"Dompetku penuh," gumam Eloise. Ia membuka dompetnya.
Setelah satu bulan berjualan parfum, hasilnya lumayan dan dompetnya sampai penuh hampir tak bisa ditutup.
Dapurnya terus mengepul karena dia kebanjiran orderan dari para warga Knoxville. Sepertinya dia tak perlu mencari pekerjaan, cukup menjual parfum saja sudah bisa menghidupinya.
"Lalu bagaimana kabar Erlan?" Ternyata sampai detik ini ia pun masih memikirkan pria itu.
Bukannya dia rindu pada pria itu tapi benci setengah mati hingga ke relung hati terdalam yang membuatnya selalu terpikirkan padanya, tentunya untuk balas dendam.
Balas dendam karena telah menipu dirinya. Balas dendam karena sudah membunuhnya.
"Bagaimana aku bisa mencari pria brengsek itu?" gumamnya, sembari menahan dagunya di tengah kedua telapak tangannya.
Eloise kemudian sampai menyandarkan kepalanya ke dinding untuk berpikir karena merasa kepalanya berat.
"Kota..." celetuknya, tiba-tiba.
"Ya, kenapa aku baru terpikirkan itu sekarang?!" imbuhnya lagi, menemukan sebuah ide.
Menurutnya, Erlan tinggal di kota. Jadi Kenapa dia tidak pergi ke kota saja untuk mencarinya. Lalu untuk menutupi tujuan utamanya dalam mencari Erlan maka dia menawarkan parfumnya ke sana.
"Ya, itu ide yang tepat," cicitnya, tersenyum lebar.
***
Beberapa hari setelahnya
"Eloise, kau mau kemana?" tanya Nyonya Miel, melihatnya berjalan dengan membawa tas besar.
Wanita itu tak sengaja keluar rumah untuk menjemur ikan yang nantinya akan dijadikan ikan asin.
"Aku mau ke kota."
"Kota? untuk apa kau ke sana?" tanyanya, penasaran.
Eloise lalu membuka tas yang dibawanya lalu mengeluarkan isinya. Ia menunjukkan parfum itu pada Nyonya Miel.
"Kau mau berjualan parfum ke kota?" Dan Eloise mengangguk meresponnya.
"Sendirian?" Lagi-lagi Eloise mengangguk untuk meresponnya.
"Permisi, Nyonya," ucap Eloise kemudian karena tak ingin membuang waktu.
"Tunggu! Eloise itu berbahaya sekali. Kau tidak apa jalan ke sana dan harus ada yang menemanimu. Selain itu Bagaimana jika kau bertemu serigala seperti dulu di sana?" ungkapnya, panjang lebar.
Eloise menghentikan langkahnya, "Nyonya, tak perlu khawatir padaku. Aku hafal jalan ke kota. Dan aku tidak takut pada serigala," ungkapnya, jujur.
Memang tak ada yang ia takutkan saat ini. Bahkan tujuannya ke sana memang mencari serigala.
Seandainya saja jarak Knoxville dengan kota cukup dekat maka sudah pasti dia akan binasakan semua serigala yang ada.
"Tapi Eloise, bukankah di sini sudah ramai tapi kenapa kau sampa pergi ke kota?"tanya Nyonya Miel lagi, membujuk.
"Tidak Nyonya, aku ada urusan di sana, permisi."
Selepas berkata demikian ia segera melanjutkan perjalanannya menuju ke kota.
Jualan parfum ke kota hanyalah modusnya saja, jika warga kota menyukainya itu bagus untuknya. Tapi jika parfumnya tidak laku, itu tak masalah baginya.
Hampir 3 jam kemudian barulah gadis itu tiba di kota. Dia melewati lapak tempat warga Knoxville menjual hasil bumi.
"Aku tidak mungkin jualan di sini karena saat ini sedang sepi bukan waktunya berjualan," desisnya, melihat lapak kosong itu.
Ia kembali berjalan hingga perbatasan hutan. Ia sempat berhenti saat melewati rumah warga yang ada di sana.
"Ku rasa tak ada serangan serigala di sini," lirihnya, setelah mengamati.
Entah kenapa suasananya sepi dan aman saat ini.
"Apakah serigala itu sudah mati semua?!" pekik Eloise. Atau mereka sudah berpindah tempat?" tebaknya lagi.
Tak ada yang tahu ada apa Tempat ini terasa sepi sekali, seperti tak ada tanda kehidupan di sini.
"Sebaiknya aku bergegas," ceplosnya, tak ingin lama-lama membuang waktu.
Ia tiba di kota. Namun bingung, harus jualan dimana? Tak mungkin dia jualan dor to dor seperti sales.
Setelah berpikir kemudian ia memutuskan untuk berjualan parfum di depan sebuah kampus.
Parfum cocok dan akan diminati oleh kaum muda pikirnya, maka yang pas adalah berjualan di area kampus.
Selain itu Erlan pasti ada di salah satu kampus yang ada di sana dan jika beruntung bisa jadi dia bertemu dengannya.
"Mungkin sebaiknya aku menggelar lapak di depan kampus ini saja," cicitnya, berhenti di depan kampus Top University.
Langsung saja Eloise menggelar karpet kecil yang dibawanya dari rumah.
Ia lalu menata parfumnya pada karpet berukuran satu kali setengah meter itu kemudian duduk di sana.
Beberapa jam berlalu
Mungkin saat ini adalah jam istirahat bagi para mahasiswa di kampus itu.
Para mahasiswa terlihat mulai keluar dari kampus.
"Lihat itu, penjual apa itu di depan sana?" tanya seorang mahasiswi kembali menunjuk ke arah Eloise.
"Aku juga tidak tahu. Kenapa tidak kita lihat saja?"
Beberapa gadis kemudian menyeberang jalan dan berhenti di depan Eloise.
"Boleh aku coba parfumnya? Apakah ada testernya?"
"Ada, Nona. Ini testernya, silahkan dicoba."
Eloise sebelumnya sudah menyiapkan beberapa tester untuk jaga-jaga.
"Aromanya lumayan juga. Berapa harganya?"
Eloise menyebutkan sebuah harga dan sengaja harganya ia mark up lebih tinggi daripada harga di tempatnya, karena ia tahu warga kota berdompet tebal.
"Murah sekali. Aku ambil lima."
"Terima kasih," ucap Eloise, tersenyum tipis. Tak menyangka saja, dengan harga mahal yang ia tawarkan, parfum itu tetap dibeli juga.
Tepat di saat ia akan kembali, lewat lah seorang pria aneh. Pria yang tampan tapi entah kenapa terlihat gerak-geriknya mencurigakan.
"Nona, aku mau beli parfummu," tuturnya, malah mendatangi Eloise.