Malam hari.
Erlan sedang keluar bersama seorang gadis, tentunya berasal dari kampus yang sama dengan tempatnya mengenyam pendidikan saat ini.
"Deborah!" panggil Erlan, mengejar gadis yang ia lihat di sebuah taman di pusat kota London.
Entah kenapa, gadis itu tiba-tiba berlari menjauh darinya tanpa sebab. Padahal sebelumnya mereka duduk bersama dan juga tertawa bersama.
Lantas apa yang membuat Gadis itu berlari seperti ketakutan melihat setan.
"Apakah dia benar Erlan yang ku kenal? Tapi kenapa tatapan matanya tadi sungguh menakutkan sekali," batin gadis berambut pirang dan mengenakan gaun kuning, terus berlari meski Erlan terus memanggil.
"Deborah!" Erlan sampai mengejar gadis tadi karena tak mendengar panggilannya ataupun meresponnya.
Bukan karena kesepian ditinggalkan oleh gadis tadi tapi enggan kehilangan mangsanya.
"Deborah!" panggilnya, kini berlari mengejarnya.
Deborah bukannya berhenti berlari, dia hanya menoleh sesekali ke belakang. Melihat Erlan yang mengejarnya, membuatnya semakin takut saja. Hingga dia ikut berlari supaya tidak terkejar.
"Aku tidak tahu, tapi entah kenapa bulu kudukku tiba-tiba meremang saat Erlan menatap ku tadi," batinnya.
Entah halusinasi atau bukan Debora melihat iris mata Erlan tadi sempat berubah menjadi merah, dalam sepersekian detik. Di tambah tatapannya itu tidak normal, bukan seperti tatapan seseorang pria. Tapi lebih seperti tatapan seekor binatang yang sedang mengincar mangsanya.
Klak!
Deborah sampai ke tempat mobilnya berada. Dia pun segera masuk dan menutup pintunya dengan cepat. Bahkan ia menginjak gas dengan cepat pula.
"Deborah!" panggil Erlan lagi, ketika sampai, mobil Deborah sudah hilang dari sana.
"Kenapa dia lari dariku? Apakah aku seperti akan memangsanya? Ataukah wajah tampanku ini yang membuatnya takut?" cicit Erlan, merasa aneh saja.
Ia lalu berpikir tentang segala kemungkinan yang ada. Hingga sebuah pikiran aneh pun terbersit. Apa mungkin dia mengetahui identitasku? Tapi bagaimana bisa?
"Rasanya mustahil jika dia mengetahui jati diriku. Aku juga tidak merasa menunjukkan sedikit pun identitasku padanya," gumamnya lagi.
Tapi segala sesuatu itu mungkin saja. Bisa jadi dia tak sengaja menunjukkan sedikit tanda pada dirinya, dan itu membuat Deborah takut padanya.
Meskipun di awal-awal, dia yang mengejar Erlan, sama dengan para gadis lainnya yang masih mengejar dia.
"Jika memang begitu masalahnya, maka aku harus mengeksekusinya hari ini juga, atau semua akan mengetahui identitasku," selorohnya lagi, nampak tegang.
Erlan sampai menahan salivanya yang tercekat dengan berat. Ini kasus pertama yang dihadapinya baru kali ini ada seorang wanita yang mengetahui identitasnya.
Padahal ia selalu mengunci rapat-rapat identitasnya itu agar tak satu pun orang yang ditemuinya mengetahui semua rahasianya.
"Sekarang juga, aku harus cari dia!"
Erlan tak mengetahui alamat rumah Deborah. Tapi itu bukan hal sulit baginya. Mencari seseorang saja cukup mudah baginya bahkan menjadi semut di ujung duri pun dia bisa melacaknya dengan tepat apalagi hanya perkara melacak seseorang seperti sekarang ini.
Cukup dia membuka indra penciumannya. Aroma tubuh Deborah kini tercium kuat di depannya.
"Aku tinggal mengikuti jalanan yang dilewatinya saja," gumamnya, mencebik.
Shat! Erlan pun bergerak cepat layaknya serigala dalam wujudnya manusia. Tak ada mata manusia yang sanggup melihat pergerakannya.
"Di sini bau itu berhenti," cicitnya lagi.
Erlan tiba bersamaan dengan Deborah. Tepat di saat wanita itu membuka pintu mobilnya, Erlan berdiri di depan mobilnya.
"Erlan?!" pekik Deborah, gugup, takut dan terkejut bercampur menjadi satu.
Bagaimana bisa pria itu sampai kembali begitu cepat?
Deborah menatap sekitar dan tak menemukan kendaraan apapun yang mengikuti dirinya, dan cukup itu saja membuat suasana horor semakin meninggi.
"Aku hanya ingin menyerahkan syalmu yang ketinggalan saja," tuturnya, menunjukkan syal putih yang tadi di pakai Deborah dan terjatuh.
Erlan menyerahkan syal putih tersebut pada Deborah.
Dengan takut-takut dan tangan yang gemetar, Deborah menerima syalnya.
"Bagaimana ini, kenapa dia bisa mengejarku? Bagaimana bisa dia bisa mengejarku tanpa menggunakan apapun seperti ini?" batinnya, masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Namun semua itu memang nyata baginya, meskipun terasa tak masuk akal.
"Terima kasih," jawabnya keki saat menerima syal tersebut.
Deborah berpikiran jika dia segera menghindar dari Erlan maka semuanya akan baik-baik saja dan semua ketakutannya tak akan terbukti.
Ia turun dan akan masuk ke rumah. "Aku sedikit tidak enak badan," tukasnya, menatap sebentar Erlan kemudian buru-buru menghindar darinya dan berjalan kembali.
"Deborah, tunggu!"
Erlan mencoba menahannya dengan menarik tangan Deborah. Tepat di saat wanita itu menoleh padanya, dia melepaskan aroma yang mempunyai efek seperti bius, juga membuat mangsanya berhalusinasi.
Hmm! Setelah Deborah menghirup aroma itu, wanita itu seketika berubah. Ia berbalik dan kini ia yang menarik Erlan, membawanya masuk ke mobil.
Di dalam mobil, Deborah terlihat aktif sekali. Dia berani melepas dua kancing baju Erlan, lalu mencium telinganya.
"Deborah, apa kau ingin aku memberimu sesuatu yang memabukkan sekarang juga?"
Gadis itu mengangguk dan seperti bersiap menerima sesuatu yang 'memabukkan' itu.
Erlan dengan cepat segera mengeksekusi bagian leher Deborah. Ia menggigit dan menghisap langsung darahnya.
Bugh! Setelah puas menghisap darahnya dan tentu saja Deborah sudah dalam keadaan tak bernyawa, ia meninggalkannya begitu saja.
Deborah ambruk ke depan dan kepalanya menekan klakson mobil yang membuatnya berbunyi.