Chapter 17 - Ch 17

Saat pagi tiba, Shirou bangun dengan semangat baru, siap untuk mengetes hasil eksperimennya di Dungeon. Namun, ketika ia bersiap-siap di depan workshop, ia bertemu dengan Loki yang tampaknya sudah menunggunya. Mata Loki tampak berbinar, meskipun masih terlihat sedikit sisa efek mabuk dari malam sebelumnya.

"Heh, kau sudah sibuk di gudang itu seminggu ini, ya?" kata Loki dengan senyum yang penuh teka-teki, seolah tahu persis apa yang telah dilakukan Shirou. "Jangan khawatir, aku tidak akan mengganggu latihan rahasiamu. Tapi aku harap kau punya sesuatu yang menarik untuk ditunjukkan nanti."

Shirou hanya bisa tersenyum, mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya. Ia tidak menyangka Loki akan mengetahui aktivitasnya, meskipun ia tidak sepenuhnya yakin seberapa banyak yang diketahui dewi itu. "Tunggu saja kejutannya, Loki," jawab Shirou dengan nada yang santai namun penuh tekad.

Loki tertawa kecil, menepuk bahu Shirou dengan lembut. "Aku suka kejutan, apalagi jika itu datang dari anggota baru yang bersemangat sepertimu. Jangan mengecewakanku, ya!"

Setelah Loki pergi, Shirou merasa sedikit lega tapi juga semakin bersemangat. Ia merasa seperti mendapat tantangan langsung dari sang dewi. Dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya, ia mempersiapkan diri untuk turun ke Dungeon, siap menguji sejauh mana hasil eksperimen dan latihan kerasnya selama seminggu terakhir.

Dia mengumpulkan peralatan yang telah ia siapkan, memasukkan proyektil-proyektil magic sword yang telah diubah ke dalam kantong penyimpanan di punggungnya. Hari ini, ia akan menguji semuanya—kemampuannya, kecepatan berpikirnya, dan keberanian untuk menghadapi tantangan yang lebih besar. Shirou yakin, ini akan menjadi hari yang tidak terlupakan.

Shirou bergerak dengan lincah melewati lantai-lantai awal Dungeon, mengenakan kembali topeng dan jubah Assasin yang menyembunyikan identitasnya. Dengan setiap langkah, ia merasakan adrenalin yang mengalir deras di nadinya. Lantai 4 hingga lantai 6 sudah bukan tantangan baginya, berkat latihan intensif dan strategi yang cerdik. Ia mengandalkan busur hitam untuk menghabisi musuh-musuh dari jarak jauh dengan akurasi yang tak terbantahkan, sementara Kanshou dan Bakuya siap di tangannya untuk musuh-musuh yang cukup berani mendekat.

Memasuki lantai 7, Shirou menyadari bahwa ancaman yang dihadapi semakin kompleks. Monster-monster yang muncul mulai lebih agresif dan lebih cepat dalam pergerakannya, seolah-olah mereka menyadari bahwa ada seorang penyusup di wilayah mereka. Namun, Shirou tetap tenang dan waspada. Ia menghindari serangan demi serangan dengan gerakan yang halus, membalikkan keadaan dengan serangan balik yang mematikan.

Ketika sekelompok War Shadows muncul dari kegelapan, Shirou merespons dengan cepat. Ia menembakkan anak panah dari busur hitam, dengan tepat mengenai titik-titik lemah mereka. Namun, saat jumlah mereka semakin banyak dan jarak semakin pendek, Shirou memanggil Kanshou dan Bakuya. Dengan kedua pedang di tangannya, ia menari di tengah pertempuran, memotong bayangan-bayangan tersebut dengan ketepatan yang mematikan.

Dalam beberapa menit, lantai 7 yang sebelumnya penuh dengan bahaya kini telah menjadi medan penuh dengan monster yang jatuh. Shirou berhenti sejenak untuk menarik napas, merasa puas bahwa ia telah mencapai lantai ini tanpa menggunakan satu pun dari magic sword yang telah dimodifikasi menjadi magic arrow. "Sepertinya, aku benar-benar siap untuk menguji mereka sekarang," pikirnya, sambil mengangkat satu dari magic arrow yang telah ia siapkan sebelumnya. Mata Shirou berkilat dengan tekad.

Dengan demikian, ia melanjutkan perjalanannya, mencari kesempatan untuk menggunakan kekuatan baru yang telah ia persiapkan dengan hati-hati.

Shirou melanjutkan eksplorasinya ke lantai 8 dan 9, mengharapkan peningkatan kesulitan yang signifikan. Namun, setelah beberapa saat, ia menyadari bahwa perkiraannya sedikit berlebihan. Alih-alih tantangan besar, perubahan utama adalah lingkungan yang lebih luas dan beragam. Ruangan-ruangan bertambah besar, lorong-lorong menjadi lebih pendek, dan langit-langit naik hingga hampir sepuluh meter, menciptakan suasana yang lebih terbuka dan mengancam. Lumut yang menutupi dinding dan padang rumput pendek di bawahnya menambahkan elemen alam yang tak terduga di tengah kegelapan Dungeon.

Cahaya fosfor yang kuat dari langit-langit menyerupai sinar matahari, memberikan perasaan aneh berada di luar ruangan meskipun masih jauh di dalam Dungeon. Monster-monster dari lantai-lantai sebelumnya muncul kembali dengan kekuatan yang lebih besar, tetapi jenis mereka tetap sama. Goblin, kobold, dan War Shadows yang lebih kuat menyerang dari berbagai arah. Meskipun demikian, Shirou berhasil menghadapi mereka dengan efisiensi yang sama seperti sebelumnya.

Dengan busur hitam dan anak panah magisnya, Shirou menembakkan tembakan yang tepat sasaran, mengeliminasi ancaman dari jauh. Saat monster mendekat, Kanshou dan Bakuya menari di tangannya, memotong musuh-musuh yang berani mendekat. Gerakannya tetap lincah, gesit, dan penuh perhitungan, memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengurangi jumlah musuh yang mendekat.

Lantai 8 dan 9 memang memerlukan usaha ekstra, tetapi bukanlah tantangan besar yang ia bayangkan. "Aku terlalu banyak mengkhawatirkan ini," pikir Shirou sambil melangkah lebih dalam. Namun, ia juga tahu bahwa lebih baik terlalu waspada daripada terlalu percaya diri. Meskipun lantai ini bukanlah akhir dari pencariannya, mereka menawarkan latihan yang sempurna untuk mengasah keterampilannya lebih jauh.

Dengan monster yang tersisa semakin sedikit, Shirou mulai merasa semakin yakin untuk menghadapi tantangan yang lebih berat di depan. "Sepertinya waktunya untuk menguji magic arrow ini," bisiknya sambil menggenggam panah modifikasi di tangannya, bersiap untuk melangkah ke tingkat tantangan berikutnya.

Saat Shirou turun menuju lantai 10, ia segera merasakan perubahan suasana yang drastis. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, dan kabut tebal menyelimuti seluruh lantai, membatasi jarak pandangnya secara signifikan. Shirou berhenti sejenak, menyadari bahwa kabut ini bisa menjadi masalah serius jika ia tidak dapat melihat musuh yang mendekat.

Dengan cepat, Shirou mengaktifkan mantra "Trace On" dan memperkuat penglihatannya menggunakan reinforcement pada kedua matanya. Segera, kabut tebal yang menyelubungi lantai itu tampak mulai memudar, memungkinkan Shirou untuk melihat lebih jauh dan lebih jelas. Setiap detail kecil dari lantai ini mulai terlihat dengan jelas—dinding-dinding yang retak, suara tetesan air yang lembut, dan bayangan yang bergerak di kejauhan.

Perubahan jenis monster mulai terasa ketika ia menyadari kehadiran makhluk yang lebih besar dan lebih kuat. Monster seperti orc, yang memiliki tubuh besar dan kulit kasar dengan otot-otot menonjol, mulai bergerak mendekatinya. Mereka memegang palu dan gada besar, dengan wajah yang menunjukkan kebencian dan agresi. Shirou menembakkan beberapa anak panah untuk menjatuhkan mereka dari kejauhan, tetapi ketebalan kulit mereka menyerap beberapa serangan awalnya. Tidak terkejut, ia merapal mantra "Trace On" sekali lagi, memanggil Kanshou dan Bakuya, lalu dengan cepat menyergap mereka, menyabet dan memotong musuh-musuhnya dengan tepat dan efektif.

Namun, ketika Shirou merasa situasi terkendali, seekor Infant Dragon muncul dari kegelapan kabut, mengaum keras dan menyemburkan napas api kecil yang hampir mengenainya. Shirou melompat ke samping, menghindari semburan api itu dengan lincah. Mata kuning Infant Dragon menatapnya dengan penuh kebencian. Shirou tahu bahwa ini bukan sembarang musuh—meskipun masih muda, seekor Infant Dragon memiliki kekuatan yang cukup besar dan pertahanan yang jauh lebih kuat daripada orc.

Shirou memutuskan untuk menguji salah satu magic arrows hasil modifikasinya. Dengan busur hitamnya yang sudah siap, ia menarik string dengan kekuatan penuh, mengaktifkan prana dalam anak panah tersebut. Dia mengarahkan tepat pada kepala Infant Dragon dan melepaskannya. Panah itu melesat dengan kecepatan tinggi, menyisakan jejak cahaya magis yang menyala dalam kabut tebal.

Tepat saat panah menyentuh sisik tebal sang naga, sihir yang tersimpan di dalamnya meledak, melepaskan semburan energi yang dahsyat. Suara raungan Infant Dragon menggema di seluruh lantai, dan Shirou dapat melihat dengan jelas hasil dari serangannya—serpihan sisik dan darah bertebaran, menandakan bahwa serangannya berhasil menembus pertahanan sang naga.

Melihat efek dari magic arrow-nya, Shirou tersenyum kecil. "Sepertinya modifikasi ini berhasil," gumamnya, siap untuk melanjutkan perjalanannya di lantai yang penuh kabut ini, lebih percaya diri menghadapi tantangan baru yang menanti di depan.

Shirou terus melaju hingga mencapai lantai 12, dengan hanya menyisakan satu magic arrow terkuat dalam persediaannya. Panah itu berbeda dari yang lainnya—lebih berat, terasa lebih padat, dan berdenyut dengan energi sihir yang intens. Ini adalah hasil modifikasi dari Fire Blade yang ditempa oleh Tsubaki, kapten Hephaestus Familia berlevel 5. Shirou tahu betapa sulitnya memodifikasi senjata itu menjadi bentuk panah, memakan banyak prana dan konsentrasinya selama proses tersebut.

Ia teringat saat-saat di workshop, bagaimana ia berusaha keras mengubah pedang sihir api yang diciptakan oleh Tsubaki menjadi sebuah projektil yang dapat ditembakkan. Prosesnya memakan waktu lebih lama dari yang ia perkirakan—menggabungkan struktur pedang dan sifat sihirnya ke dalam bentuk panah bukanlah tugas yang mudah. Setiap kali ia mencoba, panah itu akan meledak dalam proses atau gagal mempertahankan sifat magisnya. Namun, setelah banyak percobaan dan kesalahan, ia akhirnya berhasil menciptakan sebuah panah yang kuat, yang mengandung esensi asli dari pedang tersebut.

Sekarang, dengan panah terkuat ini di tangannya, Shirou tahu bahwa ia harus berhati-hati dalam menggunakannya. Panah ini bukanlah untuk situasi biasa—ini adalah senjata terakhir, cadangan untuk situasi yang sangat berbahaya. Shirou menyadari bahwa satu serangan dari panah ini bisa menghabisi seluruh kelompok musuh dalam sekali tembak, bahkan mungkin lebih dari itu. Ia hanya berharap tidak perlu menggunakannya kecuali benar-benar terpaksa.

Saat ia melangkah lebih dalam ke lantai 12, Shirou merasakan tekanan meningkat. Udara di sekitarnya semakin berat, dan ia dapat merasakan getaran dari bawah tanah, tanda-tanda adanya monster yang lebih kuat. Dari jauh, ia mendengar suara gemuruh langkah kaki, yang menandakan datangnya sekelompok besar monster. Ketika mereka muncul dari balik kegelapan, Shirou melihat sejumlah besar orc dan beberapa Infant Dragon, lebih banyak daripada yang ia hadapi sebelumnya.

Shirou menarik napas dalam-dalam, mempertimbangkan situasinya. "Ini bukan saat yang tepat untuk menggunakan panah terakhir ini," pikirnya. Dia memutuskan untuk menyimpan panah terkuatnya dan menggunakan senjata lain yang ada dalam Unlimited Blade Works untuk menghabisi musuh satu per satu, mempertahankan stamina dan prana sebanyak mungkin.

Satu per satu, Shirou menembakkan anak panah reguler yang diproyeksikannya, menyerang titik-titik lemah musuh dengan ketepatan yang luar biasa. Ketika monster-monster itu mulai mendekat, ia memanggil Kanshou dan Bakuya kembali ke tangannya dan menebas mereka dengan cepat dan efisien. Shirou terus bergerak, menghindari serangan-serangan musuh dan mencari celah untuk menyerang balik.

Namun, ketika kelompok monster semakin mendekat dan jumlah mereka tampaknya tidak berkurang, Shirou menyadari bahwa ia mungkin harus menggunakan panah terakhir ini. "Aku harus memastikan semuanya akan selesai dengan satu serangan," pikirnya sambil mengencangkan cengkeramannya pada busur hitamnya.

Shirou menarik tali busur itu, memposisikan magic arrow terkuat yang tersisa. Prana yang terkandung di dalam panah mulai mengalir, memancarkan aura panas yang intens di sekitarnya, membuat kabut di sekelilingnya menguap. Shirou menargetkan ke arah pusat kerumunan monster yang berkumpul, mengatur agar serangannya akan memberikan kerusakan maksimum.

Dengan satu tarikan napas terakhir, Shirou melepaskan panah itu. Panah tersebut melesat seperti bintang jatuh, berbinar merah api. Begitu menyentuh tanah di tengah kerumunan musuh, ledakan dahsyat terjadi—sinar api menyapu lantai 12, menelan orc, Infant Dragon, dan monster lainnya dalam kobaran api yang mengerikan. Suara raungan dan jeritan bergema di seluruh lantai.

Shirou dengan cepat mengumpulkan semua drop item yang tersebar di lantai 12 setelah ledakan besar tadi. Batu sihir dan material lain yang tertinggal setelah monster-monster itu hancur kini tergeletak di sekelilingnya. Shirou bergerak dengan efisiensi tinggi, mengisi kantongnya dengan batu sihir dan barang-barang berharga lainnya yang dapat ia jual di Guild nanti.

Setelah memastikan tidak ada item yang tertinggal, Shirou memutuskan untuk tidak mengambil risiko lebih jauh. Ia mulai naik ke lantai yang lebih tinggi, melewati jalan yang sudah ia tandai sebelumnya. Sesampainya di lantai 4, Shirou dengan hati-hati mencari celah batu tempat ia menyembunyikan peralatannya. Dia melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada orang atau monster yang mengintai, lalu segera mengganti peralatan yang ia sembunyikan di celah tersebut.

Dengan hati-hati, Shirou menanggalkan topeng dan jubah Assassin yang telah digunakan untuk menyembunyikan identitasnya, membiarkan mereka berubah menjadi partikel sihir dan menghilang. Ia kembali mengenakan armor ringan dan busur biasa yang ia gunakan sebagai pemula di Loki Familia.

Setelah memastikan semuanya kembali seperti semula, Shirou merapikan diri dan bersiap untuk kembali ke permukaan. "Tidak ada jejak yang tertinggal," pikirnya, merasa lega. Ia tahu bahwa tindakannya hari ini cukup berani, bahkan mungkin ceroboh, tetapi ia berhasil melewatinya tanpa ketahuan dan tanpa cedera serius.

Shirou kemudian menuju pintu keluar Dungeon dengan tenang, seolah-olah tidak ada yang terjadi. "Hanya perjalanan biasa ke lantai awal," gumamnya dalam hati, mengingatkan dirinya untuk tetap berhati-hati. Ketika ia melangkah keluar, Shirou merasa sedikit lebih percaya diri. Ia tahu bahwa ia masih harus banyak belajar, tetapi ia juga menyadari bahwa dirinya telah membuat kemajuan besar dalam waktu singkat.

Setelah Shirou tiba kembali di Twilight Manor, ia segera menuju kamarnya dan dengan hati-hati menyembunyikan semua hasil drop item yang ia kumpulkan di laci kasurnya. Laci tersebut kini sudah hampir penuh dengan batu sihir dan material lain yang ia peroleh dari lantai-lantai yang lebih dalam di Dungeon.

Saat Shirou sedang merapikan barang-barangnya, pintu kamarnya tiba-tiba diketuk. Pintu terbuka, dan Loki, dewi yang memimpin Familia, muncul di ambang pintu dengan ekspresi yang menunjukkan kebosanan.

"Oi, Shirou! Lagi ngapain? Aku lagi bosan nih. Gimana kalau kita update statusmu?" Loki bertanya sambil tersenyum lebar, tampaknya berharap mendapatkan hiburan dari hasil status Shirou.

Shirou merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Dia tahu bahwa jika Loki melihat peningkatan yang signifikan dalam statusnya, itu bisa menimbulkan kecurigaan, terutama mengingat betapa pesatnya perkembangan yang ia capai dalam beberapa hari terakhir. Menyadari bahwa ia tidak akan bisa menyembunyikan rahasianya jika statusnya diperiksa sekarang, Shirou dengan cepat mencoba mencari alasan.

"Umm, Loki-sama... bagaimana kalau kita tunda dulu? Aku merasa lebih baik menunggu sampai ekspedisi Loki Familia sudah kembali. Aku ingin memastikan bahwa aku sudah melakukan yang terbaik sebelum melihat hasilnya," jawab Shirou dengan nada tenang, mencoba untuk tidak menunjukkan kegugupannya.

Loki menatapnya sejenak, mata dewinya seakan meneliti setiap gerakan kecil yang dibuat Shirou. Namun, setelah beberapa detik, dia mengangkat bahu dan menghela napas panjang.

"Yah, kalau itu maumu, aku nggak akan maksa. Tapi jangan terlalu lama menunda, ya! Aku penasaran seberapa jauh kamu sudah berkembang," kata Loki dengan senyum yang penuh arti sebelum akhirnya meninggalkan kamar Shirou.

Shirou menghela napas lega setelah Loki pergi. Dia tahu bahwa ini hanya penundaan sementara, tetapi setidaknya itu memberi waktu baginya untuk memikirkan langkah selanjutnya. Sambil duduk di tepi tempat tidurnya, Shirou merenung, menyadari bahwa ia harus lebih berhati-hati di masa depan.

Selama beberapa hari berikutnya, Shirou terus berlatih dan memperkuat kemampuannya menjelajahi Dungeon hingga lantai 12 tanpa menggunakan Magic Arrow. Dia berfokus untuk mengandalkan keterampilannya dengan Kanshou dan Bakuya, sepasang pedang kembar yang telah ia projeksikan dengan sempurna dari Unlimited Blade Works, dan juga teknik memanah jarak jauh dengan busur hitam miliknya.

Di lantai-lantai awal, hingga lantai 7, Shirou dengan mudah mengalahkan monster-monster yang sudah familiar baginya, seperti War Shadows dan Frog Shooters, menggunakan kombinasi serangan jarak dekat dan tembakan anak panah. Di lantai 8 dan 9, yang lebih menantang dengan ruang dan koridor yang lebih besar, Shirou mulai memanfaatkan medannya. Ia menggunakan Kanshou dan Bakuya untuk bertarung dengan cepat dalam jarak dekat, sementara anak panah dari busurnya digunakan untuk menembak musuh-musuh dari jarak jauh, menjaga mereka tetap terkendali.

Saat ia mencapai lantai 10 yang penuh kabut, Shirou mengaktifkan Reinforcement  untuk memperkuat matanya, memungkinkan dia untuk melihat dengan jelas melalui kabut tebal yang menutupi area. Serangan terhadap Orc dan Infant Dragon membutuhkan lebih banyak strategi. Shirou menggunakan kecepatan dan ketangkasannya, memperkuat tubuhnya dengan Reinforcement untuk menghindari serangan dan mencari titik buta musuh-musuh yang lebih besar ini.

Setiap kali bertarung, Shirou semakin menyadari betapa pentingnya kontrol stamina dan prana dalam pertempuran yang panjang. Ia mulai mengembangkan ritme, menyesuaikan dirinya dengan setiap lantai yang lebih dalam dan berbahaya. Di lantai 11 dan 12, di mana ancaman mulai lebih kuat, Shirou harus mengandalkan refleks dan pengalaman tempurnya untuk mengatasi Orcs yang menyerang dalam kelompok besar dan monster-monster baru yang belum pernah dia hadapi sebelumnya.

Meskipun tanpa Magic Arrow, Shirou menggunakan kombinasi teknik Projection dan Reinforcement untuk memastikan setiap serangannya mematikan. Dia belajar untuk lebih memanfaatkan lingkungan di Dungeon, bergerak dengan gesit dan hati-hati untuk menghindari serangan sambil terus maju ke depan.

Di akhir setiap hari, Shirou kembali ke Twilight Manor untuk beristirahat, menyimpan hasil drop item di kamarnya, dan mempersiapkan dirinya untuk perjalanan berikutnya. Dia tahu bahwa setiap langkah yang dia ambil di Dungeon adalah persiapan untuk tantangan yang lebih besar di masa depan. Dengan setiap perjalanan, kemampuannya semakin matang, dan ia semakin memahami bagaimana caranya bertahan hidup dan berkembang di dunia Orario.

Loki sama sekali tidak curiga dengan kemajuan Shirou karena Shirou selalu kembali ke Twilight Manor tanpa terluka. Dari sudut pandang Loki, Shirou tampak seperti petualang yang berhati-hati dan tidak mengambil risiko yang berlebihan.

Namun, kenyataannya Shirou memang mengalami beberapa luka kecil selama eksplorasinya di Dungeon. Setiap kali ia terluka, Shirou dengan cepat menggunakan potion yang ia beli dari Miach Familia. Ia selalu memastikan untuk menyetok potion ini setiap kali persediaannya menipis, sehingga ia selalu siap untuk menghadapi bahaya berikutnya tanpa menimbulkan kecurigaan.

Shirou sangat disiplin dalam menggunakan potion ini hanya untuk menyembuhkan luka-luka kecil, menjaga stamina dan prana-nya agar tetap stabil. Dia tidak ingin Loki mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam dia sebenarnya telah menjelajah. Dengan cara ini, Shirou berhasil menjaga rahasianya sambil terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya tentang Dungeon, tanpa menarik perhatian yang tidak diinginkan.

Shirou menyadari bahwa pencapaiannya sudah jauh melampaui petualang pemula lainnya, yang biasanya membutuhkan party dan peningkatan status untuk menjelajah lebih dalam. Namun, rasa ingin tahunya tentang Dungeon dan keinginan untuk menjadi lebih kuat mendorongnya untuk terus menantang batas kemampuannya.

Ia menghabiskan waktu di perpustakaan Twilight Manor, mempelajari semua informasi yang tersedia tentang lantai menengah dari Dungeon, khususnya lantai 13 hingga 17. Ia menemukan bahwa lantai ini lebih berbahaya daripada yang sebelumnya, dihuni oleh monster yang jauh lebih kuat dan beragam. Shirou membaca catatan tentang jenis-jenis monster baru seperti Hellhounds yang dapat meluncurkan serangan api, Minotaur dengan kekuatan fisik luar biasa, dan Almiraj—kelinci putih dengan tanduk tajam yang bergerak cepat dan licik.

Ia juga mempelajari strategi terbaik untuk menghadapi monster-monster ini dan mengenali jebakan atau bahaya lainnya di lantai tersebut, seperti mist zones (zona kabut) yang dapat mengurangi visibilitas, serta lantai-lantai licin yang bisa menjadi bencana bagi petualang yang tidak waspada. Shirou mencatat semua detail penting ini dengan hati-hati, memikirkan cara untuk mengatasi tantangan tersebut dengan kemampuan dan Magecraft yang dimilikinya.

Meskipun tahu bahwa melanjutkan ke lantai menengah tanpa status yang lebih tinggi atau party adalah keputusan yang sangat berisiko, Shirou merasa yakin bahwa kombinasi dari Magecraft dan kemampuannya mengandalkan projection serta pengalaman bertarungnya dapat membantunya melewati tantangan ini. Ia memutuskan untuk mempersiapkan dirinya dengan lebih matang, mengembangkan strategi baru, dan bersiap untuk menjelajahi lantai menengah sesegera mungkin.

Shirou mempersiapkan diri untuk penjelajahan berikutnya dengan hati-hati. Dia meninjau peta lantai menengah yang telah ditandai oleh anggota Loki Familia, mempelajari jalur tercepat dan memahami lokasi-lokasi berbahaya yang mungkin ditemui. Dengan pengetahuan ini, dia merencanakan strategi untuk menghadapi monster dan tantangan di setiap lantai.

Sebelum berangkat ke Dungeon keesokan harinya, Shirou memeriksa persediaan potion dan memastikan semua perlengkapan yang dia perlukan dalam kondisi baik. Dia juga merencanakan penggunaan magic sword yang telah dia modifikasi sebelumnya untuk situasi darurat atau untuk melawan monster yang sulit.

Shirou merasa siap dan bertekad untuk menembus lantai menengah, berharap bahwa persiapan dan keterampilannya dapat membantunya melanjutkan pencapaiannya tanpa terdeteksi.

Malam itu, Shirou memutuskan untuk mengunjungi Hostess of Fertility. Ia mengenakan pakaian santai dan berjalan menyusuri jalan-jalan di Orario yang mulai gelap, menuju ke arah restoran yang sudah menjadi tempat yang akrab baginya. Ketika sampai, ia disambut oleh suasana hangat dan meriah, dengan suara tawa serta percakapan para pelanggan yang memenuhi ruangan.

Saat Shirou masuk, Syr yang sedang melayani meja pelanggan melihatnya dan menyapa dengan senyuman hangat. "Shirou! Lama tidak terlihat. Bagaimana kabarmu?" tanyanya sambil meletakkan nampan di meja dekatnya.

Shirou tersenyum dan membalas, "Aku baik-baik saja, hanya sibuk dengan beberapa hal baru-baru ini." Dia menghindari menyebutkan rencananya untuk menembus lantai tingkat menengah, tidak ingin membuat siapa pun khawatir atau menimbulkan kecurigaan.

Mia Grand, pemilik restoran, melirik ke arah Shirou dari balik meja bar dan mengangguk padanya dengan ekspresi setengah ramah. "Apa yang membawamu ke sini malam ini, anak muda? Butuh makanan enak setelah hari yang panjang?" tanyanya dengan nada bersahabat tapi sedikit menggoda.

Shirou mengangguk, "Iya, kurasa aku butuh sedikit penyemangat sebelum hari yang sibuk besok."

Syr, yang mendengar itu, menatap Shirou dengan penasaran. "Hari yang sibuk, ya? Apakah ada sesuatu yang spesial?" tanyanya sambil melanjutkan pekerjaannya.

Shirou tersenyum dan menjawab dengan santai, "Tidak ada yang terlalu spesial. Hanya beberapa latihan biasa."

Syr mengangguk, meski ada kilatan ingin tahu di matanya. Shirou kemudian memesan makan malam sederhana dan duduk di salah satu meja di sudut ruangan. Sambil menikmati makanannya, ia berbicara dengan para pelayan dan pelanggan lain, menikmati suasana santai di restoran itu, berusaha untuk menenangkan pikirannya sebelum tantangan besar yang akan dihadapinya keesokan harinya.

Ia menyimpan rahasianya dengan baik, sambil tetap menikmati malam itu di tengah-tengah orang-orang yang telah menjadi teman-teman barunya di dunia yang asing ini.

Dengan suasana restoran yang lebih sepi dari biasanya, para pelayan di Hostess of Fertility memiliki kesempatan untuk bersantai sejenak. Shirou memperhatikan Ryuu Lion, yang sedang duduk di dekat bar, tampak tenang sambil menikmati secangkir teh. Ia tahu dari cerita-cerita yang didengarnya bahwa Ryuu adalah seorang mantan petualang yang sangat kuat.

Dengan niat memanfaatkan momen ini, Shirou mendekati Ryuu dan berkata, "Permisi, Ryuu-san. Aku dengar kamu adalah seorang petualang yang sangat hebat dulu… Aku ingin tahu, adakah tips untuk pemula sepertiku?"

Ryuu menoleh, menatap Shirou dengan tatapan tajam namun lembut. "Tips untuk pemula?" ia mengulang, suaranya tenang dan sedikit rendah. "Dungeon bukanlah tempat yang bisa dianggap enteng, bahkan bagi mereka yang memiliki pengalaman. Tapi, sebagai pemula, ada beberapa hal yang bisa kau perhatikan."

Shirou mengangguk dengan serius, memperhatikan setiap kata yang akan diucapkan oleh Ryuu. Ryuu melanjutkan, "Pertama, jangan pernah meremehkan musuh, sekecil apapun mereka. Dungeon memiliki caranya sendiri untuk menghukum kesombongan."

Ia mengambil jeda sejenak, menyesap teh hangatnya sebelum melanjutkan, "Kedua, selalu awas terhadap lingkungan. Monster bisa muncul dari dinding kapan saja, dan jebakan alami bisa saja ada di mana saja. Memiliki kemampuan untuk merasakan bahaya akan sangat membantu."

Shirou mengangguk, mencatat hal-hal itu dalam pikirannya. "Dan ketiga?" tanyanya.

Ryuu tersenyum tipis. "Ketiga, selalu siap dengan rencana cadangan. Dungeon tidak selalu berjalan sesuai rencana. Memiliki jalan keluar atau strategi mundur bisa menyelamatkan hidupmu."

Shirou merasa bahwa saran Ryuu sangat berharga. "Terima kasih banyak, Ryuu-san. Itu sangat membantu," ucapnya dengan tulus.

Ryuu hanya mengangguk. "Hati-hati di luar sana, Shirou. Dungeon bukanlah tempat yang bisa dianggap enteng, dan kau tidak pernah tahu apa yang akan kau temui di sana."

Shirou merasa lebih siap dan percaya diri dengan tips yang diberikan oleh Ryuu. Dengan rasa terima kasih, ia kembali ke mejanya, merenungkan saran-saran tersebut sambil menikmati sisa malamnya di restoran. Malam itu, Shirou tahu bahwa ia telah mendapatkan wawasan berharga dari seseorang yang memiliki pengalaman nyata di Dungeon, dan ia merasa lebih siap untuk tantangan yang akan datang.

Saat Shirou mulai menjelajahi lantai tingkat Menengah di Dungeon, dia meresapi setiap kata dari saran yang diberikan Ryuu semalam. Langkahnya hati-hati, telinganya waspada terhadap setiap suara yang aneh, dan matanya terus mengawasi dinding di sekitarnya, mengingat bahwa monster bisa muncul kapan saja.

Ia memutuskan untuk tidak meremehkan musuh, bahkan saat menghadapi monster-monster yang terlihat lemah seperti Lizardmen dan Blue Papilio. Dengan busur hitamnya, ia menjaga jarak aman dan memanah dengan tepat, memastikan setiap serangan mengenai titik vital. Shirou tahu bahwa menghemat stamina dan energi sangat penting di lantai-lantai yang lebih dalam.

Saat melangkah lebih jauh, Shirou mendengar suara gemuruh samar di kejauhan. Ia langsung memasang kuda-kuda, siap untuk menghadapi apa pun. Dalam sekejap, sekelompok Hard Armored keluar dari dinding sebelah kanannya. Menurut peta yang ia pelajari, monster ini biasanya muncul secara berkelompok dan memiliki pertahanan tinggi. Ia ingat tip Ryuu: jangan meremehkan lawan dan selalu siap dengan rencana cadangan.

Shirou meraih salah satu magic arrow yang telah dimodifikasi dan menariknya di busurnya. Dengan target yang jelas, ia membidik tengah-tengah kelompok itu dan menembakkan panah yang memancarkan aura sihir yang kuat. Saat panah tersebut mengenai tanah di depan kelompok Hard Armored, ledakan besar terjadi, membakar dan menghancurkan mereka semua dalam satu serangan. Shirou tersenyum, puas dengan hasilnya. "Satu panah untuk banyak musuh. Tidak buruk," gumamnya.

Setelah itu, Shirou melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati. Saat melintasi lorong-lorong sempit, ia menjaga posisinya agar selalu memiliki rute mundur yang jelas. Ia memeriksa dinding dan lantai, mencari tanda-tanda bahaya atau jebakan alami. Begitu ia merasa ada keanehan, ia segera berhenti dan mempersiapkan diri, memastikan bahwa ia tidak masuk ke dalam situasi berbahaya tanpa persiapan.

Perlahan-lahan, Shirou mulai merasa lebih nyaman. Dengan kombinasi Kanshou dan Bakuya di tangan, dia menebas musuh-musuh yang mendekat, dan untuk musuh yang jauh, dia menggunakan busur hitamnya. Shirou juga memastikan untuk menyimpan magic arrow yang tersisa untuk situasi yang lebih genting, persis seperti yang disarankan Ryuu.

Shirou melanjutkan perjalanannya dengan langkah yang lebih pasti. Setiap langkah direncanakan dengan cermat, setiap serangan diperhitungkan. Dalam beberapa kesempatan, ia bahkan menemukan beberapa titik yang terlihat seperti tempat berlindung alami, di mana ia bisa beristirahat sebentar dan memulihkan tenaga sebelum melanjutkan.

Dengan menerapkan semua tips dari Ryuu, Shirou berhasil menavigasi lantai tingkat Menengah dengan lebih efisien dan aman. Ia merasa semakin yakin dan siap untuk tantangan-tantangan yang lebih besar yang menantinya di kedalaman Dungeon.

Dengan bantuan peta yang telah ditandai jalur tercepat oleh anggota Loki Familia, Shirou melangkah dengan penuh percaya diri. Ia mengarahkan langkahnya sesuai dengan rute yang ditunjukkan pada peta, menggunakan setiap tanda dan penanda sebagai panduan. Peta ini bukan hanya menunjukkan jalur tercepat, tetapi juga mengidentifikasi lokasi jebakan yang sudah diketahui dan tempat-tempat di mana monster cenderung muncul.

Untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya, Shirou menggunakan mantra "Trace On" dan memperkuat matanya dengan Reinforcement. Mantra ini membuat penglihatannya lebih tajam, memungkinkan dia untuk melihat detail yang tidak terlihat oleh mata biasa. Setiap celah, retakan, atau ketidaksesuaian di lantai dan dinding langsung terlihat jelas baginya. Dengan kemampuan ini, Shirou dapat mendeteksi jebakan tersembunyi yang biasanya akan terlewatkan, seperti lantai yang longgar yang bisa memicu jebakan spike atau dinding yang retak, di mana monster mungkin bersembunyi.

Setiap kali Shirou menemukan tanda-tanda jebakan, ia memperlambat langkahnya dan memilih rute alternatif yang aman, selalu mengingat petunjuk di peta. Jika tidak ada pilihan lain, ia berhati-hati untuk menginjak hanya bagian lantai yang tampak stabil dan menghindari area yang mencurigakan. Dia juga mengamati dinding di sekitarnya, mencari celah atau retakan yang bisa mengindikasikan jebakan panah atau monster yang bisa menyerang tiba-tiba.

Pada satu kesempatan, Shirou menemukan sebuah jejak yang hampir tak terlihat di tanah, seperti bekas pijakan yang tidak sesuai dengan permukaan sekitarnya. Dengan reinforcement yang memperkuat penglihatannya, ia melihat mekanisme tersembunyi di bawah lantai tersebut. Ia menghindari daerah itu dan mencatatnya di peta, memastikan untuk tidak masuk ke sana jika ia harus melewati jalur itu lagi di masa depan.

Melanjutkan perjalanan lebih dalam, Shirou merasa semakin terampil dalam membaca tanda-tanda jebakan dan potensi bahaya lainnya. Dia menemukan beberapa jebakan lain, seperti lubang jebakan tersembunyi yang ditutupi oleh lumut, dan dinding yang menunjukkan tanda-tanda bahwa ia bisa roboh kapan saja. Setiap kali, penguatan pada matanya membantunya menghindari bahaya sebelum dia terjebak dalam situasi sulit.

Dengan kemampuan untuk melihat bahaya yang tidak kasat mata, ditambah dengan pemahaman yang lebih baik tentang peta, Shirou berhasil menavigasi lantai tingkat Menengah dengan lebih aman dan cepat. Dia melanjutkan dengan efisiensi tinggi, bergerak maju menuju tujuan berikutnya di kedalaman Dungeon, selalu siap untuk apa pun yang datang.

Ketika Shirou memasuki lantai 15, dia merasakan suasana yang berbeda dari lantai sebelumnya. Aura kekuatan yang lebih besar terasa semakin mendekat. Tanpa peringatan, segerombolan Minotaur muncul dari kegelapan, mata mereka bersinar merah dengan amarah yang menggebu. Monster besar dengan tubuh berotot dan tanduk mengerikan ini menerjang maju, mengeluarkan raungan yang menggema di sepanjang koridor.

Shirou tahu bahwa Minotaur bukanlah monster biasa. Mereka memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, dan meskipun dia telah melatih keterampilannya, jumlah mereka membuat situasinya semakin berbahaya. Tanpa ragu, Shirou menarik busur hitam besar yang telah dia modifikasi. Dia memanggil dua magic arrow yang telah dia modifikasi sebelumnya, satu dengan elemen api dan satu dengan elemen es.

"Trace On," Shirou berbisik, dan seketika kedua magic arrow muncul, bercahaya dengan energi sihir yang kuat.

Dia membidik dengan cermat, menempatkan panah api dan es itu pada titik yang tepat. Dia tahu bahwa kedua elemen ini, ketika digabungkan, dapat menghasilkan ledakan besar dengan kekuatan destruktif yang cukup untuk menghancurkan sekelompok monster sekaligus. Shirou menarik tali busur dengan kekuatan penuh, dan dengan fokus yang tajam, melepaskan kedua magic arrow itu.

Panah pertama, yang terbuat dari api, meluncur cepat, menyalakan udara di sekitarnya dan menyinari area sekitarnya dengan cahaya oranye yang menyala-nyala. Panah kedua, yang terbuat dari es, segera mengikuti, menciptakan jejak beku di belakangnya. Ketika kedua panah ini bertabrakan di tengah-tengah gerombolan Minotaur, elemen mereka yang saling bertentangan menyebabkan ledakan besar yang mengguncang seluruh lantai.

Ledakan kombinasi api dan es menciptakan gelombang energi yang dahsyat. Panas yang membara dari api dengan cepat membakar Minotaur terdepan, sementara es yang tajam menghancurkan monster-monster di belakangnya. Efek destruktif dari kedua elemen yang saling berlawanan itu meledakkan tubuh-tubuh Minotaur, menimbulkan kabut uap tebal yang menyelimuti area itu.

Ketika asap dan kabut uap mulai hilang, Shirou dapat melihat hasil dari serangannya. Tubuh-tubuh Minotaur tergeletak di lantai, hancur dan membeku, beberapa masih menyala dengan api yang tersisa. Shirou menghela napas lega, menyadari bahwa dia telah berhasil mengatasi ancaman besar ini tanpa cedera serius.

Namun, dia juga tahu bahwa dia telah menggunakan dua magic arrow sekaligus, mengurangi persediaan yang ia miliki. Shirou merapikan kembali busurnya dan memutuskan untuk melanjutkan dengan lebih hati-hati, sadar bahwa dia harus menghemat sisa magic arrow yang ia miliki untuk menghadapi tantangan yang mungkin lebih besar di depan.

Shirou menyadari bahwa lantai 15 adalah dunia yang sangat berbeda dari lantai sebelumnya. Di sini, atmosfer terasa lebih berat dan tegang, seolah-olah setiap sudut dan celah mengintai ancaman baru. Monster yang muncul bukan lagi makhluk yang bisa diabaikan, tetapi adalah musuh-musuh yang jauh lebih kuat, dengan kecepatan, ketangguhan, dan kecerdasan yang lebih tinggi. Mereka adalah monster yang telah berevolusi menjadi Level 2, membuat mereka jauh lebih berbahaya daripada yang Shirou temui sebelumnya.

Menghadapi musuh-musuh yang lebih kuat, Shirou tidak bisa lagi hanya mengandalkan kekuatan fisik atau kemampuan dasarnya. Sama seperti Archer di masa lalu yang selalu melawan Servant yang jauh lebih kuat darinya, Shirou tahu bahwa dia harus memanfaatkan semua taktik, kecerdasan, dan keterampilan yang dimilikinya. Dia terus bergerak, selalu menjaga jarak, dan mengamati pergerakan setiap monster dengan cermat.

Dia menghadapi Silverback, gorila humanoid berlapis perak yang memiliki kekuatan fisik luar biasa dan kecepatan yang mengerikan. Dengan memanfaatkan busur hitamnya, Shirou melepaskan serangkaian tembakan presisi untuk melumpuhkan kaki Silverback, mengurangi mobilitas monster tersebut. Ketika Silverback mencoba menerjangnya dengan amarah, Shirou memanggil Kanshou dan Bakuya dan melompat ke arah monster itu, memotong dengan serangan cepat yang tepat di titik lemah monster tersebut.

Pertarungan berikutnya lebih menantang, ketika Shirou menghadapi sekelompok Almiraj, kelinci putih yang tampak biasa, namun memiliki kecepatan dan ketangkasan yang mengesankan. Dengan gerakan cepat dan gerakan zig-zag yang sulit diikuti, Almiraj menyerang dalam kelompok, mencoba mengecoh Shirou dari segala arah. Shirou mengingat pelajaran dari Archer: jangan terjebak dalam serangan membabi buta. Dia menunggu dengan sabar, memperhatikan pola serangan mereka. Ketika satu Almiraj melompat terlalu dekat, Shirou berbalik dan dengan cepat melepaskan tembakan dari busurnya, menembus tubuh kelinci tersebut dan menghentikan serangan kelompok.

Selama pertarungan ini, Shirou merasakan peningkatan kekuatan dan tekanan pada dirinya. Di satu sisi, dia diingatkan pada Archer, yang selalu berada di batas kemampuannya, melawan lawan-lawan yang lebih kuat dan lebih cepat. Archer selalu mengandalkan kecerdikan, pengalaman, dan kemampuan untuk membaca situasi dengan cepat. Shirou memutuskan untuk menerapkan prinsip yang sama. Dia tidak akan bertarung dengan kekuatan brute force melawan monster yang lebih kuat darinya, melainkan dengan teknik dan strategi.

Di lantai 15 ini, setiap langkah yang dia ambil adalah ujian ketahanan dan keberanian. Meski melawan musuh yang lebih kuat, Shirou tetap fokus, menjaga ritme pernapasan dan gerakannya tetap tenang. Dia tahu bahwa dia harus bertahan, memanfaatkan segala keunggulan kecil yang bisa dia temukan, dan beradaptasi dengan cepat terhadap tantangan baru yang mungkin muncul.

Dengan pemikiran ini, Shirou terus bergerak maju, hati-hati tetapi tetap gigih, menavigasi bahaya di lantai ini, siap menghadapi setiap tantangan yang datang seperti Archer yang dulu selalu siap menghadapi pertarungan yang tampaknya mustahil untuk dimenangkan.

Shirou melangkah ke lantai 18 dengan tubuh yang mulai terasa lelah dan beberapa memar yang menghiasi kulitnya. Potion yang ia bawa sudah habis digunakan, dan meski ia masih bisa berdiri tegak, Shirou tahu bahwa dia harus segera mengisi kembali stok potionnya. Dengan mempertimbangkan keadaannya, Shirou memutuskan untuk menuju ke Rivira, sebuah kota petualang yang terletak di lantai 18, di mana ia bisa mendapatkan suplai yang ia butuhkan.

Menyadari bahwa Rivira dipenuhi oleh petualang dari berbagai Familia, Shirou melepas topeng dan jubah Assassin-nya. Dia ingin menghindari perhatian yang tidak diinginkan dan tidak ingin menimbulkan kecurigaan di antara petualang lain. Meskipun dia berhasil mencapai lantai tingkat menengah dengan caranya sendiri, Shirou tahu bahwa mempertahankan penyamaran bisa menimbulkan lebih banyak masalah daripada manfaatnya di tempat seperti ini.

Saat memasuki Rivira, Shirou segera merasakan suasana berbeda dari lantai-lantai Dungeon lainnya. Rivira adalah tempat yang relatif aman, dikenal sebagai "Paradise" atau "Rumah Sementara" bagi para petualang yang butuh beristirahat setelah menjelajahi lantai tingkat menengah. Shirou memperhatikan sekelompok petualang yang sedang berbincang-bincang di dekat sebuah kedai kecil, sementara yang lain sibuk menukar barang dengan pedagang keliling yang membawa berbagai perlengkapan.

Shirou melangkah menuju salah satu pedagang potion yang tampak berpengalaman, dan mulai bernegosiasi untuk menukar drop item yang ia kumpulkan dari lantai 13 hingga 17 dengan beberapa potion penyembuhan dan mana potion. Pedagang tersebut, seorang pria tua dengan mata tajam, menatap Shirou sejenak sebelum akhirnya setuju dengan pertukaran tersebut, meskipun ia menegaskan bahwa harganya akan sedikit lebih tinggi karena berada di lantai yang lebih dalam.

"Potion di sini memang lebih mahal, Nak," kata pedagang itu sambil tersenyum, "tapi di tempat ini, nyawa jauh lebih berharga daripada beberapa Valis ekstra."

Shirou mengangguk setuju dan menerima potion yang ia butuhkan. Walaupun dia tahu harganya lebih mahal, dia tidak memiliki pilihan lain. Dia merasa lebih tenang setelah mengisi kembali stoknya, dan merasakan tubuhnya mulai kembali segar setelah meminum satu potion.

Setelah menyelesaikan transaksi, Shirou memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di Rivira. Ia melihat berbagai toko yang menjual peralatan, senjata, dan makanan, serta petualang dari berbagai Familia yang berinteraksi satu sama lain. Ada suasana keakraban namun juga ketegangan, karena Rivira adalah tempat di mana petualang dengan tujuan yang berbeda sering kali bertemu.

Shirou memutuskan untuk tetap rendah hati dan tidak terlalu mencolok di antara kerumunan. Dia tahu bahwa meski Rivira adalah tempat istirahat, tetap saja ini adalah Dungeon, dan bahaya bisa datang dari mana saja. Setelah memastikan bahwa ia memiliki semua yang ia butuhkan, Shirou bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanannya. Namun, sebelum itu, ia memutuskan untuk mengamati lebih banyak tentang Rivira, mencoba mempelajari lebih banyak tentang petualang lain yang ada di sekitarnya dan mungkin mendapatkan informasi berguna yang bisa membantunya menjelajahi lantai berikutnya.

Saat Shirou berkeliling Rivira, dia menyadari bahwa meskipun kota ini terletak jauh di dalam Dungeon, ia memiliki pesona dan kehidupan tersendiri yang menarik. Dikenal sebagai tempat singgah bagi petualang yang menjelajahi lantai-lantai lebih dalam, Rivira memiliki suasana yang sangat berbeda dibandingkan dengan lantai-lantai Dungeon lainnya.

Kota ini terletak di tengah sebuah area yang cukup luas, dengan dinding-dinding yang terbuat dari batu yang dipoles dan dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang memberikan cahaya lembut di malam hari. Meskipun tidak secerah kota di permukaan, Rivira memancarkan kehangatan dan kenyamanan bagi para pengunjungnya.

Shirou melewati berbagai jenis usaha yang mengisi jalanan kota. Ada kedai makanan yang menawarkan berbagai jenis hidangan dari bahan-bahan yang tidak dapat ditemukan di permukaan, seperti daging monster dan sayuran yang hanya tumbuh di kedalaman Dungeon. Aromanya yang menggugah selera membuat Shirou merasa lapar, dan ia melihat beberapa petualang duduk santai di meja-meja kecil, menikmati makanan dan minuman mereka dengan ceria.

Di dekatnya, ada pasar yang menjual barang-barang penting untuk petualang, seperti senjata, armor, dan alat-alat lain. Pedagang yang menjual barang-barang ini tampak ramah dan berpengalaman, dengan beberapa dari mereka menawarkan diskon kepada pelanggan tetap atau petualang yang membawa barang barter seperti drop item dari Dungeon.

Shirou juga melihat beberapa toko yang lebih kecil yang menjual berbagai macam barang, mulai dari obat-obatan dan potion hingga aksesori dan barang-barang aneh yang tampaknya hanya bisa ditemukan di Rivira. Setiap toko memiliki karakter uniknya sendiri, dengan beberapa menawarkan barang-barang langka dan eksklusif untuk petualang yang berani menjelajah lebih dalam.

Ada juga beberapa tempat hiburan, seperti bar dan lounge, di mana para petualang berkumpul untuk bersantai dan berbagi cerita setelah seharian bekerja keras. Suasana di tempat-tempat ini penuh dengan tawa dan perbincangan, memberikan kesempatan bagi petualang untuk menjalin hubungan dan berbagi pengalaman mereka di Dungeon.

Di sudut lain kota, Shirou menemukan sebuah kuil kecil yang didedikasikan untuk dewa-dewa dan entitas yang dihormati oleh para petualang. Kuil ini terlihat tenang dan damai, memberikan tempat bagi mereka yang ingin berdoa atau mencari perlindungan spiritual sebelum kembali ke Dungeon.

Sementara itu, di sepanjang jalan-jalan Rivira, ada berbagai kelompok petualang yang saling berinteraksi. Beberapa terlihat sedang merencanakan perjalanan mereka ke lantai-lantai yang lebih dalam, sementara yang lain tampak beristirahat setelah kembali dari eksplorasi. Keberagaman ini menciptakan suasana yang dinamis dan penuh warna di kota.

Shirou merasa terkesan dengan cara Rivira mengatur kehidupannya dan bagaimana kota ini berfungsi sebagai oasis bagi para petualang yang melewati berbagai tantangan di Dungeon. Meskipun tidak sebanding dengan kemegahan kota di permukaan, Rivira memiliki keunikan dan kehangatan yang membuatnya menjadi tempat yang spesial bagi mereka yang menjelajahi kedalaman Dungeon.

Shirou berjalan santai di jalanan Rivira, terpesona oleh suasana kota yang sibuk namun nyaman ini. Dia mengamati berbagai toko dan usaha yang menghiasi kota bawah tanah ini, mulai dari kedai makanan yang mengundang dengan aroma sedap hingga pasar yang ramai dengan barang-barang langka. Setiap sudut kota menawarkan keunikan tersendiri, membuat Shirou merasa seolah-olah ia berada di dunia yang sangat berbeda dari Dungeon yang biasanya ia jelajahi.

Sementara ia menyusuri jalan, tiba-tiba suara yang familiar menggetarkan kesadarannya. Suara itu berasal dari Lefiya, yang sedang berbicara dengan beberapa petualang lain yang baru saja kembali dari ekspedisi. Suara Lefiya mengisi udara dengan nada ceria dan penuh energi, sangat kontras dengan suasana hening yang mengelilingi Shirou.

Shirou segera berhenti dan menoleh, mencoba mencari sumber suara. Ketika dia melihat Lefiya di kejauhan, berbincang-bincang dengan penuh semangat, dia merasa seolah-olah waktu tiba-tiba melambat. Instingnya yang terlatih memberitahunya bahwa dia harus tetap tersembunyi. Dengan cepat, Shirou menarik tudung jubahnya lebih dalam menutupi rambut merahnya, berusaha agar tidak terlalu terlihat oleh Lefiya atau orang-orang di sekelilingnya.

Shirou melangkah perlahan menjauh, memastikan agar tidak menarik perhatian. Meski ia ingin bertegur sapa atau memberikan kabar, keberadaannya di Rivira dan apa yang dilakukannya saat ini bukanlah hal yang bisa ia ungkapkan dengan mudah. Dia memutuskan untuk menjaga jarak dan melanjutkan eksplorasinya, sambil berdoa agar Lefiya tidak menyadari kehadirannya di kota ini.

Shirou melangkah cepat menjauh dari keramaian Rivira, menuju ke area yang lebih terpencil di luar kota—sebuah hutan kecil yang menawarkan perlindungan dari pandangan. Dengan hati-hati, dia bergerak di antara pepohonan, berusaha untuk menghilang sepenuhnya dari pandangan.

Namun, saat dia melangkah lebih jauh ke dalam hutan, dia mendengar suara langkah kaki yang mengikuti dari belakang. Mungkin insting petualangnya yang tajam, atau hanya keberuntungan, dia tahu bahwa Lefiya telah mengejarnya. Dalam sekejap, Shirou mengeluarkan topeng Assasin dari dalam tasnya dan mengenakannya dengan cepat. Dia kemudian menggunakan teknik Alteration untuk mengubah suaranya, agar suaranya terdengar berbeda dan tidak dikenali.

Shirou berhenti sejenak di antara pepohonan, mempersiapkan diri untuk menghadapi Lefiya. Dengan suara yang diubah, dia berusaha untuk berbicara dengan Lefiya, berusaha keras agar suaranya tidak memberikan petunjuk tentang identitas aslinya. Dia menunggu dengan penuh perhatian, mendengarkan langkah kaki Lefiya yang semakin mendekat, siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin akan terjadi.

Lefiya, dengan kecepatan yang memadai dari keterampilannya, akhirnya tiba di tempat di mana Shirou bersembunyi. Ketika dia melihat sosok berjubah dengan topeng tengkorak, rasa curiga dan kekhawatiran langsung menyergapnya. Berdiri di tengah hutan dengan suasana yang seram, Lefiya mendekati sosok misterius itu dengan tatapan tajam.

"Siapa kamu?" tanyanya, suara tegas penuh dengan kecurigaan. "Apa niatmu di sini? Jangan pikir aku akan membiarkan siapa pun berbuat jahat disini."

Shirou, dengan topeng tengkorak yang menutupi wajahnya, mencoba untuk menenangkan situasi. Suaranya yang diubah dengan teknik Alteration terdengar seakan berasal dari tempat yang jauh. "Kamu tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilan," jawabnya dengan nada tenang. "Kadang, penampilan bisa sangat menipu. Aku hanya seorang pengembara yang tidak ingin menarik perhatian."

Lefiya tetap waspada, matanya tidak lepas dari sosok di depannya. Meskipun dia tidak dapat melihat wajah Shirou yang sebenarnya, dia tetap siap untuk menghadapi situasi apapun. "Jadi, apa yang sebenarnya kamu lakukan di sini?" tanyanya, tidak sepenuhnya yakin apakah bisa mempercayai apa yang dikatakannya.

Shirou, menyadari bahwa Lefiya masih menaruh curiga padanya, berusaha menjelaskan situasinya dengan cara yang logis dan meyakinkan. "Sebenarnya," ujarnya dengan suara yang telah dimodifikasi, "aku adalah seorang petualang yang sedang berusaha untuk menghindari beberapa musuh yang mengejarku. Aku menyimpan barang-barangku di sini untuk sementara waktu agar tidak menarik perhatian mereka."

Dengan nada yang berusaha terdengar meyakinkan, Shirou melanjutkan, "Aku memang tidak ingin melibatkan diriku dalam masalah tambahan, dan aku memilih untuk menjaga jarak dari siapa pun yang bisa memperburuk situasi ini. Aku harap kamu bisa mengerti posisiku."

Lefiya, masih tidak sepenuhnya percaya, tetapi merasa bahwa ada sesuatu yang jujur dalam suara Shirou, mengerutkan keningnya. "Jika itu benar, maka aku tidak akan menahanmu lebih lama. Namun, jika aku mendapati sesuatu yang mencurigakan, aku tidak akan segan untuk bertindak."

Shirou mengangguk dengan penuh pengertian, merasa lega bahwa dia bisa menjelaskan situasinya tanpa harus melawan atau membuat kekacauan lebih lanjut. "Terima kasih atas pengertianmu," jawabnya. "Aku akan pergi sekarang dan kembali ke jalanku. Semoga kamu juga berhasil dengan ekspedisimu."

Dengan itu, Shirou melanjutkan langkahnya menjauh dari Lefiya, tetap waspada terhadap kemungkinan yang bisa terjadi selanjutnya.

Saat malam mulai menjelang di kota Rivira, Shirou mengamati kemah yang didirikan oleh Loki Familia di pinggiran kota, cukup dekat dengan area yang sering dikunjungi petualang. Di bawah cahaya rembulan yang menyinari hutan sekitar, ia memperhatikan tenda-tenda besar yang dikelilingi oleh api unggun. Suara tawa dan obrolan dari anggota Loki Familia terdengar samar dari jarak yang aman. Mereka tampaknya baru saja menyelesaikan hari yang panjang dari ekspedisi mereka.

Shirou memutuskan untuk menghindari konfrontasi dan segera kembali ke permukaan. Ia tahu bahwa berada terlalu dekat dengan Loki Familia, terutama saat mereka beristirahat, bisa membuatnya dikenali atau mengundang pertanyaan yang tidak diinginkan. Dengan kecepatan dan kehati-hatian yang menjadi ciri khasnya, ia bergerak melalui hutan, menghindari jalur yang mungkin akan memperlihatkan keberadaannya kepada anggota familia yang bersiaga.

Di bawah naungan malam yang tenang, Shirou menyusuri jalur yang sudah dikenalinya dengan baik, menghindari cahaya yang bisa menunjukkan posisinya. Ia berfokus pada setiap langkahnya, menjaga agar jejaknya tidak tertinggal, sementara dedaunan hutan di sekelilingnya membentuk latar belakang alami yang memberikan perlindungan tambahan.

Setelah beberapa waktu, Shirou mencapai pintu masuk Dungeon dan melanjutkan perjalanan ke permukaan. Saat dia akhirnya muncul di atas tanah, suasana malam kota Orario terasa sangat berbeda dibandingkan dengan keramaian Rivira. Langit yang bersih dan tenang di Orario, jauh dari gemuruh kegiatan petualang dan gemerlap lampu kota yang ramai.

Shirou mengambil napas dalam-dalam, merasa lega karena berhasil menghindari kemungkinan bertemu dengan anggota Loki Familia. Dia memeriksa kembali peralatannya dan memastikan semua barangnya aman sebelum melanjutkan ke Twilight Manor. Meskipun dia merasa kelelahan, semangatnya tetap tinggi karena pencapaiannya yang signifikan selama menjelajahi Dungeon hingga lantai 17. Dia tahu, sebelum bisa menghadapi tantangan lebih lanjut, dia perlu memulihkan tenaga dan merencanakan langkahnya berikutnya dengan hati-hati.

Setibanya di Twilight Manor, Shirou dengan hati-hati menyimpan semua hasil drop item yang telah dikumpulkan dalam laci kasurnya dan memeriksa kembali persediaan potions yang ada. Dengan kegiatan yang berlangsung hingga larut malam, dia akhirnya memutuskan untuk beristirahat, siap untuk menghadapi hari-hari mendatang dan mempersiapkan dirinya untuk tantangan yang akan datang di Dungeon.