Di gudang kecil yang tersembunyi di sudut taman Twilight Manor, Shirou dan Riveria berdiri berhadapan, siap melanjutkan latihan Magecraft mereka. Matahari pagi memancarkan cahaya lembut melalui celah-celah kayu, memberikan suasana hangat pada ruangan yang sederhana itu. Shirou, dengan wajah serius dan fokus, menjelaskan dengan tenang tentang teknik berikutnya yang akan mereka pelajari.
"Hari ini, aku akan mengajarkanmu tentang Structural Analysis," ucap Shirou sambil menatap langsung ke mata Riveria. "Ini adalah teknik dasar yang memungkinkan kita memahami struktur suatu objek dengan lebih dalam—melihat komponen, material, dan bahkan kelemahan yang tersembunyi di dalamnya."
Riveria mengangguk pelan, mencoba memperhatikan setiap kata yang diucapkan Shirou. Namun, matanya tanpa sadar terus memperhatikan setiap detail dari wajah pemuda di depannya—garis tegas rahangnya, mata cokelatnya yang selalu tampak serius namun lembut, serta caranya berbicara dengan penuh perhatian dan ketenangan. Seiring waktu, Shirou terlihat semakin menarik di matanya.
"Langkah pertama adalah merasakan energi di sekitarmu dan fokus pada objek yang ingin kau analisis," lanjut Shirou, tangannya bergerak perlahan untuk menunjukkan teknik tersebut. "Cobalah bayangkan seperti benang-benang halus yang menghubungkan setiap bagian objek, dan biarkan pikiranmu menelusuri benang-benang itu hingga ke inti."
Riveria mengangguk lagi, mencoba mengikuti instruksi Shirou. Ia memusatkan perhatian pada sepotong kayu kecil yang dipegangnya, mencoba merasakan apa yang Shirou katakan. Namun, semakin lama ia mencoba berkonsentrasi, pikirannya malah terus melayang kembali ke Shirou.
"Mengapa aku terus memikirkannya…?" batinnya, merasa sedikit frustrasi. Setiap kali ia menutup mata dan berusaha merasakan energi objek di tangannya, bayangan wajah Shirou muncul begitu saja. Ia merasa pipinya mulai memanas, dan semakin sulit untuk tetap fokus.
Shirou memperhatikan ekspresi Riveria yang tampak tidak tenang. "Riveria, ada apa? Kau terlihat gelisah," tanyanya dengan nada khawatir.
Riveria tersentak, segera menegakkan tubuhnya dan berusaha tersenyum. "Ah, tidak… tidak ada apa-apa, Shirou. Aku hanya sedikit… sulit berkonsentrasi," jawabnya, berusaha menutupi kegugupannya.
Shirou tertawa kecil. "Tidak apa-apa, ini bukan teknik yang mudah. Memang butuh waktu untuk benar-benar bisa fokus," katanya dengan ramah. "Mungkin kita bisa mencoba latihan pernapasan dulu untuk membantu menenangkan pikiranmu."
Riveria mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar kencang. "I-ya, mungkin itu ide yang bagus," ujarnya dengan sedikit canggung. "Pikiran ini… seharusnya aku bisa lebih fokus…"
Shirou melangkah mendekat, menempatkan tangannya di bahu Riveria dengan lembut. "Cobalah tarik napas dalam-dalam, dan lepaskan perlahan. Biarkan setiap ketegangan mengalir keluar bersamaan dengan napasmu," ucapnya, matanya menatap lembut ke arahnya.
Riveria mengikuti instruksinya, menutup mata dan mengambil napas dalam-dalam. Namun, saat itu juga, ia merasa lebih sadar akan kedekatan mereka. Hatinya berdegup lebih cepat dari sebelumnya, dan bayangan wajah Shirou semakin jelas di benaknya. Ia berusaha keras menenangkan dirinya, tetapi setiap kali ia merasakan sentuhan lembut tangan Shirou di bahunya, pikirannya malah semakin jauh dari fokus.
Shirou tersenyum melihat usaha Riveria. "Kamu sudah melakukannya dengan baik, Riveria," katanya pelan, berusaha memberinya semangat. "Jangan terburu-buru, kita punya banyak waktu."
Riveria membuka matanya perlahan, wajahnya sedikit memerah. "Terima kasih, Shirou… Aku akan mencoba lagi," ucapnya dengan senyum malu-malu. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa perasaan ini mungkin tidak akan mudah dihilangkan.
Di dalam gudang kecil yang telah menjadi tempat latihan pribadi mereka, Riveria duduk dengan ekspresi serius, berusaha keras untuk memahami teknik Structural Analysis yang baru saja diajarkan oleh Shirou. Di hadapannya, terletak sebuah pedang yang baru saja diproyeksikan oleh Shirou. Pedang itu tampak sederhana pada pandangan pertama, namun menyimpan rahasia yang hanya bisa dilihat melalui teknik yang lebih mendalam.
Riveria menghela napas, berkonsentrasi keras, mencoba menggunakan Structural Analysis untuk menelusuri struktur pedang tersebut. "Kau bilang, aku harus merasakan aliran energi yang mengalir melalui pedang ini... tapi, kenapa ini terasa begitu sulit?" gumamnya, suaranya sedikit frustrasi.
Shirou tersenyum lembut, berdiri di sampingnya. "Tenang saja, Riveria. Ini adalah teknik yang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi yang sangat tinggi," katanya dengan nada sabar. "Coba rasakan pedang itu seperti kau merasakan aliran sihir di sekitarmu. Jangan hanya melihat permukaannya."
Riveria menutup matanya lagi, menarik napas dalam-dalam, dan mencoba mengikuti instruksi Shirou. Dia merasakan energi di sekitarnya, tetapi tetap sulit untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pedang itu. "Aku masih belum bisa melihatnya," ucapnya dengan sedikit kecewa.
Shirou mengangguk, berpikir sejenak sebelum mengembangkan ide baru. "Bagaimana kalau kita mencoba sesuatu yang berbeda?" usulnya.
Riveria menatapnya dengan penasaran. "Apa maksudmu, Shirou?"
Shirou berjalan menuju meja kecil di sudut gudang, lalu mengambil selembar papan kayu. Dengan cepat, dia menggores sesuatu di papan itu menggunakan pedang kecil, menuliskan kata-kata yang tidak terlihat. Setelah selesai, dia mengambil papan kayu lainnya dan menutupnya di atas tulisan tadi. "Aku ingin kamu mencoba menggunakan Structural Analysis untuk membaca apa yang kutulis di dalam papan ini, tanpa membukanya," jelas Shirou.
Riveria mengangkat alisnya, merasa tertantang oleh ide tersebut. "Menarik… Jadi, aku harus membaca melalui papan ini dengan menggunakan sihir?" tanyanya.
Shirou mengangguk. "Ya. Anggap ini sebagai latihan. Fokuskan energimu untuk merasakan apa yang ada di dalam papan itu, sama seperti kamu mencoba memahami struktur pedang tadi."
Riveria menutup matanya, menarik napas perlahan, dan mulai mengalirkan sihirnya, mencoba merasakan sesuatu yang tersembunyi di balik papan itu. Ada keheningan di dalam gudang, hanya terdengar suara napas Riveria yang teratur dan tenang.
Setelah beberapa saat, Riveria membuka matanya dengan sedikit senyum di wajahnya. "Aku bisa merasakannya… ada sesuatu yang tertulis di sana," katanya dengan semangat.
Shirou tersenyum. "Bagus, Riveria. Sekarang, cobalah untuk membacanya."
Riveria memusatkan energinya lagi, mencoba melihat lebih jelas apa yang tertulis. Namun, setelah beberapa saat, dia menggelengkan kepala. "Aku masih tidak bisa membacanya dengan jelas... ini lebih sulit dari yang aku kira," akunya dengan nada sedikit kecewa.
Shirou menepuk bahunya dengan lembut. "Jangan khawatir, ini latihan yang sangat sulit. Kau sudah melakukan langkah yang benar. Tetaplah latihan, dan kau akan semakin peka terhadap apa yang kau rasakan."
Riveria tersenyum kecil, merasa sedikit lebih baik. "Terima kasih, Shirou. Aku akan terus berusaha," katanya dengan tekad yang baru.
Shirou menatapnya dengan kagum. "Aku yakin kau bisa melakukannya. Ini hanya soal waktu."
Dengan semangat yang diperbarui, Riveria melanjutkan latihannya, sementara Shirou dengan sabar terus membimbingnya, memastikan bahwa setiap langkah kecil menuju kemajuan terasa berarti.
Riveria berjalan perlahan di sepanjang koridor Twilight Manor, memeluk erat papan kayu yang diberikan oleh Shirou. Di atas papan itu, Shirou telah menuliskan instruksi dan catatan untuk membantu Riveria dalam latihan Structural Analysis. Meski tampak sederhana, papan itu kini menjadi salah satu barang paling berharga bagi Riveria.
Matanya yang biasanya tenang kini bersinar lembut, dan ada senyum kecil yang terukir di sudut bibirnya. Setiap langkah yang ia ambil dipenuhi dengan pikiran tentang Shirou dan pelajaran yang telah ia berikan. Riveria merasakan kehangatan yang berbeda dari sebelumnya, dan tanpa sadar, ia mendekap papan itu lebih erat ke dadanya.
Saat Riveria berjalan menuju kamarnya, beberapa anggota Loki Familia yang kebetulan melihatnya mulai bertukar pandang dengan kebingungan. Mereka jarang, atau bahkan hampir tidak pernah, melihat Riveria—yang selalu tenang dan bijak—menunjukkan ekspresi seperti itu. Mereka mulai bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Di ujung koridor, Finn, yang baru saja selesai berdiskusi dengan Gareth, memperhatikan Riveria yang mendekap papan kayu itu dengan sangat erat. Finn mengernyitkan dahinya, merasa ada sesuatu yang berbeda dari sikap Riveria.
"Riveria?" Finn memanggilnya dengan nada ingin tahu, menghentikan langkah Riveria yang tengah berjalan menuju kamarnya. "Apa yang kau bawa itu? Sepertinya sangat penting."
Riveria tersentak, terkejut dengan suara Finn yang tiba-tiba. Dia menoleh dengan cepat, dan saat menyadari betapa eratnya dia memeluk papan itu, wajahnya langsung memerah. Ia sadar bahwa ekspresinya mungkin telah menarik perhatian lebih dari yang dia inginkan.
"Ah, Finn... Ini... ini hanya papan latihan," jawab Riveria, suaranya sedikit gugup, mencoba untuk terdengar santai. Namun, rona merah di pipinya tak bisa disembunyikan.
Finn menaikkan alis, masih penasaran. "Papan latihan? Kau tampak sangat menjaganya... Apakah itu sesuatu yang baru?"
Riveria mengangguk cepat, merasa canggung di bawah tatapan Finn yang tajam. "Ya, itu... Shirou yang memberikannya padaku untuk membantuku berlatih. Tidak ada yang istimewa, hanya... hanya alat bantu saja," katanya sambil berusaha tersenyum, meski rasa malunya jelas terlihat.
Finn memandang Riveria sejenak, lalu tersenyum kecil. "Yah, jika itu membantu, maka bagus. Tapi, Riveria... kau tidak biasanya terlihat seperti ini."
Riveria terdiam sejenak, menyadari bahwa ia terlalu banyak menunjukkan perasaannya. "Aku... mungkin hanya terlalu fokus pada latihan ini," katanya dengan cepat, mencoba mencari alasan.
Namun, Finn hanya tersenyum hangat. "Tidak apa-apa, Riveria. Semua orang berhak untuk menikmati apa yang mereka anggap berharga."
Riveria menunduk sedikit, rasa malunya semakin bertambah. "Terima kasih, Finn," ucapnya pelan. "Aku akan kembali ke kamarku sekarang."
Dengan itu, Riveria segera mempercepat langkahnya, menuju kamarnya dengan rasa malu yang masih memenuhi wajahnya. Sesampainya di kamarnya, dia dengan cepat menutup pintu di belakangnya, bersandar pada pintu kayu itu sambil menarik napas dalam-dalam.
"Kenapa aku bisa begitu...?" Riveria bertanya pada dirinya sendiri, masih memeluk papan kayu itu dengan erat. Wajahnya masih merah, tapi senyum lembut tak bisa disembunyikan. Di dalam kamarnya yang tenang, Riveria kembali memandangi papan latihan itu dengan perasaan hangat yang tak bisa dijelaskan.
Ia tahu bahwa papan itu lebih dari sekadar alat bantu latihan. Itu adalah simbol dari hubungan yang mulai tumbuh antara dia dan Shirou, sesuatu yang membuatnya merasa istimewa. Dan dengan perasaan itu, Riveria menyadari bahwa Shirou bukan hanya seorang anggota Loki Familia biasa baginya.
Di dalam kamarnya yang tenang, Riveria duduk bersila di lantai, matanya tertutup. Tangannya menyentuh sebuah papan kecil yang diserahkan oleh Shirou beberapa hari lalu, papan itu ditulis dengan pesan yang hanya bisa dibaca dengan menggunakan Structural Analysis. Shirou telah mengajarinya cara melakukan teknik tersebut, dan malam ini Riveria memutuskan untuk mencobanya sendiri.
Menghela napas dalam-dalam, Riveria mulai mengalirkan energi sihirnya dengan hati-hati, merasakan aliran od dalam tubuhnya. Telinga elfnya sedikit bergerak-gerak saat ia mencoba fokus sepenuhnya, mencoba meraba tulisan yang tersembunyi di dalam papan itu. Perlahan-lahan, bentuk huruf-huruf mulai tampak di benaknya, seperti kabut yang perlahan-lahan menghilang. Sambil melakukan itu, pikirannya mulai berkelana.
"Apa yang sebenarnya ditulis Shirou di sini?" gumamnya dalam hati. Sebuah perasaan aneh muncul dalam dirinya. "Mungkinkah… sesuatu yang… romantis?" pipinya perlahan memerah, membayangkan Shirou mungkin saja menulis, "Aku suka kamu."
Riveria tersenyum kecil, pipinya semakin memerah saat membayangkan hal itu. Namun, ia menggelengkan kepala, mencoba membuang pikirannya yang tak menentu. "Fokus, Riveria," katanya pada diri sendiri, mengembalikan konsentrasi pada teknik Structural Analysis yang sedang ia coba.
Setelah beberapa saat, Riveria akhirnya berhasil membaca tulisan yang tersembunyi itu. Huruf-huruf mulai terukir jelas dalam pikirannya. Tulisan itu berbunyi:
"Jangan menyerah, Riveria."
Mata Riveria melebar, dan seketika itu juga senyum hangat menghiasi wajahnya. Ia merasa dadanya menghangat, penuh dengan perasaan bahagia yang sulit dijelaskan. "Shirou…" bisiknya lembut, seolah nama itu saja sudah cukup untuk membuatnya merasa lebih kuat.
Perasaannya melayang dalam kebahagiaan. Meski kata-kata itu sederhana, dukungan yang ia rasakan dari Shirou begitu dalam. Shirou tidak menulis sesuatu yang romantis seperti yang ia bayangkan sebelumnya, tetapi pesan ini… begitu tulus, begitu berarti. Sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata.
Riveria menahan senyum yang lebih lebar, merasa hatinya begitu ringan. "Dia benar-benar orang yang baik," pikirnya. "Selalu tahu bagaimana memberikan semangat pada saat yang tepat."
Malam itu, Riveria berbaring di tempat tidurnya dengan senyuman yang tidak bisa disembunyikan. Kata-kata Shirou tetap terngiang di pikirannya, memberikan kenyamanan dan dorongan yang ia butuhkan. Perlahan, matanya tertutup, dan ia tertidur dalam kebahagiaan, memikirkan tentang latihan esok hari, dan tentang seseorang yang telah memberinya semangat baru untuk terus maju.
Keesokan harinya, Riveria melangkah ringan menuju rumah sahabatnya, Aina, di ujung utara Orario. Rumah kecil itu dikelilingi oleh kebun yang rapi, bunga-bunga bermekaran, memberikan kesan damai yang berbeda dari hiruk-pikuk kota. Saat Riveria mengetuk pintu, ia merasa sedikit gugup, mengingat apa yang ingin ia ceritakan hari ini.
Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan Aina muncul dengan senyum lebar di wajahnya. "Riveria! Sudah lama sekali kau tidak berkunjung," sapa Aina dengan ceria, mempersilakan Riveria masuk.
Riveria membalas senyum itu. "Iya, Aina. Maafkan aku, tugas di Familia cukup padat," jawabnya sambil memasuki ruang tamu yang hangat. Ia melihat sekeliling dan tersenyum melihat tanda-tanda kehidupan keluarga yang hangat dan aroma makanan hangat yang menguar dari dapur.
"Ayo, duduklah. Aku akan membuatkan teh untuk kita," kata Aina sambil bergerak cepat ke dapur. Riveria mengikuti, duduk di meja kayu yang dikelilingi oleh kursi-kursi sederhana.
"Bagaimana kabar keluarga? Anak-anak pasti semakin besar," tanya Riveria sambil tersenyum, berusaha sedikit menenangkan detak jantungnya yang berdebar.
Aina tertawa kecil, "Oh, si adik tumbuh seperti Eina! Cepat sekali," jawabnya sambil menuangkan teh hangat ke dalam dua cangkir. "Dan suamiku, yah… seperti biasa, sibuk di bengkel," tambahnya dengan mata bersinar bahagia.
Riveria mengangguk, merasa nyaman dengan percakapan ringan itu. Namun, ia tahu ada hal lain yang ingin ia bicarakan. Setelah beberapa teguk teh dan tawa kecil berbagi cerita masa lalu, Aina tiba-tiba menyadari sesuatu dalam ekspresi sahabatnya. "Riveria," kata Aina dengan nada lembut, "Kau kelihatan... sedikit berbeda hari ini. Ada sesuatu yang ingin kau ceritakan padaku?"
Riveria merasa wajahnya sedikit memanas. Dia tahu bahwa Aina bisa membaca dirinya lebih baik daripada siapa pun. "Yah… sebenarnya ada sesuatu," ujarnya pelan, suaranya terdengar agak malu.
Aina mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Riveria dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. "Apa itu? Jangan bertele-tele, kau tahu aku tidak suka menunggu!"
Riveria menghela napas pelan dan menundukkan wajahnya, menggigit bibir bawahnya sebelum berbicara. "Aku… kurasa… kurasa aku memiliki perasaan pada seseorang," katanya dengan suara nyaris berbisik.
Aina terdiam sejenak, tampak terkejut sebelum akhirnya tertawa kecil. "Oh, benar? Riveria, kau bercanda, kan?" katanya sambil menyeringai. "Aku tidak pernah membayangkan akan mendengar ini darimu!"
Riveria tersipu, merasa malu karena pengakuannya. "Aku juga tidak menyangka… tapi… dia berbeda," lanjutnya dengan suara pelan, masih tak berani menatap langsung ke mata Aina.
Aina berhenti tertawa dan menatap sahabatnya dengan serius. "Siapa dia, Riveria? Seorang elf? Atau… seseorang dari Loki Familia?"
Riveria mengangguk pelan, wajahnya semakin merah. "Dia… dia dari Loki Familia, tapi bukan elf," jawabnya dengan singkat.
Aina tersenyum lebar, lebih hangat kali ini. "Ceritakan lebih banyak. Apa yang membuatnya begitu istimewa bagimu?"
Riveria menggigit bibirnya lagi, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Dia… sabar, perhatian, dan dia tidak pernah memperlakukan aku berbeda karena statusku. Dia memperlakukanku dengan hormat, tetapi juga seperti… seorang teman."
Aina mengangguk, mendengarkan dengan seksama. "Jadi, dia membuatmu merasa spesial?"
Riveria mengangguk, merasa sedikit lega setelah mengatakan itu. "Ya, dia membuatku merasa… seperti orang biasa, bukan hanya seorang High Elf atau atasan Loki Familia."
Aina tersenyum lebih lebar, senang melihat perubahan di wajah Riveria. "Itu luar biasa, Riveria! Kau layak mendapatkan seseorang yang membuatmu merasa seperti itu," katanya, matanya bersinar penuh kasih. "Tapi… apakah dia tahu perasaanmu?"
Riveria menggelengkan kepala dengan cepat, kembali tersipu. "Tidak, aku… aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya."
Aina tertawa kecil. "Kau harus menemukan cara, Riveria. Aku yakin dia akan senang mendengarnya. Dan ingat, kau bukan hanya High Elf yang bijaksana dan kuat—kau juga seorang gadis yang berhak merasakan cinta."
Riveria tersenyum malu-malu, merasa lebih ringan setelah berbicara dengan Aina. "Terima kasih, Aina… mungkin aku akan mencoba," katanya dengan lebih percaya diri.
Aina memeluk Riveria erat. "Selalu, sahabatku. Aku ada di sini untukmu," katanya dengan penuh kasih, sementara Riveria merasakan kehangatan dari dukungan sahabatnya, dan hatinya berdebar dengan perasaan baru yang menggembirakan.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan selama waktu itu, Riveria semakin mahir menggunakan Structural Analysis yang diajarkan oleh Shirou. Setiap malam, setelah tugas dan latihan bersama Loki Familia selesai, Riveria menyempatkan diri untuk kembali ke kamarnya, duduk dengan tenang, dan meraba papan latihan yang diberikan oleh Shirou.
Papan itu telah menjadi benda yang sangat berarti bagi Riveria, bukan hanya sebagai alat bantu latihan, tetapi juga sebagai jembatan antara dirinya dan Shirou. Setiap malam, dia menggunakan Structural Analysis untuk membaca pesan yang tersembunyi di dalam papan itu, pesan yang ditulis Shirou dengan hati-hati.
Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Riveria duduk bersila di lantai kamarnya yang sunyi. Dengan napas yang teratur dan mata yang tertutup, dia mengalirkan sihirnya ke papan kayu di tangannya, merasakan energi yang terhubung dengan tulisan di dalamnya. Perlahan, huruf-huruf mulai terbentuk di benaknya, sebuah pesan baru dari Shirou muncul dengan jelas.
"Tetaplah percaya pada dirimu sendiri, Riveria. Kau lebih kuat dari yang kau kira."
Riveria tersenyum lembut saat membaca pesan itu. Seperti biasa, kata-kata Shirou selalu berhasil menyentuh hatinya. Ada sesuatu yang tulus dalam setiap pesan yang dia temukan, sesuatu yang membuatnya merasa dihargai dan didukung.
Dia meletakkan papan itu di sampingnya dan merenung sejenak. Meskipun Shirou tidak berada di dekatnya saat itu, dia bisa merasakan kehadiran dan dukungan pemuda itu melalui pesan-pesan sederhana ini. Hal itu memberinya kekuatan, tidak hanya dalam sihir, tetapi juga dalam menghadapi hari-harinya sebagai anggota Loki Familia.
"Tidak pernah mudah, ya," Riveria berbicara pada dirinya sendiri, masih dengan senyum di wajahnya. "Tapi dengan dorongan ini... rasanya semua jadi lebih mungkin."
Senyumnya semakin lebar saat dia merenungkan kata-kata Shirou. Dia tahu bahwa perasaan yang tumbuh di hatinya bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Setiap pesan yang dia baca membuatnya semakin yakin bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan antara guru dan murid di antara mereka.
"Shirou... aku harap kau tahu betapa berartinya ini bagiku," gumamnya pelan, masih menatap papan kayu di depannya.
Setelah beberapa saat, Riveria merapikan papan itu dengan hati-hati dan memutuskan untuk berbaring. Malam sudah larut, dan dia tahu bahwa besok adalah hari yang sibuk lagi. Namun, tidak seperti biasanya, dia merasa hatinya lebih ringan dan damai. Rasa hangat mengalir dalam dirinya, membuatnya merasa nyaman dan tenang.
Dengan pikiran yang dipenuhi oleh kata-kata Shirou, Riveria menutup matanya, membiarkan kelelahan hari itu perlahan-lahan menghilang. Setiap malam, saat dia tertidur, senyum yang sama selalu menghiasi wajahnya—sebuah senyum yang penuh dengan rasa syukur, kebahagiaan, dan perasaan yang semakin dalam kepada seseorang yang mulai mengambil tempat khusus di hatinya.
Riveria tahu bahwa besok, dan setiap malam berikutnya, dia akan terus menantikan pesan-pesan itu, dan perasaan hangat yang menyertainya. Dan dengan perasaan itu, dia akhirnya tertidur dengan damai, menyimpan harapan dan rasa yang baru mulai tumbuh di dalam dirinya.
Keesokan harinya, di gudang kecil di sudut Twilight Manor, Shirou dan Riveria kembali bertemu untuk melanjutkan latihan mereka. Namun kali ini, Shirou telah mempersiapkan sesuatu yang berbeda. Di tangannya, ia membawa selembar pita berwarna hitam, dan ada kilatan nakal di matanya yang biasanya serius.
"Riveria, hari ini aku ingin menguji seberapa jauh kemampuanmu dalam Structural Analysis," ujar Shirou sambil tersenyum tipis.
Riveria mengangguk, merasa percaya diri dengan kemampuannya yang terus berkembang. "Baik, Shirou. Aku siap untuk tantangan apa pun," jawabnya dengan tenang, meskipun di dalam hatinya ada sedikit rasa penasaran.
Shirou mengangkat pita hitam itu dan melangkah mendekati Riveria. "Aku akan menutup matamu dengan ini. Kau akan menggunakan Structural Analysis tanpa bantuan penglihatanmu," jelas Shirou.
Mata Riveria sedikit melebar, jantungnya berdegup lebih kencang saat Shirou mulai mengikat pita itu di sekitar kepalanya, menutupi kedua matanya. Sentuhan tangan Shirou yang lembut di belakang kepalanya membuat wajahnya sedikit memanas, tetapi dia berusaha tetap tenang.
"Apakah terlalu kencang?" tanya Shirou dengan nada perhatian, memastikan Riveria merasa nyaman.
Riveria menelan ludahnya dan menggeleng pelan. "Tidak, ini cukup," jawabnya dengan suara sedikit bergetar.
Setelah memastikan bahwa Riveria tidak bisa melihat apa pun, Shirou mundur beberapa langkah dan mulai memproyeksikan berbagai jenis logam dan batu mulia di hadapan mereka. Di sekeliling Riveria, mulai muncul benda-benda dengan beragam tekstur dan komposisi, semuanya memancarkan energi unik yang hanya bisa dirasakan oleh seseorang dengan kepekaan sihir yang tinggi.
"Sekarang, Riveria," ujar Shirou, suaranya tenang namun tegas, "gunakan Structural Analysis untuk mengidentifikasi benda-benda ini. Fokus pada energi yang mereka pancarkan dan beritahu aku apa yang kau rasakan."
Riveria menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debaran jantungnya. Meskipun matanya tertutup, dia bisa merasakan kehadiran Shirou di dekatnya, dan itu memberinya kekuatan tambahan. Dia mulai memusatkan energinya, merasakan aliran sihir di sekitarnya, lalu mengalirkan sihir itu ke benda-benda yang diproyeksikan Shirou.
Benda pertama yang dia sentuh memiliki tekstur yang keras dan dingin. Riveria memfokuskan pikirannya, mencoba merasakan apa yang tersembunyi di dalamnya. Setelah beberapa saat, dia mulai mengenali karakteristik energinya.
"Ini… besi," kata Riveria, suaranya penuh keyakinan.
Shirou mengangguk meskipun dia tahu Riveria tidak bisa melihatnya. "Bagus, lanjutkan."
Riveria melanjutkan ke benda berikutnya, merasakan tekstur yang lebih halus namun berat. Energi yang dipancarkannya berbeda, lebih padat dan berkilau di dalam pikirannya.
"Ini… emas," jawab Riveria lagi, semakin percaya diri.
Shirou tersenyum, merasa kagum dengan kemampuan Riveria. Dia tidak memberinya waktu untuk bersantai dan segera melanjutkan dengan benda lain yang lebih sulit, sebuah batu mulia yang memancarkan energi yang sangat berbeda.
Riveria merasakan benda itu di tangannya, energinya begitu murni dan halus, hampir seperti cahaya yang menari di ujung jarinya. Dia berpikir sejenak, lalu tersenyum kecil.
"Ini… safir," katanya akhirnya, suaranya lembut namun penuh keyakinan.
Shirou, yang diam-diam merasa bangga, mengangguk lagi dan akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan tes tersebut. "Kau benar, Riveria. Kau telah mengidentifikasi semuanya dengan sempurna."
Riveria menghela napas lega saat Shirou mendekat dan membuka pita yang menutupi matanya. Saat matanya menyesuaikan diri dengan cahaya, dia melihat senyuman di wajah Shirou, senyuman yang membuat hatinya berdebar lagi.
"Selamat, Riveria," kata Shirou dengan nada penuh penghargaan. "Kau telah menguasai Structural Analysis dengan sangat baik. Aku tahu ini bukan teknik yang mudah, tapi kau telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa."
Riveria menundukkan kepala sedikit, merasa tersanjung oleh pujian Shirou. "Terima kasih, Shirou… Aku tidak akan bisa melakukannya tanpa bimbinganmu," ujarnya dengan senyum yang lembut.
Shirou menggelengkan kepala, masih dengan senyum hangat di wajahnya. "Ini semua karena kerja kerasmu, Riveria. Aku hanya membantumu menemukan jalannya."
Mereka berdua berdiri di sana sejenak, membiarkan keheningan yang nyaman mengisi ruang di antara mereka. Dalam momen itu, Riveria merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar kebanggaan atas kemajuan dalam latihannya. Ada perasaan hangat yang tumbuh di dalam hatinya, perasaan yang dia tahu semakin kuat setiap harinya.
"Terima kasih, Shirou," Riveria mengucapkan lagi, kali ini dengan lebih tulus. "Aku akan terus berusaha untuk menjadi lebih baik."
Shirou mengangguk, merasa bahwa kata-kata itu bukan hanya tentang latihan mereka, tetapi juga tentang sesuatu yang lebih dalam. "Aku yakin kau akan terus berkembang, Riveria. Dan aku akan ada di sini untuk mendukungmu."
Dengan perasaan hangat yang menyelimuti mereka, Shirou dan Riveria melanjutkan hari itu dengan semangat baru, membawa hubungan mereka ke tingkat yang lebih mendalam, penuh dengan harapan dan kepercayaan yang tumbuh di antara mereka.
Keesokan harinya, Shirou dan Riveria kembali berkumpul di gudang kecil di Twilight Manor. Matahari pagi menyinari ruangan itu dengan lembut, menciptakan suasana yang tenang dan fokus. Hari ini, Shirou telah mempersiapkan pelajaran baru untuk Riveria—sebuah teknik yang membutuhkan ketelitian dan kontrol yang tinggi: Reinforcement.
Shirou berdiri di depan meja kecil dengan sebuah gelas kaca di tangannya. Dia menatap Riveria dengan serius, memastikan dia memahami betapa pentingnya teknik ini.
"Riveria, hari ini aku akan mengajarkanmu tentang Reinforcement," kata Shirou sambil memegang gelas itu dengan hati-hati. "Teknik ini memungkinkan kita untuk memperkuat objek dengan mengalirkan energi sihir ke dalamnya. Ini adalah keterampilan yang sangat berguna, tapi juga bisa berbahaya jika tidak dilakukan dengan benar."
Riveria mengangguk, mendengarkan dengan seksama. "Aku mengerti. Apa yang harus aku lakukan pertama kali?" tanyanya, matanya penuh antusiasme.
Shirou tersenyum tipis melihat semangat Riveria. "Pertama, aku akan menunjukkan bagaimana Reinforcement bekerja. Perhatikan baik-baik."
Dia memegang gelas kaca itu dengan satu tangan, lalu mulai memfokuskan energi sihirnya. Dengan perlahan, Shirou mengalirkan energi ke dalam gelas tersebut, memfokuskan kekuatannya untuk memperkuat struktur kaca itu tanpa merusaknya. Cahaya samar terlihat berpendar dari gelas tersebut, menandakan bahwa Reinforcement sedang berlangsung.
Shirou kemudian melepaskan gelas itu dari tangannya, membiarkannya jatuh ke meja. Namun, alih-alih pecah, gelas itu mendarat dengan lembut dan tetap utuh.
"Seperti yang kau lihat, Reinforcement yang tepat memungkinkan objek menjadi jauh lebih kuat tanpa mengubah penampilannya," kata Shirou sambil mengangkat kembali gelas itu, memperlihatkannya pada Riveria.
Riveria menatap gelas itu dengan kagum. "Itu luar biasa, Shirou. Jadi, energi sihir kita benar-benar bisa memperkuat objek seperti ini?"
Shirou mengangguk. "Betul. Tapi ada sesuatu yang harus kau ingat." Dia mengalihkan pandangannya kembali ke gelas di tangannya, ekspresinya menjadi lebih serius. "Jika kau mengalirkan terlalu banyak energi sihir ke dalam objek, hasilnya bisa sangat berbahaya."
Riveria menyimak dengan cermat, merasakan perubahan dalam nada suara Shirou. "Apa yang terjadi jika energinya terlalu banyak?"
Shirou menghela napas, lalu kembali memfokuskan energinya ke dalam gelas itu. Kali ini, dia meningkatkan aliran sihirnya, memasukkan lebih banyak energi ke dalam kaca tersebut. Cahaya yang sebelumnya samar kini menjadi lebih terang, menunjukkan bahwa gelas itu berada di bawah tekanan besar.
Dalam hitungan detik, gelas itu mulai bergetar dan...
CRACK!
Gelas tersebut pecah dengan suara keras, pecahannya berhamburan ke segala arah. Shirou dengan cepat menyingkirkan tangannya, melindungi Riveria dari pecahan yang beterbangan.
"Inilah yang terjadi jika kau tidak mengendalikan Reinforcement dengan baik," ujar Shirou dengan nada tegas. "Terlalu banyak energi akan membuat struktur objek tidak mampu menahan tekanan, dan akhirnya, ia akan hancur."
Riveria terdiam sejenak, merenungkan apa yang baru saja terjadi. "Jadi, kontrol adalah kunci utama dalam menggunakan Reinforcement," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Shirou mengangguk, ekspresinya melunak kembali. "Benar sekali. Ini bukan hanya tentang seberapa banyak energi yang bisa kau alirkan, tetapi juga tentang seberapa baik kau bisa menyesuaikannya dengan kebutuhan objek yang kau perkuat. Terlalu sedikit, dan itu tidak akan efektif. Terlalu banyak, dan objek itu bisa hancur."
Riveria menatap pecahan gelas di meja itu dengan penuh perhatian, merasa bahwa pelajaran ini sangat berharga. "Aku mengerti, Shirou. Aku akan berlatih untuk memastikan bahwa aku bisa mengendalikan sihirku dengan tepat."
Shirou tersenyum, merasa puas dengan tanggapan Riveria. "Itulah yang kuharapkan darimu, Riveria. Dengan latihan dan kesabaran, kau akan bisa menguasai Reinforcement seperti teknik lainnya."
Riveria mengangguk dengan mantap, merasa semakin bersemangat untuk belajar. "Aku akan memberikan yang terbaik."
Mereka melanjutkan latihan hari itu dengan tekad yang lebih kuat, Riveria mulai mencoba Reinforcement pada berbagai objek sederhana, dengan bimbingan Shirou yang memastikan dia memahami batas-batas teknik tersebut. Setiap kali dia berhasil, Shirou memberinya dorongan semangat, dan setiap kali dia gagal, Shirou dengan sabar menjelaskan di mana kesalahannya.
Pada akhir latihan, Riveria merasakan bahwa dia telah belajar sesuatu yang sangat berharga, bukan hanya tentang teknik Reinforcement, tetapi juga tentang pentingnya kontrol dan keseimbangan dalam menggunakan sihir. Dengan bimbingan Shirou, dia yakin bahwa dia bisa terus berkembang, menjadi lebih kuat, dan lebih bijaksana dalam menggunakan kekuatannya.
Setelah latihan Reinforcement hari itu selesai, Riveria merasa puas dengan kemajuannya. Shirou telah mengajarinya dengan penuh kesabaran, dan dia merasa bahwa dirinya telah tumbuh lebih kuat, tidak hanya dalam kemampuan sihirnya, tetapi juga dalam pemahaman tentang bagaimana mengendalikan kekuatannya.
Namun, saat mereka hendak berpisah, ada sesuatu yang menggelitik hati Riveria. Setiap malam setelah latihan, Shirou selalu meninggalkan pesan di papan latihannya, pesan-pesan sederhana namun bermakna yang selalu membuatnya tersenyum sebelum tidur. Riveria, meskipun tidak menunjukkannya, sangat menantikan pesan-pesan tersebut.
Ketika Shirou bersiap untuk pergi, Riveria menatap papan latihannya dengan harapan yang diam-diam. Namun, kali ini, Shirou tidak menunjukkan tanda-tanda akan menuliskan sesuatu. Dia hanya tersenyum, seolah-olah latihan hari ini sudah cukup.
Riveria merasa jantungnya berdebar sedikit lebih cepat, dan sebelum dia menyadari, kata-kata itu sudah keluar dari mulutnya. "Shirou... Apakah... Apakah kau akan menuliskan pesan lagi di papan latihanku hari ini?" tanyanya dengan sedikit malu, wajahnya memerah karena menyadari betapa dia menginginkan pesan itu.
Shirou menatapnya dengan kehangatan di matanya. Dia mengerti betapa pentingnya pesan-pesan itu bagi Riveria, meskipun dia tidak pernah bermaksud untuk membuatnya bergantung pada hal tersebut. Dengan senyum lembut, dia mengeluarkan pedang kecil dari pinggangnya dan mendekati meja tempat papan kayu itu berada.
"Baiklah, Riveria. Ini akan menjadi pesan terakhir yang kutulis di papan latihanmu," ujar Shirou dengan nada lembut.
Riveria merasa campuran perasaan di hatinya—senang, gugup, dan sedikit sedih mendengar kata-kata Shirou. Dia memperhatikan dengan seksama saat Shirou mulai menggoreskan sesuatu di dalam papan itu, hati-hatinya seolah-olah setiap kata memiliki makna yang mendalam. Shirou bekerja dengan tenang, memastikan setiap huruf tertulis dengan sempurna.
Setelah selesai, Shirou menatap Riveria dan tersenyum hangat. "Aku harap kau akan menyukai pesan ini, Riveria."
Riveria hanya bisa mengangguk, terlalu gugup untuk mengatakan apa pun. Dia memegang papan itu dengan hati-hati, seolah-olah itu adalah harta paling berharga yang dimilikinya. Dalam diam, dia merasa kehangatan yang luar biasa dari kata-kata Shirou yang baru saja terukir.
Malam itu, Riveria tidak bisa menahan kegugupannya. Sesampainya di kamarnya, dia dengan cepat duduk bersila di lantai, memegang papan latihan itu di pangkuannya. Hatinya berdebar-debar, tidak sabar untuk mengetahui apa yang telah ditulis Shirou.
Dengan napas yang dalam, dia menutup matanya dan mulai mengalirkan sihirnya, menggunakan Structural Analysis untuk membaca pesan yang tersembunyi di dalam papan itu. Huruf-huruf mulai muncul di benaknya, satu per satu, membentuk kalimat yang membuat hatinya berhenti sejenak.
"Aku sangat bersyukur telah bertemu denganmu."
Riveria merasakan hatinya berbunga-bunga, senyum lembut perlahan menghiasi wajahnya. Kalimat sederhana itu, penuh dengan kehangatan dan ketulusan, membuat seluruh hari-harinya bersama Shirou terasa begitu istimewa. Perasaan hangat itu menyebar ke seluruh tubuhnya, membuatnya merasa lebih hidup daripada sebelumnya.
Tanpa sadar, air mata kebahagiaan menggenang di sudut matanya. Dengan suara yang hampir tak terdengar, Riveria membalas pesan itu, seolah Shirou bisa mendengarnya meski mereka tidak bersama.
"Aku juga, Shirou," bisiknya dengan penuh perasaan. "Aku juga bersyukur telah bertemu denganmu."
Malam itu, Riveria tidur dengan senyum yang tak bisa disembunyikan, hatinya penuh dengan perasaan yang hangat dan bahagia. Pesan terakhir Shirou menjadi sesuatu yang akan dia simpan di dalam hatinya, sebagai kenangan yang indah dan sebagai dorongan untuk terus maju. Dan dia tahu, tak peduli seberapa jauh dia melangkah, kata-kata Shirou itu akan selalu menyertainya.