Yang dia pikirkan ketika dia membayangkan bentuk dari Desiree Gate adalah sebuah gerbang tinggi menyeramkan dengan dikelilingi oleh tanaman liar merambat di pinggirnya. Tetapi, siapa yang menyangka bahwa gerbang tersebut benar-benar terlihat indah, terlebih ketika dia tahu dibalik gerbang terdapat sebuah tempat yang begitu memanjakan matanya. Dari dulu, dia selalu berharap bahwa dia tidak pernah dipilih oleh dewa untuk masuk ke dalam gerbang mengingat orang-orang yang dulu masuk ke dalam gerbang, setelah keluar dari sana berubah menjadi seseorang yang berbeda. Melihat bagaimana dunia di balik gerbang adalah sebuah tempat yang jarang ia lihat sebelumnya, dia merasa, tidak ada salahnya jika dewa memilihnya untuk masuk ke dalam gerbang.
Walaupun dia tidak tahu, apa yang akan terjadi kepadanya setelah dia keluar dari gerbang ini.
"Sebelum kalian masuk ke dalam gerbang, aku akan mengatakan beberapa hal kepada kalian" suara si penjaga gerbang membuat dia kembali fokus memperhatikan sosok berjubah hitam yang saat ini menatap mereka dengan senyuman tipisnya.
"Dewa tidak pernah sembarangan memilih orang yang akan masuk ke dalam gerbang. Sekali kalian dipilih, maka tidak ada siapa pun yang bisa membuat kalian keluar dari gerbang. Mereka tidak berhak melakukannya, ingat itu baik-baik" ucap si penjaga gerbang terdengar serius walaupun wajahnya terkesan ramah.
Near menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan si penjaga gerbang yang kembali membuka mulutnya.
"Ketika kalian masuk ke dalam, kalian akan melihat sebuah pohon besar yang rindang dengan daunnya berwarna kuning tua. Kalian hanya perlu berdiri disana sampai seekor burung hantu akan datang mengunjungi kalian untuk memberitahu apa yang harus kalian lakukan selama kalian di dalam. Ingat, jangan tertipu dengan keindahan yang ada di dalam sana, kita tidak akan pernah tahu, bahaya apa yang akan kita temui ketika berada di dalam gerbang. Teman bahkan bisa menjadi musuh" si penjaga gerbang mengatakan semua kalimat itu dengan perlahan dan penuh kehati-hatian. Dia menatap Near dan Winter secara bergantian lalu tangannya terulur, menyuruh kedua orang itu masuk ke dalam gerbang.
"Banyak hal yang akan kalian lewati, tetaplah bersama walaupun itu terasa tidak memungkinkan, yang perlu kalian lakukan adalah, saling percaya satu sama lain" ucap si penjaga gerbang tadi, memperhatikan Near dan Winter berjalan perlahan mendekati gerbang.
Mereka berdua benar-benar tinggal melangkahkan satu langkah lagi memasuki gerbang sebelum tangan si penjaga gerbang terulur menghalang mereka berdua masuk. Near dan Winter sama-sama memperhatikan si penjaga gerbang yang menatap mereka berdua dengan tatapan terkesan khawatir, tatapan itu membuat Winter tercekat, karena selama ini dia tidak pernah melihat si penjaga gerbang berekspresi seperti itu.
"Berjanjilah kalian saling menjaga satu sama lain" bisik si penjaga gerbang dan menatap Near dan Winter dengan tatapan yang membuat Winter teringat akan tatapan sang dewi. Tatapan penuh kehangatan.
Near dan Winter hanya menganggukkan kepala mereka, melihat si penjaga gerbang mulai menarik kembali tangannya, mereka berdua pun dengan pasti memasuki gerbang, Near menolehkan kepalanya ke belakang ketika mendengar suara si penjaga gerbang.
"Keajaiban itu ada dan dia akan datang seperti tamu yang tidak diundang."
Kalimat dari si penjaga gerbang berhasil membuat Near membulatkan matanya, dia tidak sempat mengatakan apa pun karena gerbang besar itu telah tertutup dengan sempurna.
***
Charlotte tidak berhenti menggigit ujung kukunya karena dia sedari tadi tidak bertemu dengan Near. Seharusnya, ketika dia tiba di perpustakaan, dia sudah melihat Near di depan rak buku sambil menghitung buku-buku tersebut dengan pulpen terselip di telinganya. Tetapi, ketika dia tiba, dia tidak sekali pun melihat sosok Near, bahkan dia bertanya kepada rekan kerjanya yang lain, mereka kompak menjawab bahwa mereka tidak melihat Near sejak tadi pagi.
Mengetahui hal itu membuat Charlotte bingung karena tidak biasanya Near bersikap seperti itu, tidak memberi kabar ketika dia tidak masuk kerja. Kebingungan itu berubah menjadi sebuah ke-khawatiran, Charlotte pun izin tidak masuk kerja kepada bos nya lalu dia berjalan menuju tempat tinggal Near. Dia tahu bahwa Near tinggal di sebuah rumah sederhana yang menyediakan beberapa kamar untuk disewa. Ukuran kamar tersebut begitu kecil, hanya terdapat tempat tidur, lemari yang sudah lapuk, serta meja dan kursi.
Charlotte beberapa kali mengetuk pintu kamar Near tetapi tidak ada jawaban, membuat Charlotte ingin sekali mendobrak pintu kayu yang beberapa bagiannya dimakan rayap. Charlotte memutuskan untuk pergi ke panti asuhan, berpikir jika Near akan pergi kesana walaupun dia tidak yakin alasan apa yang membuat Near pergi mengunjungi panti asuhan ketika dia seharusnya pergi bekerja.
Namun, ketika dia bertanya kepada Rachel, wanita itu berkata bahwa terakhir kali dia bertemu dengan Near adalah kemarin sore. Sebuah fakta yang membuat Charlotte semakin khawatir dan bahkan tidak bisa mengatakan kepada Rachel bahwa sebenarnya sejak tadi pagi dia tidak bertemu dengan Near bahkan Near tidak ada di tempat tinggalnya. Charlotte mulai mencari Near yang tidak pernah bersikap seperti ini kepadanya. Mau bagaimana pun, Near pasti memberitahunya kemana dia pergi. Tetapi, kali ini, Near tidak mengatakan apa pun, dia menghilang begitu saja membuat jantung Charlotte berdetak kencang, dia takut, panik, khawatir, semuanya bercampur menjadi satu. Dia nyaris menitikkan air matanya namun semua itu tidak terjadi karena tiba-tiba saja ada seseorang berdiri dihadapannya.
Seseorang itu mempunyai tubuh yang tinggi dan langsing, dia mempunyai rambut hitam yang pendek di atas bahu, manik mata hitam kecokelatannya itu menatapnya dengan tajam, atau mungkin memang matanya mempunyai bentuk seperti itu. Bibirnya yang merah dan penuh mulai terbuka membuat Charlotte teralihkan fokusnya mengenai hilangnya Near.
"Kau bernama Charlotte bukan?" ucap seseorang yang saat ini Charlotte benar-benar fokus melihatnya. Di saat itu lah, Charlotte tersadar bahwa seseorang yang berdiri dihadapannya adalah salah satu dari tujuh penyihir terkuat di Desa Floradivia.
Karena rasa terkejut serta gugup karena didatangi oleh penyihir terkuat membuat Charlotte tidak bisa membuka mulutnya hanya untuk sekedar menjawab, mereka berdua berada di pinggir jalan sehingga semua orang yang berlalu lalang fokus menatap mereka sambil berbisik-bisik ingin tahu membuat Charlotte semakin gugup karena menjadi pusat perhatian. Tetapi, beruntung bagian tubuhnya yang lain masih berfungsi dengan sempurna sehingga dia membalas jawaban itu dengan sebuah anggukan kepala.
"Perkenalkan, nama saya Chloe, dan saya adalah salah satu dari tujuh penyihir terkuat yang menjadi perwakilan bagi para dewa untuk mengundang manusia pilihannya memasuki gerbang" jelas Chloe yang membuat Charlotte terbelalak menatap penyihir tersebut.
"Maaf?" ucap Charlotte terlihat tidak yakin akan apa yang ia dengar.
Chloe sendiri masih menatapnya datar. Penyihir itu sedang mencari sesuatu di dalam kantung jubahnya lalu mengeluarkan sebuah amplop merah tua dan mengulurkannya kepada Charlotte yang terdiam di tempatnya berdiri. Dengan gemetar, dia menerima surat tersebut, terdapat namanya disana ditulis menggunakan tinta emas.
Dia menatap Chloe yang perlahan mulai tersenyum setelah sekian lama dia memasang wajah dingin seperti hendak mengajak orang berkelahi.
"Selamat karena telah menjadi manusia terpilih yang memasuki gerbang. Jika tidak keberatan, bisakah kita segera pergi ke Hutan Terlarang, yang lain telah menunggu kita, begitu pun dengan si penjaga gerbang" jelas Chloe yang terdengar samar-samar di pendengaran Charlotte.
Dia mulai teringat, bahwa dia saat ini sedang mencari Near. Dia tidak tahu dimana keberadaan temannya dan tiba-tiba saja dia diundang oleh salah satu penyihir terkuat di Floradivia. Dia seharusnya senang dan mulai mengikuti Chloe menuju Hutan Terlarang, tetapi dia tidak bisa pergi jika dia masih diselimuti oleh rasa khawatir karena tidak mengetahui keberadaan temannya.
"Apakah..saya tidak bisa menolak?" tanya Charlotte yang terdengar aneh karena dia tiba-tiba saja kesulitan menyusun kata-kata di dalam otaknya.
Chloe sendiri yang mendengar pertanyaan Charlotte langsung menggelengkan kepalanya dengan tegas, "Tidak ada yang boleh menolak permintaan dewa, kau harus segera pergi sekarang, sebelum dewa murka karena keterlambatanmu" jelas Chloe membuat Charlotte menundukkan kepalanya sambil menggenggam erat amplop merah tua yang ada di genggaman tangannya yang bergetar. Dia bisa mendengar bisikan-bisikan dari warga desa yang melihat adegan dimana dia diundang oleh penyihir terkuat untuk memasuki gerbang.
"Teman saya…hilang…, saya tidak bisa pergi jika saya belum menemukan teman saya" gumam Charlotte dan Chloe bisa mendengarnya dengan baik.
Chloe menghembuskan nafasnya gusar, "Jika kau bersikap seperti ini, kau akan mendapatkan sebuah hukuman yang sangat mengerikan dari para dewa, atau lebih buruknya, mereka akan mengutukmu."
"Seperti mereka mengutuk Winter" ucap Chloe dengan suaranya terdengar dingin.
Charlotte mendongak menatap Chloe yang tidak lagi melukiskan senyuman indah di wajahnya. Charlotte tahu bahwa tingkahnya sekarang tentu membuat Chloe jengkel karena seharusnya mereka sudah pergi ke Hutan Terlarang. Dia tidak bisa pergi dalam keadaan seperti ini. Dia harus tahu dimana Near berada, jika dia tahu temannya itu baik-baik saja, maka dia bersedia pergi bersama Chloe.
Melihat Charlotte tidak mempunyai perkembangan apa pun membuat Chloe kembali menghembuskan nafasnya untuk yang kesekian kali. "Dengar, aku akan memberitahumu dimana keberadaan temanmu itu, oke? Sekarang, kita harus benar-benar pergi. Aku yakin temanmu itu masih ada disekitar sini, kau lupa seberapa luasnya desa kita?" ucap Chloe kepada Charlotte yang masih terlihat ragu.
"Percayalah padaku, aku akan mencarinya dan mengatakannya kepadamu" ucap Chloe penuh penekanan.
Charlotte perlahan mengangguk membuat Chloe kembali menghembuskan nafasnya karena perasaan lega. Sebenarnya, dia tidak ada niatan untuk mencari teman Charlotte karena dia yakin temannya itu sudah pergi begitu jauh dan sulit untuk ditemukan. Dan juga, kalau dia tahu dimana keberadaan teman Charlotte, dia juga tidak tahu bagaimana cara memberitahu Charlotte karena dia pun tidak bisa masuk ke dalam gerbang dan tidak mempunyai cara apa pun untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang masuk ke dalam gerbang.
Chloe pun menggumamkan mantera dengan tangannya terulur mengarah ke atas tanah, dia meminta Charlotte untuk mendekat kepadanya lewat tatapan matanya, Charlotte pun menurut dan melihat sebuah lingkaran bercahaya terlihat di atas tanah ketika Chloe menggumamkan sesuatu. Sinar dari cahaya tersebut semakin besar membuat Charlotte memejamkan matanya dengan kuat karena silaunya yang menyakitkan. Ketika Charlotte membuka kedua matanya, dia menyadari bahwa dia tidak sendiri sekarang, sudah ada lima penyihir lain dengan lima manusia terpilih yang berdiri di dekat pintu masuk Hutan Terlarang.
Charlotte melihat sudah ada pria dengan jubah hitamnya berdiri dengan tongkat sebagai tumpuan dia berdiri. Terdapat seekor burung hantu dengan sayap putihnya bertengger di atas tongkat, mulai bersuara seolah menyambut kedatangan Charlotte. Dia menatap lekat si pria berjubah hitam yang mempunyai manik semerah delima, gadis itu terdiam ketika pria tersebut tersenyum ke arahnya.
"Kenapa kau begitu lama?!"
Suara yang terdengar keras dan penuh akan amarah itu membuat pandangan Charlotte teralihkan dari si pria berjubah hitam. Dia melihat seorang wanita dengan tubuhnya yang tinggi serta berotot mempunyai pototngan rambut yang pendek serta pedang besar berada dibalik punggungnya, berdiri tidak jauh dari tempat Charlotte berdiri, wajahnya memerah karena amarah dan terlihat urat-urat yang menonjol di pelipisnya membuat Charlotte bergedik ngeri.
Chloe acuh saja dengan teriakan dari Viona. Dia sudah terbiasa dengan kelakuan beringas Viona jika dia harus menunggu terlalu lama. Beruntung si penjaga gerbang mengetukkan tongkatnya ke atas tanah beberapa kali sehingga Viona tidak jadi mengeluarkan umpatannya kepada Chloe.
"Terima kasih kepada para penyihir yang telah membawa ke-enam manusia terpilih ini menuju Hutan Terlarang. Mungkin kalian kebingungan akan apa yang terjadi tadi, tetapi tidak apa, kalian tidak perlu khawatir, semua itu wajar terjadi. Setidaknya, tahun ini, gerbang kembali muncul dan para manusia ini akan masuk ke dalam gerbang" ucap si penjaga gerbang, tersenyum kepada enam penyihir disana lalu beralih menatap enam manusia terpilih berbaris dengan rapi.
"Selamat datang para manusia terpilih, saya adalah si penjaga gerbang yang akan menuntun kalian menuju gerbang. Sebelum kita benar-benar masuk ke dalam hutan, aku hanya meminta kalian untuk tidak menoleh ke belakang. Jika kalian melakukannya, akan terjadi tragedi yang mengerikan" ucap si penjaga gerbang sambil tersenyum ramah.
Charlotte hanya bisa terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh si penjaga gerbang.
"Kalau begitu, ikuti saya sekarang, dan ingat, jangan pernah menoleh ke belakang" ucap si penjaga gerbang yang berjalan terlebih dahulu, sehingga terdengar suara ketukan tongkat panjangnya.
Charlottte dengan ragu mulai melangkahkan kakinya mengikuti si penjaga gerbang, dia melihat si burung hantu yang bertengger di atas tongkat mulai mengepakkan sayapnya untuk terbang. Burung hantu itu berputar-putar di atas mereka lalu terbang perlahan menuju Charlotte, burung hantu tersebut terbang melewati Charlotte seperti hembusan angin yang lembut.
Charlotte mengukirkan senyumnya lalu mendongakkan kepalanya menatap burung hantu yang terbang tinggi menuju langit. Senyum itu terukir ketika dia mendengar suara dari burung hantu tersebut ketika melewatinya.
["Tenang saja, sayang, dia baik-baik saja. Dan terima kasih atas semuanya."]
Charlotte tersenyum lega dengan pandangan mata tidak lepas memperhatikan burung hantu yang terbang di atas mereka. Dia pun bergumam di dalam hatinya, menjawab kalimat yang ia dengar dari burung hantu itu.
[Iya, sama-sama. Terima kasih juga karena telah memberitahuku.]
Bersambung