POV (Yuuta Maru)
Aku agak terkejut pada awalnya dan sempat tidak mempercayainya.
Bagaimana tidak, ternyata orang yang terlihat seperti gadis suram ini adalah cinta pertamaku.
Namanya Eru Chitose, dia memiliki penampilan yang bagus dan sempurna untuk seorang gadis idaman, dan tentu saja aku tertarik dengannya.
Ditambah lagi, baru kali ini aku menemukan orang yang memiliki kesamaan denganku.
Dari wajah murungnya itu, aku tahu kalau dia sedang memendam masalah besar, mungkin saja itu adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri olehnya.
Untuk itu, aku berniat membantunya dalam menyelesaikan masalah besarnya itu.
Saat ini aku sedang dihukum bersama dengan Chitose-chan, kami sama-sama dihukum karena terlambat datang ke sekolah.
Awalnya aku kesal saat mendapatkan hukuman, tapi setelah mengetahui kalau aku sedang dihukum bersama Chitose-chan, aku jadi bersyukur.
Sungguh, aku berterimakasih yang sebanyak-banyaknya pada komite disiplin karena telah menghukum kami berdua.
"Hei, Chitose-chan! Bukankah itu terlalu berat untukmu? Biar aku saja."
Melihatnya yang sedang kesulitan membawa sebuah karung berisikan sampah, aku menawarkan diri untuk membawakannya.
Aku tidak mengerti kenapa dia mengenakan topi hitam saat ada di sekolah, tapi untungnya komite disiplin tidak mempermasalahkan hal itu.
Penampilan Chitose-chan yang sekarang memang berbeda jauh dari kemarin, dan aku yakin kalau dia memiliki alasan tersendiri saat mengubah penampilannya.
"Terima kasih!"
"Tidak masalah, senang bisa membantumu ... Chitose-chan!"
"Uh-uh ..."
Eh? Kenapa dia memalingkan wajahnya?
Telinganya agak memerah.
Apa dia sedang merasa malu?
"Ada apa, Chitose-chan?"
Karena penasaran, aku pun bertanya padanya.
"Be-begini Yuuta-kun, orang-orang biasa memanggilku Eru-chan. Jadi aku agak malu saat kau memanggilku dengan nama asliku."
Oh, jadi seperti itu.
Kebanyakan orang memanggilnya dengan nama keluarganya dan hanya aku saja yang memanggilnya menggunakan nama aslinya.
Pantas saja dia merasa malu.
"Aku mengerti. Apa kau keberatan?"
Saat aku menanyakan tentang ketersediaanya dipanggil seperti itu, dia hanya diam saja sambil menatap ke arah yang lain.
Kenapa dia tidak menatapku? Apa dia membenciku?
Jika itu benar, maka aku bisa kehilangan tujuan hidupku.
Perlahan dia membuka mulutnya.
Ini terjadi bersamaan dengan munculnya keringat di kepalaku.
"Ti-tidak ... aku ti-tidak keberatan dipanggil seperti itu, olehmu saja."
WAAAAA!!!!
Perasaan dan gejolak yang kuat muncul di dalam diriku sendiri.
Astaga, dia imut sekali!
Dia yang malu-malu terlihat sangat imut!
Dengan begini aku merasa lega karena dia tidak membenciku sama sekali.
Syukurlah, aku hampir saja tidak bisa bernafas.
Aku mengelap keringat yang ada di kepalaku dan lanjut membersihkan taman, begitu juga dengan Chitose-chan.
Sepertinya kami berdua sama-sama merasa malu sekarang.
Oh iya, aku tidak menyangka kalau Chitose-chan bersekolah disini.
Kemarin aku tidak memperhatikan seragamnya karena aku hanya memperhatikan tentang pesonanya sebagai gadis cantik dan sempurna.
Aku bersyukur karena bisa bertemu dengannya lagi.
Entah berapa kali aku sudah bersyukur pada hari ini.
Itu tidak penting, karena yang terpenting adalah aku harus bisa dekat dengan Chitose-chan dan membuatnya mencintaiku.
Sebagai awalan aku ingin menyelesaikan masalah besarnya itu.
Tapi sayangnya aku tidak bisa membicarakan tentang masalahnya sekarang, jadi aku harus melakukannya secara perlahan.
"Anu, Chitose-chan."
"Y-Ya?"
"Kau menyukai bunga tulip?"
Aku membuka topik pembicaraan dengan membahas bunga tulip ungu yang dijatuhkannya kemarin.
"Ya, bisa dibilang begitu."
"Eh, jadi kau menyukainya. Walaupun aku tidak tahu banyak tentang bunga tulip, tapi aku tahu kalau setiap warna bunga itu memiliki arti yang berbeda."
"Y-Ya, seperti itulah."
"Kau tahu artinya?"
"Tidak juga, a-aku hanya asal membawa saja."
Kami pun terus berbicara tentang bunga tulip sambil membersihkan taman sekolah.
Kami sama-sama menggunakan sarung tangan untuk mengambil sampah-sampah yang sudah menumpuk.
Kebanyakan dari mereka adalah sampah dedaunan, jadi kami mengumpulkannya lebih dulu sebelum memasukkannya ke dalam karung.
Lalu kami juga berbicara beberapa hal menyambung tentang bunga tadi.
Syukurlah, walaupun masih agak canggung, kami tetap bisa berbicara satu sama lain.
Hingga tidak terasa, karung sudah berisi setengah sampah.
"Huahh ... akhirnya selesai juga!"
Akhirnya aku selesai berurusan dengan karung ini sambil menghembuskan nafas lega.
"Chitose-chan, biar aku saja yang membawa karung ini ke komite disiplin. Kau bisa pergi ke kelasmu!"
"Ba-baik!"
Dia dengan mudah menuruti perintahku dan berniat meninggalkanku menuju kelasnya.
"Eh, tunggu ... Chitose-chan!"
"Baik, ada apa?"
Saat dia hendak berjalan, aku menghentikan langkahnya.
"Begini, ada sesuatu yang ingin kutanyakan. Dimana kelasmu berada? Lalu bagaimana caramu menghabiskan waktu di sekolah ini? Aku bertanya tanpa menuntut jawabannya, jadi tak masalah jika kau tak ingin menjawabnya."
Entah kenapa, suasananya berubah.
Aku dapat melihat tatapan kosong Chitose-chan.
Itu seperti dia mengingat sesuatu yang ditakutinya.
Aku jadi merasa bersalah karena sudah bertanya padanya.
Harusnya kutanyakan secara perlahan saja.
"Maaf, Chitose-chan!"
Aku menundukkan kepalaku dan meminta maaf padanya.
"Eh? Ya, tidak masalah. Aku hanya terkejut."
"Begitu ya? Abaikan saja jika kau tidak ingin menjawabnya!"
"Ti-tidak, ini bukan sesuatu seperti itu. Aku terkejut karena ada orang yang peduli terhadapku dan menanyakan hal-hal sepele."
"Oh."
Aku terdiam atas perkataannya barusan.
Dari yang aku pahami sejauh ini, kondisi Chitose-chan jauh lebih buruk dari yang aku kira.
Astaga, ini terlalu cepat.
"Aku ada di kelas 1-B. Jika kau bertanya kehidupanku di sekolah seperti apa, kurasa biasa saja, maaf karena tidak bisa menjelaskannya!"
"Tidak masalah, kau bisa pergi sekarang!"
"Y-Ya."
Tak lama kemudian Chitose-chan pergi meninggalkanku.
Sejauh ini, aku sudah puas dengan apa yang kudapatkan.
Aku sudah mendapatkan sesuatu seperti dimana kelasnya berada, dia berada di kelas sebelah yang mana aku berada di 1-A dan dia 1-B.
Dan juga, aku sedikit mengetahui tentang masalah yang sedang dialami oleh Chitose-chan.
Aku pasti akan membantunya, dengan begitu dia akan menyadari kebaikanku hingga akhirnya jatuh cinta padaku.
Aku ingin dia juga ikut mencintaiku, karena hatiku akan sangat sakit jika hanya aku seorang yang mencintainya.
Satu hal yang perlu diingat, Chitose-chan berbohong tentang kehidupan di sekolahnya yang biasa-biasa saja.
Aku yakin kalau dia tidak bisa menikmati kehidupan normalnya sebagai remaja SMA di sekolah ini.
Alasannya bisa beragam.
Guru yang tidak menghargainya karena dia bodoh.
Teman sekelas yang mengejek dan merundungnya tanpa henti.
Atau bisa juga masalah keluarganya yang telah terjadi.
Atau hal lainnya, lagipula aku tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapinya.
Saat ini aku hanya mengetahui sedikit hal tentangnya, dan tentu saja itu belum cukup untuk membantunya.
Ah, benar juga.
Aku hampir melupakan tentang karung sampah yang harus kuserahkan ke komite disiplin.
Apa boleh buat, aku akan membawanya sekarang sambil memikirkan hal apa saja yang bisa kulakukan untuk Chitose-chan kedepannya.