Musim panas yang terik menyengat penduduk kota A. Udara panas membuat tubuh cepat gerah dan mudah kehausan.
Pendingin ruangan pusat perbelanjaan tak sanggup mengatasinya. Semangat pegawai dan pengunjung toko sedikit menurun oleh suhu tinggi hari ini.
Selama seharian Ling Chu tak henti-hentinya mengelap wajah dengan tisu. Wajahnya yang putih telah memerah dan terus berkeringat.
Jika ia tidak lupa membuat hadiah ulang tahun ibunya, Ling Chu benar-benar tidak mau datang kemari dengan cuaca sepanas ini.
Meski begitu Ling Chu puas dengan kado kecil yang baru dibeli. Anting perak berbentuk merpati dengan permata hijau zamrud.
Dia juga membeli satu set make up berukuran kecil yang sedang digandrungi banyak wanita tahun ini.
Dalam perjalanan menuju lobby, mata Ling Chu jatuh pada seorang wanita menangis keras di sudut terpencil pusat perbelanjaan. Wanita itu berkemeja putih dengan rok span, membawa amplop coklat.
Sekilas Ling Chu berpikir wanita itu telah gagal melakukan interview.
"Wah.. kenapa aku selalu tidak bisa melakukannya?! Apa aku sebodoh itu hingga mereka tidak mau melihatku?" kata wanita itu menangis sesenggukkan.
Pengunjung lain yang melihatnya berusaha menghindar atau berbisik tentang perilaku wanita itu dari kejauhan.
Ling Chu memandang wanita itu seperti bayangin pahit tentang dirinya yang gagal interview.
Ia baru lulus kuliah berjuang keras mencari pekerjaan namun selalu gagal dalam interview. Rasa kepercayaan dirinya terkikis saat kali gagal dalam wawancara.
Tak tinggal diam Ling Chu membeli secangkir minuman hangat di toko terdekat lalu membawanya ke hadapan wanita itu.
Awalnya wanita itu terlihat kebingungan, ia tetap menggenggam minuman yang diberikan Ling Chu.
"Kakak, jangan berkecil hati. Mungkin lowongan di sini bukan tempat yang cocok untuk kakak. Masih banyak pekerjaan yang bisa Kakak cari. Coba lagi sampai kakak dapat!" kata Ling Chu menyemangati wanita itu.
Wanita itu memerah malu, emosi yang berlebihan membuat otaknya sulit berpikir jernih hingga menangis di tempat umum.
"Ah, kamu benar, seharusnya aku tidak menangis seperti orang gila di sini" kata wanita itu dengan suara sengau menenggak minuman Ling Chu, melegakan tenggorokannya yang kering.
Setelah memulihkan tenaga, wanita itu berdiri merapikan setelannya yang sedikit kusut. Dengan tulus ia menggenggam tangan Ling Chu, "Terima kasih adik kecil, untuk minuman dan semangat yang kamu berikan padaku"
"Ya, sama-sama Kak"
Ling Chu mulai bertukar sapa dengan wanita itu, Shen Da Li. Mereka mengobrol di cafe sambil menunggu teman Shen Da Li datang menjemputnya.
Ternyata dia adalah asisten manajer dari perusahaan teknologi yang sedang naik daun.
Shen Da Li berulang kali gagal saat negosiasi dengan perusahaan yang diincar membuatnya frustasi hingga menangis liar di sudut pusat perbelanjaan.
"Aku tidak berpikir bahwa mantan sahabatku adalah pemimpin perusahaan yang aku incar. Dia benar-benar mempersulitku mendapat persetujuan perusahaannya" kata Shen Da Li yang frustasi mengaduk minumannya.
Sesaat telinga Ling Chu merah, dia salah paham mengira Shen Da Li kesulitan mencari pekerjaan.
Ling Chu mengangguk sebagai pendengar yang baik, ia mendengarkan segala keluh kesah Shen Da Li.
Waktu berlalu cepat, kurang dari sejam teman Shen Da Li datang. Sebelum berpisah mereka bertukar nomor ponsel sebagai tanda pertemanan.
"Xiao Chu jika kamu ada masalah segera hubungi aku. Aku pasti akan membantumu!" ucap Shen Da Li dengan bersemangat. Dia sangat senang bertemu orang sebaik Ling Chu.
Ling Chu tersenyum mengangguk setuju, "Kalau begitu aku akan merepotkan Kakak Shen"
Tak disangka sudah menjelang sore, mobil kediaman Ling telah lama menunggu. Ling Chu meminta maaf pada supir karena keterlambatannya.
Ling Chu tiba saat gelap namun kediaman keluarga Ling terang benderang oleh dekorasi lampu untuk perayaan ulang tahun ibu Ling.
Bisa dilihat Ayah Ling sangat mencintai Ibunya. Dengan murah hati mendandani kediaman mereka sesuai estetika Ibu Ling.
"Nona muda, akhirnya anda kembali" kata pengasuh Ong yang merawat Ling Chu dari kecil. Dia menyambut hangat kepulangan Ling Chu.
Pintu ruang tamu terbuka lebar, seorang pelayan muda berinisiatif mengambil belanjaan Ling Chu ke dalam kamar pribadinya, "Bibi Ong, di mana Ayah dan Ibu?"
"Oh, Tuan dan Nyonya ada di ruang makan. Apa Nona ingin makan malam?" jawab pengasuh Ong.
"Ya, aku akan kesana"
Berjalan menuju ruang makan, langkah Ling Chu terhenti saat mendengar tawa pria familiar yang dia ingin jauhi. Dia berhenti tepat sebelum memasuki ruang makan.
Wajah Ling Chu menggelap dengan cepat berbalik ingin meninggalkan ruang makan sebelum semua orang menyadarinya.
"Nona muda, ada apa? Anda tidak jadi makan malam?" tanya pengasuh Ong yang berada di belakang Ling Chu.
Segera ruang makan menjadi sunyi, Ibu Ling keluar mendatangi putri kesayangannya dengan antusias.
"Sayang, kamu kembali. Ibu sangat merindukanmu. Kenapa kamu baru pulang?" Tanya Ibu Ling memeluk Ling Chu.
"Ibu, aku membeli hadiah untukmu. Aku memilih dengan hati-hati, tak sadar sudah sore" kata Ling Chu terus terang.
"Benarkah? Ibu tak sabar melihatnya besok" Ibu Ling sangat bahagia saat mendengar hadiah putrinya.
Dia menarik Ling Chu ke dalam ruang makan, "Bibi Ong dan Bibi Hwa memasak tumis daging jamur favoritmu"
Ibu Ling memaksa Ling Chu duduk di kursi kosong sebelah Guo Chen.
Kursi di ruang makan dalam berbeda dengan ruang makan di aula yang bisa menampung 30-40 orang. Bangku ruang makan dalam tidak lebih dari 6 orang.
Kebetulan kursi yang satu lagi menghilang entah kemana. Hanya tersisa kursi di sebelah Guo Chen. Ling Chu tidak memiliki alasan pindah posisi duduk.
Tapi tatapan panas dari Ling Yao tidak bisa ia abaikan. Wanita gila itu pasti cemburu karena dia duduk di sebelah Guo Chen.
Ling Chu tidak ingin menimbulkan pertikaian yang ke-XX tahun ini. Dengan bijak menggeser kursinya menjauh dari Guo Chen.
Melihat tindakan sengaja Ling Chu, Ling Yao mendengus pelan. Lanjut makan dengan tenang.
Guo Chen menyadari Ling Chu menjauh darinya oleh suatu alasan. Dia meletakkan daging di mangkuk Ling Chu, "Makan, ini bagian kesukaanmu"
Daging yang di letakkan Guo Chen adalah bagian daging favorit Ling Chu. Tekstur daging paling kenyal dan lembut saat digigit.
Ling Chu tidak menghargainya, dia tidak lupa bahwa Guo Chen berbohong kemarin. Dia berkata dengan nada yang tak ramah, "Makasih"
Guo Chen membeku sesaat tidak mengerti mengapa Ling Chu kesal. Ia hanya tersenyum kecil.
Guo Chen memisahkan tulang dan daging ikan. Meletakkan sepotong ikan rebus masuk dalam mangkuk Ling Yao.
Lengkung sudut bibir Ling Yao sedikit naik, dia dengan tulus tersenyum pada Guo Chen.
Kedatangan Ling Chu yang tiba-tiba membuat suasana hatinya getir. Ling Yao tidak nafsu makan tapi tetap mengambil sesuap kecil ikan rebus yang dipilah Guo Chen untuknya.
"Haha.. Xiao Chen paling tahu kesukaan putriku. Ayo makan lebih banyak" kata Ayah Ling yang gembira melihat kedua putrinya akur dengan Guo Chen.
"Sayang, cicipi ini. Ibu memasaknya untukmu" Ibu Ling menyodor tumis kangkung pedas pada Ling Chu.
Mata Ling Chu berbinar, cukup antusias dengan menu makanan malam ini. Sayang sekali, sebagian besar perut Ling Chu penuh akibat makan dan minum di pusat perbelanjaan.
Ling Chu makan dengan lambat, dia sedikit menyesal makan terlalu banyak di luar.
Setelah makan malam Ling Chu meninggalkan lainnya yang pergi ke ruang tamu. Sampai di kamar tidur, Ling Chu membersihkan tubuh lalu merebahkan diri ke kasur.
Ding!
'Xiao Chu, kamu main game DG?'
Guo Yan mengirimkan screenshot akun game milik Ling Chu. Dengan mudah nama akunnya dikenali Guo Yan.
Ling Chu : 'Ya, mau main bersama?'
Guo Yan : 'Oke, cepat log in'
Ling Chu bermain game dengan Guo Yan hingga tengah malam, bulu matanya menyipit terus menerus.
Dia tertidur meninggalkan Guo Yan yang masih dalam permainan.
Pemberitahuan chat tim bahwa Ling Chu afk membuat Guo Yan mengumpat dalam hati.
Anggota yang seharusnya lima orang sekarang menjadi empat orang. Guo Yan dan timnya harus bekerja keras karena ulah Ling Chu.
Lima belas menit kemudian Guo Yan mengirim pesan, 'Jika kamu mengantuk bilang dari awal! Jangan meninggalkan permainan tiba-tiba' dengan stiker memukul kepala orang.
Ling Chu yang tertidur pulas, tentu tidak merespon pesan Guo Yan tapi pesan Guo Yan terbaca dari ponsel Ling Chu.
Seseorang mematikan ponsel Ling Chu dan meletakkannya di meja kecil samping tempat tidur.
Tidak ada ekspresi pada wajah Guo Chen, mata phoenixnya terlihat acuh tak acuh pada pesan yang kirim Guo Yan.
Guo Chen memandangi Ling Chu yang tertidur dengan postur tidak nyaman. Pria itu menatap perut putih lembut dibalik piyama yang terangkat.
Mata Guo Chen menghangat, tidak peduli apa yang dilakukan Ling Chu akan membuat hatinya berdebar kencang.
Ada rasa keterikatan kuat dalam diri Guo Chen setiap kali melihat gadis ini.
Guo Chen tidak dapat memahami perasaan itu. Tapi ia tahu betapa pentingnya kehadiran Ling Chu dalam hidupnya.
Perlahan Guo Chen naik kasur Ling Chu, ia tidak ingin membangunkan kucing kecilnya atau dia akan terluka.
Meraih pinggang ramping Ling Chu dan menyeretnya lebih dekat ke sisi Guo Chen.
Tubuh Ling Chu tidak semungil Xie Ran dan tak setinggi Ling Yao. Ling Chu sangat pas untuk dipeluk Guo Chen.
Meletakkan telapak tangannya ke dalam pakaian Ling Chu. Menyentuh kehangatan melalui kulit ke kulit, ia mengusap pelan perut kecil Ling Chu yang lembut.
Reflek tubuh Ling Chu gemetar sejenak namun tidak membangunkannya dari mimpi.
Guo Chen lega kemudian mengendus aroma susu yang tercium dari rambut Ling Chu.
"Akhirnya kita berdua" bisik Guo Chen dengan suara rendah dan lebih lembut dari biasanya.
Sudah lama Guo Chen tidak berduaan dengan Ling Chu. Bagi Guo Chen saat ini adalah moment langkah yang ia tunggu-tunggu.
Menatap bibir manis Ling Chu yang mencolok dalam kegelapan. Ia ingin mencicipi manisnya bibir kecil itu.
Guo Chen secara alami mengecup bibir Ling Chu. Dia menahan kerakusannya untuk memakan Ling Chu.
Guo Chen mengencangkan lengan perlahan-lahan agar tak mengusik tidur Ling Chu dalam pelukannya. Ia menikmati wajah damai kucing kecil yang tertidur.
"Jika bukan karena perjanjian dengan lelaki tua, aku pasti akan memilihmu"
Ling Chu merasakan aroma mint menyegarkan berada di sekeliling. Memberi perasaan segar dan hangat pada tubuhnya.
Tanpa sadar Ling Chu menangkap sumber panas itu agar tidak hilang. Ia menguburkan kepalanya ke dalam dada bidang Guo Chen.
Guo Chen tersenyum tak berdaya mengusap helaian rambut Ling Chu yang berantakan, "Selamat malam Xiao Chu"