Alis Hasan berkedut. Dia menahan emosi.
"Sekarang bukan waktunya bercanda, dan aku sama sekali nggak mabuk," seru Hasan sambil mengejar pria tidak rasional itu.
"Aku keluarganya Aaliya," lanjut Hasan.
Kata-kata itu membuat langkah Haris berhenti. Dia berbalik pelan. "Aaliya?"
"Yang tunangan malam ini," imbuh Hasan saat Haris masih menatapnya dengan ragu-ragu.
Fck! Kenapa juga aku harus kejar-kejaran malam-malam! Memang apa urusannya kalau Hamster ini bisa pulang atau tidak! Buat apa kesal hanya gara-gara si tolol ini gak ingat aku!
Haris sedikit takut dengan pria yang bertubuh lebih tinggi itu. Tapi, kenapa pria itu mengejarnya?
"Eh, ada perlu apa?" tanya Haris akhirnya. Meski dia sebagai wakil perusahaan dan tidak ada hubungan dengan keluarga investor, lebih baik mencari teman daripada membuat musuh.
"Tadi kamu bilang cari kendaraan. Aku lagi nganggur, ayo aku antar," ujar Hasan setenang mungkin.
Meski akan sangat konyol kalau hamster itu menolak kebaikan hatinya. Tidak, Hasan malah ada alasan untuk melibas hamster ini. Dia akan cari tahu lewat Aaliya dan..
"Aku mau ke arah Surabaya. Apa kamu yakin? Ini sudah sangat malam." Haris bertanya.
"Urusanku sudah selesai. Kalau tidak mau, tidak apa. Aku-"
Kali ini Haris mendekat dan langsung menarik lengan baju Hasan. "Kalau begitu tolong antarkan aku. Kamu nggak akan menyesal."
.
Jarak perjalanan dari kota mereka berada ke Surabaya cukup jauh. Tapi perjalanan lewat tol sangat cepat. Kondisi jalan yang sepi juga membantu.
Mereka sampai di alamat yang Haris tuju setelah perjalanan 4 jam nonstop- dari waktu tempuh normal 7-8jam.
"Terima kasih banyak. Aku sangat terbantu," ujar Haris sambil melepas sabuk pengaman. "Entah aku bagaimana kalau belum dapat kendaraan."
Bibir Hasan tersungging ke atas. Lumayan juga rasanya dipuji setelah usaha yang dia lakukan. "Bukan apa-apa. Aku kebetulan sedang nganggur."
"Ini, ganti uang bensin dan tol. Sekalian biaya buat penginapan. Sekali lagi terimakasih." Haris menyelipkan sejumlah uang sebelum buru-buru keluar dari mobil dan masuk ke halaman rumah. Sebelum Hasan sempat bertindak, pria itu sudah masuk ke dalam rumah.
"Fck!!" teriak Hasan kesal.
Dia kira usahanya sudah berhasil, membuat hamster sialan itu membungkuk hormat dan takzim padanya. Tapi apa yang dia dapat setelah menyetir selama 4 jam, hal yang bahkan tidak dia lakukan untuk keluarga dan pacarnya!!
Hamster sialan itu menganggapnya sebagai sopir dan pergi setelah membayar ongkos perjalanan!!!
"Tunggu saja! Aku akan membuatmu tidak akan melupakan Qumar Siddik AlHasani meski sudah di liang lahat!" teriak Hasan di dalam mobil. Pemuda berdarah panas itu lalu menginjak pedal rem meninggalkan jejak asap dan raungan mesin di perumahan yang sepi.
...
Aaliya tidak tahu apa yang terjadi dengan adiknya, Hasan. Dia hanya mendengar sekilas dari Mami lewat telepon atau chat. Wanita itu memuji Hasan yang mendadak serius dengan studinya. Bahkan bertanya-tanya tentang bisnis keluarga pada Papi dan Asraf.
Tentu saja sangat aneh, karena selama ini Hasan berusaha berada sejauh mungkin dari Asraf, yang sejak awal sudah didapuk sebagai penerus utama bisnis keluarga. Hasan hanyalah tipikal adik laki-laki yang bandel dan semaunya.
Siapa sangka adiknya akan sadar dan bertobat secepat ini. Aaliya berharap kalau ini bukan sesuatu yang sementara. Sehingga Hasan bisa menggunakan sexual drivenya untuk hal yang lebih berguna.
..
Harga diri Hasan sangat tinggi. Dia tidak terima dengan perlakuan Haris, yang serba biasa-biasa saja dari segi apapun. Tapi berani meremehkan dirinya (*dalam bayangan Hasan).
Hasan pun menyelesaikan studinya jauh lebih awal. Wisuda lebih awal. Memasuki dunia kerja lebih awal.
Tentu saja untuk menunjukkan betapa rendah hati dan kemampuannya yang diatas rata-rata, Hasan memulainya dengan cara yang sama seperti orang lain. Dia mengirim lamaran pekerjaan ke perusahaan tempat Haris bekerja.
Pemuda berusia genap 21 tahun itu hanya melirik sekilas pada email yang masuk. Isinya adalah pemberitahuan tentang detil interview.
Di lokasi, dia duduk bersama pelamar lain, menunggu giliran interview. Hanya sesekali mengagumi sosoknya yang terpantul di depan kaca. Tanpa hiburan kecil itu, dia kuatir akan merasa bosan dan tertidur.
"Peserta nomer 76 sampai 80, silahkan masuk," panggil karyawan yang bertugas.
Dengan membusungkan dada, Hasan berdiri dan melangkah ke ruangan yang sudah dipersiapkan.
..
Di dalam, ada kursi untuk 5 pelamar, dan 5 orang yang menjadi penilai.
Tidak seorangpun yang Hasan kenal.
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan hingga tiba giliran Hasan.
"Mas Qumar, anda lulusan universitas yang tidak biasa. Dengan ijazah seperti ini, bisa mudah diterima perusahaan lain yang lebih besar. Kenapa melamar di sini?" tanya wanita cukup berumur dengan dandanan yang sama tidak menarik dengan wajahnya.
"Sejujurnya, saya melamar kemari karena terkesan dengan Pak Haris, wakil dari Pak Bangun," jawabnya jujur, yang langsung menarik perhatian penilai lain.
"Apa anda kenal dengan Pak Haris?" tanya penguji yang lebih muda.
"Tidak juga. Saya kebetulan bertemu beliau dalam suatu event. Disana, beliau sangat berbeda dari yang lain. Sejak saat itu, saya ngefans dengan Pak Haris. Saya ingin bisa bekerjasama dengan beliau."
Hasan tidak lupa mengakhiri jawabannya dengan senyuman. Jangan sampai niat buruknya yang tersembunyi sampai ketahuan. Bahwa Hasan tidak hanya menguntit, tapi juga berniat menjatuhkan harga diri hamster itu seperti dia telah menginjak-injak Hasan.
Sibuk dengan dirinya, Hasan tidak sadar akan tim penilai yang saling bertukar pandang. Baru kali ini mereka bertemu pelamar kerja karena ngefans. Perusahaan mereka bukan agensi artis.
"Ahem!" Salah satu dari penilai, berdehem. "Apa ini namanya kebetulan, ya? Ada posisi kosong di kantor Pak Haris. Nanti coba kami diskusikan untuk memutuskan beliau bersedia atau tidak."
Tentu saja Hasan tahu posisi kosong itu. Dia yang minta bantuan Aaliya untuk menciptakan kesempatan itu.
"Terima kasih banyak. Saya harap bisa segera mendengar kabar baik," sahut Hasan tanpa malu.
..
Beberapa hari setelah interview, Hasan mendapat notifikasi bahwa dia bisa segera mulai bekerja.
Hari pertama, Hasan pastikan tidak ada yang kurang dengan dirinya. Penampilannya seperti karyawan lain yang sederhana tapi menarik. Bagaimana lagi, dia tidak bisa menutupi wajah tampannya menjadi buruk rupa.
Dengan hati yang berdebar-debar, Hasan naik lift ke lantai 7.
Setelah berjuang selama setahun.. Dia semakin dekat dalam menaklukkan Haris alHamster itu.
Usai mengetuk beberapa kali, Hasan membuka pintu ke ruangan wakil direktur. Disana sudah ada beberapa pegawai yang duduk di meja masing-masing.
"Selamat pagi, saya Hasan yang akan jadi pegawai magang disini," ujarnya memperkenalkan diri.
Haris yang duduk di meja terpisah, berdiri dan berjalan ke arahnya dengan senyuman lebar.
Bagus, hamster itu akhirnya ingat aku! Mana mungkin dia lupa setelah aku antarkan naik Lamborghini. Di mobil hanya ada kami berdua selama 4 jam.
"Selamat datang, Qumar," sapa Haris yang membuat Hasan langsung syok. "Aku dengar dari HRD, dan membaca sendiri. Resume-mu luar biasa. Aku harap kerja tim kita bisa makin bagus kedepannya."
"Ternyata aslinya lebih tampan daripada di foto." Haris yang mengulurkan tangan dengan wajah berbinar, tidak tahu dengan gejolak batin Hasan.
Pemuda itu pun meraih tangan Haris dengan lunglai. Apa yang dia lakukan hingga sampai sejauh ini, rasanya seperti sia-sia. Hamster itu masih belum mengingatnya.
"Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu? Apa ada sisa makanan yang masih menempel?" tanya Haris, buru-buru mengusap sekitar bibirnya.
"Tidak, Pak. Panggil saja Hasan. Saya biasa dipanggil Hasan," sahut Hasan dengan senyum lesu.
Baiklah, Haris alHamster, bersiap-siaplah. Setelah ini akan kubuat kau tidak akan bisa melupakanku bahkan dalam mimpi. 😈😈
.
.
.