Setelah mengatakannya, aku langsung menambahkan
"-saya suka ayyah. tapi lebih lebiiih suka kakek"
Aku terkekeh didalam setelah mendengar pertanyaan itu.
Astaga, kalian pikir aku ini siapa? Walaupun tampangku seperti ini, aku dikenal pakar bersosialisasi di kehidupan sebelumnya.
Biasanya ketika hal-hal seperti ini terjadi, seseorang harus merujuk pada orang di hadapan mereka.
"aku paaaaaa-ling~ suka kakek!"
"hentikan omong kosongmu dan turunkan tanganmu"
"Ya baiklah. Ini adalah laporan dari Kuil Eastward. Baru-baru ini di Ibukota Kekaisaran-"
"tapi aku baru ingat". Kakek terus berbicara sambil mengangkat dokumen. "Bukankah ada batu nisan yang bertuliskan bahasa kuno di Gunung Hadix? Jika mereka membawa Elliotte, dia bisa menerjemahkan sambil mencari Batu Pemurnian"
lalu, Ahem, Beliau berdeham.
***
Malam itu. Aku sangat bersemangat karena yang telah mendapatkan izin kakek
'kurasa mengatakan bahwa Kakek adalah yang terbaik, tidak terlalu buruk'
Yah kecuali tempramennya yang unik, apakah akan ada orang yang berani membencinya? Dan kali ini aku akan cukup membantu misi dari Kakek, tahu.
Sementara aku bersenandung dan berjalan, aku bertemu Conrad.
"Nona Muda"
"Haii"
"Ya. Sepertinya suasana hati anda sedang baik"
"karena aku akan pergwi ke gunung sama ayah~"
"Saya telah mendengarnya. Semoga perjalanan anda menyenangkan"
Conrad mengharapkan pendakianku menyenangkan, jadi aku menganggukkan kepala.
"Tapii mau kemana Conrad?"
Tidak seperti biasanya, dia tidak mengenakan seragam ajudan.
"Karena ada permintaan pengiriman tabib ke perbatasan, saya akan pergi kesana dan membawa tabib bersamaku"
Kalau sampai mereka meminta pengiriman penyembuh, pasti situasinya sangat serius.
Conrad memberitahuku detailnya dan mataku terbuka lebar.
"saya juga pergi karena mendiang putra tunggal Keluarga Count Draffdieu"
"Apakah bayiinya sakit?"
"Anda tidak perlu terlalu khawatir"
"Kenapa?"
"Mereka hanya membutuhkan seorang penyembuh untuk mempersiapkan situasi tertentu, tapi tampaknya itu hanya demam ketika seseorang membangkitkan Anugerah mereka"
Oh
Aku mengangguk
Conrad menghormat padaku dan berjalan pergi
'Sebuah Anugerah'
akan sangat bagus kalau aku juga memilikinya.
Aku tidak berbicara tentang yang palsu seperti [Membaca Bahasa Kuno], tapi Anugerah yang nyata.
'Dahlia punya tiga, tapi bagaimana mungkin aku tidak diberi satu pun?'
Aku mengerutu ke udara dan menghela nafas. Karena tidak memilikinya, maka aku harus berusaha lebih keras.
Itu sebabnya mendaki Hadix besok sangatlah penting.
'aku harus melacak Batu Pemurnian'
Karena aku harus membuktikan kepada Ayah kalau aku adalah orang yang berguna!
Aku menyeringai.
***
Hari berikutnya. Aku ikut serta dalam pendakian Ayah.
Ketika Ayah mendengar perintah Kakek agar dia membawaku,
"Tua bangka brengsek"
-dia bergumam tapi tetap membawaku tanpa banyak perlawanan.
Sebuah Barak Komando Pencarian didirikan di jalan masuk Gunung Hadix. Ayah dan para prajurit berdiskusi tentang metode pencarian di Pos Komando, dan aku duduk anteng di sebelahnya.
Pria setinggi 3 meter yang kulihat terakhir kali, mengangkat tangannya.
"Kalau begitu yang kita harus lakukan hanyalah mengambil batu yang disebut 'Batu' di gunung kan?"
'Hah?!'
Bagaimana kamu akan memungut semua batu digunung itu? Benar-benar seperti mencari jarum di pantai berpasir. Kalau mereka menemukannya, maka itu hanya karena beruntung?
Bahkan jika mata mereka loncat keluar, Batu Pemurnian tidak akan ditemukan.
'Karena Batu Pemurnian ada di dalam pohon'
Sebuah kristal yang dibuat oleh pohon berusia lebih dari 1000 tahun. Itulah identitas dari Batu Pemurnian sebenarnya. Karenanya, seseorang tidak akan pernah bisa menemukannya jika mereka hanya mengumpulkan ratusan batu gunung
'Kalau begini, pencariannya akan dihentikan setelah upaya yang sia-sia'
Karena aku tidak bisa membiarkannya terjadi, aku menoleh ke Enzo.
"Apa itu Batu Pemurnyian?"
Ketika aku yang berpura-pura tidak tahu bertanya, Enzo yang sibuk melihat peta berkata, "Sederhananya, itu adalah batu yang menghilangkan kutukan"
"bagaimana bisa batu mengiilangkan kutwukan?"
"Pasti karena alam memberinya kekuatan khusus"
"alam tidak aadil. harusnya semuanya dibiikin sepertwi batu permurnyian. dikwiminaasi"
Ketika aku sengaja berbicara seperti anak kecil, para prajurit langsung tertawa.
"Anda juga tahu kata-kata seperti diskriminasi?"
"oh iya, aku dengar dia sudah bisa menulis kata-kata"
"Imut. Dia manis"
Sementara pembicaraan itu datang dan pergi, tatapan Ayah hanya tertuju pada peta.
"Pohon Baekgyeong ..."
"Ya?".
Ketika Enzo bertanya, Ayah menjawab.
"Batu Pemurnian mungkin hanya muncul digunung ini karena ada kondisi 'Diskriminatif' tidak seperti tempat lain"
"Jadi seperti sebuah persyaratan?"
"Jika itu adalah kondisi khusus yang hanya dimiliki gunung ini, maka itu adalah Pohon Baekgyeong "
'Yup itu benar'
Ayah memerintah. "Lakukan pencarian disekitar Pohon Baekgyeong "
"Ya!"
"Siap!"
Bagus! Aku bertepuk tangan didalam.
Para prajurit bergerak menuju Pohon Baekgyeong yang berada di tengah gunung.
'Sekarang, setelah mereka mencarinya dengan benar, aku harus memberi petunjuk dengan mengatakan itu mungkin ada didalam pohon'
Setelah memutuskan, aku mengejar Ayah dan para prajurit.
"Pasti anda kesulitan untuk ikut mendaki. Bagaimana kalau anda tinggal di barak?"
Saat Enzo berkata begitu. Pria setinggi 3 meter, yang bertanya apakah mereka bisa memungut semua batu digunung, berkata, "Bagaimana kalau aku membawamu di pundakku?"
Dengan senang hati!
Lebih baik naik ke bahu dari pada tidak bisa pergi sama sekali.
'Meskipun Tuan itu agak lemot, kupikir dia adalah orang yang baik'
Aku berkata "Ya!' dan pria besar itu meletakkanku di pundaknya. Aku tertawa besar. Duduk ditempat tinggi itu menyenangkan. Bahu pria besar itu begitu lebar sehingga stabil untuk di duduki.
"Baiklah sekarang. Ayo bergerak. Kita harus menemukannya dan kembali sebelum matahari terbenam!"
Begitulah kami berjalan menuju ke Pohon Baekgyeong. Karena aku menunggangi bahu pria besar itu, pendakian menjadi sangat mudah.
Sesampainya di Pohon Baekgyeong, para prajurit mulai mencari.
'Karena sekarang masih tengah hari...hmm tidak akan terlihat aneh kalau aku memberi tahu mereka sekitar satu jam lagi'
Aku benar-benar hanya bergerak setelah satu jam.
Aku mulai mengetuk pohon dengan batu.
"Nona Muda?". Prajurit yang melihat tingkah anehku mendekat. "Apa yang sedang anda lakukan?""
"Aku mencarii benda cantiik dan memberwikannya ke Ayah"
"Oooh...."
"Dari dalam pohon. Air yang keluar, dan mengerwas, akan jadi benda cantiik. dibuku ada yang sepwerti itu"
"Ah, jadi anda mencari permata Amber?"
Yang lain bertanya. "Amber?"
"Kalian tidak tahu? Ketika getah pohon pinus mengeras, batu yang terbentuk darinya disebut amber lho.... ....oh?"
Pria yang menjawab membuka matanya lebar-lebar. Lalu dia berlari ke Ayah. "Jenderal!"
***
Ketika pria itu menjelaskan keseluruhannya, mata Ayah menyipit.
"Ya. Getah Baekgyeong bisa saja mengeras dan berubah menjadi Batu Pemurnian. Keluarkan kapaknya"
Para prajurit buru-buru membawa kapak. Pohon Baekgyeong sangat besar. Memang itu adalah pohon yang hidup lebih dari seribu tahun. Meskipun para prajurit berkumpul dan memotongnya. Normal untuk mereka tidak bisa memiringkannya. Pria besar, yang terlihat paling kuat juga berpartisipasi menebang.
Butuh waktu yang lama, jadi aku bermain dengan ranting.
Sudah berapa lama ya?
Seseorang mendekatiku.
Itu adalah Ayah.
Aku terlompat. "Ayyah"
"...ternyata kau terus mengikutiku tanpa lelah"
"Ayah, kesal...?". Ayah menatapku tanpa berkata apa-apa. Aku menggosok rok-ku sambil meliriknya. "Kalau begituu. Saya mampir hanya satwu kali sehari..."
"...."
"Saya melihat ayah saja diam-diam, tidak mengganggumuu."
"...."
"saya melihat sedwikit lalu pergii"
Hanya saja, jangan bilang padaku untuk tidak datang sama sekali. Aku tidak punya sandaran kecuali Ayah. Aku baru berusia 3 tahun, tidak memiliki Anugerah, dan kemalangan-ku sudah terjadwal.
Bahkan jika Kakek menyokong aku saat ini, aku tidak tahu berapa lama itu akan bertahan.
Ada juga saat-saat sisi anak kecil-ku yang sering bergumam, 'tidak ada yang tahu'
'tidak ada yang tahu kedepannya bagaimana. Sepertinya Kakek cukup menyayangiku, tahu'
Orang lain juga menyukaiku, tahu
Aku telah membantu, tahu
Setiap kali itu terjadi, aku memenjamkan mataku erat-erat dan menggelengkan kepala.
Ayah tiri juga melakukan hal yang sama. Pada awalnya dia menganggap-ku sebagai putrinya dan memperlakukan-ku dengan baik, tapi ketika adik perempuan lahir, dia tiba-tiba berubah seolah-olah semuanya tidak pernah terjadi.
Semuanya akan berubah ketika Dahlia datang.
Aku melihatnya di novel. Betapa Kakek menyayanginya. Kalau aku sudah tidak menarik bagi Kakek, orang-orang disekitar-ku akan merendahkanku. Mereka akan melakukannya dengan menyakitkan.
'Aku tidak mau mati seperti ini'
Aku adalah orang yang meninggal karena penyakit. Aku berdoa setiap hari, memohon seseorang untuk menyelamatkan-ku, merapalkan aku-ingin-hidup sambil terbaring di ranjang rumah sakit.
Meskipun aku bilang kalau aku benci bereinkarnasi, sebenarnya, hidup itu sangat berharga.
Aku benar-benar ingin hidup.
Itu sebabnya aku sangat membutuhkan Ayah untuk membantuku.
"Aku- kau..."
"KETEMU! Ada batu didalam pohon!". Para prajurit berteriak.
Mereka buru-buru berlari ke Ayah sambil membawa batu yang mereka temukan. Seorang prajurit berambut merah meletakkan batu di telapak tangannya dan menunjukkannya kepada Ayah. Kupikir itu akan berwarna kuning dan cantik seperti permata Amber, tapi itu tampak seperti batu biasa di pinggir jalan.
'Tentunya ini salah satu sebab mereka tidak tahu benda itu berasal dari pohon'
Bagaimanapun, syukurlah mereka menemukannya. Dengan adanya ini, aku tidak perlu khawatir kalau Ayah terkena kutukkan di masa depan.
Tengah menyusun pikiranku, tiba-tiba-
PWIIIIIIIII-!
Angit bertium kencang. Para prajurit melihat ke arah angin bertiup. Dan beberapa detik kemudian.
"Itu monster-!!"
Monster muncul di langit yang tinggi.
'Apa yang terjadi? Gunung ini kan dikenal dengan monster yang tidak akan muncul disini!'
Tunggu.
Aku menoleh dengan cepat dan melihat Pohon Baekgyeong yang rusak. Bukan sebuah kebetulan, dengan adanya Pohon Baekgyeong, monster tidak muncul digunung ini?
Sebuah pohon dengan kekuatan suci mampu membuat batu pemurnian. Kondisi yang sempurna untuk menjadi penghalang bagi monster.
'bukan hanya ada satu atau dua dari mereka'
Ada sebanyak lima monster dengan gigi tajam dan sayap seperti kelelawar.
KIIIIEEEKKK-!!
Sekawanan monster memekik terbang ke arah kami.
"Bersiaplah untuk pertempuran!" Enzo berteriak mendesak.
CLANG.
Tentara mengeluarkan senjata-senjata pedang, tombak, dan lain-lain. Beruntungnya mereka adalah Prajurit Elit Barat yang disebut Terbaik dari Astra.
Pria setinggi 3 meter itu meraih leher salah satu monster yang berlari ke arahnya. Saat dia mengayunkan kapaknya ke sayapnya, KYAAAAK-!!, jeritan menyakitkan bergema di gunung.
Enzo menembakkan jatuhkan monster dengan tombak besar.
BUK-! satu monster lagi jatuh ke tanah
"Nona". Enzo bergegas ke arahku. Saat dia hendak memelukku, monster yang tersisa bergegas ke arah sini.
'Aahh!'
Aku menutup kepalaku dengan kedua tangan. Aku gemetar, tapi aku tidak merasakan, sedikit pun dari rasa sakit yang harusnya amat sangat.
Saat aku sedikit mengangkat kepalaku, daging monster itu berceceran dimana-mana.
'Oh...'
Anugerah Ayah adalah [Penghancur]
Anugerah terkuat dengan cara kerja yang menghancurkan semua yang disentuhnya. Monster itu yang tubuhnya hancur berkeping-keping, jatuh ke tanah dan di belakangnya, sosok Ayah muncul. Rambut emas cemerlang yang tampaknya dibuat dengan melelehkan emas, berkibar tertiup angin.
Mata merah yang sepertinya menahan darah beku bercahaya dingin. Ayah membuka mulutnya dengan mata tertuju pada monster itu.
"Elliotte"
"Dimengerti"
Enzo berada dekat dibelakangku. Dia tidak bisa memelukku. Karena dia harus berhadapan dengan monster, kedua tangannya harus bisa bergerak bebas.
Aku buru-buru berlari dibawah penjagaan Enzo. Saat aku akan menunduk, serangan monster dimulai lagi.
Seorang prajurit berambut merah mengayunkan pedangnya untuk memblokir monster.
Pada saat itu
TUK
Batu pemurnian yang digenggaman prajurit itu jatuh ke tanah dan mulai berguling.
'Batu Pemurnian Ayah!'
Tanpa itu, Ayah mungkin akan dikutuk, dan bisa-bisa dia akhirnya mati.
Aku bergegas mengejar Batu Pemurnian.
"Nona- Kheuk!!"
Enzo mencoba menangkapku dengan segera, tetapi terdorong ke arah lain oleh monster yang menyeruduk.
Aku berlari sekencang-kencangnya, tapi aku tidak bisa menangkap Batu Pemurnian itu dengan kaki anak kecil yang pendek. Untungnya, Batu Pemurnian berhenti karena tersangkut di rumput liar dekat tebing.
'Akan jadi masalah besar jika itu jatuh'
Aku berpikir begitu ketika akan mengambil Batu Pemurnian, tapi
FLAP-!
Bersama dengan suara kepakan sayap yang kuat, ada bayangan diatas kepalaku. Ketika aku menengok ke atas, monster yang memisahkan diri dari kelompoknya, berada tepat diatasku.
'Tidak!'
Aku telungkup diatas Batu Pemurnian dan meringkukkan tubuhku.
FLAP-!
FLAP! FLAP!
'I-itu sakit!'
Sakit rasanya karena aku diinjak, tapi aku tidak menyerah.
"Nona Elliotte!"
"Nona Muda!"
Prajurit bergegas ke arah sini. Prajurit yang datang berlari menyerang monster terakhir yang tersisa.
WOOSH!
Bersamaan dengan suara itu, kapak yang melayang berputar menembus satu sisi sayapnya. Dengan menjeratnya, monster itu diseret ke bawah dengan rantai prajurit yang bergerak dalam barisan yang sempurna.
BANG! BOM! BOM! BANG-!
Suara ledakan terdengar dan monster itu hancur berkeping-keping seperti sebelumnya. Baru saat itulah aku melepaskan napas yang kutahan
'a-aku selamat'
Tepat dibelakangku ada tebing, dan diatas ada monster besar. Kalian tidak tahu betapa menakutkannya, aku bisa mati kapan saja disini.
Enzo dengan cepat membantuku berdiri. "Apakah anda baik-baik saja?"
Setelah itu Ayah datang dengan langkah cepat yang menakutkan. Wajahnya kaku dan mengeras. "Kau, apa yang kau-!"
Dengan tangan gemetar, aku mengulurkan Batu Pemurnian yang kupeluk.
"saya tangkaap"
"...."
"Benda yangg ayah bwutuhkan, saya mwenangkapnya"
"...."
"Sekawang saya tidak ganggu kan...?"
Dengan wajah pucat pasi, aku tertawa, Hehe
"...."
"...."
"...."
Orang-orang disekitar-ku tidak bisa mengatakan sepatah katapun saat melihatku, yang tubuh dan wajahnya kacau balau.
Mata ayah bergetar. Dengan gigi terkatup dan lutut ditekuk, dia mengulurkan tangannya.
Aku mengulurkan tanganku untuk memudahkannya mengambil Batu Pemurnian.
Namun apa yang sebenarnya dia raih adalah, "anak bodoh"
-itu aku.
Kebingungan, aku hanya mengedipkan mataku.
Karena aku tidak pernah dipeluk oleh orang seperti ini, tidak sekali pun. Itu adalah hal yang tidak diingat pernah terjadi bahkan dalam kehidupan Yoo Hyemin.
Jadi.
"Hueeee.....".
Air mata mengalir keluar.