Seminggu berlalu, dan Shirou dengan cepat menyesuaikan diri dengan ritme kehidupan sebagai seorang petualang di Orario. Dengan pengawasan Lefiya, ia berhasil menjelajahi Dungeon hingga lantai 4, yang termasuk lantai awal namun tetap memiliki tantangan tersendiri. Lefiya mengawasi setiap gerak-geriknya, memperhatikan dengan cermat bagaimana Shirou menghadapi setiap situasi.
Yang mengejutkan, Shirou mampu mengatasi semua monster yang mereka temui tanpa kesulitan berarti. Goblin, kobold, hingga serigala yang lebih besar dan agresif di lantai 4, semua berhasil dikalahkan oleh Shirou dengan efisiensi yang mengesankan. Meskipun Shirou hanyalah seorang petualang pemula dengan level 1, ia menunjukkan keterampilan luar biasa dalam bertarung dan strategi. Panahnya selalu tepat sasaran, gerakannya lincah dan terencana, serta instingnya dalam menghadapi monster sangat tajam.
Lefiya, yang bertugas mengawasi Shirou selama di dungeon, semakin terpana melihat kemampuannya. "Sungguh aneh," pikirnya. "Shirou sepertinya tidak memerlukan bantuan apapun dariku. Seolah-olah dia telah melakukan ini sepanjang hidupnya."
Apa yang membuat Lefiya lebih heran adalah kenyataan bahwa Shirou belum bergantung pada berkah dewi Loki. Statusnya sama sekali belum di-update sejak ia pertama kali menerimanya, artinya kekuatan yang dia miliki saat ini masih murni dari kemampuan dasarnya sebagai manusia tanpa peningkatan apapun dari Falna.
Setiap kali mereka menyelesaikan satu lantai, Lefiya mencoba menawarkan bantuannya, tapi Shirou selalu berhasil mengatasi semua tantangan sendirian. "Kau pasti sudah pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, Shirou," komentar Lefiya di hari ketujuh mereka bersama.
Shirou hanya tersenyum tipis dan mengangguk. "Mungkin bisa dibilang begitu. Aku pernah menghadapi hal-hal yang lebih sulit dari ini. Tapi di sini, aku merasa ada sesuatu yang berbeda... aku ingin membuktikan bahwa aku bisa melakukannya dengan kekuatanku sendiri."
Lefiya tersenyum mendengar kata-kata Shirou. "Itu hal yang baik, tapi jangan terlalu memaksakan diri. Ada banyak hal yang masih bisa kau pelajari di dungeon ini, terutama di lantai-lantai yang lebih dalam."
Shirou mengangguk setuju, tetapi dalam hatinya, ia merasa sedikit lega. Meskipun tidak ingin terlalu menunjukkan kekuatannya, ia juga sadar bahwa ada batas sejauh mana ia bisa mengandalkan kemampuannya tanpa berkah dewa. Namun, untuk saat ini, ia merasa cukup percaya diri untuk melanjutkan eksplorasinya tanpa harus meminta bantuan langsung dari kekuatan dewi Loki.
Sementara mereka berdua bersiap-siap kembali ke permukaan, Lefiya merasa semakin terkesan dengan Shirou. Meskipun ia belum mencapai level yang tinggi, tekad dan kemampuan dasarnya memberikan gambaran sekilas tentang potensi besar yang dimilikinya. Dan bagi Shirou, setiap hari di dungeon ini adalah kesempatan untuk semakin mengenal batasan dirinya di dunia yang penuh dengan keajaiban ini.
Setelah menukar drop item dari monster yang mereka kalahkan di guild, Shirou dan Lefiya kembali ke Twilight Manor. Saat mereka memasuki aula utama, suasana terasa lebih hidup dari biasanya. Banyak anggota Loki Familia yang berkumpul, berbicara dengan semangat yang tinggi. Shirou melihat Finn, pemimpin Familia, berdiri di tengah ruangan bersama Riveria, Gareth, dan beberapa anggota lain yang berlevel tinggi.
Finn mengangkat tangannya, meminta perhatian semua orang. "Dengar semua! Ekspedisi besar berikutnya akan dimulai minggu depan. Tujuan kita kali ini adalah menjelajahi lantai yang lebih dalam, mencapai wilayah yang belum pernah kita datangi sebelumnya," seru Finn dengan suara yang lantang namun penuh wibawa. "Persiapkan peralatan kalian, pastikan kondisi fisik kalian optimal, dan ingatlah untuk memeriksa kembali setiap persiapan kalian!"
Sorakan menyambut pengumuman Finn, terutama dari para petualang berlevel tinggi seperti Aiz, Bete, Tiona, dan Tione. Mereka tampak sangat bersemangat untuk ekspedisi ini. Shirou, yang berdiri di samping Lefiya, mendengarkan dengan saksama. Dia menyadari pentingnya momen ini bagi Loki Familia.
Namun, Finn melanjutkan dengan lebih serius, "Dan untuk yang masih berada di level rendah, termasuk yang baru bergabung seperti Shirou, ekspedisi ini bukanlah sesuatu yang bisa kalian ikuti. Lantai yang akan kami jelajahi jauh lebih dalam dan berbahaya. Level 1 tidak akan cukup untuk menghadapi apa yang akan kami temui di bawah sana."
Shirou mengangguk, memahami situasinya. Meskipun dia merasa kecewa karena tidak bisa ikut serta dalam ekspedisi besar ini, dia juga sadar bahwa saat ini, level dan pengalamannya belum memadai untuk menghadapi tantangan di lantai bawah dungeon.
Lefiya, yang berdiri di sampingnya, menepuk bahunya dengan ramah. "Jangan khawatir, Shirou. Ini adalah hal yang normal. Ekspedisi seperti ini memang bukan untuk pemula. Ada banyak waktu untukmu berkembang dan memperkuat dirimu. Kamu bisa belajar banyak dari latihan di permukaan atau lantai awal."
Shirou tersenyum kecil. "Aku mengerti. Aku akan terus berlatih dan meningkatkan diriku. Suatu hari nanti, aku juga ingin ikut serta dalam ekspedisi seperti ini."
Lefiya tersenyum penuh semangat. "Itu semangat yang bagus! Kita semua pernah berada di posisi yang sama sepertimu. Jadi, jangan pernah menyerah!"
Meskipun Shirou tidak bisa ikut ekspedisi kali ini, ia merasa lebih termotivasi untuk memperkuat dirinya. Ia tahu bahwa ada banyak yang harus ia pelajari dan tingkatkan sebelum dapat menghadapi bahaya dungeon yang lebih dalam bersama anggota-anggota Familia lainnya. Untuk sekarang, ia akan fokus pada pelatihan dan persiapannya, sambil menunggu kesempatan berikutnya untuk membuktikan dirinya.
*****************
Malam itu, Shirou duduk sendirian di balkon lantai atas Twilight Manor, memandangi bulan purnama yang bersinar terang di langit malam. Udara malam terasa sejuk, dan angin lembut bertiup, membawa aroma bunga yang sedang bermekaran di kebun di bawah. Shirou memegang secangkir teh hangat di tangannya, menghirup aroma teh yang menenangkan. Ia teringat saat-saat masa kecilnya bersama Kiritsugu, duduk di taman belakang sambil menikmati malam dengan purnama yang sama.
Setelah beberapa saat, suara langkah ringan terdengar di belakangnya. Shirou menoleh dan melihat Riveria, yang malam ini berpakaian santai namun tetap terlihat anggun dengan jubah panjang yang lembut mengalun di tubuhnya. Rambut hijaunya yang panjang dibiarkan tergerai, memberikan kesan damai dan penuh wibawa.
"Bolehkah aku bergabung?" tanya Riveria dengan senyum kecil di wajahnya.
"Tentu, silakan," jawab Shirou sambil tersenyum dan mempersilakan Riveria duduk di sebelahnya. "Apakah Anda mau teh? Aku baru saja menyeduhnya."
Riveria mengangguk. "Terima kasih, aku sangat menyukai teh," ujarnya sambil menerima cangkir teh yang diberikan Shirou. Ia menghirup aroma teh dengan penuh minat sebelum menyesapnya perlahan. "Teh yang enak. Kau punya keterampilan membuat teh yang cukup baik, Shirou," komentarnya, tersenyum hangat.
Mereka duduk dalam keheningan sejenak, menikmati ketenangan malam. Cahaya bulan menerangi balkon dengan lembut, menciptakan suasana damai yang menenangkan. Shirou menatap bulan purnama, tenggelam dalam pikirannya, sebelum akhirnya Riveria memecah keheningan.
"Apakah kau merasa sedikit sedih karena tidak bisa ikut ekspedisi?" tanya Riveria sambil menatap lurus ke depan.
Shirou terdiam sejenak, kemudian mengangguk. "Ya, sedikit. Tapi aku tahu aku masih terlalu lemah untuk ikut serta. Aku belum siap," katanya jujur.
Riveria tersenyum tipis dan menepuk bahu Shirou dengan lembut. "Tidak ada yang salah dengan itu, Shirou. Semua petualang memulai dari bawah, dan level tidak bertambah dalam semalam. Yang penting adalah kau terus bekerja keras dan tidak menyerah. Walau kau tertinggal sendiri kali ini, itu bukan berarti kau tidak berharga. Kau punya potensi besar."
Shirou tersenyum kecil, merasa tersentuh oleh kata-kata Riveria. "Terima kasih, Riveria. Aku akan berusaha untuk tidak patah semangat dan terus berlatih," katanya dengan tekad yang baru.
Riveria menatap Shirou dengan tatapan yang lembut namun penuh ketegasan. "Dan ingat, suatu hari nanti, saat kau naik level, kau bisa bergabung dalam ekspedisi sebagai Supporter. Semua orang memiliki peran mereka masing-masing di dungeon. Mungkin kau belum siap sebagai petarung utama, tetapi kau bisa mendukung tim dengan kemampuanmu yang lain."
Shirou mengangguk, merasa lebih optimis. "Aku akan mempersiapkan diriku sebaik mungkin. Dan saat kesempatan itu datang, aku ingin menjadi seseorang yang dapat diandalkan."
Riveria tersenyum, menyesap teh buatan Shirou lagi. "Aku yakin kau bisa melakukannya. Jangan terburu-buru. Nikmati prosesnya, dan jadilah lebih kuat seiring waktu. Semua orang di Loki Familia akan mendukungmu."
Malam terus berlalu, dengan keheningan yang menenangkan. Shirou dan Riveria terus duduk di sana, menikmati teh dan bulan purnama, terikat dalam keheningan yang menyenangkan dan saling memahami, menikmati momen kebersamaan yang sederhana namun bermakna.
Shirou yang setelah merasa cukup lama menikmati ketenangan malam bersama Riveria, akhirnya memutuskan untuk pamit. "Terima kasih, Riveria, untuk percakapan ini. Aku benar-benar menghargainya," ucap Shirou sambil bangkit berdiri.
Shirou mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di depan pintu kamarnya, ia terkejut melihat Lefiya sudah menunggunya di sana, wajahnya tampak sedikit cemas. "Lefiya? Kau sedang apa di sini?" tanya Shirou dengan nada heran.
Lefiya menggigit bibirnya sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Aku ingin meminta maaf, Shirou… karena tidak bisa menemanimu selama ekspedisi. Aku tahu kau masih baru, dan aku merasa bertanggung jawab sebagai mentormu. Tapi karena aku harus ikut ekspedisi, aku tidak bisa ada di sini untuk membantumu."
Shirou tersenyum menenangkan. "Tidak apa-apa, Lefiya. Aku mengerti. Ini adalah tugas penting bagi Loki Familia, dan kau juga memiliki peran penting di sana."
Lefiya mengangguk, masih tampak khawatir. "Tetapi... Aku ingin kau berhati-hati saat menjelajahi dungeon selama kami tidak ada. Tolong jangan mencoba melewati lantai 4 sebelum aku kembali. Bahayanya akan meningkat tajam, dan aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu."
Shirou melihat betapa seriusnya Lefiya saat berbicara, dan ia merespons dengan lembut, "Aku mengerti. Aku tidak akan mengambil risiko yang tidak perlu. Aku akan tetap di lantai yang aman sampai kau kembali, Lefiya."
Lefiya tampak lega mendengar janji Shirou. "Terima kasih, Shirou. Aku akan kembali secepat mungkin, jadi tolong jaga dirimu, oke?"
Shirou mengangguk dengan senyum hangat. "Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir tentangku, fokus saja pada ekspedisimu."
Lefiya tersenyum lega dan berkata, "Baiklah, sampai jumpa nanti. Semoga latihanmu di dungeon berjalan lancar."
Setelah itu, Lefiya berpamitan dan Shirou memasuki kamarnya, menutup pintu dengan hati yang sedikit lebih ringan. Ia tahu bahwa ia harus berhati-hati selama Loki Familia melakukan ekspedisi, tetapi ia juga merasa lebih bersemangat dan termotivasi untuk terus melatih dirinya dan menunjukkan bahwa ia layak berada di antara mereka.
Saat fajar masih menyelimuti Twilight Manor dengan sinar lembutnya, Shirou sudah bangun lebih awal dari biasanya. Ia memasuki dapur yang sepi dan segera mulai menyiapkan sarapan untuk anggota Loki Familia yang akan berangkat ekspedisi hari ini. Ia tahu bahwa para petualang membutuhkan asupan energi yang baik sebelum menghadapi tantangan besar di dungeon, jadi ia memutuskan untuk membuat hidangan yang hangat dan mengenyangkan.
Shirou dengan cekatan memotong sayuran, memanggang roti, dan memasak daging dengan bumbu sederhana namun lezat. Aroma makanan yang sedap mulai memenuhi dapur dan menyebar ke seluruh ruangan. Satu per satu anggota Familia mulai berdatangan, tertarik oleh bau masakan yang menggugah selera.
Aiz adalah salah satu yang pertama tiba. Dia mendekati meja makan dengan ekspresi sedikit sedih, matanya tertuju pada Shirou yang sedang sibuk di dapur. "Kau benar-benar bangun lebih awal untuk ini, Shirou," katanya dengan suara lirih.
Shirou tersenyum padanya. "Aku hanya ingin memastikan kalian memiliki makanan yang baik sebelum berangkat. Ini mungkin terakhir kali aku bisa memasak untuk kalian sebelum ekspedisi."
Aiz mengangguk pelan, dan ia mengambil satu piring makanan yang telah disiapkan Shirou. Ketika ia menggigit makanannya, seulas senyum lembut muncul di wajahnya. "Makanannya lezat seperti biasa, Shirou. Aku akan merindukan ini."
Anggota Loki Familia lainnya mulai berkumpul di sekitar meja makan, mengikuti contoh Aiz. Mereka mengangguk setuju, beberapa dari mereka dengan senyuman di wajah mereka. "Iya, kau benar, Aiz. Kita akan merindukan masakan Shirou," kata Tiona sambil menyuapkan sesuap nasi ke mulutnya.
Tione, dengan nada menggoda, menambahkan, "Ya, aku setuju. Kita mungkin harus menyuruh Loki merekrut seorang koki khusus kalau Shirou tidak memasak selama kita ekspedisi."
Bahkan Bete, yang biasanya cenderung sinis, mengangguk setuju. "Setidaknya kita tidak akan makan makanan yang membosankan selama perjalanan kali ini."
Finn, pemimpin Familia, tersenyum kecil sambil menikmati sarapannya. "Terima kasih, Shirou. Ini adalah dorongan yang kita butuhkan sebelum berangkat."
Shirou hanya tersenyum hangat, merasa senang bisa membantu meskipun hanya dengan cara sederhana. "Hati-hati di luar sana, semuanya. Aku akan menunggu kalian kembali dengan selamat."
Ketika anggota Familia mulai bersiap-siap untuk pergi, Aiz menatap Shirou sekali lagi dengan ekspresi penuh tekad. "Terima kasih, Shirou. Kami akan kembali secepat mungkin."
Shirou mengangguk. "Aku percaya pada kalian semua. Semoga ekspedisinya sukses."
Dengan semangat dan tekad, para anggota Loki Familia berangkat, meninggalkan Shirou yang melambai dengan senyum penuh harapan, meskipun hatinya merasa sedikit kosong karena mereka akan pergi dalam waktu yang lama.
Saat matahari mulai meninggi, Shirou memulai petualangannya dengan penuh semangat meskipun para anggota Loki Familia telah berangkat dalam ekspedisi mereka. Dengan bekal persiapan dan tekad yang kuat, Shirou melangkah ke dalam dungeon, siap menghadapi tantangan yang menunggunya di kedalaman yang belum pernah ia jelajahi sebelumnya.
Seperti biasanya, ia dengan cepat mencapai lantai 4 dungeon tanpa menghadapi banyak kesulitan. Sesampainya di sana, Shirou memutuskan untuk melakukan sesuatu yang agak berbeda dari biasanya. Ia mencari celah batu yang cukup besar untuk menyembunyikan perlengkapannya yang berharga. Setelah menemukan lokasi yang tepat dan menandainya, ia menyembunyikan peralatan dan senjata yang tidak perlu untuk memastikan ia tidak membebani dirinya dengan barang-barang yang tidak diperlukan saat melanjutkan perjalanan ke lantai 5.
Kemudian, Shirou memutuskan untuk menggunakan kemampuannya dalam Projection untuk menciptakan tiruan dari topeng dan jubah Hassan ibn Sabbah. Dengan memakai pakaian tersebut, ia berharap dapat menyembunyikan identitasnya dari kemungkinan pengamatan monster atau petualang lain yang mungkin berada di dungeon. Meski merasa sedikit tidak nyaman dengan tindakan ini, ia yakin bahwa langkah ini akan membantunya menjelajah lebih dalam tanpa menarik perhatian.
Saat Shirou melanjutkan ke lantai 5, ia merasa agak cemas. Ia sadar bahwa ia melanggar perintah Lefiya yang meminta agar ia tidak melewati lantai 4 sendirian. Meski demikian, keinginan untuk mengeksplorasi dan membuktikan kemampuannya membuatnya memutuskan untuk tetap melangkah maju.
Di lantai 5, monster yang lebih kuat mulai muncul, tetapi dengan keahlian memanahnya yang terasah, Shirou mampu menghadapinya dengan cukup efisien. Ia terus maju dengan hati-hati, menggunakan tiruan topeng dan jubahnya untuk tetap berada di bawah radar. Meski perasaan bersalah tetap ada, Shirou merasa puas bisa mengatasi tantangan ini dan terus maju.
Setiap kali ia menemukan tempat aman untuk beristirahat, ia menyimpan catatan kecil tentang apa yang telah ia temui dan pelajari. Ia tidak hanya fokus pada pertarungan, tetapi juga memperhatikan pola monster dan struktur dungeon yang lebih dalam. Shirou tahu bahwa pengetahuan ini akan sangat berguna untuk petualangan di masa depan.
Saat malam tiba dan Shirou merasa lelah setelah menjelajahi lantai 5, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak dan merencanakan langkah berikutnya. Ia berdoa agar Lefiya dan anggota Loki Familia segera kembali dengan selamat dari ekspedisi mereka, dan berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan hasil kerja kerasnya dan belajar dari pengalaman ini.
Shirou melanjutkan penjelajahannya di lantai 5 dengan penuh kewaspadaan. Suasana semakin mencekam saat ia mulai menemui berbagai monster yang lebih kuat dari sebelumnya. Salah satu jenis monster yang menarik perhatiannya adalah War Shadows, musuh yang dikenal dengan julukan "Newbie Killer."
War Shadows adalah makhluk berbahaya dengan kekuatan dan kecepatan yang luar biasa. Panah yang dilontarkan Shirou tampak tidak cukup efektif melawan mereka, dan ia segera menyadari bahwa metode biasa tidak akan berhasil. Menghadapi tantangan ini, Shirou memutuskan untuk mengubah strateginya.
Dengan cepat, ia mengaktifkan kemampuannya dan mengucapkan mantra, "Trace On." Dalam sekejap, sepasang pedang—Kanshou dan Bakuya—termaterialisasi di tangannya. Pedang-pedang ini, yang dikenal karena kecepatan dan ketajamannya, bersinar dalam cahaya dingin saat ia mengayunkannya.
Shirou memfokuskan perhatian pada War Shadows, yang berusaha mengepungnya. Dengan gerakan cepat dan presisi tinggi, ia mulai menyabit dan menghancurkan monster-monster tersebut satu per satu. Kanshou dan Bakuya berfungsi dengan sangat efektif, menebas musuh dengan mudah dan mengurangi ancaman yang dihadapi Shirou.
Sementara ia bergerak dengan kecepatan yang mengesankan, Shirou tetap berhati-hati. Ia memastikan untuk selalu menjaga jarak yang aman dan tidak membiarkan dirinya dikepung oleh musuh. Teknik memanahnya yang sering digunakan sebelumnya kini digantikan dengan keahlian bertarung jarak dekat yang mematikan.
Ketika semua War Shadows berhasil dikalahkan, Shirou merasa lega namun tetap waspada. Dia tahu bahwa meskipun dia bisa menang melawan musuh yang kuat, ada banyak tantangan lain yang menunggu di kedalaman dungeon. Shirou memanfaatkan momen ini untuk mengumpulkan Magic Stones dari monster yang dikalahkan dan memeriksa kembali perlengkapan serta persiapannya.
Dengan semangat yang diperbarui dan kepercayaan diri yang semakin meningkat, Shirou melanjutkan penjelajahan ke bagian berikutnya dari lantai 5, bertekad untuk menghadapi apa pun yang ada di depannya dan untuk belajar sebanyak mungkin dari pengalaman ini.
Shirou kembali ke Twilight Manor dengan perasaan lega dan puas setelah berhasil mengatasi tantangan di lantai 5 dungeon. Kanshou dan Bakuya terbukti sangat efektif melawan monster-monster di lantai tersebut, memungkinkan Shirou untuk mengumpulkan Magic Stone dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya.
Namun, ia menyadari konsekuensi dari tindakannya yang menembus batas lantai yang telah ditetapkan Lefiya. Jika ia menukar Magic Stone di Guild tanpa Lefiya, petugas di sana mungkin akan mencurigai bahwa ia telah melanggar perintah dan menjelajahi lantai yang lebih dalam sendirian. Dengan hati-hati, Shirou memutuskan untuk menyimpan Magic Stone tersebut sementara waktu.
Shirou kembali ke kamarnya dan dengan cepat menyembunyikan hasil rampasannya di laci meja. Ia memastikan untuk menutupi Magic Stone dengan beberapa buku dan pakaian, agar tidak terlihat mencurigakan jika ada yang memeriksa kamarnya.
Setelah itu, Shirou duduk sejenak dan merenungkan tindakannya. Meskipun ia merasa bersalah karena melanggar perintah Lefiya, ia juga merasa puas dengan kemampuannya sendiri yang terbukti cukup untuk bertahan di lantai 5. Namun, ia tahu bahwa ini baru permulaan, dan tantangan di dungeon akan semakin sulit seiring dengan waktu. Ia bertekad untuk menjadi lebih kuat, agar suatu hari bisa berkontribusi lebih banyak pada Loki Familia.
Dengan keputusan untuk tidak mengambil risiko lebih lanjut, Shirou berencana menunggu hingga Lefiya kembali sebelum menukar Magic Stone tersebut di Guild. Hingga saat itu, ia akan terus berlatih dan mengasah kemampuannya di dungeon, tanpa menarik perhatian yang tidak perlu.
Loki mengetuk pintu kamar Shirou dengan gaya santainya yang khas, dan Shirou membuka pintu dengan senyum tipis, berusaha tetap tenang. Loki memeriksa Shirou dari ujung kepala hingga kaki, memastikan bahwa dia baik-baik saja. Tidak ada luka atau tanda-tanda kelelahan yang mencolok, dan Loki tampaknya puas dengan apa yang dilihatnya.
"Hei, anak baru, kamu baik-baik saja, kan? Gimana Dungeon hari ini? Tetap di lantai 4, ya?" Loki bertanya dengan nada bercanda, tapi matanya tajam, seperti berusaha menangkap petunjuk sekecil apa pun.
Shirou tahu bahwa berbohong kepada seorang dewi bukanlah ide yang baik. Tapi dia juga sadar bahwa mengatakan seluruh kebenaran mungkin bukan pilihan terbaik saat ini. Dia memutuskan untuk menyampaikan setengah kebenaran. "Ya, aku baik-baik saja, Loki-sama. Aku sudah berada di lantai 4, mencoba menghafal medan dan monster di sana... seperti yang Lefiya sarankan."
Loki tersenyum lebar, seolah puas dengan jawaban Shirou. "Bagus, bagus! Itu memang yang seharusnya kau lakukan. Jangan terburu-buru ya, nggak ada gunanya gegabah di dungeon. Hanya karena kau anggota baru, bukan berarti kau harus membuktikan dirimu dalam semalam."
Shirou mengangguk, merasakan lega sejenak. Meski dia tahu Loki mungkin lebih pintar dari yang dia tunjukkan, tampaknya dewi itu belum menyadari bahwa dia sudah menjelajahi lantai 5. Loki melanjutkan pembicaraan ringan, bercanda tentang ekspedisi yang sedang berlangsung dan bagaimana beberapa anggota Familia pasti akan merindukan masakan Shirou.
Setelah beberapa saat, Loki pamit pergi, menyuruh Shirou untuk istirahat dengan baik dan tidak membuat dirinya terlalu lelah. Shirou menutup pintu setelah Loki pergi, merasakan detak jantungnya yang sedikit lebih cepat. Dia tahu bahwa dia harus lebih hati-hati ke depannya—bermain-main dengan kebenaran di depan seorang dewi bisa jadi permainan yang berbahaya.
****************
Keesokan harinya, Shirou memutuskan untuk tidak pergi ke Dungeon. Sebaliknya, ia mulai mengerjakan proyek yang telah dipikirkannya sejak beberapa hari terakhir—mengubah gudang tua yang tak terpakai di sudut taman Twilight Manor menjadi sebuah magus workshop. Gudang itu tampak lusuh, dengan atap yang hampir runtuh dan debu yang menumpuk di setiap sudut. Namun, Shirou melihat potensinya sebagai tempat yang sempurna untuk latihan magecraft secara diam-diam.
Sebelum memulai, Shirou memastikan untuk meminta izin kepada Loki terlebih dahulu. Loki hanya melambaikan tangan dengan sikap santai dan berkata, "Ah, ambil saja gudang itu. Tidak ada yang menggunakannya. Aku tak peduli kau mau bikin apa di sana, asal tidak membakar manor ini!" Shirou tersenyum dan mengangguk, berterima kasih pada Loki atas izinnya.
Shirou kemudian menghabiskan beberapa jam untuk membersihkan gudang, menyingkirkan jaring laba-laba, dan membuang barang-barang tua yang tak terpakai. Setelah itu, ia mulai memasang perlengkapan dasarnya—lingkaran sihir, alat-alat ritual, dan bahan-bahan magecraft yang bisa ia kumpulkan. Gudang itu, meski sederhana, mulai terlihat seperti sebuah workshop yang layak untuk seorang magus.
Untuk menjaga privasi dan keamanan, Shirou memutuskan untuk memasang bounded field sederhana di sekitar gudang. Bounded field ini akan mendeteksi keberadaan orang yang mendekat dan memberinya peringatan jika ada yang mencoba mengintip atau masuk tanpa izin. Meskipun medan ini tidak terlalu kuat, setidaknya cukup untuk memberinya peringatan dini.
Saat dia menyelesaikan pemasangan bounded field, Shirou merasakan ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Meskipun berada di dunia yang asing, dengan workshop ini, ia merasakan sedikit perasaan familiar—sebuah tempat di mana ia bisa kembali menjadi dirinya sendiri sebagai seorang magus.
"Trace, on," Shirou mengucapkan mantra dengan suara yang tenang namun tegas. Sebuah cahaya biru mulai bersinar dari tangan kirinya saat ia memulai proses untuk memproyeksikan sebuah Magic Sword.
Dia merasakan aliran prana dalam tubuhnya mengalir dengan deras, menuju tangannya yang terulur. Dengan mata batinnya, Shirou memvisualisasikan pedang pertama—sebuah magic sword yang mampu memancarkan bola api besar saat diayunkan. Dalam sekejap, pedang itu muncul di tangannya, lengkap dengan aura magis yang memancar dari bilahnya. Shirou dapat merasakan betapa pedang ini menyedot prana yang cukup besar dari tubuhnya, seolah-olah energi magis dalam dirinya sedang dihisap habis oleh objek tersebut.
Tak gentar, Shirou melanjutkan dengan pedang kedua, ketiga, dan seterusnya. Setiap pedang memiliki karakteristik unik: satu memancarkan semburan es yang membekukan, satu lagi menghasilkan kilatan petir yang menggetarkan, dan lainnya menciptakan gelombang kejut yang mampu merobohkan musuh di sekitarnya. Setiap kali ia memproyeksikan satu pedang, Shirou merasakan prana dalam tubuhnya semakin menipis.
Seiring dengan munculnya pedang keempat, Shirou mulai merasakan kelelahan. Detak jantungnya semakin cepat, dan keringat dingin mulai mengucur dari dahinya. Namun, tekadnya tidak goyah. Dengan napas berat, dia memvisualisasikan pedang kelima, sebuah magic sword yang lebih kompleks dan memiliki ukiran rumit di sepanjang bilahnya, yang menunjukkan tingkat keahlian penempanya yang lebih tinggi.
Begitu pedang kelima berhasil diproyeksikan, Shirou merasakan tubuhnya hampir tak lagi memiliki cadangan prana. Setiap detik terasa semakin berat, setiap gerakan menguras sisa-sisa energi yang ada. Dia berdiri di tengah workshop dengan lima magic sword yang berkilau di sekelilingnya, merasakan prana yang tersisa mengalir keluar dari tubuhnya.
"Seperti yang kuduga," pikir Shirou sambil menarik napas dalam, "Semakin tinggi level penempanya, semakin besar pula prana yang diperlukan untuk menyalin magic sword mereka."
Dia berhasil memproyeksikan kelima pedang itu, namun kini prana di tubuhnya hampir habis. Shirou menatap pedang-pedang tersebut dengan bangga sekaligus waspada. Ia tahu batasannya, dan meski ini adalah pencapaian yang signifikan, ia juga menyadari bahwa mengulangi ini terlalu sering bisa sangat berbahaya bagi dirinya.
Dengan perlahan, Shirou menurunkan tangannya, membiarkan tubuhnya beristirahat dan prana-nya mulai pulih perlahan. Setidaknya, ia telah membuktikan bahwa kemampuannya untuk menyalin magic sword di dunia ini tidak berkurang—hanya saja, harga yang harus dibayar adalah konsumsi prana yang jauh lebih besar.
Shirou membuka botol kecil berisi cairan biru transparan yang berkilauan, potion itu terasa dingin di tangannya. Tanpa ragu, ia meneguk cairan tersebut. Rasa yang tajam dan sedikit pahit menyebar di lidahnya, namun efeknya hampir instan. Dia merasakan aliran prana segar mengalir melalui magic circuits di seluruh tubuhnya, seperti gelombang kehangatan yang tiba-tiba menyelimuti dirinya.
"Ini... luar biasa," pikir Shirou sambil merasakan kelegaan yang mengalir dari ujung jari hingga ke seluruh tubuhnya. Ia bisa merasakan circuit magisnya terisi kembali dengan cepat, jauh lebih cepat daripada yang pernah ia alami sebelumnya. Di dunianya, memulihkan prana secepat ini akan membutuhkan waktu berjam-jam meditasi, atau ritual yang sangat rumit—dan sekarang, hanya dengan menenggak sebuah potion, ia bisa melakukannya dalam sekejap.
Shirou tersenyum getir. "Jika magus di dunianya tahu tentang ini, mereka pasti akan rela melakukan apa saja—bahkan mungkin tidak sungkan untuk membunuh demi mendapatkan potion seperti ini," pikirnya. Dunia magus tempat ia berasal dipenuhi dengan persaingan sengit dan sering kali berdarah demi sumber daya sihir yang lebih kuat dan langka.
Potion ini, walau sederhana dalam pandangannya sebagai petualang di Orario, adalah keajaiban tak ternilai bagi seorang magus. Dia membayangkan sekilas bagaimana magus dari Clock Tower atau bahkan keluarga Einzbern bereaksi jika menemukan cara cepat untuk mengisi ulang prana seperti ini. Kengerian dan ambisi mereka bisa membuat dunia ini menjadi medan perang baru.
"Betapa ironisnya," Shirou tersenyum tipis, "bahwa di tempat ini, barang seperti ini cukup murah dan bisa dibeli dari toko biasa." Ia merasakan rasa syukur yang mendalam, karena berada di dunia yang menawarkan cara-cara baru untuk bertahan hidup—namun juga rasa waspada terhadap kenyataan bahwa dia tidak boleh terlalu bergantung pada barang-barang semacam ini.
Setelah beberapa saat, Shirou berdiri dengan tegak kembali, merasa siap untuk melanjutkan latihan atau bahkan lebih banyak eksperimen dengan pedang-pedang sihir. "Potion ini benar-benar aset yang berharga," gumamnya. Dia menatap ke arah workshop kecilnya, berpikir bagaimana ia bisa memanfaatkan waktu dan prana ini sebaik mungkin.
*************
Shirou menyelinap melalui lorong-lorong gelap di lantai 5 Dungeon, mengenakan jubah dan topeng Assassin untuk menyembunyikan identitasnya. Langkah kakinya hampir tidak terdengar, hanya hembusan napasnya yang lembut terdengar di udara yang lembab. Dia tahu bahwa sarang killer ants berada tidak jauh lagi di depannya.
Ketika akhirnya dia tiba di sarang, dia bisa melihat gerombolan monster yang sibuk beraktivitas—killer ants dengan tubuh besar dan rahang tajam yang berkilauan dalam kegelapan. Mereka adalah ancaman bagi petualang pemula, terutama karena serangan mereka yang tiba-tiba dan dalam jumlah besar.
Shirou mengambil posisi, lalu memanggil pedang sihir pertama yang ingin ia uji: sebuah pedang yang memancarkan cahaya merah hangat, menandakan unsur apinya. Pedang ini, hasil kerja keras seorang Penempa Besi dari Hephaestus Familia dengan level 3, terlihat indah dan mematikan di saat yang bersamaan. Shirou bisa merasakan prana mengalir deras di dalam pedang itu, seperti magma yang mendidih siap untuk dilepaskan.
"Baiklah, mari kita lihat sejauh mana kekuatanmu," gumam Shirou sambil menggenggam pedang dengan erat. Ia mengayunkannya ke arah sarang killer ants, mengaktifkan kekuatan sihirnya.
Sekejap, semburan api besar meledak dari pedang itu, seperti naga api yang melahap udara. Api itu dengan cepat menjalar ke seluruh sarang, membakar segalanya yang ada di jalurnya. Shirou mundur beberapa langkah, melindungi dirinya dari gelombang panas yang luar biasa.
Killer ants tidak memiliki waktu untuk bereaksi. Api itu terlalu cepat, terlalu kuat. Shirou menyaksikan dengan kagum saat api itu melahap sarang, membakar habis para killer ants hingga menjadi abu dalam sekejap mata. Jeritan kematian mereka terdengar hanya sebentar sebelum tenggelam dalam kobaran api yang menderu.
"Ini... jelas overkill," Shirou bergumam, sedikit terkejut melihat hasilnya. "Aku hanya ingin menguji pedang ini, tapi hasilnya jauh melampaui ekspektasiku."
Api itu segera menghilang setelah menghabiskan seluruh bahan bakarnya, meninggalkan sarang yang kosong dan dinding dungeon yang hangus. Shirou melihat sisa-sisa partikel sihir yang menguap dari pedang, menandakan bahwa senjata itu sudah mencapai batas penggunaannya dan akan segera lenyap. Shirou memperhatikan pedang itu perlahan berubah menjadi partikel cahaya, sebelum menghilang sama sekali.
Ia menghela napas. "Ini baru satu dari banyak pedang sihir yang kumiliki sekarang... Jika ini saja sudah sekuat ini, apa yang bisa dilakukan oleh pedang yang lebih kuat?"
Namun, dia tahu bahwa kekuatan besar ini juga datang dengan risiko. Menggunakan pedang sihir dengan efek yang terlalu mencolok bisa menarik perhatian yang tidak diinginkan. Dia harus lebih hati-hati ke depannya.
Sambil memasang senyuman tipis di balik topengnya, Shirou berbalik dan mulai bergerak menuju bagian lain dari lantai 5. Masih banyak yang ingin ia uji, dan Dungeon ini adalah tempat yang sempurna untuk melakukannya.
Shirou, yang masih dalam penyamaran dengan jubah dan topeng Assassin, terus bergerak lebih dalam ke dalam Dungeon. Tanpa sadar, ia telah menggunakan sisa empat pedang sihir yang telah diproyeksikan sebelumnya. Setiap kali monster muncul, Shirou dengan cepat mengaktifkan kekuatan pedang sihir, menghancurkan mereka dengan satu serangan mematikan.
Saat Shirou melangkah lebih jauh, ia mencapai lantai 6 dan kemudian lantai 7, tanpa memperhatikan bahwa ia sudah melanggar batas yang Lefiya tetapkan. Setiap serangan pedang sihirnya menghasilkan ledakan yang memukau: semburan es yang membekukan monster dalam sekejap, sambaran petir yang melumpuhkan, dan gelombang energi tajam yang membelah mereka menjadi dua. Monster-monster seperti War Shadows, Frog Shooters, dan Imps tidak memiliki kesempatan untuk melawan, hancur lebur di bawah kekuatan Shirou.
Seiring dengan berjalannya waktu, Shirou begitu terfokus pada pertempuran dan uji coba pedang sihirnya sehingga dia tidak menyadari bahwa dia telah menggunakan keempat pedang sihir itu dalam waktu singkat. Setiap kali pedang sihirnya digunakan, Shirou melihat mereka menguap menjadi partikel cahaya, seperti jejak bintang yang perlahan-lahan menghilang di udara Dungeon yang suram.
Ketika ia akhirnya sampai di lantai 7, dia berhenti sejenak untuk mengambil napas, menyadari betapa jauh dia telah melangkah. Shirou menyadari bahwa pedang sihir terakhirnya telah menghilang menjadi partikel cahaya, dan tidak ada lagi pedang sihir tersisa untuk digunakan.
"Aku sudah... terlalu jauh," pikirnya. Mata Shirou membesar saat menyadari kesalahan fatalnya. Dia melanggar janji pada Lefiya untuk tidak melewati lantai 4 dan sekarang dia berada di lantai 7, jauh lebih dalam dari yang direncanakan. Shirou juga menyadari bahwa dirinya telah menghabiskan semua pedang sihir yang telah dia salin, menyisakan dirinya tanpa perlindungan tambahan selain kemampuan asli miliknya.
"Aku seharusnya tidak melakukannya," bisiknya, sedikit khawatir.
Namun, Shirou juga merasakan adrenalin yang mengalir dalam tubuhnya. Ia sudah melangkah sejauh ini, dan meskipun ia tahu akan ada konsekuensi, ia tidak bisa mundur sekarang.
"Sebaiknya aku kembali ke lantai atas sebelum ada yang menyadari aku sampai di sini," pikirnya. Tapi sebelum dia bisa bergerak, suara dari jauh menarik perhatiannya. Suara gemuruh, seperti langkah kaki dari sekelompok monster besar, mulai terdengar semakin mendekat.
Shirou tahu ia mungkin harus menghadapi satu tantangan terakhir sebelum dapat mundur dengan selamat. Dia menghela napas, menyiapkan dirinya untuk apa pun yang mungkin muncul di depannya.
Saat gemuruh semakin dekat, Shirou melihat sekelompok Frog Shooter, monster besar berbentuk katak dengan mata menonjol dan mulut lebar yang dapat menembakkan proyektil beracun dari jarak jauh. Mereka mendekat dalam kelompok besar, mata mereka menyala merah di kegelapan lantai 7. Shirou segera menyadari bahwa keunggulannya terletak pada jarak.
"Trace on," bisiknya pelan. Dengan segera, Shirou memproyeksikan busur hitam besar yang biasa digunakan oleh Archer, dengan struktur yang kuat dan elegan. Dia juga memproyeksikan anak-anak panah yang sangat familiar baginya—anak panah yang dirancang untuk menembus musuh dengan kekuatan besar.
Shirou dengan cepat menarik tali busur, merasakan kekuatan magis mengalir dari proyeksi ke tangannya. Dengan tenang dan penuh konsentrasi, ia membidik dan melepaskan anak panah pertamanya. Anak panah melesat cepat, menembus udara dengan suara siulan tajam, langsung menancap di kepala salah satu Frog Shooter, membunuhnya seketika. Monster itu jatuh ke tanah dengan bunyi gedebuk berat, sementara yang lain mulai menyadari bahaya dari jauh.
Shirou terus bergerak, menjaga jarak aman dari monster-monster tersebut. Dengan setiap langkah, ia melepaskan anak panah satu demi satu, dengan ketepatan yang mengagumkan. Setiap tembakan mengenai sasarannya, menembus kepala, tubuh, atau anggota tubuh Frog Shooters, membuat mereka tak berdaya dan hancur seketika. Beberapa dari mereka mencoba mendekat dan menembakkan proyektil beracun mereka, tetapi Shirou dengan gesit menghindari serangan mereka, menjaga posisinya tetap di luar jangkauan.
Seiring waktu, jumlah Frog Shooter semakin berkurang hingga akhirnya Shirou berhasil menghabisi mereka semua. Dengan napas teratur dan mata tajam, ia mengamati sekelilingnya, memastikan tidak ada lagi monster yang mendekat.
Setelah yakin bahwa area aman, Shirou segera mengumpulkan drop item yang ditinggalkan oleh Frog Shooters—magic stone berukuran kecil hingga sedang, serta beberapa bahan monster yang mungkin bernilai tinggi di pasaran. Dia menaruh semuanya dalam kantong kain yang ia bawa, menyadari bahwa hasil hari ini jauh lebih baik daripada yang dia harapkan.
Dengan tas yang semakin berat oleh drop item, Shirou memutuskan untuk segera kembali ke permukaan sebelum situasi menjadi lebih berbahaya. "Cukup untuk hari ini," pikirnya sambil tersenyum tipis, puas dengan pencapaiannya, meskipun sedikit khawatir akan konsekuensi tindakannya.
Setelah memastikan semua drop item dan magic stone terkumpul dengan aman, Shirou dengan cepat naik ke lantai 4. Sesampainya di sana, ia segera mencari tempat tersembunyi di mana ia bisa kembali menjadi dirinya sendiri tanpa terlihat oleh petualang lain.
Di balik salah satu pilar batu yang besar, Shirou berdiri diam dan menarik napas dalam-dalam. Dengan fokus penuh, dia mengucapkan mantra dalam hatinya, "Trace off." Topeng dan jubah Assasin yang menutupi tubuhnya mulai memudar, menjadi partikel-partikel sihir yang berkilauan dan hilang di udara, meninggalkan Shirou dengan pakaian biasa yang ia kenakan sebelumnya.
Setelah kembali ke wujud aslinya, Shirou melangkah menuju celah batu yang ia tandai sebelumnya. Dengan hati-hati, ia mengambil kembali peralatan standar yang ia sembunyikan di sana, mengenakannya satu per satu untuk memastikan tidak ada yang terlihat mencurigakan. Panah, busur, dan quiver, serta belati cadangan semuanya terpasang dengan rapi di tubuhnya.
Dengan perlengkapan yang sekarang terlihat normal dan tanpa tanda-tanda aktivitas mencurigakan, Shirou menarik napas lega. Ia merasakan detak jantungnya melambat, dan ia kembali merasa tenang. "Aku harus lebih berhati-hati," pikirnya sambil melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan langkah yang mantap, Shirou mulai bergerak kembali menuju tangga yang mengarah ke permukaan, memastikan setiap langkahnya tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan.
Shirou berharap semua tindakannya hari ini tetap tidak diketahui oleh orang lain, terutama Lefiya dan Loki yang telah mempercayainya.
Setelah memastikan drop item dari dungeon tersimpan rapi di dalam laci kasurnya, Shirou merasa lega dan kelelahan. Malam telah tiba, dan rumah yang biasanya ramai dengan kegiatan tampak tenang tanpa kehadiran Loki yang sedang pergi minum miras.
Shirou memutuskan untuk memanfaatkan waktu yang ada dengan beristirahat. Ia duduk di tepi tempat tidur, merenung sejenak tentang hari-harinya di Orario dan berbagai tantangan yang baru saja dihadapinya. Pikirannya melayang kembali ke pengalaman bertemu dengan berbagai anggota Loki Familia, serta bagaimana ia berhasil menjelajahi dungeon yang lebih dalam dengan menggunakan berbagai macam magic sword.
Shirou menghela napas panjang, merasa bahwa ia mulai memahami lebih baik tentang dunia ini, meski masih banyak yang harus dipelajari. Ia merasa puas dengan pencapaian hari ini, namun juga sadar bahwa ia harus tetap berhati-hati dan tidak melupakan peringatan Lefiya tentang bahaya di dungeon.
Setelah menyiapkan peralatan dan menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan, Shirou merebahkan diri di tempat tidur. Ia memikirkan rencana ke depannya, termasuk bagaimana ia akan melanjutkan pelatihannya dan menjaga identitasnya agar tetap aman.
Akhirnya, Shirou menutup matanya, mencoba untuk melepaskan semua kepenatan dan kekhawatiran, sebelum akhirnya terlelap dalam tidur yang nyenyak.
Esok paginya, Shirou bertemu dengan Loki yang masih terlihat terpengaruh oleh miras semalam. Loki yang duduk santai dengan gelas kosong di tangan dan tampak sedikit malas menjawab pertanyaan Shirou.
"Eh, ekspedisi ini biasanya berlangsung sekitar sebulan," ujar Loki dengan suara serak, "Kamu tahu, menjelajah dungeon yang lebih dalam itu butuh waktu. Lagipula, kita harus berhati-hati."
Shirou mengangguk memahami, mengetahui bahwa selama waktu tersebut, dia akan menjalani rutinitasnya di dungeon sendirian tanpa bantuan Lefiya atau anggota Loki Familia lainnya. Namun, ia juga merasa bahwa waktu tersebut adalah kesempatan baginya untuk mengasah kemampuannya lebih lanjut dan mungkin menemukan cara untuk menyesuaikan diri dengan dunia barunya.
Dengan informasi tersebut, Shirou memutuskan untuk melanjutkan persiapannya dan kembali ke rutinitas harian, sambil menantikan kembalinya anggota Familia dan pengalaman baru yang akan dia hadapi selama ekspedisi mereka.
Shirou berjalan ke workshop-nya dengan tekad untuk menguji sebuah ide yang tiba-tiba muncul dalam benaknya. Setelah memasuki ruangan kecil yang sudah ia siapkan dengan berbagai perlengkapan, ia mulai memproyeksikan salah satu magic sword yang telah ia salin dari toko Hephaestus Familia.
Dengan pedang sihir yang berkilau di tangannya, Shirou mencoba membayangkan menembakkan pedang itu menggunakan busur hitam besar milik Archer, senjata yang biasa ia gunakan untuk melepaskan anak panah magis. Namun, begitu ia menarik tali busur, ia segera merasakan ada yang tidak beres.
Pedang sihir itu tidak memiliki bentuk yang aerodinamis, dan terasa berat serta tidak seimbang saat ditempatkan di busur. Shirou mencoba beberapa kali untuk membayangkan skenario di mana pedang sihir tersebut bisa meluncur dengan sempurna, tapi nyatanya, pedang itu terlalu besar dan tidak cocok dengan teknik pemanahannya. Setiap kali dia mencoba menarik tali busur, perasaan tidak nyaman semakin menguat, dan Shirou menyadari bahwa ide ini tidak akan berhasil.
"Aku terlalu memaksakan sesuatu yang tidak sesuai," gumam Shirou sambil menghela napas. Dia melepaskan cengkeramannya pada tali busur dan membiarkan pedang sihir itu menghilang menjadi partikel sihir.
Meskipun gagal dalam eksperimennya, Shirou melihatnya sebagai pelajaran berharga. Ia tahu bahwa tidak semua konsep bisa digabungkan begitu saja, dan terkadang perlu ada modifikasi khusus untuk membuat sesuatu bekerja dengan sempurna. Dengan pemikiran ini, ia memutuskan untuk kembali ke dasar dan merenungkan cara lain untuk memaksimalkan penggunaan magic sword yang telah ia salin.
Shirou merenung sejenak, mengingat kembali bagaimana Archer, versi dirinya dari masa depan, menggunakan teknik yang sangat tidak lazim untuk seorang magus. Salah satu teknik paling mengesankan yang pernah ia saksikan adalah bagaimana Archer mengubah pedang besar milik Fergus mac Róich, Caladbolg, menjadi sebuah proyektil berdaya rusak tinggi yang bisa ditembakkan dari busurnya. Teknik itu dikenal sebagai Caladbolg II, versi yang dimodifikasi dari pedang asli yang memiliki bentuk spiral dan kecepatan mematikan.
Proses untuk mengubah pedang besar menjadi proyektil disebut Alteration, suatu teknik magecraft di mana Shirou atau Archer bisa mengubah atau memodifikasi bentuk dan sifat suatu objek yang telah diproyeksikan agar lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam kasus Caladbolg II, Archer tidak hanya mengubah bentuk pedang menjadi lebih aerodinamis, tetapi juga memperkuat kekuatan destruktifnya dengan menjadikannya proyektil yang berputar cepat, menghancurkan segala yang ada di jalurnya.
Terinspirasi oleh ingatan ini, Shirou mulai mempertimbangkan kemungkinan untuk menerapkan Alteration pada magic sword yang telah ia proyeksikan sebelumnya. Jika ia bisa mengubah bentuk pedang sihir menjadi lebih ramping dan sesuai dengan penggunaan busur, ia mungkin bisa menembakkannya seperti Caladbolg II.
"Trace on," gumam Shirou dengan tenang, memusatkan konsentrasinya pada teknik Alteration. Ia merasakan prana mengalir melalui tubuhnya, mengubah struktur dan bentuk magic sword di tangannya. Secara perlahan, pedang yang tadinya tampak besar dan berat mulai berubah bentuk, menjadi lebih panjang dan tipis, dengan ujung tajam yang lebih aerodinamis, seperti anak panah raksasa yang siap dilepaskan dari busur.
Dengan hati-hati, Shirou menempatkan magic sword yang telah dimodifikasi itu di busur hitam besar milik Archer. Kali ini, ia merasa lebih nyaman dan seimbang. Pedang itu tampak jauh lebih cocok untuk ditembakkan, dan Shirou bisa merasakan bahwa kekuatan destruktifnya tetap terjaga, bahkan mungkin meningkat karena bentuknya yang baru.
Shirou menarik napas dalam-dalam, memusatkan pikirannya, dan menarik tali busur dengan mantap. Saat dia melepaskannya, proyektil itu meluncur dengan kecepatan luar biasa, menciptakan jejak cahaya saat melesat di udara. Shirou tersenyum puas, menyadari bahwa teknik Alteration ini bisa menjadi salah satu aset terkuatnya dalam pertempuran di dungeon yang lebih berbahaya.
"Ini mungkin akan sangat berguna," pikir Shirou, sembari mempersiapkan rencana lebih lanjut untuk menjelajahi lantai-lantai yang lebih dalam.
Selama lebih dari seminggu, Shirou mengunci dirinya di dalam workshop kecil yang ia buat di sudut Twilight Manor. Dengan tekad yang kuat, ia berfokus pada mengasah kemampuannya dalam menggunakan Alteration untuk mengubah selusin magic sword menjadi bentuk yang ideal sebagai proyektil. Setiap hari, Shirou mempraktikkan teknik ini, merasakan setiap perubahan kecil dalam struktur pedang yang ia projeksikan. Dia memastikan bahwa setiap magic sword yang diubah tidak hanya memiliki bentuk aerodinamis yang tepat, tetapi juga mampu mempertahankan kekuatan sihirnya ketika ditembakkan.
Waktu terasa berlalu dengan cepat. Shirou sering kali begitu terfokus sehingga ia lupa waktu, hanya sadar ketika kelelahan menyerang tubuhnya, memaksanya tertidur di sudut workshop yang dingin dan keras. Beberapa kali ia terbangun dengan rasa pegal di punggung dan lehernya, tapi ia tidak memedulikan rasa lelah itu. Ia hanya terus melanjutkan latihan dan pengubahan pedang sihir tersebut, mengejar kesempurnaan dalam setiap langkah.
Beberapa kali ia berhenti untuk meneguk mana potion yang tersisa, merasakan aliran prana kembali mengisi tubuhnya, lalu melanjutkan lagi pekerjaannya. Shirou merasakan bagaimana keahlian magecraft-nya perlahan semakin tajam, dan ia mulai bisa mengubah magic sword lebih cepat dan lebih presisi dibandingkan saat pertama kali mencoba.
Selama waktu ini, Shirou hampir tidak meninggalkan workshop. Ia tidak pergi ke Dungeon, tidak berinteraksi dengan siapa pun, dan benar-benar tenggelam dalam latihan ini. Terkadang, ketika ia merasa sangat lelah, ia tertidur di lantai workshop dengan peralatan magic sword yang berserakan di sekelilingnya. Meskipun tubuhnya kelelahan, pikirannya tetap fokus pada tugasnya.
Hari demi hari, hasil usahanya mulai terlihat. Magic sword yang telah ia modifikasi memiliki bentuk yang sempurna sebagai proyektil, dengan keseimbangan dan aerodinamika yang jauh lebih baik dibandingkan dengan percobaan awalnya. Shirou merasa puas melihat perkembangan ini, tetapi ia tahu bahwa ini baru awal dari persiapannya. Ia merasa senang dengan kemajuan ini, tetapi juga sadar bahwa ujian sebenarnya adalah saat ia menggunakannya di dalam Dungeon yang lebih berbahaya.
Setelah lebih dari seminggu, Shirou akhirnya merasa bahwa ia telah mencapai titik di mana senjata-senjata itu siap untuk diuji. Dengan perasaan lega, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak, menyandarkan tubuhnya di kursi kayu yang ada di workshop, menikmati momen tenang setelah kerja keras yang panjang. "Langkah berikutnya adalah menguji semua ini," pikirnya sambil menatap langit-langit workshop, membiarkan matanya terpejam sejenak sebelum ia kembali merencanakan langkah selanjutnya.