Eloise sudah masuk ke tempat tinggalnya yang lama. Dia menyusuri jalan dan berhenti pada bagian dinding di mana ada bercak darah di sana.
"Astaga! Ini bekas darahku yang dulu. Kenapa tidak dibersihkan?" pekiknya, melihat bekas darahnya sendiri sebelum meninggal.
Hiss! Melihat itu membuatnya gemas sampai meremat tangannya, kembali teringat pada kejadian masa lalunya bersama Erlan.
Betapa memilukan hidupnya harus berakhir di tangan orang yang dia cintai.
Eloise cepat-cepat pergi dari sana sebelum rasa kesalnya semakin meninggi. Ia masuk ke kamar. Di sana semuanya masih seperti yang dulu, tidak berubah.
Bahkan spreinya masih sama dengan yang dulu, tidak tertata rapi karena masih terlihat kusut.
"Oh, astaga!" pekiknya lagi.
Manik matanya kemudian bergerak liar menatap ke seisi kamar.
Gadis itu kemudian memejamkan matanya. Ia benar-benar merindukan rumah ini dan semuanya. Tapi Dia teringat lagi jika dirinya sekarang bukan Jenia, melainkan Eloise.
Untuk sementara ia biarkan saja semua kenangan tentang Jenia kembali merasuk ke pikirannya.
Bahkan untuk sejenak ia merebahkan diri di tempat tidurnya.
"Nyaman sekali di sini," cicitnya, mendekap bantalnya.
Sepuluh menit sudah ia menikmati berada di kamar itu.
"Oh tidak, Nyonya Miel dan Tuan Rob pasti mencariku," pekiknya tiba-tiba teringat pada sosok dua tetangga terdekatnya itu.
Eloise ketika bangkit dari tempat tidur dan melompat turun dari sana.
"Aku harus segera kembali sekarang,"lirihnya, karena sudah lama ia berada di luar. Terlebih ia izin sebentar hanya untuk pergi ke toilet, tapi sudah selama ini.
Ia pun tak membuang waktu lagi. Sebelum pergi, Eloise mengambil barang-barangnya di sana. Ia membawa baju-bajunya, karena bajunya masih bagus dan bisa dipakai.
Bahkan sekarang ia mengganti bajunya dengan baju yang diambilnya dari lemari.
"Ini adalah benda kesayanganku," tukasnya saat membuka laci dan melihat kalungnya ada di sana.
Maka ia pun mengambilnya.
Di laci itu tak hanya ada perhiasan kesayangannya, tapi ada dompetnya juga.
"Kurasa ini cukup untuk buatku hidup sampai beberapa bulan ke depan aku menemukan pekerjaan yang tepat untukku." Eloise membuka dompet dan melihat ada sisa uangnya di sana, dan tentu saja ia turut membawanya pula.
Terakhir, di meja rias. Dia melihat peralatan make up juga parfumnya di sana, maka ia membawanya pula.
Jujur saja, selama ini sejak hidup sebagai Eloise ia hanya hidup seadanya bahkan standardnya di bawah Jenia.
Sebagai Eloise, dia hidup hanya dengan mengandalkan fasilitas seadanya saja juga bahan makanan seadanya saja, yaitu ikan.
Bahkan semua bajunya meskipun tampak bersih tapi tak ada yang berbau harum.
"Aku harus cepat kembali sekarang." lirihnya, masih menyempatkan diri untuk menata rambutnya sebentar, agar terlihat rapi.
Setelah menggelung dan membentuk rambut panjang merahnya, ia pun bergegas pergi dari sana.
"Itu bukuku," pekiknya. Dengan cepat, ia menyambar pula buku pelajarannya kelas Fisika. Entah berguna atau tidak dia membawanya serta.
Sayang baginya melewatkan ilmu yang harusnya didapat dan dia tempuh selama setahun lagi sebelum dia lulus kuliah.
Bisa dilihat sekarang, Jenia keluar dari rumah dengan membawa banyak barang bawaan, mirip seperti pencuri sehabis merampok yang membawa dua kantong besar barang curiannya.
Setelah mengunci pintu dan mengembalikan kunci tersebut di bawah keset, maka ia cepat-cepat pergi dari sana.
Khawatir kalau saja ada warga yang akan melihatnya.
Untung saja saat itu sepi dan tetangga sekitar belum ada yang melihatnya.
Namun ia tetap berjalan cepat agar segera bisa kembali ke hutan.
Setelah 30 menitan berjalan, ia pun kini sudah masuk ke hutan. Dia sudah menghafal jalan kembali ke sana, jadi tak perlu bertanya pada orang lagi.
"Di mana letak toilet yang tadi ditunjukkan oleh Tuan Rob?"
Eloise kemudian mencari arah menuju ke toilet yang tadi ditunjukkan oleh Tuan Rob padanya. Hanya untuk mendukung alibi kebohongannya saja, ia ke sana.
"Jadi di sini, toiletnya."
Akhirnya ia menemukan toilet umum yang dimaksud oleh Tuan Rob.
Ada tiga toilet umum di sana. Dan kebetulan saat itu ramai, terlihat beberapa wanita dan pria antri di sana.
Di lain tempat, ternyata Nyonya Miel yang peka, masih belum melihat batang hidung Eloise.
"Rob, sudah lama tapi Eloise belum kembali juga. Ke mana dia? Apakah terjadi sesuatu padanya?" tanya Nyonya Miel, di tengah-tengah kesibukannya melayani pembeli saat ini.
"Ya, dia lama sekali."
"Apa sebaiknya kau periksa sebentar saja?" tandas Nyonya Miel terlihat khawatir.
Baginya, Eolise sudah seperti adiknya sendiri meskipun dia hanyalah tetangga.
"Baiklah, aku akan mencarinya sekarang. Kau bisa mengatasi pembeli saat ini sendiri, bukan ?"
Eloise mengangguk meresponnya.
Tuan Rob setelahnya meninggalkan istrinya dan menuju ke toilet, untuk mencari Eloise.
"Eloise, kau kah itu?!"
Tuan Rob terkejut sekali bertemu dengan Eloise yang saat itu berada di depan toilet.