Erlan yang masih sangsi ada seseorang yang masuk ke sana, menyisir tempat itu untuk memastikannya.
Dia memeriksa seluruh ruangan termasuk kamar Jenia.
Terlihat ada sisir yang bekas dipakai, tergeletak di meja. Ada beberapa helai rambut berwarna merah yang tertinggal pada sisir tersebut.
"Ya, aku yakin ada seseorang yang kemari beberapa hari yang lalu," gumamnya, tatapannya kemudian terkunci pada sisir yang ada di meja.
Ia mengambilnya lalu melihat ada perbedaan warna rambut di sana.
Ada banyak helai rambut berwarna hitam yang tertinggal di sisir itu dan bisa dipastikan itu adalah rambut milik Jenia.
"Lalu rambut merah ini, rambut siapa?"
Erlan mengambil beberapa helai rambut merah panjang yang tertinggal di sisir itu.
Bisa dipastikan itu memang rambut seorang wanita dari tekstur dan panjangnya. Karena tak mungkin seorang pria mempunyai rambut sepanjang 50 cm lebih seperti helaian rambut merah yang di pegangnya.
Erlan diam dan berpikir keras, siapa sebenarnya gadis tersebut.
Terlintas dalam pikirannya jika wanita yang mendatangi rumah ini adalah salah satu family Jenia. Entah itu saudaranya atau bisa jadi adiknya.
Sayangnya ia tak mengetahui silsilah keluarga Jenia. Ada berapa saudara wanitanya, umur berapa dan bagaimana penampilannya.
"Sulit memastikan siapa yang datang kemari," decaknya kesal. Kenapa dulu semasa gadis itu hidup tak mencari informasi tentang keluarganya.
Pandangan Erlan kemudian terkunci pada lemari pakaian yang ada di sana.
Lemari itu sedikit terbuka di bagian pintunya serta tidak dikunci.
Klak! Erlan malah membuka pintu lemari tersebut.
"Ini memang ada seseorang yang membukanya," lirihnya.
Biji matanya bergerak liar menatap ke seisi lemari.
Terlihat jelas beberapa potong baju diambil, terlihat dari bekas tarikan yang membuat tumpukan baju lainnya terlihat sedikit berantakan.
Erlan merasa aneh sekali, jika memang benar yang datang kemari adalah saudaranya Jenia, tapi kenapa saudaranya itu sampai mengambil bajunya? Apa dia tak punya baju sendiri?
Selain itu memakai baju orang yang meninggal, terasa menakutkan. Bagaimna jika arwahnya kembali dan mendatangi untuk meminta kembali bajunya?
Erlan semakin merasa aneh saja saat melihat bagian laci yang terbuka. Ditariknya sekalian bagian yang setengah terbuka itu.
"Kosong? Lalu tidak mungkin laci ini kosong. Semua laci lainnya ada isinya!" pekiknya, setelah melihat semua laci ada isinya dan hanya laci itu saja yang kosong.
Erlan kembali mengerutkan keningnya, berpikir. Ada dua kemungkinan. Pertama, laci itu kosong karena isinya diambil oleh saudaranya Jenia.
Kedua, bukan saudaranya jenius yang mengambil. Tapi seorang pencuri.
"Tapi aneh saja. Ada seorang pencuri yang mau mencuri barang yang orang sudah mati seperti ini," gumamnya lagi, merasa semuanya semakin rumit saja.
Beberapa saat berpikir dan belum juga menemukan titik terangnya, maka Erlan memutuskan untuk cabut saja dari sana.
Dia berhenti di ruang tamu, tempat dia dulu merenggut nyawa Jenia. Masih ada noda darah gadis itu di sisi dinding sebelah barat.
"Jenia...." Tiba-tiba saja mengucap nama itu.
Ia kembali teringat apa yang sudah dia lakukan pada gadis itu. Menyentuhnya kemudian menghabisinya.
Bahkan ia masih ingat dengan sorot mata mengerikan Jenia di ujung napasnya yang seolah tak terima dan ingin balas dendam padanya.
"Semakin lama berada di sini, maka aku akan semakin gila."
Erlan merasa kembali terbayang pada sosok Jenia, senyumnya, tutur katanya, semuanya....
Itu membuatnya cukup frustasi.
Klak! Ia pun segera keluar dari sana dan menutup kembali pintunya.
Di luar pagar, ia lewati semua tong sampah, namun sayangnya ia tak memeriksa tong sampah tersebut ataupun melihat isinya.
Jika saja ia tahu apa yang ada dalam tong sampah itu pasti akan tercengang.
Jenia membuang bajunya terakhir yang dipakainya dan terkena lumuran darah serigala saat menghancurkan mereka di tengah hutan.
Mungkin saja jika Erlan melihat itu, ia akan dengan cepat mengetahui bahwa wanita yang datang ke rumah Jenia adalah yang membunuh anggotanya.
Juga akan mudah baginya untuk melacak dan menemukannya.
"Kenapa punggungku terasa dingin, ya. Apa ada seseorang yang membicarakan diriku di belakangku?" gumam Eloise di rumahnya, tiba-tiba merasa dingin di bagian punggung saja, tanpa sebab.
Dia berpikir kira-kira aiapa yang memikirkan dirinya. Sedangkan ia sama sekali tak mengenal siapa saja teman pemilik tubuh barunya ini.
"Kenapa tadi aku kemari?!" pekik Erlan, merasa membuang waktunya saja untuk hal yang sia-sia dan tak ada gunanya seperti ini.
***
Di lain tempat terlihat seorang gadis cantik duduk di teras rumahnya sedang menikmati udara segar di sore hari.
"Kenapa leherku terasa gatal? Apakah ada nyamuk yang menggigitku?" gerutunya, lalu menggaruk lehernya.
Ada tanda noktah merah di lehernya, bukan bekas gigitan nyamuk.
"Jadi gadis itu adalah korban Lord selanjutnya," ucap seekor serigala mengintai dari balik semak pohon.
Ya, sekarang Erlan sudah menandai korban berikutnya dengan tanda yang dibuatnya. Dan dipastikan siapa saja yang akan menyentuh korbannya, maka akan mendapatkan hukuman darinya atau tak akan selamat darinya.
Werewolf yang sedang berburu dan mencari mangsa tadi kemudian pergi dari sana untuk mencari mangsa lainnya yang tidak membahayakan dirinya.