Chapter 20 - Ch 20

Shirou perlahan membuka matanya, kelopak matanya terasa berat dan pandangannya sedikit kabur saat cahaya pagi menerobos masuk dari jendela. Ia merasakan rasa sakit yang tumpul di seluruh tubuhnya, tetapi tidak sekuat yang ia perkirakan. Ia merasa seperti telah tertidur sangat lama, dan ketika kesadarannya kembali sepenuhnya, ia melihat dirinya terbaring di kasur yang empuk, dikelilingi oleh dinding kayu yang asing.

Dia mencoba bergerak dan menyadari bahwa ada sesuatu yang menahan tangannya. Ketika ia menoleh, ia melihat Aiz tertidur duduk di samping kasur, kepalanya terbaring di atas kasur dengan wajah yang terlihat tenang. Rambut pirangnya yang panjang terurai di atas kain, tampak berantakan, namun tetap cantik dalam caranya sendiri. Shirou merasa jantungnya berdebar lebih cepat, sedikit gugup. "A-Aiz-san?" bisiknya, tidak ingin membangunkannya dengan kasar.

Ia memperhatikan topeng yang pernah dipakainya, sekarang tergeletak di samping kasur, dan tiba-tiba menyadari bahwa identitasnya telah terungkap. 'Jadi, mereka tahu siapa aku sekarang,' pikirnya. Ia tidak yakin bagaimana harus merasa tentang hal ini, tapi setidaknya dia masih hidup. Itu sudah cukup untuk saat ini.

Saat Shirou memandang ke arah Aiz yang tertidur, tiba-tiba Aiz bergerak sedikit dan perlahan membuka matanya. Ketika melihat Shirou sudah terbangun, ekspresi wajah Aiz yang biasanya datar dan tenang berubah. Ia tampak terkejut, dan kemudian wajahnya berseri-seri dengan senyum lega yang tak biasa.

"Kau sudah bangun!" seru Aiz, suaranya terdengar lebih keras dari biasanya, mengandung campuran kebahagiaan dan kekhawatiran. Shirou yang terkejut oleh reaksinya sedikit mundur, tapi ia tersenyum kecil.

"Ya, aku... aku baik-baik saja," jawab Shirou dengan nada lembut, berusaha menenangkan Aiz. "Aku tidak apa-apa sekarang, terima kasih untuk semuanya, Aiz-san."

Namun, sebelum Aiz bisa membalas, suara langkah kaki terdengar dari luar pintu. Pintu kamar terbuka dengan keras, dan Lefiya berlari masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi cemas di wajahnya. "Shirou! Kau sudah bangun!" serunya, tapi segera setelah itu, ekspresinya berubah menjadi marah. "Bagaimana bisa kau melakukan hal sebodoh itu?!"

Shirou bingung melihat perubahan ekspresi Lefiya. "Eh? Apa maksudmu, Lefiya?" tanyanya, mencoba memahami situasinya.

Lefiya mendekatinya, tatapan matanya menunjukkan campuran antara marah dan khawatir. "Kau seharusnya sedang liburan, bukan?! Kenapa kau malah membahayakan dirimu dengan kembali ke Dungeon? Dan lebih lagi, ke lantai 18?! Kau bahkan tidak mengikuti perintahku untuk tetap berada di lantai 4!" suara Lefiya meninggi, menunjukkan betapa khawatirnya dia.

Shirou menghela napas, mencoba menjelaskan dirinya. "Aku... aku hanya ingin menjelajah lebih jauh, Lefiya. Aku merasa... ada yang harus aku lakukan," jawabnya, sedikit bersalah.

Riveria, yang memasuki ruangan dengan langkah tenang, mendengarkan percakapan itu dari belakang. "Lefiya, tenanglah," katanya dengan nada tegas namun lembut. Ia kemudian memandang Shirou dengan tatapan penuh perhatian. "Tapi memang benar, Shirou. Apa yang kau lakukan di lantai 18 sendirian? Ini sangat berbahaya, terutama bagi seorang pemula sepertimu."

Shirou mengangguk, mencoba mempertahankan ketenangannya. "Aku tahu ini mungkin terlihat nekat, tapi aku punya alasan sendiri... Aku hanya tidak bisa duduk diam. Aku merasa harus mencoba lebih keras, untuk... ya, untuk membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku bisa."

Aiz, yang mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya angkat bicara. "Kau tidak perlu membuktikan apa pun pada siapa pun," katanya dengan lembut, tetapi dengan nada yang tegas. "Kau sudah menyelamatkanku. Itu lebih dari cukup."

Shirou menatap mata Aiz, merasakan ketulusan dalam kata-katanya. "Aku... aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan. Lagipula, bukankah kita semua adalah satu Familia? Melawan musuh dan melindungi teman-teman kita adalah bagian dari itu."

Aiz tersenyum kecil, senyumnya lembut tapi terlihat lega. "Kau benar... Dan kau adalah petualang yang luar biasa, Shirou."

Lefiya yang masih terlihat sedikit marah tetapi lebih lega daripada sebelumnya, menghela napas panjang. "Hanya saja... lain kali, jika kau ingin melakukan sesuatu yang berbahaya, beri tahu kami. Jangan hanya bertindak sendirian seperti ini. Kita adalah satu Familia sekarang, bukan?"

Shirou tersenyum hangat pada Lefiya. "Aku akan mengingatnya, Lefiya. Maafkan aku karena membuatmu khawatir."

Riveria juga tersenyum, merasa lega melihat Shirou sudah pulih. "Istirahatlah, Shirou. Kau butuh waktu untuk pulih sepenuhnya," katanya dengan bijak, meskipun matanya menunjukkan kekaguman yang baru ditemukan pada pemuda yang tampak biasa saja ini, yang ternyata memiliki keberanian dan kemampuan yang jauh melampaui penampilan luarnya.

Di ruangan itu, ada rasa kehangatan yang aneh namun menyenangkan. Shirou merasakan perasaan lega yang mendalam, tidak hanya karena ia berhasil bertahan hidup, tetapi juga karena ia menemukan bahwa di antara orang-orang ini, mungkin, ia telah menemukan tempat di mana ia bisa benar-benar berada.

Setelah percakapan awal mereda dan suasana di ruangan itu menjadi lebih tenang, Riveria memandang Shirou dengan tatapan penuh pemikiran. Ada sesuatu yang tampak menggelayut di pikirannya, dan setelah beberapa saat, ia akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan pertanyaannya.

"Shirou," Riveria memulai dengan nada hati-hati, "Bagaimana kau bisa mencapai lantai 18 sendirian? Aku telah melihat banyak petualang berpengalaman, tapi seorang pemula sepertimu... yang baru saja bergabung dengan Loki Familia, ini sangat tidak biasa."

Aiz dan Lefiya, yang berada di dekatnya, juga tampak penasaran, meskipun Lefiya masih sedikit kesal, dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Shirou merasa bahwa inilah saatnya untuk jujur, terutama karena mereka sudah menyelamatkan nyawanya dan mengetahui sebagian rahasianya.

Shirou menghela napas, kemudian menjelaskan, "Aku menggunakan sesuatu yang aku sebut 'Projection'. Itu adalah teknik yang memungkinkan aku untuk menciptakan replika senjata dari ingatan dan imajinasiku. Dengan teknik ini, aku bisa menghadapi monster-monster di Dungeon."

Riveria tampak sangat tertarik mendengar penjelasan Shirou. Matanya berbinar dengan campuran rasa penasaran dan kekaguman. "Projection? Itu teknik yang luar biasa... Bisakah kau mendemonstrasikannya untuk kami?"

Menyadari bahwa ia tidak memiliki alasan untuk menolak, Shirou mengangguk pelan. "Baiklah, aku akan menunjukkannya," katanya sambil bangkit dari tempat tidurnya dengan sedikit hati-hati, mengingat tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih.

Ia berdiri di tengah ruangan, menutup matanya sejenak untuk berkonsentrasi. Tangannya terulur ke depan, dan dengan suara yang tenang, ia mulai merapal mantra yang sangat familiar baginya, mantra yang telah ia gunakan berulang kali di masa lalu.

"Trace, on."

Dalam sekejap, energi mulai mengalir melalui tubuhnya, dan cahaya samar terbentuk di tangannya. Dalam hitungan detik, sebuah pedang muncul, terbentuk dari ketiadaan. Itu adalah replika dari Kanshou, salah satu senjata favoritnya, dengan bilah hitam dan bentuk melengkung yang elegan.

Aiz, Lefiya, dan terutama Riveria menatap dengan takjub saat melihat pedang itu terbentuk di tangan Shirou. "Luar biasa," bisik Riveria, matanya penuh dengan kekaguman. "Bagaimana ini mungkin? Ini tidak seperti sihir biasa..."

Shirou memutar pedang itu di tangannya sebelum menyisipkannya ke samping, membuatnya hilang seperti debu. "Projection ini adalah sesuatu yang unik bagiku. Aku tidak perlu menggunakan mantra panjang, hanya fokus dan pengetahuan yang mendalam tentang senjata yang ingin aku buat."

Riveria mengangguk pelan, mencoba memproses informasi ini. "Dan kau menggunakan teknik ini untuk bertahan di Dungeon? Itu menjelaskan bagaimana kau bisa bertahan melawan musuh yang seharusnya di luar kemampuanmu."

Shirou tersenyum sedikit, merasa agak canggung dengan pujian itu. "Ya, Projection ini memungkinkan aku untuk memanggil senjata yang diperlukan untuk bertahan. Tapi tetap saja, itu tidak membuatku kebal dari bahaya. Aku hanya mencoba yang terbaik."

Riveria menatap Shirou dengan rasa hormat yang baru ditemukan. "Ini sangat mengesankan, Shirou. Tapi aku penasaran... bagaimana teknik ini bekerja? Apakah ada batasan atau risiko yang harus kau hadapi?"

Shirou hendak menjelaskan lebih lanjut, tetapi sebelum ia bisa menjawab, pintu ruangan terbuka dan Finn masuk dengan langkah cepat. Ia melihat ke arah mereka semua, lalu berbicara dengan nada tegas namun tenang.

"Riveria, mungkin sebaiknya kita menunda diskusi ini sampai kita kembali ke Twilight Manor," saran Finn. "Shirou sudah cukup banyak melalui hal-hal sulit, dan aku pikir lebih baik jika kita membicarakannya nanti saat semua anggota bisa mendengar penjelasannya sekaligus."

Riveria memandang Finn dan kemudian Shirou, dan setelah beberapa detik mempertimbangkan, dia mengangguk setuju. "Kau benar, Finn. Kita tidak perlu memaksanya sekarang. Shirou, istirahatlah. Kita akan melanjutkan pembicaraan ini nanti."

Shirou merasa lega mendengar itu. "Terima kasih, Finn, Riveria. Aku akan menjelaskan semuanya ketika kita kembali ke Manor."

Aiz, yang sedari tadi diam, tampak puas dengan keputusan itu. Dia kembali duduk di sebelah Shirou, menunjukkan bahwa dia akan tetap berada di sana sampai Shirou pulih sepenuhnya. Lefiya juga mengangguk, meskipun ekspresinya masih menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.

Dengan suasana yang sedikit lebih tenang, Shirou berbaring kembali, mencoba merelaksasi tubuhnya yang masih terasa lelah. Meskipun ia tahu bahwa masih banyak yang harus ia jelaskan, setidaknya untuk saat ini, ia bisa beristirahat sejenak, dikelilingi oleh rekan-rekannya.

Keesokan paginya, persiapan untuk kembali ke permukaan dimulai. Anggota Loki Familia yang tersisa di Rivira bergegas merapikan barang-barang mereka dan memastikan semuanya siap untuk perjalanan panjang menuju Orario. Shirou, yang baru saja pulih, juga ikut berkemas, meskipun masih merasa sedikit lelah setelah pertempuran sebelumnya.

Aiz, yang biasanya tenang dan tenang, terlihat agak berbeda hari itu. Dia terus berada di dekat Shirou, sering kali memandangnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Setiap kali mata mereka bertemu, Aiz akan segera memalingkan wajahnya dengan pipi yang merona.

Shirou, yang tidak menyadari alasan di balik perilaku Aiz, merasa sedikit bingung. Ia mencoba memahami situasi, tetapi tidak bisa mengingat sesuatu yang aneh yang mungkin terjadi di antara mereka. "Aiz, apakah kau baik-baik saja?" tanya Shirou akhirnya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Aiz tersentak dari pikirannya, wajahnya berubah sedikit merah saat menanggapi. "Ah, ya, aku baik-baik saja," jawabnya dengan nada yang sedikit gugup, sangat tidak seperti Aiz yang biasanya dingin dan penuh keyakinan.

Shirou mengangguk, meskipun masih merasa ada sesuatu yang aneh. "Kau terlihat... berbeda hari ini. Apakah ada yang terjadi?"

Aiz ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak ada apa-apa, sungguh. Aku hanya... senang melihatmu sudah pulih, Shirou."

Mendengar itu, Shirou merasa hangat di dalam hatinya. Dia tahu bahwa Aiz adalah seseorang yang tidak sering menunjukkan emosinya dengan jelas, jadi kata-kata itu memiliki arti yang besar. "Terima kasih, Aiz. Aku juga senang bisa berada di sini bersamamu dan yang lainnya."

Aiz tersenyum tipis, tetapi dalam pikirannya, ingatan tentang malam sebelumnya masih jelas. Dia teringat saat dia memberikan elixir kepada Shirou, tindakan yang pada saat itu dia lakukan tanpa berpikir panjang. Namun, sekarang, ketika dia menyadari bahwa dia telah memberikan ciuman pertamanya kepada Shirou—meskipun itu dalam konteks medis—dia tidak bisa menahan perasaan malu.

Saat mereka berjalan menuju gerbang kota Rivira untuk meninggalkan lantai 18, Aiz terus merenungkan perasaannya. Dia tidak tahu kenapa, tetapi ada sesuatu yang membuatnya ingin tetap dekat dengan Shirou, seolah-olah dia adalah seseorang yang sangat penting baginya.

Shirou, sementara itu, hanya bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang berubah dalam dinamika di antara mereka, tetapi tidak tahu apa itu. Dia merasa nyaman dengan kehadiran Aiz di sampingnya, tetapi setiap kali dia mencoba untuk berbicara dengannya, Aiz tampak menjadi lebih gugup dan tersipu. "Aiz, jika ada sesuatu yang ingin kau katakan... kau bisa memberitahuku kapan saja, kau tahu," kata Shirou dengan suara lembut.

Aiz hanya mengangguk pelan, tidak mempercayai dirinya untuk mengatakan lebih banyak. Dia tahu bahwa suatu saat dia harus menghadapi perasaannya, tetapi untuk saat ini, dia hanya ingin menikmati kebersamaan ini tanpa terlalu banyak berpikir.

Dalam perjalanan kembali ke permukaan, Aiz terus berada di samping Shirou, bahkan lebih dekat dari biasanya. Bagi anggota Loki Familia lainnya, mungkin ini hanyalah pemandangan yang biasa—mereka telah melihat Aiz menjaga Shirou sebelumnya—tetapi bagi Aiz, setiap langkah yang diambilnya bersama Shirou terasa lebih berarti.

Di tengah perjalanan, Lefiya, yang tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, akhirnya mendekati Aiz saat mereka berhenti sejenak untuk beristirahat. "Aiz-san, kau terlihat sangat memperhatikan Shirou belakangan ini," katanya dengan nada yang bercampur antara rasa penasaran dan sedikit cemburu. "Apakah ada sesuatu yang terjadi?"

Aiz menatap Lefiya dengan mata yang sedikit melebar, tidak yakin bagaimana menjawabnya. "Tidak... tidak ada yang terjadi," jawabnya, meskipun wajahnya yang kembali memerah sedikit membocorkan perasaannya.

Lefiya menatapnya curiga, tetapi tidak menekan lebih jauh. "Kalau begitu, aku senang. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," katanya dengan senyum kecil, meskipun dalam hatinya, dia merasa sedikit aneh melihat perubahan sikap Aiz.

Sementara itu, Shirou memperhatikan percakapan singkat mereka dari kejauhan, masih merasa bingung dengan perilaku Aiz. Namun, dia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Yang terpenting bagi Shirou adalah mereka semua selamat dan siap untuk kembali ke Orario.

Ketika mereka melanjutkan perjalanan, Aiz tetap berada di samping Shirou, diam-diam menikmati kehadiran pemuda yang telah menjadi pahlawannya, bahkan jika Shirou sendiri tidak menyadari hal itu. Bagi Aiz, perasaan ini baru dan asing, tetapi mungkin, hanya mungkin, dia akhirnya mulai menemukan seseorang yang bisa menjadi lebih dari sekadar rekan di dalam Dungeon.

Saat rombongan kembali ke Twilight Manor, mereka disambut oleh Loki yang baru saja tiba dari urusannya di Guild. Loki tampak bersemangat, tetapi juga sedikit bingung melihat Shirou yang ikut bersama mereka. "Eh, kenapa bocah ini sudah balik? Bukannya kau masih libur, Shirou?" tanya Loki dengan nada bercanda, matanya menyipit dengan senyum lebar.

Finn melangkah maju dan menjawab dengan tenang, "Ada banyak yang terjadi, Loki. Biarkan aku jelaskan semuanya."

Loki menaruh tangannya di pinggangnya, "Oke, aku dengar," katanya, penasaran. Dia melihat ekspresi serius Finn dan anggota Familia lainnya, dan mulai merasa bahwa ini bukan situasi biasa.

Finn menghela napas dan mulai menjelaskan. "Semuanya bermula dari kematian Hashana, anggota Ganesha Familia, yang ditemukan tewas di Rivira. Kami dikirim untuk menyelidikinya dan menemukan bahwa ada lebih dari sekedar kebetulan. Ketika kami sampai di sana, kami segera diserang oleh monster Violas yang tampaknya dikendalikan oleh seorang wanita berambut merah."

Loki mengerutkan kening, "Wanita berambut merah? Dan monster Violas menyerang Rivira? Itu sudah terdengar kacau."

Riveria mengangguk. "Ya, benar. Violas yang seharusnya tidak agresif malah bergerak seolah-olah ada yang mengendalikan mereka. Finn, Tiona, Tione, dan aku sendiri sibuk melawan monster di sekitar kota, sementara Aiz dan Lefiya menghadapi wanita itu—Revis."

Loki mengangkat alisnya, "Revis? Namanya asing... tapi teruskan, Finn."

Finn melanjutkan, "Revis ternyata sangat kuat. Bahkan Aiz, yang sudah menggunakan sihir anginnya, kewalahan. Dia bertarung dengan tangan kosong melawan Aiz dan Lefiya, menangkis serangan sihir Lefiya tanpa kesulitan sedikit pun."

Aiz, yang berdiri di dekat Shirou, mengangguk pelan, mempertegas pernyataan Finn. Lefiya tampak sedikit tegang, mengingat kembali betapa sulitnya pertarungan itu.

Loki kemudian bertanya, "Lalu, bagaimana dengan Shirou? Apa yang dia lakukan di sana?"

Finn tersenyum tipis. "Nah, itu bagian yang menarik. Shirou, meskipun hanya level 1, muncul di tengah-tengah kekacauan, mengenakan topeng untuk menyembunyikan identitasnya. Dia melibatkan dirinya dalam pertempuran untuk melindungi Aiz dan Lefiya. Bahkan, dia berhasil melukai Revis, sesuatu yang tidak bisa dilakukan banyak petualang level tinggi."

Seluruh ruangan tiba-tiba menjadi sunyi senyap. Loki, yang biasanya selalu terlihat ceria dan santai, tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar, ekspresinya sangat terkejut. "Apa?! Kau serius, Finn? Shirou, seorang level 1, melukai Revis yang berlevel 6?" suaranya terdengar tak percaya.

Finn mengangguk, dengan senyuman kecil di bibirnya. "Benar sekali. Dia menggunakan semacam teknik yang sangat mirip dengan… eh, sihir atau kemampuan khusus. Dan dia cukup efektif dalam mengalihkan perhatian Revis, memberi kami cukup waktu untuk menyusun strategi dan akhirnya memaksa Revis mundur."

Beberapa anggota Loki Familia yang baru mendengar cerita ini mulai berbicara satu sama lain dengan bisikan-bisikan yang tidak percaya. "Tidak mungkin… seorang pemula melawan seorang level 6?" salah satu dari mereka bergumam.

Riveria menambahkan, "Benar, kami semua melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Shirou menggunakan kemampuan misterius untuk memanggil senjata dari udara, seolah-olah tanpa mantra. Dan senjata-senjata itu… entah bagaimana, bisa menembus pertahanan Revis."

Loki terlihat masih terkejut, "Senjata yang bisa menembus pertahanan Revis? Shirou, kau ini sebenarnya siapa?" tanyanya dengan suara yang lebih serius daripada biasanya.

Shirou merasa canggung di bawah tatapan semua orang. "Aku hanya… aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan untuk membantu," katanya dengan rendah hati, mencoba menghindari perhatian.

Loki mendekat, matanya yang biasanya setengah tertutup kini terbuka lebar, menatap Shirou dengan penuh minat. "Kau melakukan lebih dari sekadar membantu, bocah. Kau menyelamatkan salah satu petarung terbaik kami, dan itu bukan hal kecil."

Tiona, yang juga tampak terkejut, menepuk punggung Shirou dengan keras, hampir membuatnya tersandung. "Wow, Shirou! Aku tidak tahu kau punya kemampuan sehebat itu!"

Tione menyeringai, "Mungkin kita seharusnya membawamu lebih sering dalam ekspedisi."

Lefiya, yang sejak tadi berdiri di samping Aiz, menambahkan dengan semangat, "Shirou, kau benar-benar luar biasa! Kau datang tepat saat kami sangat membutuhkan bantuan."

Aiz tetap diam, tetapi ada senyum kecil di sudut bibirnya, menatap Shirou dengan rasa hormat yang baru ditemukan. Meskipun dia sudah melihat kemampuannya sebelumnya, kini dia mulai melihat Shirou dalam cahaya yang berbeda.

Loki menepuk punggung Finn, "Jadi, Finn, apa rencanamu sekarang setelah kita tahu bahwa bocah ini memiliki potensi besar?"

Finn tersenyum, "Aku pikir, pertama-tama, kita perlu mengetahui lebih banyak tentang kemampuan unik Shirou ini. Dan mungkin… mempertimbangkan untuk mengajaknya dalam misi yang lebih besar ke depannya."

Loki tertawa kecil, "Hah! Menarik. Aku penasaran apa lagi yang bisa dilakukan oleh pemuda ini."

Seluruh ruangan kembali riuh dengan antusiasme, tertawa, dan kegembiraan, tetapi kini ada satu topik pembicaraan yang jelas—Shirou, pemula yang baru bergabung, namun sudah menunjukkan potensi luar biasa di antara para petualang hebat Loki Familia.

Loki membuka pintu kamarnya dengan penuh semangat, dan dengan senyum lebar di wajahnya, ia berdiri di hadapan seluruh anggota Loki Familia yang berkumpul dengan penasaran. Semua mata tertuju pada Shirou yang berdiri di belakang Loki, wajahnya sedikit tegang namun tetap tenang.

"Dengar semuanya!" seru Loki dengan suara yang menggema di sepanjang aula. "Aku punya pengumuman besar! Shirou, petualang baru kita yang tampaknya biasa saja ini, baru saja mendapatkan double level up!"

Kerumunan anggota Loki Familia langsung terdiam untuk sesaat, sebelum ledakan suara kegembiraan dan keterkejutan memenuhi ruangan.

"APA?!" seru Bete dengan ekspresi tak percaya. "Double level up?! Bagaimana mungkin?!"

Lefiya, yang berdiri tak jauh dari Aiz, juga tampak terkejut. "Dia… dia melampaui bahkan Aiz-san?" tanyanya, tidak bisa menahan rasa takjubnya.

Aiz sendiri hanya tersenyum tipis, terlihat senang untuk Shirou meskipun dia juga terkejut. "Itu luar biasa," gumamnya pelan.

Finn melangkah maju, wajahnya masih terpaku dengan keterkejutan. "Loki, kau yakin dengan ini? Double level up dalam sebulan lebih saja? Aiz butuh setahun untuk mencapai level 2!"

Loki mengangguk dengan antusias. "Yap! Dan tidak hanya itu, semua status Shirou di level 1 dan 2 mencapai rank SSS!"

Tiona, yang sejak tadi tampak berpikir keras, tiba-tiba berseru dengan senyum lebar, "Kalau begitu, bagaimana kalau kita beri dia julukan Sword Prince! Pas banget dengan Aiz, kan? Aiz adalah Sword Princess, dan Shirou bisa jadi Sword Prince!"

Semua anggota Loki Familia mulai berbicara bersamaan, beberapa menyetujui ide itu, sementara yang lain mulai menawarkan nama lain yang mereka pikir lebih cocok. "Bagaimana dengan Masked Swordsman?" celetuk Tione sambil tertawa. "Ia selalu memakai topeng itu ketika bertarung!"

Namun, sebelum diskusi semakin ramai, Shirou melangkah maju dengan wajah serius. "Terima kasih, semuanya," katanya dengan suara tenang, "Tapi… aku punya permintaan."

Kerumunan tiba-tiba hening, mendengarkan apa yang akan dikatakan Shirou. "Loki," lanjut Shirou, "Bisakah kau merahasiakan ini dari orang luar? Aku… aku khawatir bahwa jika orang-orang tahu tentang peningkatan levelku dan kemampuan memproyeksikan senjata yang kumiliki, dewa dan Familia lainnya mungkin akan mulai menyelidiki atau bahkan memanfaatkan informasi ini untuk keuntungan mereka."

Loki mengerutkan kening, berpikir sejenak. "Oh? Jadi kau ingin tetap dianggap sebagai petualang level satu oleh orang luar, ya? Kenapa?"

Shirou menghela napas. "Jika kemampuan menyalin senjataku diketahui oleh para dewa, kita bisa mendapat masalah dengan Familia pandai besi. Mereka bisa saja memboikot Loki Familia, dan itu akan merugikan semua orang."

Loki mempertimbangkan kata-kata Shirou dengan serius, lalu tersenyum nakal. "Hm… baiklah, Shirou! Aku suka caramu berpikir. Kau memikirkan kepentingan bersama. Baiklah, kita akan menyimpan ini rahasia untuk saat ini. Kau tetap akan dianggap sebagai petualang level satu oleh orang luar!"

Anggota Familia terlihat sedikit kecewa, tapi mereka mengangguk setuju. Tiona mendekati Shirou dan menepuk pundaknya, "Baiklah, kalau itu keinginanmu, kami akan menghormatinya. Tapi, kau tetap Sword Prince di hati kami!"

Shirou tersenyum tipis, merasa lega. "Terima kasih, semuanya. Aku menghargai pengertian kalian."

Loki kemudian berbalik menghadap semua orang dan menutup pembicaraan dengan antusias. "Oke, kita akan menjaga rahasia ini baik-baik! Jangan sampai ada satu pun yang bocor, ya! Dan sekarang… mari kita rayakan keberhasilan ini dengan cara Loki Familia!"

Sorak-sorai kegembiraan memenuhi ruangan lagi, dan malam itu berubah menjadi perayaan yang penuh kegembiraan dan tawa. Meskipun Shirou akan tetap menjadi rahasia bagi dunia luar, di dalam keluarga kecil Loki Familia, ia telah menemukan tempat yang diterima dan dihargai.

Saat semua orang mulai bersiap untuk merayakan pencapaian Shirou, Loki menariknya ke samping, menjauh dari kerumunan yang riuh. Wajah Loki menunjukkan senyum penuh arti, seolah ada hal penting yang perlu disampaikan.

"Hei, Shirou," kata Loki dengan nada lebih serius daripada biasanya. "Ada satu hal lagi yang harus kuberitahu padamu."

Shirou mengangkat alis, sedikit bingung. "Apa itu, Loki?"

Loki mengeluarkan selembar kertas dari dalam sakunya, selembar kertas yang memuat status terbaru Shirou. "Karena kau naik level dua kali sekaligus, kau bisa memilih dua development abilities! Satu untuk level 2, dan satu lagi untuk level 3."

Shirou tampak tertarik. "Development abilities apa saja yang bisa kupilih?"

Loki menunjukkan status kertas yang dipegangnya dengan sedikit mengangguk. "Ini yang tersedia untukmu saat level up ke 2 dan 3."

Status Shirou:

Level 1:

Strength: SSS (1122)

Endurance: SSS (1132)

Dexterity: SSS (1126)

Agility: SSS (1190)

Magic: SSS (1400)

Level 2:

Strength: SSS (1123)

Endurance: SSS (1145)

Dexterity: SSS (1190)

Agility: SSS (1176)

Magic: SSS (1340)

Available Development Abilities:

Swordsman: Meningkatkan kemampuan penggunaan pedang.

Hunter: Meningkatkan excelia yang diterima saat melawan monster tertentu.

Mage: Meningkatkan efektivitas sihir dan mengurangi waktu chant.

Archer: Meningkatkan akurasi dan kekuatan serangan jarak jauh.

Spirit Healing: Memulihkan MP secara perlahan selama pertempuran.

Escape: Meningkatkan kemampuan melarikan diri dari situasi berbahaya.

Level 3:

Strength: I(0)

Endurance: I (0)

Dexterity: I (0)

Agility: I (0)

Magic: I (0)

Available Development Abilities:

Martial Artist: Meningkatkan kekuatan serangan fisik tanpa senjata.

Magic Resistance: Mengurangi kerusakan dari serangan sihir.

Battle Healing: Memulihkan HP perlahan selama pertempuran.

Sharp Shooter: Meningkatkan akurasi serangan jarak jauh secara signifikan.

Blacksmith: Memungkinkan membuat dan memperbaiki senjata serta armor.

Loki melanjutkan, "Kau bisa memilih satu dari kemampuan di setiap level up, jadi pikirkan baik-baik. Setiap kemampuan punya kelebihan masing-masing, dan bisa mengubah gaya bertarungmu."

Shirou mengamati daftar yang ada di depan matanya. "Hmm... Jika harus memilih satu untuk level 2, aku rasa aku akan memilih Archer," katanya, mengingat kemampuannya menggunakan panah magis. "Itu akan memperkuat serangan jarak jauhku dan sesuai dengan gaya bertarungku."

Loki mengangguk. "Pilihan yang bagus. Dan untuk level 3?"

Shirou memikirkan sejenak sebelum menjawab, "Untuk level 3, aku akan memilih Magic Resistance. Aku sudah sering terkena serangan sihir di Dungeon, jadi sepertinya ini akan sangat berguna."

Loki tersenyum puas. "Bagus! Pilihan yang cerdas, Shirou. Dan kau juga mendapatkan skill baru."

Shirou tampak tertarik. "Skill baru? Apa itu?"

Loki menunjuk statusnya dan berkata, "Namanya Underdog. Ini akan membuatmu mendapatkan lebih sedikit excelia saat melawan musuh yang setara atau lebih lemah darimu, tapi akan meningkatkan excelia yang kau terima saat melawan musuh yang lebih kuat darimu."

Shirou menatap kertas itu dengan penuh minat. "Itu berarti aku harus terus melawan musuh yang lebih kuat dariku untuk tumbuh lebih cepat..."

Loki mengangguk. "Tepat sekali! Jadi, jangan takut untuk mengambil risiko. Ini adalah skill yang sempurna untuk seseorang sepertimu."

Shirou tersenyum. "Terima kasih, Loki. Aku akan berusaha sebaik mungkin."

Loki menatap Shirou dengan kagum. "Melihat statusmu sekarang, ini benar-benar luar biasa. Kau tidak hanya berhasil naik dua level sekaligus, tetapi juga mempertahankan peringkat tertinggi di semua atributmu."

Shirou tersenyum tipis. "Aku hanya melakukan yang terbaik," jawabnya dengan rendah hati.

Loki menepuk pundak Shirou dengan semangat. "Jangan terlalu merendah! Kau baru saja mencetak sejarah di Familia ini, mungkin di seluruh Orario. Dengan kemampuan ini, kau bisa mencapai hal-hal hebat."

Loki tertawa kecil dan menepuk bahu Shirou. "Bagus! Sekarang, ayo kita nikmati pestanya. Kau sudah membuat semua orang terkejut hari ini, tapi aku yakin mereka semua akan menghargai keberhasilanmu."

Dengan semangat baru, Shirou dan Loki berjalan kembali ke aula, siap untuk merayakan malam itu dengan seluruh anggota Loki Familia. Kejutan masih ada di udara, tetapi Shirou merasa lebih siap dari sebelumnya untuk menghadapi tantangan-tantangan berikutnya.

Shirou melangkah keluar dari aula dengan senyum masih menghiasi wajahnya, tetapi rasa penasaran mulai merayapi pikirannya. Di tengah keramaian pesta perayaan yang penuh tawa dan sorak-sorai, ia tidak melihat Lefiya. Di antara wajah-wajah gembira anggota Loki Familia, kehadiran Lefiya yang selalu ceria justru tak tampak. "Ke mana dia?" pikir Shirou, beranjak menuju taman yang terletak di luar aula.

Saat ia melangkah lebih dekat, Shirou melihat sosok Lefiya duduk di bangku taman, sendirian. Wajahnya tampak murung, dan tatapan matanya seolah kosong, jauh memandang ke depan tanpa benar-benar melihat apa pun. Ia terlihat seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri, jauh dari kebisingan pesta yang bergemuruh di belakang mereka.

Shirou mendekati Lefiya dengan hati-hati, tidak ingin mengagetkannya. "Lefiya," panggilnya lembut, suaranya berbisik seperti angin malam yang lembut. "Kenapa kamu ada di sini sendirian? Apa yang terjadi?"

Lefiya tersentak, menghapus air mata yang menetes di pipinya dengan cepat, berusaha menyembunyikan rasa sedihnya. "Ah, Shirou… Tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin mengganggu perayaanmu," jawabnya dengan suara bergetar.

Namun, Shirou tidak menyerah begitu saja. Ia duduk di sampingnya, menatapnya dengan penuh perhatian. "Aku melihat wajahmu," katanya lembut. "Kamu terlihat sedih. Ada apa sebenarnya?"

Lefiya menarik napas dalam-dalam, matanya berkilat sejenak sebelum ia akhirnya memutuskan untuk berbicara. "Aku merasa… bittersweet," ujarnya pelan. "Aku senang melihatmu mencapai level 3 dengan begitu cepat, setara denganku… tapi, aku juga merasa… aku seperti tertinggal."

Shirou mendengarkan dengan tenang, tidak menyela. Lefiya melanjutkan dengan suara yang semakin pelan. "Aku bangga padamu, Shirou. Dulu, kamu yang baru datang ke Orario, begitu polos dan tak tahu apa-apa tentang Dungeon, dan aku senang bisa menjadi orang yang membimbingmu di awal." Air mata mulai menetes di pipinya lagi. "Tapi… aku juga merasa bersalah karena aku yang menyuruhmu untuk tetap di lantai 4. Aku seperti… mengekangmu. Dan sekarang, kamu sudah bisa berjalan di samping Aiz… idolaku, sementara aku tertinggal jauh di belakang…"

Shirou merasakan hatinya tergerak mendengar perasaan Lefiya yang terdalam. Tanpa ragu, ia mengulurkan tangannya dan memeluk Lefiya dengan hangat. "Lefiya, kamu tidak pernah mengekangku," katanya dengan suara lembut. "Kamu memberiku panduan yang sangat berarti. Tanpamu, aku mungkin sudah dalam masalah besar atau bahkan lebih buruk."

Lefiya menggigit bibirnya, menahan isak tangis. "Tapi sekarang... aku merasa seperti aku hanya menjadi beban..."

Shirou menggeleng dengan tegas. "Tidak, Lefiya. Kamu lebih dari sekadar itu. Kamu adalah penyihir yang kuat dan juga seseorang yang sangat peduli pada teman-temannya. Jangan merasa kamu tertinggal di belakang, karena aku akan selalu mengulurkan tangan untukmu."

Lefiya terdiam, terpaku oleh kata-kata Shirou. Ia merasakan hatinya menjadi lebih ringan, dan air mata terus mengalir, tetapi kali ini bukan hanya karena kesedihan. "Shirou… kamu benar-benar… seorang pahlawan," katanya dengan suara tercekik.

Shirou tersenyum lembut. "Dan seorang pahlawan tidak pernah meninggalkan temannya di belakang. Kita akan tumbuh dan menjadi lebih kuat bersama, Lefiya. Aku berjanji padamu."

Lefiya mengangguk, tersenyum dengan air mata di wajahnya, merasa hangat oleh kehadiran Shirou yang tulus. "Terima kasih, Shirou… terima kasih," bisiknya.

Mereka berdua duduk di sana, dalam keheningan yang nyaman, di bawah langit malam yang dipenuhi bintang, merasa lebih dekat satu sama lain daripada sebelumnya.

Shirou tersenyum pada Lefiya yang akhirnya mulai terlihat lebih tenang. Dia kemudian berdiri, mengulurkan tangan kepadanya dengan tatapan penuh semangat. "Ayo, Lefiya," kata Shirou dengan suara yang hangat. "Pestanya belum selesai, dan kita tidak bisa membiarkan semua orang bersenang-senang tanpa kita, kan?"

Lefiya menatap tangan Shirou yang terulur padanya, sejenak ragu sebelum akhirnya tersenyum kecil dan menerima uluran tangan itu. "Ya, kamu benar, Shirou," jawabnya dengan pelan. "Aku juga tidak ingin melewatkan momen-momen bersama semua orang."

Shirou membantu Lefiya berdiri, dan mereka mulai berjalan kembali ke aula. Langkah mereka seirama, bergerak dengan perlahan namun pasti, meninggalkan taman yang sepi menuju keramaian di dalam. Ketika mereka mendekati pintu aula, suara tawa dan musik yang riuh semakin terdengar jelas. Shirou bisa merasakan energi yang memancar dari dalam, seolah-olah setiap orang di dalam sedang merayakan hidup dengan sepenuh hati.

Ketika mereka masuk, semua mata berbalik menatap kedatangan mereka. Beberapa anggota Familia langsung menyambut mereka dengan sorak-sorai gembira. Tiona, yang selalu penuh semangat, melambaikan tangan dengan antusias. "Hei, Shirou! Lefiya! Kalian akhirnya kembali!" teriaknya dengan senyum lebar.

Finn, yang berada di dekat Tiona, tersenyum kecil sambil mengangkat gelasnya. "Kami berpikir kalian berdua mungkin sedang melakukan pembicaraan penting," katanya dengan nada menggoda, membuat Shirou dan Lefiya tersipu malu sejenak.

Lefiya merasa pipinya memanas, tapi ia tertawa kecil. "Kami hanya… beristirahat sebentar," jawabnya, mencoba menutupi perasaannya yang baru saja dicurahkan kepada Shirou.

Shirou juga ikut tertawa dan mengangguk. "Ya, kami hanya perlu sedikit waktu untuk merenungkan semuanya."

Loki, yang sedang sibuk mengisi gelasnya dengan anggur, melirik ke arah mereka dengan senyum jahil. "Oh-ho, lihat siapa yang kembali! Lefiya, kau membuat kita semua khawatir! Tapi sepertinya kau sudah menemukan apa yang kau cari," katanya sambil mengedipkan mata pada Lefiya.

Lefiya menunduk malu-malu, tapi senyumnya tidak bisa disembunyikan. "Terima kasih, Loki-sama," balasnya dengan sopan. "Aku merasa jauh lebih baik sekarang."

Tiona berlari mendekati Lefiya dan menariknya ke tengah ruangan. "Ayo, Lefiya! Jangan diam saja di sana! Ini pesta untuk Shirou, tapi juga untuk kita semua. Ayo, mari kita bersenang-senang!" katanya sambil tertawa, menggandeng tangan Lefiya dengan penuh semangat.

Lefiya tertawa riang, merasa semangatnya kembali. Ia melirik ke arah Shirou yang juga tersenyum dan memberi anggukan persetujuan. "Baiklah, ayo kita nikmati pesta ini!" katanya dengan nada lebih ceria.

Shirou mengamati sekeliling, melihat kegembiraan di wajah teman-temannya. Ia merasa hangat di dalam, melihat betapa mereka semua saling mendukung dan merayakan bersama. Baginya, ini adalah sesuatu yang berharga—momen kebersamaan yang langka. Tanpa sadar, ia meraih gelas yang diberikan oleh Gareth dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Untuk Familia ini, dan untuk masa depan kita bersama!" seru Shirou dengan lantang, suaranya memenuhi aula.

"Untuk Loki Familia!" balas semua orang serentak, diiringi dengan gelak tawa dan suara gelas-gelas yang beradu. Shirou tersenyum, merasakan bahwa ia benar-benar diterima di Familia ini. Lefiya berdiri di sampingnya, senyum di wajahnya lebih cerah dari sebelumnya.

Mereka berdua larut dalam kegembiraan pesta, merayakan kemenangan, kekalahan, dan segala sesuatu di antaranya. Mereka tahu bahwa perjalanan ke depan masih panjang, penuh dengan tantangan yang menunggu. Tapi malam ini, mereka akan menikmati setiap momen dengan keluarga baru mereka, merasakan ikatan yang semakin erat.

Dan di tengah pesta yang meriah itu, Shirou tahu satu hal pasti: ia tidak sendiri, dan ia tidak akan pernah merasa sendirian lagi.