( ... ) = Monolog Yuuta Maru
"Maaf, Chitose-can!"
Wajah Chitose menjadi merah padam, matanya juga berkaca-kaca, tangannya menggenggam lengan Yuuta dengan kuat, lalu tak lama air matanya keluar.
"Hiks ... HUA!!! Aku takut! Aku takut, Yuuta-kun!"
Chitose menangis sejadi-jadinya karena kejadian yang telah dia alami secara terus-terusan ini, dia juga merasa lega karena ada seseorang yang peduli padanya dan berani melindunginya, dia terharu karena tindakan Yuuta yang sangat berani dan menurutnya itu sangat keren.
Semua perasaan itu tercampur aduk dalam tangisan Chitose.
"Tidak apa-apa, aku disini ... bersamamu!"
Melihat Chitose yang seperti itu, Yuuta dengan segera memeluknya dengan sangat lembut. Dia ingin membuat Chitose merasa senyaman mungkin saat bersamanya, dan kini Yuuta kembali merasakan kehangatan tubuh Chitose dan bau tubuhnya yang manis.
(Baunya manis sekali, aku menyukainya!)
"HUAA!!"
"Ya, tenang saja!"
Sambil terus menenangkan dan membuat Chitose merasa lebih baik, Yuuta terus memeluknya. Karena bagi Yuuta, Chitose memang harus melampiaskan emosinya tanpa harus menutupinya, dan dia perlu seseorang untuk menemaninya.
Chitose tidak akan bisa mengatasinya sendirian, jadi Yuuta akan menemani Chitose atas kehendaknya sendiri.
(Keadaannya tidak mendukung, jadi tidak mungkin aku bisa mengaku padanya.)
Yuuta berubah pikiran. Awalnya dia akan mengaku pada saat mereka sudah turun dari tangga, tapi melihat Chitose yang seperti ini, Yuuta mengurungkan niatnya itu.
(Jika hanya aku yang bahagia, maka aku adalah yang terburuk.)
Sambil membelai rambut pendeknya Chitose, Yuuta terus berpikir kalau orang yang dicintainya ini masih memiliki masalah besar yang tidak bisa diselesaikanya. Dia dapat mengetahuinya dari tangisan yang dia keluarkan, tangisan itu adalah sebuah tangisan seseorang yang sedang berjuang sendirian.
"Sudah tenang?"
"Hiks ... y-ya."
Perlahan tangisan Chitose mulai mereda, lalu dia menatap Yuuta dengan keadaan yang tidak baik. Yuuta yang melihat wajah basah Chitose kemudian mendekatkan tangan kanannya ke wajahnya untuk menyeka air matanya yang tersisa.
"Aku memang ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi untuk sekarang ... kupikir situasinya tidak terlalu baik, jadi aku akan mengatakannya nanti."
"..."
Chitose tidak berkata apapun, dia hanya menatap wajah Yuuta, seolah-olah dia mengharapkan sesuatu darinya.
"Chitose-chan, kau ingin kembali ke kelas?," tanya Yuuta.
"Ti-tidak! Tidak! Aku takut!"
Sambil terus membenamkan wajahnya ke dada Yuuta, Chitose terus mengatakan kalau dia merasa takut.
Yuuta tahu, orang seperti Chitose sudah mengalami kerasnya hidup sama seperti dirinya. Jadi, Yuuta membiarkan Chitose yang terus bersandar padanya sambil membelai rambut pendeknya.
"Baiklah, kita akan berada disini lebih lama lagi," bisik Yuuta dengan nada lembut ke telinga Chitose.
"Kenapa? Kenapa kau mau bersamaku? Kau bahkan hampir mencelakakan dirimu sendiri demi aku, kenapa?"
Chitose menaikkan wajahnya kembali dan sedikit menjauh dari dada Yuuta lalu kembali menatapnya sambil bertanya-tanya.
Yuuta yang ditanya seperti itu hanya bisa diam. Sebenarnya dia tahu jawabannya, tapi Yuuta tidak ingin terburu-buru dan ingin menjalankannya secara perlahan lebih dulu.
"Maaf, Chitose-chan!"
"Kenapa malah meminta maaf? Hei, Yuuta-kun! Kau mau kemana?"
Hari ini, tepat saat waktu istirahat hampir berakhir. Yuuta merasa kalau ini terlalu cepat, jadi dia melepaskan Chitose untuk hari ini. Yuuta tidak ingin Chitose langsung bergantung padanya karena itu masih terlalu cepat.
Dengan langkah yang berat, Yuuta meninggalkan Chitose di bawah tangga.
(Maaf, Chitose-chan!)
Untuk yang kesekian kalinya, Yuuta meminta maaf pada Chitose.
Chitose tidak mengejar Yuuta, dia hanya diam terduduk sambil merenungi masalahnya kembali.
***
"Panggilan untuk Yuuta Maru dari kelas 1-A, segera datang ke ruang bimbingan konseling! Sekali lagi, panggilan untuk Yuuta Maru dari kelas 1-A, segera datang ke ruang bimbingan konseling! Terima kasih!"
Saat jam pelajaran berlangsung, panggilan terdegar dari mikropon pemberitahuan, panggilan itu menyuruh Yuuta agar segera datang ke ruang bimbingan konseling.
"Yuuta, apa kau ada membuat masalah?," tanya seorang guru yang sedang mengajar di kelas.
"Ya, sensei," jawab Yuuta.
Sontak, hal ini membuat teman sekelas Yuuta merasa terkejut, semuanya terkejut kecuali Chiko. Tentu saja, Yuuta yang terkenal baik hati tiba-tiba dipanggil ke ruangan bimbingan konseling.
Bimbingan konseling adalah sebuah tempat dimana para guru bisa menertibkan siswanya yang melanggar peraturan sekolah, mereka juga bekerjasama dengan OSIS dan komite disiplin.
"Aku tidak percaya," ucap salah seorang teman sekelas Yuuta.
"Apa itu benar?," tanya mereka pada Yuuta.
"Ya, tidak ada yang salah," jawab Yuuta.
"Eh?!"
"Pergilah, Yuuta! Selesaikan masalahmu itu!"
"Baik, sensei!"
Setelah disuruh oleh guru pengajar yang ada di kelas, Yuuta beranjak dari bangku dan mulai berjalan keluar kelas. Tentu saja Yuuta dapat mendengar pembicaraan teman sekelasnya sendiri yang membahas tentang dirinya.
"Aku mendukungmu!"
Saat Yuuta melihat ke arah Chiko, dia lalu mengatakan sesuatu yang tidak dipahaminya. Tapi Yuuta tidak terlalu memperdulikannya, dia terus berjalan keluar kelas hingga sampai di ruang bimbingan konseling.
"Permisi!"
"Masuk!"
Yuuta membuka pintunya dan kemudian dia melihat 7 orang yang berada di dalam. Yang pertama adalah Chitose, lalu ketiga gadis yang ada di atap, dua lelaki yang dikalahkan olehnya, dan terakhir seorang guru pembimbing yang sering mendisiplinkan siswanya.
Ketiga gadis dan dua lelaki itu menatap Yuuta dengan penuh ketakutan, itu wajar saja karena mereka menganggap kalau Yuuta adalah seseorang yang mengerikan.
"Duduk!"
"Baik!"
Yuuta lalu duduk di samping Chitose atas perintah dari sang guru pembimbing. Tentu saja, dia langsung tahu situasinya setelah melihat mereka semuanya.
"Kurang satu orang, dia berada di rumah sakit karena hidungnya yang patah."
Semuanya terdiam saat guru pembimbing bicara.
Pukulan penuh emosi dari Yuuta telah membuat seseorang masuk rumah sakit dan dirawat disana, tapi bagaimanapun Yuuta tidak peduli akan itu karena prioritasnya adalah Chitose. Selama Chitose baik-baik saja, maka dia sudah tidak peduli dengan apapun seperti hukuman atau hal lainnya.
"Yuuta Maru, kenapa kau melakukannya?," beliau bertanya pada Yuuta
"Dia menantangku dan aku hanya menerimanya," jawab Yuuta.
"Dan kau memukulnya hingga hidungnya patah?," tanyanya lagi.
"Ya, ada masalah? Dia yang menantangku duluan!," seru Yuuta.
"Oke, cukup! Bagaimana kau bisa membayar biaya perawatannya?"
"Aku tidak peduli. Dengar, sensei! Tidak akan ada asap jika api tidak muncul. Mereka berenam melakukan perundungan pada Chitose-chan dan aku hanya membelanya, lalu ketiga lelaki itu menantangku."
"Ya, aku tahu! Tapi kau berlebihan!," bentak beliau.
Sang guru pembimbing menggaruk kepalanya dan kemudian beliau mulai membuka mulutnya lagi.
"Yuuta Maru, kau akan diskors selama tiga hari! Lalu untuk kalian berenam, diskors satu minggu! Dan tidak ada hukuman untuk Eru Chitose. Cukup sekian, kalian boleh pergi!"
Selesai memberikan hukuman pada Yuuta dan yang lainnya kecuali Chitose, beliau keluar dari ruangan bimbingan konseling.
(Yah, kuharap Chitose-chan baik-baik saja.)
Yuuta tidak mempermasalahkan hukuman itu dan dia lebih mengkhawatirkan tentang Chitose. Bagi Yuuta, Chitose adalah nomor satu dalam pikirannya, jadi apapun yang terjadi tidak akan menjadi masalah asalkan Chitose baik-baik saja.
Mungkin Yuuta yang dulu akan segera kembali, dan Yuuta yang sekarang perlahan akan menghilang.