Ada sebuah pepatah mengatakan : 'Hiduplah seperti air, mengalir dari tempat yang tinggi ke rendah, menerpa batu namun tak pernah goyah dan marah, mendidih saat dimasak, membeku saat dimasukkan freezer, jalanilah hidup ini dengan seloww.'
Hanya perlu menghadapi setiap masalah yang ada di depan mata, dan berusaha untuk tetap bersabar.
"Tapi kadang hidup gak bisa di bawa selow, hmm…" gumamnya pelan. Dengan wajahnya yang menenggadah ke atas, menatap langit di depan pintu lobby gedung kantor tempatnya bekerja.
Kini langit begitu gelap diselimuti awan hitam yang menyembunyikan keberadaan bulan dan bintang, hanya hujan yang masih setia membasahi bumi. Terdengar suara petir sesekali saling bersahutan. Membuatan kilatan cahaya yang cukup tajam, hingga membuat mata Sasha silau.
Hujan memang sudah turun sejak setengah jam yang lalu. Ketika dirinya masih di dalam kubikelnya bersiap untuk pulang. Jam menunjukkan pukul 7 malam, dan keadaan lobby sudah sepi. Hampir semua karyawan sudah pulang sejak sore tadi. Jika bukan karena pekerjaannya yang masih banyak hingga ia terpaksa harus lembur, Sasha seharusnya sudah pulang sejak tadi. Dan tak perlu berdiam menunggu hujan reda seperti ini.
"Hujan lagi…" lirihnya pelan hingga hampir berbisik. Karena kemarin juga hujan, namun sudah turun sejak sore.
Sekarang memang sudah memasuki musim hujan, beberapa hari ini hujan memang kerap terjadi.
Sasha hanya bisa menghela napasnya. Ia mengulurkan tangannya untuk merasakan tetesan hujan, ia mulai memejamkan mata dan merasakannya buliran hujan yang membasahi tangannya.
Nostalgia-nostalgia berputar kembali di ingatannya, bagai kaset rusak yang terus terulang. Bersamaan dengan itu rasa sesak terasa di dadanya. Ia membuka matanya dan menghembuskan napas kasar.
"Bodoh, dia hanya masa lalu Lu, Sasha. Lupakan, lalu tunggu seseorang yang memang benar-benar jodohmu. Gak usah di bawa pusing, toh masing-masing orang akan mendapatkannya juga, kan?" monolognya pada diri sendiri. Karena memang di sana tidak ada siapapun, dan security berada jauh di pos jaga mereka.
Ia sedikit memicingkan matanya untuk memperjelas penglihatannya menembus hujan yang lebat. Dan kembali mengamati jalanan, berharap semoga ada kendaraan apa saja yang bisa membawanya pulang, secangkir kopi panas sepertinya akan enak pikirnya. Mengingat kini udara terasa dingin. Sayang sekali, hari ini ia mengenakan rok dengan panjang di atas lutut sedikit. Ia belum mencuci pakaiannya.
Mobil miliknya yang biasa di gunakannya kemarin masuk bengkel, dan baru minggu depan selesai. Ia sudah memesan taksi online, hanya saja namun belum mendapatkannya sejak tadi tadi. Ojek online!? Sepertinya bukan pilihan yang tepat saat hujan deras seperti ini. Ia juga tidak membawa payung yang bisa ia gunakan saat ini.
Entahlah sampai kapan ia akan menanti, rasa-rasanya hujan enggan untuk berhenti.
"Sepertinya aku akan terperangkap di sini…" gumamnya pelan.
"Kopi..." terdengar suara seorang pria mengagetkannya dari arah belakang, pria tersebut tiba-tiba berada di sebelahnya dan menyodorkan sebuah kopi yang masih panas, terlihat dari kepulan asapnya.
Dengan ragu Sasha mengambil gelas kopi yang disodorkan pria tersebut, "Terima kasih." Sasha menerimanya karena akan terlihat tidak sopan jika ia menolaknya. Apalagi Sasha tahu siapa pria itu.
Aroma kopi kini mulai menyeruak memenuhi indera penciumannya, wangi.
"Belum pulang?" tanya pria tersebut, tanpa menoleh ke arahnya.
Sahsa hanya menggeleng. Ia cukup canggung karena berada dengan pria itu. Namun sesaat kemudian ia menyesap kopinya pelan-pelan karena masih cukup panas.
"Tidak bawa kendaraan?" tanya pria itu lagi.
"Mobil gue--" Sasha dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Mobil saya masuk bengkel!" ucapnya mengkoreksi kata-katanya yang tidak sopan, dan ia merasa sedikit malu. Wajahnya meringis kecil.
"Oh.." Ucap pria itu singkat, kemudian menyesap kopi miliknya.
Sasha benar-benar merasa semakin canggung, pria itu hanya menjawab singkat saja. Dan ini membuatnya bingung berada di situasi canggung seperti ini. Rasanya Sasha ingin segera pergi dan meninggalkan pria itu. Tapi hal itu sangatlah tidak sopan. Lagi pula akan pergi kemana, hujan masih deras.
'Ayo, pergilah… pergilah…' ucapnya dalam hati.
Pria ini Sasha memang tidak mengenalnya, hanya saja ia tahu siapa dirinya dan namanya. Dan pria itu bukanlah karyawan di tempatnya bekerja. Pria itu bernama Aldric, pria itu adalah teman dari CEO di kantornya. Bayangkan saja jika ia tidak sopan pada pria itu. Bisa saja besok surat pemecatan sudah tersimpan dengan rapi di mejanya.
"Bapak belum pulang?" tanya Sasha basa-basi seraya memecah kesunyian di antara mereka, hanya suara hujan saja yang terdengar. Dan mencegah pikiran liarnya mulai berimaginasi.
'Dingin enaknya dipelukin! Duh dasar! Tuh kan otak gue mulai traveling gak jelas!' kesalnya dalam hati.
Sore tadi ia melihat pria ini datang ke kantornya bersama CEO-nya. Hanya saja ia tidak menyangka jika ia masih berada di sini hingga selarut ini. Sepengetahuannya pria ini dan CEO-nya sedang memiliki kerja sama, hingga cukup sering ia datang ke kantor akhir-akhir ini.
Sasha tidak tahu pasti, karena ia hanyalah staff administrasi biasa. Hingga tidak terlalu up date gosip di kantor. Tapi ia cukup tahu pria ini, karena banyak karyawan terutama pegawai wanita menggosipkan tentang dirinya. Bagaimana tidak, pria ini memiliki wajah yang sangat tampan karena wajahnya blasteran, dengan tubuh tinggi yang atletis seperti seorang model.
Pegawai wanita cukup di manjakan dengan ini, CEO mereka juga memiliki wajah yang tampan, kini bertambah dengan temannya. Bagaimana mereka tidak histeris dengan hal tersebut.
Jika bukan karena Mbak Lona yang merupakan temannya di divisinya, Sasha juga tidak akan tahu. Mbak Lona memang serba tahu mengenai informasi terbaru di kantornya. Jadi cukup dengar dari dia saja, maka Sasha akan tahu perkembangan.
Dan Mbak Lona salah satu fans dari pria ini. Sasha cukup heran, karena Mbak Lona sudah menikah dan memiliki anak, tapi bisa menggilai pria lain. Sungguh sabar suami dan anaknya, pikir Sasha.
"Urusan saya dengan Adam baru selesai, rupanya malah turun hujan," jawabnya.
"Oh begitu…" balas Sasha seraya mengangguk-anggukan kepalanya. Seraya mengenyahkan pikiran kotornya di kepala.
Adam adalah nama CEO di kantor Sasha, sekaligus temannya dari pria ini.
Tidak berapa lama sebuah mobil berhenti di depan mereka, dan seorang security keluar dari dalam mobil kemudian menghampiri mereka.
"Ini Pak, kuncinya!" ujar security itu pada Aldric, rupanya mobil miliknya di bawakan oleh seorang security mengambilnya dari tempat parkir.
Aldric menerima kunci tersebut, "Terima kasih," seraya ia memberikan selembar uang yang baru saja diambil dari saku jasnya. Security itu sempat menolak, namun Aldric memaksa. Setidaknya itu sebagai ucapan terima kasih, pakaian security itu sedikit basah karena mobil milik Aldric di parkir di tempat yang terkena hujan. Karena bagaimanapun ini bukan kantornya.
Sasha hanya bisa diam melihat pemandangan tersebut, dan ia cukup lega karena sebentar lagi pria itu akan pergi hingga ia bisa terbebas dari situasi canggung.
Sasha masih berdiri di tempat ketika melihat pria itu mulai melangkah menuju mobilnya. Namun sesaat kemudian langkah pria itu terhenti dan kini menoleh menatap ke arahnya, "Apa kamu mau ikut?" tawarnya.
Tentu saja pertanyaan itu membuat Sasha membulatkan matanya, "Hah?" tanya Sasha dengan spontan
"Saya bisa antar kamu, sepertinya hujan tidak akan reda dalam waktu dekat," jelas Aldric.
-To Be Continue-