Chapter 22 - Ch 22

Di dalam gudang terpencil itu, keheningan hanya dipecahkan oleh suara napas dan gemerisik pakaian. Cahaya redup dari lilin-lilin yang menyala di sudut ruangan menciptakan bayangan-bayangan panjang di dinding, menambah suasana magis yang misterius. Riveria berdiri tegak di satu sisi ruangan, mata tertutup rapat dan napasnya teratur. Sementara itu, Shirou berdiri di seberang, mempersiapkan dirinya untuk menguji batas barunya di level 3.

Riveria tampak serius, memusatkan seluruh perhatian dan energinya untuk melatih mengaktifkan magic circuit. Dia membayangkan akar pohon yang menembus tanah, mencapai jauh ke dalam bumi, mencoba merasakan od yang mengalir di dalam tubuhnya. Dia bisa merasakan ada sesuatu di sana — sesuatu yang lembut, hampir seperti bisikan, tapi tetap sulit untuk diraih sepenuhnya.

Shirou, di sisi lain, mengatur napasnya dengan tenang. Ia merasakan kehangatan yang berbeda dalam tubuhnya, Falna sihir yang dianugerahkan oleh Loki sejak bergabung dengan Familia. Ada perasaan aneh saat dia menyadari bahwa energi ini, yang berbeda dari od yang ia miliki sebagai seorang magus, bisa diubah menjadi Prana. Ia memejamkan mata, memusatkan pikirannya pada pengubahan energi ini.

"Baiklah, mari kita coba," gumam Shirou dengan suara rendah, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia mengangkat satu tangan, menutup matanya, dan memfokuskan pikirannya pada Falna yang ada di dalam dirinya. Perlahan, ia mulai mengalirkan energi itu, mengubahnya menjadi Prana seperti yang biasa ia lakukan dengan od. Seolah mengikuti instruksi yang sudah tertanam dalam dirinya, dia mulai merapalkan mantra dengan penuh konsentrasi.

"Trace... on."

Garis-garis biru bersinar samar muncul di sekitar tangan dan lengan Shirou, menandakan aliran Prana yang mengalir deras melalui magic circuit-nya. Ia mulai membayangkan satu per satu pedang sihir dalam pikirannya, menggambar setiap detail dengan presisi yang luar biasa.

Riveria melirik sedikit dengan rasa ingin tahu, melihat apa yang dilakukan Shirou. Dia merasa kagum dan sedikit cemas melihat cahaya biru yang semakin terang di sekitar tangan Shirou. "Apa yang kau lakukan, Shirou?" tanyanya pelan, tak ingin mengganggu konsentrasinya.

Shirou tidak menjawab langsung. Dia fokus, mengabaikan semua suara di sekitarnya. Dalam pikirannya, ia menggambar ulang setiap pedang yang pernah dilihatnya, setiap pedang yang pernah disentuh oleh tangan-tangannya. Energi Falna yang diubah menjadi Prana terasa berbeda, lebih kuat, lebih stabil daripada apa yang biasa ia rasakan.

"Satu… dua… tiga…" Shirou mulai menghitung pelan. Pedang-pedang sihir muncul satu per satu di sekelilingnya, seperti cahaya yang muncul dari bayangan. "Sepuluh… lima belas… dua puluh…"

Riveria menatap dengan mata melebar, kagum melihat jumlah pedang yang muncul semakin banyak. "Ini… ini luar biasa…!" katanya tanpa sadar.

Shirou melanjutkan, aliran energi terasa lancar. "Dua puluh lima… tiga puluh…" Dia bisa merasakan bahwa tubuhnya lebih kuat, lebih mampu menahan beban energi yang digunakan. Falna sihir yang diberikan oleh Loki sungguh membawa perbedaan besar.

"Tiga puluh lima… empat puluh…" Shirou mengerahkan lebih banyak energi, mulai merasakan batasnya, tapi dia ingin tahu seberapa jauh dia bisa melangkah. "Empat puluh lima… lima puluh."

Akhirnya, lima puluh pedang sihir muncul di sekitar Shirou, membentuk lingkaran sempurna di udara. Setiap pedang bersinar dengan cahaya biru yang sama, menampilkan detail-detail yang akurat hingga ke tiap lekukan bilahnya. Shirou membuka matanya, melihat pedang-pedang yang mengelilinginya, tersenyum puas.

Riveria hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Lima puluh pedang? Kau… kau bisa memanggil sebanyak ini?"

Shirou mengangguk pelan, sambil menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan tubuhnya setelah penggunaan energi yang begitu besar. "Iya… sebelumnya, tanpa Falna, aku hanya bisa memanggil sepuluh sebelum kehabisan Prana. Tapi sekarang… dengan Falna, batasanku jauh lebih tinggi."

Riveria mendekat, melihat lebih dekat pada salah satu pedang. "Luar biasa… ini bukan hanya tiruan kasar. Pedang-pedang ini… rasanya seperti pedang asli. Kekuatan ini… kau benar-benar menembus batasanmu."

Shirou tersenyum sambil mengangkat bahu. "Aku hanya memanfaatkan apa yang kumiliki sekarang. Falna ini memberiku kemampuan untuk mengubah energi dengan lebih efisien. Tapi aku masih harus belajar banyak tentang batasanku yang baru."

Riveria mengangguk, tatapannya penuh rasa kagum. "Kau benar-benar sosok yang luar biasa, Shirou. Dengan ini, kau semakin kuat."

Shirou tertawa kecil, menyadari tantangan yang menantinya. "Semoga saja begitu. Tapi, untuk sekarang, mari kita lanjutkan latihanmu. Aku ingin melihat bagaimana perkembanganmu dalam mengaktifkan magic circuit."

Riveria mengangguk dengan semangat, kembali memusatkan pikiran dan energinya. Latihan terus berlanjut, dan gudang itu dipenuhi dengan suara-suara penuh semangat dari dua sosok yang berdiri di tepi batas kekuatan baru mereka, siap untuk menembus lebih jauh lagi.

Selesai latihan subuh, Riveria dan Shirou berjalan kembali ke mansion. Cahaya matahari pagi mulai menyelinap melalui pepohonan di sekitar mansion, menyorotkan sinar lembut yang membuat suasana terasa lebih tenang. Keduanya tampak puas, meski sedikit kelelahan setelah latihan intens yang baru saja mereka lakukan.

"Terima kasih atas latihan hari ini, Shirou," kata Riveria dengan senyum tipis di wajahnya. Ada kegembiraan yang tampak jelas, mengingat dia telah membuat kemajuan kecil dalam usahanya mengaktifkan magic circuit.

Shirou tersenyum sambil mengangguk. "Tidak masalah, Riveria. Aku senang bisa membantumu. Kita bisa mencoba lagi besok, jika kau mau."

Riveria mengangguk penuh semangat. "Tentu. Aku akan datang lagi besok subuh."

Mereka tiba di pintu depan mansion, dan Shirou melangkah lebih cepat menuju dapur. Pagi itu, seperti biasa, adalah waktunya untuk menyiapkan sarapan bagi seluruh anggota Loki Familia. Dalam waktu singkat, aroma makanan mulai menyebar dari dapur — bau harum roti panggang, telur goreng, dan sup hangat yang menggugah selera.

Di ruang makan, satu per satu anggota Familia mulai berkumpul. Finn, sebagai kapten Loki Familia, duduk di ujung meja panjang dengan wajah yang tenang namun serius. Dia menunggu hingga semua anggota berkumpul sebelum mulai berbicara. Di sebelahnya, Tiona dan Aiz duduk dengan cemas, tahu bahwa ada sesuatu yang penting akan diumumkan pagi ini.

Setelah semua anggota duduk dan menikmati sarapan yang telah disiapkan Shirou, Finn mengangkat tangannya untuk menarik perhatian semua orang. "Baiklah, semuanya, aku ingin menyampaikan sesuatu yang penting mengenai kegiatan kita selanjutnya."

Semua mata tertuju pada Finn. Ada sedikit kegugupan di antara anggota Familia, terutama ketika Finn berbicara dengan nada serius seperti ini. Finn menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan.

"Kita akan mengadakan ekspedisi baru dalam waktu dekat," Finn mengumumkan, suaranya mantap. "Tujuan utama kita adalah untuk mendapatkan lebih banyak valis."

Terdengar suara bisik-bisik dan gumaman di antara anggota Familia. Ekspedisi berarti usaha keras dan juga bahaya. Namun, mereka semua tahu bahwa dengan keberanian dan kekuatan mereka, peluang untuk mendapatkan harta karun di dungeon selalu ada.

Finn melanjutkan dengan nada lebih ringan, "Aku tahu beberapa dari kalian memiliki hutang yang perlu segera dilunasi." Dia tersenyum tipis, tatapannya mengarah langsung ke Aiz dan Tiona yang duduk di sebelahnya.

Aiz sedikit menundukkan kepala, wajahnya memerah. "Maaf... itu karena pedang yang aku hancurkan saat Monsterphilia," gumamnya pelan, namun masih cukup keras untuk didengar semua orang di ruangan itu.

Tiona tertawa kecil, mencoba membuat suasana lebih ringan. "Dan aku juga… aku berhutang setelah membeli Urga II," katanya sambil mengangkat bahu. "Tapi hei, itu senjata yang bagus!"

Finn tersenyum mendengar candaan Tiona. "Ya, kita semua tahu itu," jawabnya. "Tapi tetap saja, hutang adalah hutang. Kita harus mencari cara untuk melunasinya. Itulah mengapa kita akan mengadakan ekspedisi ini."

Bete, yang duduk di seberang Tiona, menyela dengan suara kasar. "Jadi, ini hanya tentang uang? Apakah itu berarti kita akan menghindari lantai-lantai yang lebih dalam?"

Finn menatap Bete dengan pandangan tenang namun tajam. "Tidak sepenuhnya," jawab Finn. "Kita tetap akan menjelajahi area baru dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Tapi kita perlu fokus pada tujuan utama kita kali ini, yaitu mendapatkan valis."

Loki, yang sejak tadi diam di sudut ruangan, tiba-tiba tertawa kecil. "Haha! Aku tahu kalian bisa menyelesaikannya! Lagipula, Aiz dan Tiona, kalian tidak ingin reputasi kalian ternoda karena hutang, kan?"

Tiona mengangguk dengan senyum lebar. "Tidak, tentu saja tidak, Loki-sama! Aku akan bekerja keras, seperti biasa!"

Aiz hanya mengangguk pelan, dengan tekad di matanya. "Aku akan melakukan yang terbaik."

Shirou, yang diam-diam mendengarkan sambil menyiapkan makanan, menyadari bahwa ekspedisi ini bisa menjadi kesempatan baik baginya untuk menguji kekuatannya yang telah dicapainya sejak level up terakhir. Namun, dia juga merasa bahwa ini bisa menjadi tantangan besar, terutama jika mereka menjelajahi lebih jauh ke dalam dungeon.

Finn menyelesaikan pengumumannya dengan nada penuh semangat, "Jadi, bersiaplah semuanya! Kita akan berangkat dalam tiga hari. Pastikan kalian sudah siap dengan semua persiapan yang diperlukan."

Anggota Familia mulai berdiskusi di antara mereka, merencanakan apa yang harus mereka bawa dan mempersiapkan diri untuk ekspedisi mendatang. Shirou kembali ke dapur, memastikan makanan pagi ini cukup untuk semua orang yang bersemangat.

Di tengah keramaian, Aiz mendekati Shirou. "Shirou, terima kasih untuk sarapannya. Kau juga akan ikut ekspedisi, bukan?"

Shirou tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja, Aiz. Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini."

Aiz tersenyum kecil. "Baik. Aku senang kau ada di sini."

Mereka saling bertukar pandang sejenak, sebelum Tiona dengan penuh semangat menyeruak di antara mereka. "Hey, Shirou! Kalau kita menang banyak di ekspedisi ini, mungkin aku bisa belikanmu Urga III!" katanya sambil tertawa.

Shirou tertawa, "Aku akan menerima tawaran itu dengan senang hati."

Suasana di meja makan Loki Familia menjadi semakin meriah, dipenuhi dengan semangat dan canda tawa anggota-anggotanya yang siap untuk menghadapi tantangan baru.

Sore itu, suasana di Orario terasa tenang setelah keramaian pagi hari. Shirou memutuskan untuk memanfaatkan waktu senggangnya untuk mempersiapkan diri menghadapi ekspedisi mendatang. Dia menuju sebuah toko perlengkapan petualang yang terkenal di kota, tempat di mana berbagai macam perlengkapan untuk dungeon dan petualangan dijual.

Di dalam toko, Shirou mencari tas besar yang bisa digunakan oleh seorang supporter. Meskipun dia tahu tas tersebut tidak akan dipakai selama ekspedisi, dia masih merasa perlu untuk membelinya. Tas itu akan berfungsi sebagai alat penyamaran yang efektif ketika dia berada di permukaan, terutama jika dia bertemu dengan anggota Familia lain di Dungeon.

Shirou memasuki toko dan disambut oleh berbagai macam perlengkapan yang dipajang di rak-rak. Ia mulai menjelajahi bagian tas dan perlengkapan untuk supporter. Matanya tertuju pada sebuah tas besar berwarna hitam yang terlihat kuat dan cukup besar untuk membawa banyak perlengkapan.

"Hmm, tas ini tampaknya cocok," gumamnya sambil memeriksa tas tersebut lebih dekat. Ia melihat tas itu dilengkapi dengan banyak kantong dan strap yang bisa disesuaikan, menjadikannya ideal untuk membawa berbagai macam perlengkapan dan bahan-bahan dari dungeon.

Sementara dia sedang memeriksa tas, seorang pria penjaga toko menghampirinya. "Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu dengan ramah.

Shirou menoleh dan menjawab, "Sore. Saya sedang mencari tas besar untuk supporter. Yang ini tampaknya bagus. Bisakah saya mencobanya?"

Pria penjaga toko mengangguk. "Tentu saja. Tas itu adalah salah satu model terbaru kami. Dirancang khusus untuk supporter dengan kapasitas yang cukup besar."

Shirou memeriksa tas tersebut dengan seksama dan merasa puas dengan kualitas dan ukuran tas itu. "Saya akan ambil tas ini. Saya juga ingin menanyakan beberapa perlengkapan tambahan untuk supporter. Apa saja yang Anda rekomendasikan?"

Penjaga toko segera menjelaskan berbagai perlengkapan tambahan yang dapat berguna, seperti botol air, obat-obatan, dan perlengkapan pertolongan pertama. Shirou membeli beberapa perlengkapan tambahan tersebut untuk memastikan dia siap dalam situasi apapun.

Setelah pembayaran selesai, Shirou mengangkat tas besar itu dan meninggalkan toko. Saat dia berjalan pulang, dia merenungkan rencananya. Dia berencana untuk menggunakan tas ini sebagai bagian dari strateginya untuk menyamar sebagai supporter lemah berlevel satu ketika berada di permukaan atau ketika dia berpapasan dengan anggota Familia lain di Dungeon.

Sesampainya di rumah, Shirou memeriksa tas dan perlengkapan yang baru dibelinya. Dia memutuskan untuk menyimpan tas besar ini di tempat yang aman di kamarnya dan hanya akan menggunakannya pada saat yang tepat. Dalam pikirannya, dia membayangkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi dan bagaimana cara terbaik untuk menjaga identitasnya tetap tersembunyi.

Keesokan harinya, saat dia bersiap-siap untuk ekspedisi, Shirou memeriksa tasnya lagi dan memastikan semuanya dalam keadaan baik. Ia juga menyusun rencana cadangan untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi di dungeon.

Dalam persiapan terakhirnya, dia mengingat percakapan dengan Riveria dan bertekad untuk menggunakan semua keterampilan dan pengetahuan yang dia miliki untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Sementara itu, dia juga merasa lega karena dengan tas tersebut, dia dapat menyamar dengan lebih baik dan memastikan bahwa dia tetap anonim ketika diperlukan.

Dengan tas besar di tangan dan perlengkapan yang telah siap, Shirou siap menghadapi hari ekspedisi yang akan datang dengan penuh keyakinan.

Aiz Pov

Aiz terlelap dalam tidurnya, namun malam itu mimpi-mimpinya dipenuhi dengan kenangan yang menyakitkan dan emosional. Dalam gelapnya mimpi tersebut, ia berdiri di tengah ruangan yang diliputi kabut tipis. Ruangan itu terasa akrab, seolah berasal dari masa lalu yang tidak pernah sepenuhnya hilang dari ingatannya. Di depan Aiz, ia melihat sosok kedua orang tuanya, Aria dan Albert Wallenstein.

Aria, dengan rambut pirang panjangnya yang berkilau lembut, dan Albert, dengan tatapan penuh kasih dan ketegasan, berdiri di depan Aiz. Mereka tampak cemas dan penuh kesedihan. Aiz mendengar suara ayahnya yang menggelegar namun lembut, penuh harapan.

"Aiz, kau harus pergi. Ini satu-satunya cara untuk menjaga keselamatanmu," kata Albert dengan nada tegas namun penuh kasih.

Aria menatap Aiz dengan mata penuh air mata. "Kau harus menjadi kuat, Aiz. Jangan biarkan kesedihan ini menghentikanmu. Ingatlah, kau akan menemukan seorang pahlawan yang hanya untukmu."

Kata-kata tersebut seolah menggema dalam pikiran Aiz, sementara suasana di sekitar mereka semakin suram. Mimpi itu berubah, dan kini Aiz melihat Shirou, sosok yang kini memiliki tempat khusus dalam hidupnya, bertarung dengan sengit melawan musuh yang kuat. Shirou tampak kelelahan namun tetap bertekad, melawan dengan segala kemampuannya.

Di tengah pertempuran, Aiz melihat Shirou terkena serangan kuat dan jatuh, darah mengalir dari tubuhnya. "Shirou!" teriak Aiz dalam mimpinya, berusaha untuk mendekat, namun tubuhnya seolah terikat dan tidak bisa bergerak. Shirou mengangkat pandangannya, melihat Aiz dengan tatapan penuh kasih dan kelelahan, sebelum akhirnya menutup matanya untuk selamanya.

Mimpi itu membuat Aiz terjaga dengan terengah-engah. Ia duduk di tempat tidur, tubuhnya bergetar dan keringat dingin membasahi dahinya. Hatinya berdebar kencang, dan matanya dipenuhi air mata. Ia menatap langit-langit kamar, merasa terjebak dalam kekhawatiran dan rasa bersalah yang mendalam.

"Kenapa… kenapa aku harus seperti ini?" bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya penuh dengan kemarahan dan kesedihan. "Kenapa aku selalu ingin dilindungi? Kenapa aku tidak bisa melindungi mereka yang aku sayangi?"

Aiz memukul tempat tidurnya dengan keras, merasakan rasa sakit emosional dan fisik bersatu dalam satu kepedihan. "Aku… aku tidak ingin kehilangan siapa pun lagi. Tidak seperti ini…"

Ia kemudian memikirkan kembali kata-kata ayahnya, "Kau akan menemukan seorang pahlawan yang hanya untukmu." Aiz merasa tertekan oleh harapan tersebut, seorang pahlawan telah datang menyelamatkannya. Akan tetapi dia berkorban besar untuk menyelamatkan Aiz. Dia merasa tidak layak dan terlalu lemah untuk memenuhi kata-kata tersebut. Ia merasa bersalah karena hanya menjadi beban bagi orang-orang yang ingin melindunginya.

Dengan napas yang masih berat, Aiz berusaha menenangkan dirinya. "Aku… aku harus lebih kuat. Aku tidak bisa terus seperti ini," tekadnya mulai membara di dalam dirinya. Ia berdiri dan memandang cermin di samping tempat tidurnya, bertekad untuk tidak membiarkan mimpi tersebut menjadi kenyataan.

"Aku akan menjadi kuat," ujarnya pada refleksinya sendiri. "Aku tidak akan membiarkan siapapun, termasuk Shirou, terluka karena aku."

Dengan tekad baru, Aiz berusaha untuk menenangkan pikirannya dan berfokus pada tujuan-tujuannya. Ia tahu bahwa dia harus menghadapi ketakutannya dan menjadi pahlawan untuk dirinya sendiri serta orang-orang di sekelilingnya.

Shirou Pov

Pagi itu, langit Orario masih berwarna jingga kemerahan ketika anggota Loki Familia bersiap-siap untuk memulai ekspedisi mereka. Shirou berada di barisan belakang, mengenakan pakaian sederhana yang membuatnya terlihat seperti seorang supporter pemula. Di punggungnya tergantung tas besar yang biasa digunakan oleh para supporter, penuh dengan berbagai persiapan dan perbekalan.

Di depan gerbang besar menuju Dungeon, Shirou melangkah dengan tenang, mengikuti rombongan yang sudah bersiap. Ia tahu, peranannya kali ini adalah untuk tetap berada di belakang, menyamar sebagai pendukung lemah berlevel satu, sementara kekuatan sebenarnya harus ia sembunyikan untuk menghindari perhatian dari familia-familia lain.

Saat mereka berjalan menuju pintu masuk, suara lembut memanggilnya dari arah keramaian. "Shirou!" Suara itu terdengar ceria namun penuh kekhawatiran. Shirou menoleh dan melihat Syr berlari kecil menghampirinya, wajahnya dihiasi senyuman hangat seperti biasanya.

"Syr," Shirou menyapa dengan nada suara yang ramah, berhenti sejenak dari barisan. "Apa yang kau lakukan di sini pagi-pagi sekali?"

Syr tertawa kecil, "Aku ingin memastikan aku sempat bertemu denganmu sebelum kau pergi. Aku dengar kalian akan melakukan ekspedisi besar kali ini."

Shirou tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya, ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang dan mungkin berbahaya. Tapi aku yakin kami akan baik-baik saja."

Syr memandang Shirou dengan mata yang penuh perhatian. "Aku tahu kau kuat, Shirou. Tapi aku harap kau tetap berhati-hati, ya? Dungeon bisa sangat tidak terduga."

Shirou merasa tersentuh oleh perhatian Syr dan mengangguk. "Terima kasih, Syr. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tetap aman."

Syr menatap Shirou lebih lama, seolah ingin memastikan setiap kata yang ia ucapkan benar-benar sampai di hati Shirou. "Dan jika kau butuh sesuatu, entah itu bantuan atau hanya untuk berbicara... jangan ragu untuk mencariku. Kita semua peduli padamu."

Shirou tersenyum lebih lebar kali ini, merasa lebih nyaman dengan kehadiran Syr. "Aku sangat menghargai itu, Syr. Terima kasih banyak. Jangan khawatir, aku akan berhati-hati."

Syr kemudian melangkah lebih dekat, meletakkan tangan lembutnya di lengan Shirou. "Semoga selamat, Shirou. Kami semua akan menunggumu kembali."

Mata Syr menyiratkan harapan yang tulus, dan Shirou merasakan semacam kehangatan di dadanya. "Aku akan kembali, Syr," jawabnya dengan penuh keyakinan. "Aku janji."

Dengan sedikit terpaksa, Shirou kembali melangkah mengikuti rombongan Loki Familia, meninggalkan Syr yang berdiri di sana, melambaikan tangan dengan senyuman hangat. Shirou terus menatap ke depan, namun di dalam pikirannya, ia menyimpan kekhawatiran dan harapan dari Syr sebagai dorongan untuknya tetap waspada selama ekspedisi.

Sementara itu, Finn yang berada di depan barisan melirik ke belakang, memperhatikan interaksi singkat antara Shirou dan Syr. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya sebelum dia mengangkat tangannya untuk memberi aba-aba pada anggota Familia.

"Ayo, semuanya!" Finn berteriak dengan semangat. "Perjalanan panjang menunggu kita. Pastikan kalian siap dan jangan lengah!"

Rombongan Loki Familia mulai bergerak lebih cepat, melangkah dengan penuh keyakinan menuju pintu besar Dungeon yang akan menuntun mereka ke kedalaman misteri dan bahaya. Shirou menarik napas dalam-dalam, menenangkan pikirannya, dan melangkah maju, siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Perjalanan menuju lantai 18 berjalan lancar bagi Loki Familia. Dengan pengalaman dan keahlian yang mereka miliki, lantai demi lantai dilewati tanpa kesulitan berarti. Para petarung terlatih itu tahu persis bagaimana menghadapi monster-monster yang ada di lantai-lantai awal, dan mereka melakukannya dengan penuh efisiensi. Shirou, yang berada di barisan belakang, memperhatikan bagaimana setiap serangan, formasi, dan strategi dijalankan dengan ketepatan yang nyaris sempurna.

Ketika mereka akhirnya tiba di lantai 18, suasana di sekitar mulai berubah. Lantai ini dikenal sebagai "Safe Zone" — area yang aman dari serangan monster. Di tepi kota kecil Rivira, mereka memutuskan untuk mendirikan kemah dan beristirahat. Rivira, dengan lampu-lampu berkelap-kelip dan beberapa toko serta bangunan kecil, memberikan nuansa yang lebih santai dibandingkan suasana di dalam Dungeon lainnya.

Finn, sebagai pemimpin, segera menginstruksikan anggota Familia untuk mulai mendirikan tenda dan mempersiapkan tempat peristirahatan. "Ayo, kita akan tinggal di sini semalam," seru Finn, mengarahkan para anggota untuk bekerja. "Pastikan semua persiapan selesai. Kita akan melanjutkan perjalanan esok pagi."

Aiz, yang sudah terbiasa dengan tugas ini, segera bergerak dengan cekatan membantu Tiona dan Tione mendirikan tenda. "Sepertinya kali ini kita punya cukup waktu untuk istirahat," komentar Aiz dengan suara datarnya.

Tiona menimpali dengan senyuman ceria. "Benar! Mungkin kita bisa makan malam lebih awal kali ini. Aku sudah tidak sabar untuk menikmati makanan yang dibawa Shirou!" katanya sambil mengangkat kantong perbekalan dengan bersemangat.

Di sisi lain, Shirou yang berpakaian seperti supporter biasa, turut membantu membawa peralatan dan memastikan semuanya berada di tempat yang tepat. Meskipun dia berada di barisan belakang, dia tetap merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu.

Riveria mendekati Shirou, melihatnya bekerja dengan penuh semangat. "Kau benar-benar pandai menyesuaikan diri, Shirou," katanya, suaranya lembut namun tegas. "Meskipun ini ekspedisi pertamamu bersama kami, kau tidak menunjukkan tanda-tanda kesulitan."

Shirou tersenyum tipis. "Aku hanya mencoba mengikuti ritme kalian. Lagipula, kalian semua sangat berpengalaman. Aku merasa cukup terbantu hanya dengan mengamati."

Riveria tertawa kecil. "Jangan terlalu merendah, aku melihat bagaimana kau mengamati pergerakan kita sejak awal. Kau jelas punya naluri yang bagus."

Sementara mereka berbicara, Bete yang duduk tak jauh dari mereka tampak mencibir. "Hah, tidak perlu terlalu memuji, Riveria. Anak itu hanya bertugas sebagai supporter. Tidak ada yang istimewa."

Shirou menoleh dan tersenyum sopan. "Aku memang hanya seorang supporter untuk saat ini, Bete. Tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk tidak merepotkan kalian."

Bete menggeram kecil. "Pastikan kau tetap di belakang dan tidak menghalangi kami," katanya dengan nada dingin.

Finn yang mendengar percakapan itu tersenyum dan menengahi. "Tenang, Bete. Setiap anggota Familia memiliki peran mereka masing-masing. Dan Shirou sudah membuktikan dirinya cukup berharga bagi kita."

Malam mulai tiba, dan suasana di sekitar kemah mulai lebih tenang. Anggota Familia duduk melingkar di sekitar api unggun, menikmati makanan dan bercengkerama. Tiona, yang duduk di sebelah Aiz, menoleh ke arah Shirou. "Hei, Shirou! Bagaimana rasanya ekspedisi pertamamu sejauh ini?"

Shirou berpikir sejenak sebelum menjawab. "Ini sangat menarik. Aku bisa belajar banyak dari melihat bagaimana kalian bekerja sebagai sebuah tim. Aku harap aku bisa terus berguna bagi semua."

Tione menimpali sambil tertawa kecil. "Oh, kau pasti akan berguna, terutama jika kau bisa menyalin senjata seperti yang kau lakukan sebelumnya."

Aiz, yang sejak tadi diam, tiba-tiba berbicara. "Kau melakukannya dengan baik, Shirou," katanya dengan suara lembut. "Aku merasa lebih aman mengetahui kau ada di dekat kami."

Shirou tersenyum, sedikit tersipu. "Terima kasih, Aiz. Aku akan melakukan yang terbaik untuk tetap menjaga itu."

Malam itu, di tengah api unggun yang menghangatkan, Loki Familia menikmati momen tenang mereka di lantai 18. Mereka tahu bahwa tantangan sesungguhnya masih menunggu di depan, namun untuk malam ini, mereka bisa beristirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk hari esok. Shirou menatap langit palsu yang menggantung di atas Rivira, merasa bersemangat namun tetap waspada. Di pikirannya, ia mempersiapkan diri untuk apa yang mungkin akan datang selanjutnya.

Di pagi hari berikutnya, sebelum melanjutkan perjalanan ke lantai lebih dalam, Loki Familia berkumpul di sekitar kemah, memeriksa persediaan dan persiapan mereka. Finn berdiri di tengah, memberikan instruksi kepada semua anggota. "Pastikan kalian semua siap. Kita akan menghadapi tantangan yang lebih berat di lantai selanjutnya. Jangan meremehkan monster-monster di sana."

Shirou, yang berdiri di pinggiran kelompok, merasa ada sesuatu yang bisa ia lakukan untuk membantu. Ia mendekati Finn dan Riveria. "Finn, Riveria... aku ingin menawarkan sesuatu," ucapnya dengan sopan.

Riveria mengangkat alis, penasaran. "Apa itu, Shirou?"

Shirou mengambil napas sejenak. "Aku bisa menggunakan Projection untuk menambah persediaan magic sword kita. Dengan begitu, jika keadaan darurat, kita punya lebih banyak senjata cadangan."

Finn tersenyum puas. "Ide yang bagus, Shirou. Setiap tambahan persenjataan akan sangat berguna jika kita menemui kesulitan di lantai lebih dalam."

Shirou mengangguk, lalu menutup matanya. Ia merasakan energi Falna dalam tubuhnya, bercampur dengan Od yang ia miliki sebagai magus. Ia mulai merapal mantra dalam pikirannya, mengaktifkan Magic Circuits yang ada di tubuhnya. Dengan hati-hati, ia memvisualisasikan bentuk dan detail dari magic sword yang ia pernah lihat dan pelajari sebelumnya.

"Trace... On," bisik Shirou.

Di depannya, beberapa magic sword mulai terbentuk dari udara kosong, setiap bilahnya berkilauan dengan energi sihir. Pedang-pedang itu muncul satu per satu, berbaris di tanah, terlihat begitu nyata dan kokoh.

Tiona yang menyaksikan dari dekat berseru kagum. "Wow! Kau bisa menciptakan pedang sebanyak itu? Ini benar-benar mengagumkan, Shirou!"

Aiz, yang berdiri di dekat Tiona, menatap pedang-pedang itu dengan takjub. "Bentuk dan kualitasnya... Ini hampir tidak bisa dibedakan dari yang asli."

Shirou tersenyum tipis. "Mereka memang tiruan, tapi kualitasnya cukup baik untuk sementara. Mereka akan bertahan cukup lama selama pertempuran."

Namun, Shirou mulai merasakan tubuhnya melemah seiring semakin banyaknya pedang yang ia proyeksikan. Merasa sedikit pusing, ia berhenti sejenak dan mengambil sebuah botol kecil dari sakunya, sebuah magic potion untuk memulihkan Falna dan energinya.

Riveria memperhatikan dengan cermat saat Shirou menenggak isi botol itu. "Potion itu cukup kuat. Kau yakin tidak apa-apa, Shirou?"

Shirou menelan cairan terakhir dan menarik napas dalam. "Aku sudah terbiasa dengan ini, Riveria. Aku hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan energi. Lagipula, ini hal kecil dibandingkan dengan apa yang akan kita hadapi di bawah nanti."

Finn memandang Shirou dengan penuh penghargaan. "Terima kasih, Shirou. Tambahan ini bisa sangat berharga dalam ekspedisi ini."

Shirou mengangguk sambil tersenyum, merasa lega bahwa usahanya bisa bermanfaat bagi seluruh tim. "Aku hanya berharap ini bisa membantu kita semua kembali dengan selamat."

Dengan tambahan persediaan magic sword yang sekarang dimiliki, Loki Familia merasa lebih siap untuk melanjutkan perjalanan mereka. Shirou menatap ke arah pintu masuk ke lantai berikutnya, bersiap untuk menghadapi apapun yang menunggu mereka di bawah sana.

Setelah memastikan semua persiapan selesai dan mengamankan kemah di lantai 18, Loki Familia melanjutkan perjalanan mereka menuju lantai yang lebih dalam. Shirou, yang biasanya berperan sebagai "supporter" di mata anggota Familia lain, secara diam-diam meninggalkan tas besar yang ia bawa. Ia menyimpannya di salah satu sudut kemah, bersembunyi di balik beberapa peralatan lain.

Shirou menatap tas itu sejenak. "Aku rasa tak ada gunanya membawa ini lebih jauh," gumamnya pelan. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya. "Sekarang, saatnya lebih fokus pada peran sebenarnya."

Setelah menyingkirkan tasnya, Shirou bergerak cepat, bergabung dengan barisan belakang Loki Familia, memprojeksi busur hitamnya. Ia menarik napas dalam, merasakan energi Prana yang mengalir di dalam tubuhnya. Ia tahu bahwa setiap langkah mereka ke depan berarti lebih dekat dengan bahaya yang lebih besar, dan perannya akan sangat penting dalam mendukung tim dari kejauhan.

Finn, yang berada di depan, memberi tanda dengan tangannya. "Formasi tetap. Pastikan garis pertahanan kita solid," perintahnya dengan nada tegas.

Di belakang, Riveria mengangguk, bersiap dengan tongkat sihirnya. "Jangan lengah. Ingat, monster-monster di lantai bawah ini jauh lebih kuat."

Shirou berdiri beberapa langkah di belakang Riveria, matanya fokus pada sekeliling. Ia merasakan atmosfer yang lebih tegang dan gelap dibandingkan lantai-lantai sebelumnya. Tiba-tiba, ia melihat gerakan cepat di antara bayang-bayang gua. Tanpa ragu, Shirou menarik busur hitamnya, memasang anak panah yang telah ia lapisi dengan Prana.

"Ada sesuatu di sebelah kanan!" seru Shirou, memperingatkan yang lain.

Aiz, yang ada di dekatnya, langsung bereaksi, mengangkat pedangnya dan siap menyerang. "Di mana tepatnya, Shirou?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.

Shirou memfokuskan pandangannya, matanya menyipit saat ia menelusuri bayangan. "Di sana... kira-kira 30 meter di depan, di antara bebatuan besar."

Finn segera menginstruksikan. "Tiona, Bete, siap menghadang jika itu menyerang. Aiz, bersiap di depan untuk melindungi garis pertahanan."

Tanpa menunggu lebih lama, Shirou melepaskan anak panahnya dengan kecepatan yang luar biasa. Anak panah itu meluncur cepat, menembus udara dengan suara desingan yang tajam. Sesaat kemudian, terdengar suara ledakan kecil saat anak panah Shirou mengenai targetnya — seekor ogre besar yang bersembunyi di balik bebatuan.

"Aku kena!" seru Shirou dengan nada lega.

Namun, ogre tersebut hanya terhuyung sebentar dan mengeluarkan raungan marah. Ternyata serangan itu hanya membuatnya marah. Monster itu mulai berlari ke arah mereka, dengan kedua tangan besar yang terangkat ke atas. 

Ketika kumpulan ogre muncul dari balik bebatuan, raungan mereka menggema di sepanjang lorong-lorong gelap di lantai bawah Dungeon. Namun, anggota Loki Familia sama sekali tidak terintimidasi. Mereka telah menghadapi monster-monster yang jauh lebih menakutkan di masa lalu, dan sekelompok ogre hanyalah tantangan kecil bagi mereka.

"Awas di depan!" Finn memberi perintah cepat sambil mengangkat tombaknya, memberikan sinyal kepada rekan-rekannya untuk memulai serangan.

Aiz, yang berada di garis depan, melompat ke depan dengan kecepatan angin. Dengan sekali tebasan dari pedang rapiernya, dua ogre terpotong bersih, tubuh mereka terjatuh ke tanah dengan suara berat. Tiona, dengan Urga-nya, mengayunkan senjata besarnya dengan tenaga luar biasa, menghancurkan kepala salah satu ogre dengan satu pukulan, darah menyembur dari bekas luka besar di tengkoraknya.

"Ini terlalu mudah!" seru Tiona dengan penuh semangat. "Mereka bahkan tidak memberikan perlawanan yang layak."

Sementara itu, Bete mengeluarkan seringai kejam. "Ini benar-benar tidak menarik." Dengan kecepatan yang sulit diikuti mata, ia menyerang sisa ogre yang masih mencoba menyerang, menghantamkan kakinya ke dada mereka, menyebabkan tulang-tulang mereka remuk seketika.

Shirou, yang berada di barisan belakang, mengamati semua ini dengan tenang. Dia tetap memasang busur hitamnya, siap untuk menembakkan anak panah jika diperlukan, namun menyadari bahwa ini bukanlah pertarungan yang memerlukan kontribusi besar darinya. Meski demikian, dia tetap waspada, memastikan tidak ada ancaman yang lolos dari pengamatan mereka.

"Sepertinya sudah berakhir," kata Finn sambil mengamati medan pertempuran. Tidak ada satu pun ogre yang tersisa berdiri; semuanya tergeletak mati atau terluka parah di sekeliling mereka.

Aiz membersihkan darah dari pedangnya dan menoleh ke arah Shirou. "Seranganmu yang pertama bagus. Mungkin sedikit lebih kuat dan kita bisa menghemat tenaga."

Shirou tersenyum kecil, "Aku hanya memastikan kita tahu apa yang kita hadapi. Lebih baik berhati-hati daripada menyesal."

Finn berjalan mendekat, menepuk bahu Shirou. "Kau sudah melakukan yang terbaik. Ini bukan pertarungan serius bagi kita, tapi kewaspadaanmu tetap dihargai."

Riveria mendekat, mengamati medan pertempuran yang kini dipenuhi tubuh ogre. "Sepertinya kita bisa melanjutkan perjalanan tanpa gangguan lebih lanjut. Semakin dalam kita pergi, semakin kuat musuh yang akan kita hadapi."

Tiona yang penuh semangat mengangkat Urga-nya ke udara. "Ayo kita lanjutkan! Aku ingin tahu apa yang menunggu kita di lantai berikutnya."

Dengan semangat tinggi, Loki Familia mulai bergerak lagi, meninggalkan medan pertempuran di belakang mereka. Shirou, yang kembali ke posisinya di barisan belakang, menarik napas panjang. Ia tahu bahwa ini baru permulaan, dan tantangan yang lebih besar akan segera tiba. Tapi dengan kekuatan dan kemampuan teman-temannya, dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang ada di depan mereka.

Mereka bergerak maju, semakin dalam ke dalam Dungeon, dengan pikiran fokus pada misi mereka dan persahabatan yang mengikat mereka semua.

Lantai demi lantai, Loki Familia terus bergerak maju, menghadapi setiap tantangan yang muncul dengan ketenangan dan keterampilan yang telah terasah selama bertahun-tahun. Monster-monster dari berbagai jenis—Hobgoblin, lizardman, dan bahkan golem—muncul di hadapan mereka, hanya untuk dihancurkan dengan cepat oleh tim yang terlatih ini.

Shirou, yang berada di barisan belakang, menyesuaikan diri dengan perannya sebagai pemanah jarak jauh. Matanya terlatih untuk mencari celah di antara monster-monster yang menyerang. Ia menarik busur hitamnya, membidik, dan melepaskan anak panah dengan kecepatan luar biasa. Anak panah itu menembus udara dengan suara mendesis sebelum menancap tepat di mata seekor lizardman, membuatnya jatuh seketika.

"Akurasi yang bagus, Shirou!" seru Finn dari depan sambil mengayunkan tombaknya untuk menghalau serangan lain. "Tetap waspada!"

Shirou mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya. "Akan kuperhatikan, Finn. Jangan khawatir."

Namun, di tengah serangan, salah satu golem berhasil menerobos garis depan. Dengan gerakan cepat, Shirou menyimpan busurnya dan mengeluarkan sepasang pedang kembar, Kanshou dan Bakuya, yang tampak berkilauan di bawah cahaya kristal Dungeon.

Golem itu mengayunkan lengan batunya, siap menghantam para petarung di belakang. Shirou melompat maju, memutar tubuhnya di udara, dan menebas lengan golem dengan pedang kembarnya. Batu itu terpotong dengan suara keras, pecah menjadi serpihan kecil.

"Aku tidak akan membiarkanmu lewat," gumam Shirou sambil memasang kuda-kuda, pedang di tangannya bergerak dengan cepat dan tepat, menciptakan pola-pola defensif yang membuat golem itu terhalang.

Tiona berteriak sambil melompat untuk membantu. "Bagus, Shirou! Aku akan menghabisinya!"

Tiona menghantam tubuh golem dengan Urga-nya, menghancurkan bagian tengah monster batu itu hingga berkeping-keping. Dia mendarat dengan ringan di sebelah Shirou, memberikan senyuman puas. "Kau sungguh pandai menggunakan pedang, Shirou!"

Shirou tersenyum kembali, mengembalikan Kanshou dan Bakuya ke posisinya. "Kau juga, Tiona. Urga-mu benar-benar mengagumkan."

Bete, yang berada di samping, mencibir sambil menendang sisa-sisa monster yang sudah dikalahkan. "Jangan terlalu bangga dulu. Kita masih ada banyak lantai yang harus dilalui."

Riveria, yang selalu berjaga di belakang sambil merapalkan mantra untuk sihir cadangan, memperhatikan Shirou dengan seksama. "Koordinasimu dengan tim sangat baik, Shirou. Kau telah menunjukkan kemampuanmu sebagai bagian dari Loki Familia."

Shirou mengangguk penuh rasa syukur. "Terima kasih, Riveria. Aku hanya melakukan yang terbaik untuk memastikan kita semua bisa melanjutkan ekspedisi ini dengan aman."

Aiz, yang berdiri tak jauh, melirik Shirou dengan mata emas yang penuh perhatian. "Kau bertarung dengan baik. Fokus dan pergerakanmu sempurna."

Mendapat pujian dari Aiz membuat Shirou sedikit terkejut. "Terima kasih, Aiz. Aku hanya berusaha sebaik mungkin agar tidak membebani kalian."

Finn mengangkat tangannya, memberi sinyal agar mereka terus bergerak. "Bagus! Semua tetap waspada. Kita harus mencapai lantai berikutnya sebelum malam tiba."

Dengan semangat tinggi, mereka melanjutkan perjalanan, menerjang monster demi monster yang menghadang. Shirou merasa lebih percaya diri dengan setiap langkah yang diambil, mengetahui bahwa ia sekarang benar-benar menjadi bagian dari Loki Familia, bekerja bahu membahu dengan yang lain dalam misi ini.

Loki Familia terus melaju melewati lantai demi lantai dengan kecepatan yang menakjubkan. Monster-monster yang mereka hadapi semakin kuat, tetapi dengan kerjasama yang solid dan kemampuan individu yang hebat, mereka berhasil menjatuhkan banyak musuh. Setiap monster yang dikalahkan sering kali menjatuhkan drop item berharga, dari kristal sihir besar hingga bahan-bahan langka yang sangat diinginkan oleh para pembuat senjata dan perajin di Orario.

Shirou, di barisan belakang, menembakkan beberapa kali Magic Arrow miliknya, setiap anak panah sihir memancarkan cahaya biru kehijauan sebelum menghantam monster dengan kekuatan yang cukup untuk membuat mereka terhuyung atau bahkan langsung tumbang.

"Teruskan! Jangan biarkan mereka mendekat!" seru Finn sambil memimpin serangan. Dia melompat ke depan, tombaknya berputar cepat, menebas makhluk-makhluk yang mendekat.

Shirou merapalkan mantra dalam hatinya dan meluncurkan anak panah sihir lain, mengenai seekor Barbarian besar yang baru saja muncul dari balik bayangan. Ledakan terjadi, memecahkan tanduknya dan membuat makhluk itu mengerang kesakitan.

Aiz meluncur di antara monster-monster yang tersisa, pedangnya berkilat dengan kecepatan yang luar biasa. "Jaga sisi kanan, Shirou!" serunya, melirik ke arahnya sambil menebas monster lain.

Shirou mengangguk dan memfokuskan tembakannya pada monster di sisi kanan, memastikan tidak ada yang mendekati Aiz. "Sudah kupahami, Aiz! Akan kutangani bagian ini."

Mereka terus bergerak maju, dan drop item mulai menumpuk. Finn memperhatikan dengan cermat, memastikan bahwa mereka mendapatkan cukup valis untuk menutup hutang mereka. "Kita sudah mendapatkan banyak, tapi kita harus tetap fokus. Jangan biarkan keserakahan membuat kita ceroboh," perintah Finn sambil menimbang situasi.

Ketika mereka akhirnya mencapai lantai 37, suasana mulai berubah. Udara di sini terasa lebih berat, dan gelapnya lebih dalam. Monster-monster yang mereka hadapi semakin ganas dan berbahaya. Shirou bisa merasakan tekanan dari lantai ini, namun ia tetap tenang, siap menghadapi apa pun yang datang.

"Bagaimana kondisi persediaan kita?" tanya Riveria sambil memeriksa kantong ramuan dan batu sihirnya.

"Menipis," jawab Gareth, mengangkat sekantong kecil yang berisi sisa potion dan persediaan makanan. "Kita bisa bertahan sedikit lebih lama, tapi mungkin tidak cukup untuk mencapai lebih jauh."

Finn mengangguk, memandang sekeliling dan mempertimbangkan pilihan mereka. "Kita sudah mencapai target valis kita. Mungkin sudah saatnya kita kembali sebelum persediaan benar-benar habis."

Tiona tampak agak kecewa. "Aku masih ingin bertarung lebih banyak… tapi kalau Finn bilang begitu, aku mengerti."

Shirou, yang berdiri tak jauh, mengamati ekspresi semua orang dan merasa lega. "Aku setuju, lebih baik kita kembali sebelum terlambat. Kita bisa kembali lagi dengan persediaan yang lebih baik."

Tione, yang mendengar percakapan itu, menyarungkan pedangnya. "Kapten, apa pun keputusanmu, aku akan selalu mendukung."

Finn tersenyum tipis, senang melihat dukungan dari semua anggota. "Baiklah, kita akan mulai perjalanan kembali. Semua, tetap waspada. Jalan keluar sering kali lebih berbahaya daripada saat kita masuk."

Dengan persediaan yang menipis, mereka memutuskan untuk mulai perjalanan pulang, namun suasana hati mereka tetap semangat. Mereka tahu mereka telah mencapai target mereka dan membuktikan kekuatan mereka sekali lagi di kedalaman Dungeon yang gelap ini.

Ketika mereka bersiap untuk kembali ke lantai yang lebih tinggi, Aiz tiba-tiba mendekati Finn. Tatapan tajam dan tekad yang kuat terlihat jelas di matanya.

"Finn," katanya dengan nada tegas, "Aku ingin tinggal di lantai 37 lebih lama. Ada sesuatu yang ingin kucapai di sini."

Finn memandang Aiz dengan tajam. "Aiz, kita hampir kehabisan bekal. Bertahan di sini tanpa persediaan bukanlah ide yang baik."

"Aku tahu," jawab Aiz, suaranya tetap tenang namun tegas. "Tapi aku merasa ada sesuatu yang perlu aku lakukan. Ini penting untuk kemajuanku."

Riveria, yang mendengar percakapan itu, melangkah maju dan meletakkan tangan lembut di bahu Finn. "Finn, aku bisa mengerti apa yang Aiz rasakan. Aku juga pernah merasakan dorongan itu. Biarkan dia mencoba. Aku akan menemaninya untuk memastikan dia aman."

Finn menghela napas, jelas masih merasa ragu. "Riveria, ini berbahaya. Tanpa bekal yang cukup, kalian berdua akan terancam jika terjadi sesuatu yang tak terduga."

Riveria tersenyum tipis. "Kami tidak akan ceroboh. Selain itu, Aiz membutuhkan kesempatan ini. Jika kita selalu melindunginya, dia tidak akan pernah tumbuh sepenuhnya."

Finn berpikir sejenak, mempertimbangkan kata-kata Riveria. Akhirnya, dia mengangguk pelan, menunjukkan persetujuannya. "Baiklah, kalau begitu. Tapi…"

Matanya beralih ke Shirou yang berdiri tak jauh dari mereka, mendengarkan percakapan itu dengan perhatian. Finn kemudian melanjutkan, "Shirou, kau akan tinggal di sini bersama mereka. Anggap ini sebagai kesempatan untuk menambah pengalamanmu dan memastikan Aiz serta Riveria aman."

Shirou, yang sedikit terkejut oleh keputusan itu, mengangguk dengan penuh rasa hormat. "Tentu, Finn. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantu mereka."

Aiz, yang biasanya bersikap dingin dan fokus, menatap Finn sejenak sebelum mengangguk. "Terima kasih, Finn."

Finn tersenyum tipis kepada Aiz, lalu menatap ketiganya. "Jangan anggap remeh situasi ini. Jika ada tanda-tanda bahaya, kembali segera. Kami semua akan menunggumu di Twilight Manor."

Riveria juga memberi anggukan penuh keyakinan kepada Finn sebelum kembali ke Aiz dan Shirou. "Kami akan berhati-hati, Finn."

Finn menghela napas panjang, tampak sedikit lebih tenang setelah membuat keputusan itu. "Baiklah, hati-hati. Dan ingat, jangan berpisah dan jaga satu sama lain."

Dengan itu, Finn memimpin sebagian besar Loki Familia kembali ke lantai yang lebih tinggi, sementara Aiz, Riveria, dan Shirou tetap tinggal di lantai 37, siap menghadapi apa pun yang datang di dalam kegelapan dan kesunyian dungeon tersebut.