( ... ) = Monolog Yuuta Maru
{ ... } = Monolog Eru Chitose
Yuuta Maru merasa sangat senang ketika tiba di rumah setelah pulang sekolah. Hari ini dia bertemu dengan Eru Chitose, seorang gadis cantik yang berhasil menarik perhatiannya. Saat Yuuta melihat Eru, dia merasa tertarik untuk mengenalinya lebih dekat. Namun, Eru terlihat sangat gugup ketika bertemu dengannya.
Saat dia melintasi jalan yang agak sepi, Yuuta melihat Eru dengan wajah yang murung. Saat Yuuta memanggilnya, dia terlihat sangat gugup dan terkejut hingga menjatuhkan bunga tulip berwarna ungu. Ketika Yuuta mendekati Eru untuk memberikan bunganya yang terjatuh, Eru tampak sangat gugup dan menerima bunga tersebut dengan senyum kecut. Lalu mereka berkenalan secara singkat atas tindakan berani dari Yuuta.
Memegang tangan seorang gadis yang baru saja ditemui adalah tindakan yang agak berbahaya dan Yuuta bisa saja dicap buruk olehnya, namun beruntung Eru tidak menunjukkan reaksi jijik. Bahkan sebaliknya, Eru merasa malu karena dipanggil menggunakan nama aslinya oleh Yuuta.
(Tangannya itu, bukankah sangat lembut dan hangat?!)
Padahal Yuuta memegang tangan Eru beberapa saat yang lalu, tapi dia baru bisa merasakannya sekarang karena gejolak kuat yang dirasakan olehnya. Jantungnya berdetak dengan kencang, pandangannya tertuju pada penampilan Eru.
Menurutnya, penampilan Eru terlihat sangat cantik dan sempurna untuk seorang gadis. Rambut hitamnya yang pendek, matanya yang membulat saat sedang malu-malu, bibir merah cerah, lalu kulit putih mulus yang hampir tidak memiliki kerusakan apapun. Semua aspek itu membuat Yuuta benar-benar terpesona dengannya.
Tidak hanya itu, Yuuta merasa senang jika ada seseorang yang memiliki kesamaan dengannya. Walaupun belum pernah berbicara banyak hal pada Eru, dia yakin kalau Eru sama dengan dirinya. Hanya dengan melihat wajah murungnya itu, Yuuta tahu kalau dia sedang menyimpan sebuah masalah besar. Karena itulah, Yuuta ingin membantunya jika bisa.
Tidak, membantu Eru adalah seperti sebuah kewajiban bagi Yuuta. Dia pasti akan membantunya karena itu berhubungan dengan tujuan hidupnya, dengan adanya Eru maka cara Yuuta menjalani hidup akan sedikit berbeda.
"Auhhh ... jam berapa sekarang?," selesai menguap, Yuuta bertanya pada dirinya sendiri.
Sekarang adalah waktu tengah malam dan jam dinding di rumahnya menunjukkan pukul 01:00. Yuuta tidak bisa tidur karena terus memikirkan tentang Eru Chitose, seorang gadis yang menjadi cinta pertamanya.
"Aku harus tidur sekarang, dan kuharap aku bisa bertemu dengan Chitose-chan lagi."
Karena mulai merasa ngantuk, Yuuta pada akhirnya tumbang di kasurnya sendiri.
***
"Hoaammm ... huh?"
Terbangun di pagi hari yang cerah, Yuuta melihat ke arah jam dinding.
"HAH?!! APA???!! Aku terlambat!!"
Tentu saja dia terkejut karena jam dinding menunjukkan pukul 08:00. Dengan segera Yuuta bangkit secara penuh dari kasurnya dan bersiap untuk mandi. Selesai mandi, dia memakan sebuah roti di dalam kulkas untuk sarapannya sambil berpakaian seragam sekolahnya.
(Mungkin aku akan masuk diam-diam seperti biasa.)
Kini dia sudah siap berangkat dan berencana untuk masuk ke lingkungan sekolah secara diam-diam. Yuuta takut mendapatkan hukuman yang berat karena jika terlambat maka komite disiplin akan menghukumnya tanpa ampun.
Yuuta sudah terbiasa terlambat masuk sekolah dan selalu masuk diam-diam tanpa ketahuan oleh komite disiplin. Namun ada perbedaan yang membedakan alasan Yuuta terlambat dibandingkan yang dulu, biasanya dia terlambat karena pekerjaan paruh waktunya yang terasa melelahkan, tapi sekarang dia terlambat karena Eru Chitose yang terus ada di dalam pikirannya.
Pekerjaan paruh waktu yang dikerjakan oleh Yuuta adalah menjadi pegawai restoran di sebuah tempat yang tidak jauh dari rumahnya. Dia bertugas untuk melayani pengunjung, bersih-bersih area restoran dan juga membuang sampah. Tentu saja Yuuta merasa lelah karena bekerja hingga pukul 10:00 malam.
Yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Sekarang, Yuuta tidak merasakan lelah atau apapun itu jika terus memikirkan Eru.
"Ayah, Ibu ... aku berangkat!"
Sama seperti biasanya, Yuuta tidak lupa untuk berpamitan pada orang tuanya sebelum berangkat sekolah.
"Yosh! Saatnya berlari dengan kekuatan penuh!"
Walaupun memiliki sepeda, Yuuta masih memutuskan untuk berangkat dengan cara berlari. Alasannya sederhana, dia ingin menjadi lebih sehat dan atletik karena berlari.
Yuuta terus berlari dan berlari hingga sampai di area luar sekolah. Dia tidak berniat datang lewat pagar karena sudah pasti akan dihukum, jadi Yuuta melewati pembatas tembok yang berada di bagian samping sekolah. Tembok itu memiliki lubang yang bisa digunakan sebagai tempat berpijak untuk menaikinya.
Sebenarnya tembok itu tidak bisa dilewati sembarang orang karena pijakannya yang kecil. Bahkan pada awalnya Yuuta selalu gagal saat mencoba melewati tombok itu, tapi sekarang dia bisa melakukannya dengan mudah karena sudah terbiasa.
"Satu, dua!"
Dengan menghitung maju, Yuuta mulai memanjat tembok dan berhasil melakukannya dalam beberapa detik saja, kini dia sudah berada di dalam lingkungan sekolah tanpa ketahuan oleh siapapun.
Perlahan tapi pasti, dia mulai berjalan menyusuri lingkungan sekolah untuk menuju kelasnya sendiri. Awalnya berjalan mulus, tapi langkahnya terhenti karena melihat seseorang yang terasa familiar bagi Yuuta. Orang itu sedang dihukum oleh komite disiplin dan mungkin dimarahi tentang beberapa hal termasuk alasan keterlambatannya.
Namun tanpa sadar, Yuuta malah berjalan ke arah orang itu dan mendekatinya.
"Kau terlambat?"
(Gawat!)
Salah satu komite disiplin ikut menghampirinya dan bertanya apakah Yuuta terlambat.
"Ikut aku!," suruh seorang komite disiplin itu pada Yuuta.
"Umm ... anu."
Tentu saja Yuuta merasa panik karena untuk pertama kalinya dia ketahuan saat terlambat datang ke sekolah. Karena tidak bisa melawan, pada akhirnya dia mengikuti komite disiplin itu dan pergi menuju seseorang yang dianggap familiar oleh Yuuta. Orang itu, bahkan Yuuta sendiri tidak mengerti kenapa kakinya bisa berjalan secara alami menuju orang itu.
"Dia juga terlambat?," tanya salah satu komite disiplin lainnya pada orang yang membawaku.
"Ya, entah bagaimana dia bisa lolos tadi," jawabnya.
(Sial!)
Yuuta hanya bisa terdiam sambil mengungkapkan kekesalan di dalam hatinya. Tapi dibalik kekesalannya itu, terdapat sebuah kebingungan dalam pikirannya, yaitu tentang siapa orang yang akan dihukum bersamanya itu.
Dia hanya memandang kebawah dan mengenakan sebuah topi berwarna hitam, yang Yuuta tahu dia adalah seorang gadis karena dia mengenakan sebuah rok. "Tidak mungkin jika dia adalah seorang lelaki," pikir Yuuta.
"Sudah cukup, kalian berdua akan dihukum membersihkan taman sekolah! Lalu kalian harus mengumpulkan banyak sampah di karung ini, dan juga ... karung ini harus benar-benar terisi, paling tidak setengah!"
"Kalian dengar?!"
"Baik!"
Secara terpaksa Yuuta menjawabnya dengan lantang, sedangkan gadis ini hanya terdiam.
(Eh, jadi begitu ... pantas saja aku merasa familiar dengannya.)
"Kau mengatakan sesuatu?"
Sambil menyerahkan sebuah karung pada Yuuta, seorang komite disiplin ini menatapnya dengan tajam.
"Emm ... tidak," jawab Yuuta dengan santai, walaupun dari dalam dia merasa gelisah.
"Begitu? Ya sudah, kerjakan hukuman kalian dengan benar!"
Tak lama kemudian komite disiplin pergi hingga meninggalkan Yuuta bersama dengan seorang gadis yang tidak diketahui.
"Apa boleh buat, ayo kita kerjakan!"
Dengan penuh keterpaksaan, Yuuta mengajaknya untuk segera bergerak.
{Kau yang kemarin.}
Gadis itu berbicara sesuatu dengan sangat pelan, dan Yuuta yakin kalau dia sedang menggumamkan sesuatu.
"Ada apa?," karena penasaran, Yuuta pun bertanya padanya.
"Kenapa kau bisa ada disini?," dia pun menjawabnya dengan balik bertanya.
(Mudah saja, karena kau ...)
"Eru Chitose, atau Chitose-chan ... sepertinya kita sama-sama terlambat. Dan juga, maaf karena sudah mengganggumu kemarin!"
Ternyata gadis yang dihukum bersamanya adalah cinta pandangan pertama Yuuta, yaitu Eru Chitose.