"Hallo dirimu yang bersembunyi!"
Kedatangannya membuat jantung Vivi berdetak tak karuan, badan gemetar namun harus dia tahan agar tidak ketahuan.
"Keluarlah manusia biasa, tak perlu takut!" ucapnya namun karena tak ada respon dirinya menghempaskan katedral kota tersebut dan menyisakan bangku-bangku dan dinding yang sejajar dengan bangku tersebut.
Karena hal itu para anggota Kultus berdatangan kearah sana dan melihat sosok anak kecil tersebut dan lainnya melihat Vivi yang memeluk erat Gideon.
"Siapa kalian wahai orang bodoh?" ucapnya dan semua anggota Kultus di tekan oleh sihir gravitasi yang begitu kuat dan beberapa manusia badanya meledak karena tekanan tersebut.
"Berani sekali memandang aku seperti itu, padahal kalian itu tidak di undang loh!" ucapnya dan menepuk tangannya seraya membuat semua anggota Kultus yang melihatnya mati seketika.
"Yuk, kita lanjut lagi percakapannya, wahai manusia biasa!" ucapnya yang dalam satu kedipan sekarang berada di hadapan Vivi, dia duduk di depan Vivi memperhatikan gadis itu.
"Hentikan langkahmu!" ucap Gideon yang memejamkan matanya separuh dan memandang pria yang tingginya sepantaran dengannya dan membuat pria itu menotice keberadaan Gideon.
"Kau?" ucapnya lalu tersenyum lebar sebelum puluhan jarum es menembaki dirinya.
Gideon duduk dengan pose elegan, layaknya dia dengan kepribadian yang lain, bahkan Vivi yang melihatnya terkejut karena belum pernah mendengar Gideon berbicara selancar dan seelegan itu, bahkan tidak ada roh lain yang bersuara seperti itu.
"Nona Gwen, panggil Gilbert dengan telepatimu, kita akan pergi dari sini!" perintah Gideon sebelum dia mengibaskan tangannya dan puluhan jarum es terus menerus menyerang bocah kecil di depan matanya.
"Eh Gwen siapa?" tanya Vivi namun suaranya sekarang tak bisa terdengar karena bocil di depan mereka melakukan serangan balik.
"Kembalikan Manusia Biasa itu kepada kami, Merlin sialan!" teriak bocil itu yang menyebut Gideon dengan sebutan sebagai Merlin.
Dalam pengelihatan Vivi, kedua orang itu seperti orang asing yang memperebutkan dirinya.
Orang lain yang mencoba merecok kondisi disana dibantai abis-abisan oleh kedua orang tersebut.
Gideon dengan kepribadian yang lain mengaktifkan sihir pertahanan menjaga Vivi agar tidak terkena serangannya.
Dia tersenyum ramah kepada Vivi sekilas dengan tangan kirinya menjentikan jari terus menerus setelah kata yang dia ucapkan terus terbilang.
"Takut! Mereka seperti monster!" ucap suara hati Vivi melihat kedua orang yang sedang saling beradu kemampuan masing-masing, yang satu menembakan jarum es sembari mengeluarkan lingkaran kecil yang pertahanannya begitu kuat untuk menahan serangan lawan, sedangkan bocil disana terus termundur karena serangan Es yang diberikan oleh Gideon.
"Tidak, mereka memang monster!" ucap yakin Vivi dengan tubuh bergetar hebat melihat pertarungan itu berlangsung.
Gideon yang tak maju maupun mundur dalam mengambil posisi memulai rapalan baru, dia menaruh tangannya membentuk segitiga di depan matanya dan layaknya mengumpulkan partikel sihir di sekitaran sana.
Bocil yang menyadari itu memulai meneriakan namanya serta otoritas yang ada dalam jiwanya.
"Aku! Lancelot Van Gladius, jiwa yang diartikan sebagai Kedengkian dimuka bumi ini, jiwa yang cemburu terhadap hal, rasa iri yang menjalar di setiap insan manusia, dengan satu tembakan yang menembus insan manusia, aku, Lancelot-"
Sinar besar menembak kearah Lancelot yang sedang berteriak, Gideon yang menyelesaikan rapalan tersebut, tanpa sedikit ucapan sudah menembak Lancelot yang melantangkan rapalannya.
"Dengan nama ini, aku memanggilmu, Harta Kedengkian!" lanjutnya yang sudah tak berbentuk dibuat oleh Gideon namun suaranya masih lantang dan dalam rapalnnya, kegelapan melahap dirinya dan dia menyebut kegelapan tersebut sebagai Harta miliknya.
"Cih kau sudah mulai sadar ya? Sepertinya urusanku harus selesai, nih!" ucap Gideon yang lain pergi meninggalkan tubuh Gideon dan seketika kontak Gideon asli melihat sosok tersebut.
"Kamu sedang apa?" tanya Gideon yang sedang terbang mendekatinya dan postur tubuh Gideon sudah kembali, dengan pandangan meremehkan dan mata dari seseorang yang selalu seenaknya dalam bertindak, dia memandang rendah Lancelot yang sudah dalam bentuk dosa miliknya.
"Sang Kedengkian, Lancelot Van Gladius, DATANG!" teriak Lancelot berpose layaknya mereka yang pada umunya sangat ingin bergaya saat memakai kekuatan utama mereka.
"Vivi, ayo kita pergi!" ucap Gideon yang terbang kearah Vivi dan membuka portal teleportasi ketempat Gilbert.
Namun dalam satu kedipan, sebuah anak panah melesat di samping pipi gembul Gideon dan arah tersebut berasal dari Lancelot.
"Oiii, kau mau kabur ya, Merlin lemah?" ucap Lancelot yang membuat pandangan Gideon berubah melihatnya.
"Hah? Merlin lemah? siapa?"
Gideon menatap rendah Lancelot yang sudah berbentuk monster dengan bentuk seperti manusia bersayap dengan kepala gagak hitam.
Tembakan kedua kembali dan sekarang di tahan oleh sihir pertahanan Gideon yang begitu keras dan membuatnya terpental.
"Jangan pura-pura bego kau Merlin, Wave Eyes!" teriak Lancelot yang memulai kekuatan asli dari otoritasnya yaitu teknik gelombang sabit yang di tembakan dari panah yang ia genggam dan melesat kencang dan menyayat-nyayat daerah sekitar dan karena ketipisannya, pertahanan Gideon yang kuat hancur.
"Dispell!" ucap Gideon merentangkan kedua tangannya dan tangan kirinyalah merespon gelombang tersebut yang sudah hancur seketika.
"Zetha, Etha!" ucap Gideon menjentikan jari dari tangan kanannya dan lingkaran hitam yang merupakan dasar elemental dari Fins dipakai oleh Gideon.
Fns tersenyum melihat apa yang dikeluarkan oleh Gideon.
Gideon mengangkat tangan kanannya keatas kepala diikuti lingkaran sihir tersebut, setelahnya energi berkumpul perlahan lalu lama-kelamaan kecepatannya bertambah.
Melihat hal itu Lancelot sudah tak bisa meremehkan bocah gembul yang dia lihat sekarang.
Lancelot panik, dia menembakan berbagai skill yang dia miliki namun di mata Gideon, kemampuannya selama bukan skill tier atas, dia bisa meledakan serangannya dengan kemampuan Dispell, teknik yang membongkar satu buah partikel yang menggagalkan skill itu dengan syarat utama skill disebutkan, dan kebanyakan orang menggunakan teriakan untuk memulai sesuatu.
"Apa-apaan bocah ini, dia benar-benar bukan Merlin, siapa dia? Apakah dia yang di takdirkan oleh buku usang itu? Sang Penghancur segalanya?" tanya Lancelot namun pemikirannya di pecahkan oleh kedatangan adiknnya yang menusuknya dari belakang.
"Matilah, kakakku!" ucap pria yang melambangkan Ketamakan yang merupakan si posisi nomer dua diantara 7 dosa besar.
Luka parah yang diterima Lancelot akibat luka tusukan Peter membuatnya sempoyongan dan tergeletak di tanah.
Wujudnya sudah kembali ke bentuk asalnya, Lancelot sang pengenggam rasa dengki melihat senyuman Peter yang menyuruhnya melihat langit saat ini.
"Maafkan keponakanku ya, Kakak pertama! Terimalah kenyataan kalau Otoritasmu sudah aku ambil!" ucap Peter dan dalam satu jentikan dia masuk ke portal teleportasi meninggalkan keberadaan Lancelot yang sudah melemah.
Diseluruh penjuru kota, kegelapan yang dikumpulkan oleh Gideon begitu jelas, banyak petualang yang sudah sesak nafas melihat bahwa tak lama lagi kota itu akan hancur oleh benda besar tersebut.
Kota Pengelana Oseana benar-benar sudah tidak selamat.
Kehancuran pusat utama pengelana di dunia harus hancur hari itu, satu bulan setelah kehadiran dua tim party pengelana menjadi pengakhir kota tersebut.
Bersama dengan keberadaan Lancelot, Gideon menurunkan sihir tingkat tinggi yang memiliki elemen kegelapan dimana merupakan elemen yang melahap segalanya.
"Magic Finale; Meteor!" teriak Gideon menurunkan meteor besar dan mulai melahap berbagai macam sumber daya dan menghilangkan jiwa-jiwa yang sejak awal sudah jahat dan teknik perlindungannya sudah melapisi mereka yang tak ikut campur dalam masalah ini dan baik terhadap mereka.
Dalam satu serangan besar, Kota Pengelana, Oseana yang makmur, kini dinyatakan hancur bersama Raga Lancelot yang hancur oleh material kegelapan yang meledakan kota tersebut.
Orang-orang yang selamat melihat puncak kekuatan kota tersebut, bocil gembul yang mereka hina merupakan orang yang menghancurkan kota tersebut dan ketakutan besar terjadi di penjuru kota yang sudah tidak ada bentuknya.
Vivi yang melihat semua itu teringat satu ingatan yang pernah muncul dalam mimpinya.
"Alphabet Spectrum?" ucap pelan Vivi saat ingatannya terlintas dalam pikirannya dan dia menutup mulutnya saat melihat dia berada di sisi orang yang disebut sebagai "Raja Iblis".
"Tidak? Apa-apaan semua ini?" seru Vivi dalam hatinya dan melihat sosok Gideon yang tersenyum dalam ingatannya dan mati oleh pedang sang Raja.
Timeline cerita bergulir sedikit demi sedikit, berbagai macam variabel yang ada dalam buku "Alphabet Spectrum" mulai kehilangan arahnya dan muncul satu persatu.
Namun, ada satu sosok diluar perkiraan buku tersebut sudah bangkit dalam hibernasi panjangnya.
Misellia terlihat menatap Slime besar yang sudah menanti kedatangan dirinya.
"Lama tak jumpa, Misell!" ucap Slime besar itu dan melahap Misell yang sudah kehilangan apapun di dunia ini, bahkan keberadaan anaknya.
Slime itu tertawa besar dan mulai berjalan sembari menghancurkan keberadaan kota-kota sekitar karena ukurannya yang besar.
Sosok Slime yang berada di luar cerita, Slime yang mengambil title sebagai "Rajanya para monster" sudah bangkit dari hibernasi panjangnya.
*Cerita akan dimulai saat sebelum Misell kehilangan akalnya, cerita tentang variabel aneh dalam cerita ini dimulai!