Matahari sudah mulai terbit dari arah timur, cahayanya sudah mulai menyinari bumi ini. Langit sudah terang, terdengar suara kicauan burung pipit begitu merdu serta terdengar suara ayam berkokok yang begitu nyaring. Menandakan pagi telah tiba, saatnya untuk melakukan produktivitas.
Hari ini hari senin, yang dimana itu berarti minggu baru telah tiba. Lembaran baru datang untuk membuat kenangan baru dalam kehidupan. Semoga saja kehidupan di minggu ini lebih baik atau bahkan lebih buruk dari sebelum, semoga saja Tidak.
"Nak bangun..." ucap seorang wanita yang terlihat sudah berumur dengan lembut.
"__" hening. Tak ada jawaban.
"ZIA BANGUN!! INI SUDAH SIANG," ucap wanita tadi dengan sedikit berteriak atau mungkin bukan sedikit, karena suaranya menggema keseluruh rumah.
"Hmm iya mam," ia menjawab pelan, namun masih dalam posisinya.
"Setelah selesai mandi segera sarapan," ucap wanita tadi sambil meninggalkan kamar.
Tak berselang lama ia pun bangun "ASTAGA, sudah jam segini," ucapnya sambil melihat jam. Ia buru-buru langsung mengambil handuk untuk mandi, masuk kedalam kamar mandi dan mandi.
Ya, dia bernama Zia Naavaila Anderson anak satu satunya(tunggal) dari Mike Anderson dan Chesta Shaveena Anderson. Ayahnya pemilik Anderson company sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga pada umumnya.
Mereka bisa dibilang orang kaya,mungkin bukan bisa tapi memang karena perusahaannya itu bukan hanya satu tapi banyak, mungkin 50 atau 65 ntahlah berapa banyak. Perusahaannya tersebar di seluruh dunia, WOW keren kan.
- Di dalam kamar mandi
"Hai, cantik juga diriku haha," ucap Zia memuji diri sendiri sambil memandang kaca dan tertawa kecil.
'Argh jangan memuji diri sendiri terus ini sudah siang, bisa-bisa ku terlambat,' batinku berbicara.
"Byurr... Byurr...," Zia pun buru-buru mandi agar tidak terlambat.
Beberapa menit kemudian ia pun bergegas untuk berangkat sekolah bersama papahnya memakai mobil Lamborghininya, pastinya setelah sarapan.
"Mamah aku jalan dulu yaa," ucap Zia sambil mencium punggung tangan mamahnya.
"Mama cantik, papah jalan dulu yaa," ucap papa sambil menyalakan mobil.
"Iyaa, hati-hati ya Zia, papah," ucap mamah tersenyum sambil melambaikan tangan.
Mereka berdua membalas dengan lambaian tangan juga, tak lama kami pun berangkat.
"Brummm..... Brumm....," suara mobil yang semakin lama semakin menjauh dari rumah untuk menuju ke sekolah.
Setelah beberapa saat kemudian jalan menjadi sangat macet padahal sekolah sebentar lagi sampai.
"Tinn... Tinn...," suara klakson mobil terdengar dimana-mana membuat bising, mungkin mereka buru-buru juga.
Papa pun bertanya ke mobil sebelah, menanyakan apa yang sedang terjadi.
"Pak sedang terjadi apa di depan sana?"
"Tadi ada yang bilang sedang terjadi kecelakaan pak," tutur pria paruh baya sambil menunjuk-nunjuk kedepan.
"Ouh baik terima kasih," jawab papah sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian pria paruh baya itu pun membalas dengan anggukkan juga.
"Gimana dong pah? Bisa-bisa ku telat," tanya Zia merengek sambil mengusap mata seperti orang sedang menangis.
"Apa aku jalan aja ya pah? Udah deket ko pah," ucapnya lagi sambil menopang pipinya dengan jari telunjuk.
"Kamu memang berani sayang?" jawab papah ragu.
"Berani ko pah," ucap Zia percaya diri.
"Ya udah kalo gitu, hati-hati ya. Jangan lupa kabarin papah sama mamah klo sudah sampe sekolah," jawab papah agak khawatir.
"Siap pah, papah hati-hati juga ya. Dah," ucap Zia sambil membuka pintu mobil menuju keluar.
"Dahh," jawab papah pelan.
Zia terus berlari kecil meninggalkan mobil dan papah pun masih menatap kepergian anaknya hingga ia benar-benar sudah tak terlihat lagi.