Setelah sadarkan diri, aku mendapati sedang berada di sebuah ruangan putih sama seperti tempat Dewi Loa, tapi bedanya di ruangan ini banyak puing-puing bangunan dan reruntuhan yang terbang di sekitar nya.
Aku mulai berdiri dan berjalan melewati puing-puing itu. Tak lama berjalan, aku sampai di sebuah rumah. Berbeda dengan bangunan disekitarnya yang sudah hancur, rumah ini terlihat utuh.
Karena penasaran, aku pun memutuskan untuk masuk kedalam rumah itu. Saat aku masuk, aku disambut oleh sebuah ruang tamu. Di ruangan itu terdapat beberapa perabotan seperti sofa, televisi, meja, rak buku, dan lain-lain.
Ruangan ini terlihat sama seperti ruang tamu milik ku saat masih di dunia yang lama. Di ruangan itu terlihat seorang wanita dengan rambut putih, dengan mengenakan gaun berwana abu-abu. Dia mengenakan sebuah mahkota dan memiliki sorot mata yang kosong.
Dia hanya duduk di sofa sembari mempoles pedang panjang yang berada di pangkuan nya.
"Selamat datang... Nian, namaku Natash... salam kenal.. " kata wanita itu sambil menyarungkan kembali pedang miliknya.
"Kau.. jadi kau sang dewi kehancuran... "
"Ohh... nampaknya kau sudah mengetahui siapa diriku.. pasti Loa menceritakan nya padamu. "
"Kenapa dewi kehancuran ada disini?, kenapa kau bisa memanggil ku kemari?."
"Nampaknya Loa tidak menceritakan bagian itu kepadamu. " Kata Natash, dia lalu bangkit dari sofa dan berjalan kearah ku. Setelah sampai dihadapan ku, dia mengulurkan pedang yang dia bawa kepadaku.
"Ini ambilah, pedang ini akan menunjukan kebenarannya nya kepadamu. "
Walaupun sedikit ragu, aku menerima tawarannya dan mengambil pedang itu. Pedang itu memiliki bentuk seperti katana dari jepang, dengan berbalut aura ungu disekeliling nya.
Setelah menyerahkan pedang itu kepada ku, dia lalu kembali duduk di sofa sambil menyurut teh di hadapannya.
"Sebenarnya apa tujuan mu memberikan ini kepada ku?, apakah kau coba menyuap ku untuk berpihak kepadaku?. Jika itu maumu aku tidak akan sudi. "
Mendengar itu, Natash sedikit tertawa.
"Ahahahha, mana mungkin. Aku hanya ingin menunjukan kebenarannya kepadamu, banyak sekali pahlawan seperti mu yang berkata sama seperti mu dan berakhir tragis. "
"Apa maksudnya..? "
"Aku disini hanya berusaha membantumu.. , aku tidak ingin melihatmu berakhir seperti orang-orang terdahulu yang dikirim disini. "
Dia meletakan gelas teh diatas meja, lalu mulai berbicara dengan nada serius.
"Aku tidak ingin kehilangan mu, karena kau terlalu istimewa untuk dilepas.. "
Aku menjadi semakin bingung, sebenarnya apa yang dimaksud oleh Natash. Orang spesial, Aku spesial?.
"Aku mengerti jika sekarang kau masi kebingungan, tapi kelak kau akan mendapatkan kebenarannya nya. "
Tiba-tiba jam weker yang ada di ruang tamu itu berbunyi.
"Ahh... sepertinya sudah waktunya untuk mu kembali. Aku akan memanggil mu lagi.. jika waktunya sudah tepat. "
Setelah itu ruangan tamu menghilang dengan perlahan ,meninggalkan ku sendiri di dimensi putih yang kosong.
"Nian... "
"Nian.. "
Aku mendengar suara Yukka memanggil manggil namaku. Disaat aku bangun, aku berada di klinik bersama para prajurit yang terluka.
Aku juga melihat Anastasia yang sudah siuman dan duduk disamping kasur ku bersama Aurora dan Yukka.
Melihat diri ku yang sudah sadar, Yukka langsung memeluk ku.
"Syukurlah kau baik baik saja Nian, aku sangat khawatir padamu. " Kata yukka sambil memeluk ku dengan erat.
"Cie.. cie... yang pacarnya khawatir ni ye... " ucap Anastasia.
"Heheh.. Yukka sudah dong, malu diliat banyak orang. "
"Ah... " Yukka melompat mundur dengan wajah yang memerah karena dia baru sadar jika banyak orang yang memperhatikan nya dari tadi.
Kami bertiga hanya tertawa melihat kelakuan Yukka.
Disaat aku ingin beranjak bangun untuk kembali ke penginapan, aku melihat pedang pemberian Natash yang berada di samping pedang pahlawan milik ku.
Aku menanyakan pada yang lain, bagaimana pedang itu ada disini. Dan mereka pun juga tidak tau.
"Jadi dewi Natash benar-benar ada, dan perkataan nya itu... apakah pantas dipercaya?. " gumamku dalam hati.
Tak ambil pusing untuk sekarang, aku mengambil kedua pedang itu dan menaruh nya di pinggang ku, lalu pergi menyusul mereka bertiga kembali ke penginapan.