpahkan Allah dalam dada kita, maka terbukalah hati kita melihat hal-hal yang bersifat taat dan ketaatan kepada Allah s.w.t. Selain itu terbuka pulalah hati kita dalam menetapkan kekejian dan keburukan bagi segala macam maksiat dan kedurhakaan. Tegasnya hati kita selalu tepat dalam melihat dan menetapkan sesuatu menurut hakikatnya.
Sesuatu yang bersifat taat, hati kita tetap melihatnya bahwa itu kebaikan.
Tetapi sesuatu yang bersifat maksiat dan kedurhakaan hati, kita tidak salah pula mencapnya dengan kejelekan dan keburukan. ·
Demikianlah keadaan yang terjadi dalam hati kita apabila Allah s.w.t. telah melimpahkan cahayaNya, yakni ilmu ladunni dalam hati kita.
II. "Al-Bashiirah", maksudnya ialah penglihatan hati atau matahati.
Apabila hati kita mempunyai bashiirah, yakni melihat dan teranglah bahwa penglihatan hati itu adalah benar, maka barulah matahati dapat melihat hikmah-hikmah sesuatu, yakni hakikat filsafat dan ilmu yang bermanfaat pada sesuatu. Hal keadaan ini sama juga seperti penglihatan mata lahiriah, yaitu mata kita tidak mungkin melihat sesuatu, apabila tidak ada cahaya. Apakah cahaya itu cahaya matahari, cahaya bintang, cahaya bulan dan cahaya lampu dari berbagai jenis.
Demikian pulalah matahati yang dapat melihat sesuatu dengan hikmah-hikmah dan filsafat-filsafat haqiqiyah (hakikat), jika hati itu mendapat sinaran anwar, yakni cahaya-cahaya Ketuhanan, berupa ilmu-ilmu yang langsung dilimpahkan Allah ke dalam hati. Apabila matahati telah dapat melihat kebaikan sesuatu, maka menghadaplah hati kepadaNya dan diperintahkannyalah anggota-anggota lahiriah untuk melaksanakannya. Tetapi jika kebalikannya, maka hati pun membelakanginya, yakni tidak mengamalkannya. Maka patuhlah semua anggota lahiriah untuk tidak mengerjakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh hati. Hal ini dapat terjadi jika penglihatan matahati itu benar dan tepat yang disebabkan Al-Anwar telah memenuhi hati dengan sempurna, yang walaupun kesempurnaannya bersifat relatif, melihat kepada tinggi rendah martabat seseorang menurut penilaian Allah s.w.t. Tentulah dalam keadaan ini akan bcrbeda Al-Anwar dalam hati para Nabi, dengan Al-Anwar dalam hati para sahabat, apalagi Al-Anwar dalam hati Muslim biasa.
Tetapi jika Al-Anwar dalam hati itu tidak ada sama sekali, atau ada tetapi masih kurang, maka bekasnya kepada penglihatan matahati kadang-kadang sering tidak betul dan tidak tepat. Karena itu terjadilah bahwa hati menghadap sesuatu yang pada hakikatnya tidak baik dan membelakangi sesuatu yang pada hakikatnya adalah baik. Hati pada waktu itu laksana orang buta, yang kadang-kadang betul jalannya, sehingga ia tidak tersandung dengan batu dan tidak jatuh dalam lubang. Terkadang juga terjadi kesalahan-kesalahan, sehingga kakinya tersandung atau masuk lubang, karena tidak melihat. Jika betul perjalanannya, sehingga tidak terjadi apa-apa, maka itu terjadi secara kebetulan, bukanlah itu keaslian dan hakikat sesuatu.
III. Hati yang telah dipenuhi dengan Al-Anwar, penglihatan hati pada waktu itu semuanya dalam keadaan tepat. Maka timbullah keyakinan dalam berbagai tingkat, sesuai dengan nur menurut ukuran kesempurnaan yang dilimpahkan Allah s.w.t. dalam hatinya. Hal inilah yang dikehendaki oleh firman Allah s.w.t. dalam surat AzZumar, sebagai berikut:
"Apakah orang yang dibukakan Allah hatinya menerima (tuntunan) Islam, maka orang itu mendapat cahaya dari Tuhannya. Nasib malang bagi orang yang kasar hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam sesat yang nyata." (Az-Zumar: 22)
Ayat ini sebagai dalil bagi kita, jika Tuhan melimpahkan cahayaNya dalam hati kita, maka akan teranglah dan terbukalah dada kitamelihat yang benar untuk diamalkan, dan melihat kedurhakaan untuk dijauhkan. Pada waktu itu berarti kita telah menerima petunjuk Tuhan dalam arti yang luas, seperti telah diterangkan lagi oleh Allah dalam surat Al-An'am:
"Maka barangsiapa yang hendak diberi petunjuk oleh Allah, niseaya dibukakanNya hati orang itu terhadap Islam. Dan barangsiapa yang hendak disesatkan Allah, dijadikanNya dadanya sesak dan sempit seperti orang yang naik ke langit. Be,qitulah Allah meletakkan kekejian kepada orang-orang yang tidak beriman." (Al-An'am: 125)
Kesimpulan:
Dengan ketekunan beribadat di samping sabar dalam arti yang luas dan bersih pula dari dosa-dosa besar dan kecil, termasuk pula segala penyakit hati; apabila kita telah bersih dari semua ini, barulah kita mendapat limpahan cahaya-cahaya Allah atas hati kita. Maka terbukalah rahasia-rahasia yang halus dan kelihatanlah hakikat-hakikat sesuatu yang tak dilihat oleh mata manusia.
Dan barulah pula matahati kita mendapat ilmu-ilmu yang bermanfaat dari segala sesuatu yang kita hadapi dan barulah pula hati kita me.nerima dan menghadap sesuatu yang baik secara kepastian dan bukan secara kebetulan.
Demikian pulalah hati pada membelakangi sesuatu yang tidak baik. Mudah-mudahan kita dilimpahi Allah s.w.t. dengan nikmat Al-Anwar, nikmat Al-Bashiirah dan nikmat terbuka hati pada membedakan antara kebaikan dan kedurhakaan, sehingga berhadap hati kepada yang baik dan membelakang hati pada segala sesuatu yang tidak baik.
Amin ... Amin, ya Rabbal-'alamin .... !