Chapter 9 - Penculikan

Setelah mengantarkan Katherine kembali ke dunia manusia, Damian kembali ke istananya. Auranya yang terpancar menunjukan betapa berkuasanya dia. Damian duduk di kursi kebesarannya seraya menopang dagu, menunggu seseorang datang kepadanya untuk melapor.

"Yang Mulia."

Ethan memberi hormat dengan kaki kirinya yang menekuk menyentuh karpet seraya menunduk dan tangannya menekuk di atas paha dan satunya di belakang punggung.

"Maaf Yang Mulia. Introgasi gagal. Ada yang menyusup ke dalam penjara dan membunuh mereka semalam." Lapornya.

Damian masih tenang di tempatnya. Matanya yang tajam menatap sosok Ethan di depan sana kemudian Damian melirik kearah Dean yang berdiri di sisi kanannya.

"Terus cari penghianat lainnya." Ucapnya pada Dean.

Dean menunduk "Baik Yang Mulia." Kemudian berjalan pergi.

Damian kembali menatap Ethan yang masih bersujud di hadapannya. Damian beranjak dari duduknya kemudian berjalan kearah Ethan.

"Kau tidak mungkin termasuk bagian dari mereka bukan?."

Ethan menunduk semakin dalam. "Saya masih mengingat sumpah setia saya pada Anda Yang Mulia. Saya tidak mungkin menghianati Anda."

Sumpah setia adalah di mana seseorang akan meminum darah dari Tuan nya untuk sebagai bukti kesetiaan. Seseorang yang meminumnya akan menerima kekuatan yang besar namun juga bisa menjadi racun jika berani berkhianat, sekalipun hanya sebuah niat kecil di hatinya. Si penerima akan terbakar bersama jiwanya dan tidak mungkin lagi untuk di bangkitkan.

"Tidak ada yang tidak mungkin Ethan."

Damian beranjak pergi dari sana setelah membalas ucapan Ethan. Meninggalkan Ethan yang kemudian berdiri. Dia menatap punggung Damian hingga menghilang di balik tembok sebelum akhirnya berjalan meninggalkan aula itu.

≈≈≈≈

Kaki Katherine telah sembuh total, hanya terlihat bekas luka nya saja di sana. Dia mengusap bekas luka itu kemudian ia teringat kembali pada kejadian yang ia alami beberapa hari yang lalu.

Dia tidak pernah menyangka akan terjadi hal seperti ini di hidupnya. Sungguh pengalaman yang mengerikan. Dia menoleh, mengambil sebuah buku berjudul 'Negeri Fantasi' di tulis oleh E.Varva.

Dia sudah membacanya dan baru saja menyelesaikannya tadi. Tempat dan jenis makhluk yang nya sama persis seperti yang Jessy ceritakan padanya waktu itu. Hanya saja tidak semuanya. Waktunya terlalu singkat untuknya mendengar cerita Jessy hingga selesai. Kemungkinan semua yang ada di buku ini juga ada di Negeri Arda.

"Damian Nyxe Callister. Bahkan namanya pun tertulis di buku." Gumam Katherine.

Mengingat nama itu Katherine jadi teringat kalau selama 2 hari ini Damian belum juga datang menemuinya padahal dia sudah berjanji. Tapi Katherine tidak masalah, malahan ia memiliki banyak waktu untuk semakin mengenal dunia tempat tinggal pria itu dari buku karya E.Varva ini.

Dari mana dia mendapatkannya?. Jelas dari sahabat baiknya. Siapa lagi kalu bukan Allan.

2 hari lalu dia sudah mencari informasi di internet dan bertanya pada Hanah dan Allan. Sayang nya Hanah tidak tahu dan tidak punya buku seperti itu, namun beruntungnya Allan memiliki satu buku yang Katherine cari. Pria itu bilang, itu adalah buku milik neneknya dulu. kemungkinan si penulis sudah sangat tua atau bahkan sudah tidak ada lagi.

Katherine segera meminta Allan untuk mengantarkan buku itu ke rumahnya di hari itu juga. Allan mengantarkannya dan tentunya Katherine mendapat pertanyaan yang membuatnya sedikit bingung untuk di jelaskan. Jadi dia hanya berkata bahwa dia hanya sedang sedikit tertarik saja.

Allan mengernyit tak yakin terutama ekspresi Katherine yang terlihat menyembunyikan sesuatu, namun Allan tidak menanyakannya lagi dan memilih untuk kembali ke rumah.

"SIAPA KALIAN."

Praang!...

Katherine terlonjak kaget. Terdengar suara teriakan Teresa dari lantai bawah di ikuti suara piring terjatuh. Katherine bergegas keluar dan di kejutkan oleh seorang pria berbadan besar yang berdiri di depan pintunya dan tiba-tiba menyeretnya turun. Dari arah belakang Katherine bisa mendengar suara Cassandra yang bertreriak ketakutan.

Bruk!

Katherine di lempar karah Teresa yang kini terduduk kaku di lantai. Matanya melebar namun tak bergerak sedikitpun. Terlihat pula pecahan kaca yang berserakan di dekat Teresa. Siapa mereka? perampok?.

Katherine menoleh kedepan bersamaan dengan Cassandra yang di lempar kearahnya. Gadis itu sudah menangis ketakutan. Meringkuk dan mencengkaram baju Katherine kuat.

Katherine memeluk Cassandra yang gemetaran. Tangan lainnya meraih tangan Ibunya yang terdiam kaku di tempatnya. Hangat, ibunya masih hidup kan?. Katherine marah namun juga takut.

"Yang mana yang harus kita bawa?." Ujar orang yang melempar Cassandra tadi.

"Bawa dua-duanya dan tinggalkan wanita tua itu." Ucap orang yang duduk menonton di sofa.

Kemudian kedua orang tadi kembali menyeret Katherine dan Cassandra. Membawanya keluar melalui pintu belakang sedangkan pria yang duduk di sofa itu berdiri, menendang Teresa hingga tersungkur di lantai sebelum berjalan menyusul.

Katherine bertriak histeris melihat ibunya di perlakukan seperti itu dan mencoba lepas dari cengkraman orang bertubuh besar yang menahannya.

"MOM. LEPASKAN DASAR BAJINGAN. MOM.. MOM.."

Sedangkan Cassandra kini sudah pingsan. Entah karena saking takutnya atau karena hal lain Katherine tidak melihatnya karena dia tengah fokus pada ibunya di dalam.

Mereka berdua di bawa kedalam hutan bersalju. Terus masuk ketengah hutan. Katherine menatap pria yang berjalan di sampingnya dengan bengis. Ingin rasanya ia menendang wajah brengsek itu.

Tangan Katherine terus bergerak mencoba melepaskan diri tapi hanya rasa sakit yang ia dapatkan. Terbuat dari apa tangan orang ini? Tangan yang menahannya bahkan tidak bergerak sedikitpun.

"Apa yang kau lakukan pada ibuku?." Katherine marah, sangat marah saat ini.

"Tenang Nona. Ibumu tidak akan mati. Dia hanya terkena sedikit sihir."

"Sihir? Apa maksudmu?. Dasar bajingan." Katherine memaki.

"Sebagai seorang manusia kau cukup berani Nona."

Katherine mendelik melihat senyuman biadap pria itu yang menunjukan kedua taringnya yang mencuat keluar. Katherine bahkan melupakan mata merah orang-orang itu yang berwarna merah menyala. Sialan. Bangsa Vampir? Bagaimana bisa?.

Katherine mendongak. Tidak ada matahari. Pantas saja mereka dengan santainya berjalan di sing hari bolong seperti ini. Kemudian Katherine menoleh kearah Cassandra yang di panggul oleh pria satunya. Dia menatap nanar gadis itu. Kenapa keluarganya juga harus terlibat.

Berjam-jam mereka berjalan dan akhirnya mereka berhenti. Katherine menatap bangunan tua yang ada di depannya. Sebuah rumah yang sudah hancur, menyisahkan puing-puing dan..

Oh sial. Katherine yakin itu adalah pintu masuk Negeri Arda. Seperti yang pernah Jessy ceritakan dan juga yang ada di dalam buku. Meskipun sulit di temukan tapi sebenarnya pintu masuk ke negeri Arda sangatlah banyak, tersebar di seluruh dunia dan memiliki bentuk yang berbeda-beda.

Katherine sangat ketakutan sekarang. Negeri Arda adalah tempat berbahaya untuk manusia. Tidak ada yang selamat setelah masuk ke sana sedangkan dirinya saat itu hanyalah sebuah keberuntungan, namun kali ini mungkin saja dia akan mati.

Katherine panik. Dia menoleh karah Cassandra yang masih di panggul kemudian terdiam memikirkan cara untuk melepaskan diri. Oh setidaknya Cassandra harus bisa bebas terlebih dulu.

"Tunggu." Katherine berseru membuat ketiga orang itu berhenti dan menatapnya.

"Aku akan ikut dengan kalian dengan sukarela tapi biarkan Sandra bebas."

Pria dengan rambut ikalnya itu menatap gadis yang di panggul bawahannya lalu kembali kearah Katherine yang menatapnya tanpa rasa takut. Pria itu menyeringai lalu memerintahkan anak buahnya untuk meninggalkan Cassandra di sana.

"Sama sekali tidak ada rasa takut. Menarik." Gumamnya kemudian kembali berjalan masuk kedalam sebuah pintu tua di depannya.

Katherine bernafas lega. Untunglah orang-orang ini mudah bernegosiasi.

"Cepat sadar dan pulanglah. Kau harus baik-baik saja." Katherine berucap dalam hatinya seraya menatap nanar kearah Cassandra yang terbaring di tumpukan salju. Lalu pria yang mencekal tangannya kembali menyeret Katherine untuk segera masuk kedalam.