Chereads / Crazy In LOVE / Chapter 7 - Imajinasi Kamu Terlalu Tinggi

Chapter 7 - Imajinasi Kamu Terlalu Tinggi

"Sasha..." seru Aldric yang membuyarkan pikiran Sasha.

"Ya..."

"Saya mau tanya sama kamu."

Dengan cepat Sasha menggeleng, "Saya gak mau, Pak! Saya gak mau bapak culik terus mutilasi. Kenapa bapak gak cari yang lain saja? Saya mau pulang. Mana saya lapar lagi, Pak."

Kening Aldric mengerut, dan menatap bingung Sasha, namun ia kembali menolehkan pandangannya ke arah depan untuk melihat jalanan.

"Imaginasi kamu sungguh tinggi ya. Memangnya saya kelihatan seperti seorang psikopat apa?" tanya Aldric.

"Emangnya bapak bukan mau nyulik saya?" tanya Sasha.

"Kamu kebanyakan nonton serial killer deh kayanya, saya kan cuma mau anterin kamu pulang. Dan tadi saya mau nanya, kamu lapar gak. Tapi tadi kamu udah bilang kalau kamu lapar, kan? Saya juga lapar, jadi mending sekarang cari tempat makan dulu," jelas Aldric panjang lebar.

"Kamu tahu tempat makan yang enak gak?" tanya Aldric lagi.

"Tempat makan yang biasa aja ya, Pak. Soalnya saya lagi berhemat, tapi saya jamin enak kok!" ujar Sasha.

"Boleh," sahut Aldric seraya mengangguk.

Sasha membawa Aldric ke tempat makanan langganannya yang tidak terlalu jauh dari apartementnya yang merupakan kedai makan chinesse food. Selain enak, porsinya juga banyak dan harganya bersahabat di kantong. Jika Sasha malas masak maka tempat ini yang jadi pilihannya.

"Pak...dengar saya tidak?!"

Sasha menyimpan sumpitnya di atas piring yang berisi kwetiaw goreng kesukaannya. Ia kesal karena sejak tadi hanya dia yang berbicara, sedangkan Aldric hanya diam tak bergeming.

Aldric yang melihat gaya serampangan Sasha hanya terdiam saja dengan wajah datarnya. 'Kenapa saya bisa suka gadis ini?' tanyanya pada diri sendiri.

"Tidak, saya tidak mendengarnya. Saya sedang sibuk berpikir. Kenapa makanmu banyak tapi kamu masih saja kurus," kata Aldric seraya menyeka pelan sudut bibir Sasha yang berminyak dengan tissu. Tangan kirinya menahan belakang kepala gadis itu agar tidak memberontak.

Sasha tersedak salivanya sendiri karena ulah Aldric yang tiba-tiba. Kini ia bisa merasakan darahnya berlomba menghambur menuju wajahnya seiring dengan usapan lembut di bibir, dan wajah Aldric yang tersenyum menatapnya.

Sasha langsung terbatuk hebat, terlebih lagi dengan cekatan Aldric mengulurkan segelas air putih dan mengusap punggung Sasha dengan raut wajah yang berubah khawatir.

"Hati-hati, Sasha!" Aldric memperingatkan.

Bukannya menghindar atau marah-marah. Sasha bahkan tak sanggup lagi mengedipkan mata. Dia sudah tidak tahu lagi bentuk wajahnya bagaimana sekarang. Ini terlalu memalukan.

Dan entah mengapa jantungnya kini berdetak dengan lebih cepat. Darahnya mengalir dengan begitu deras, hingga semua berkumpul di wajah dan terasa begitu panas.

'Lah! Baper gue? Cuma gara-gara kaya gitu doang?'

"Wajah kamu merah, Sasha!" Mendengarnya membuat mata Sasha membulat.

'Ni orang kesambat apa ya? Aneh banget sih!'

"Gara-gara tersedak, Pak. Jadi muka saya merah!Hehe..." celoteh Sasha.

***

Malam ini Sasha tidak bisa langsung tidur begitu saja. Ia masih memikirkan apa yang terjadi saat bersama Aldric tadi. Ia sungguh tidak mengerti dengan sikap dari teman bosnya itu.

Dua kali dia memaksanya untuk pulang bersama, dan sikapnya tadi saat sedang makan sungguh tak bisa ia pahami.

Sasha menggulingkan tubuhnya ke arah kiri seraya memeluk bantal gulingnya.

"Jangan-jangan dia suka lagi sama gue!" gumam Sasha.

"Ah gak mungkin! Mana mungkin orang kaya dia suka sama cewek macam gue!"

"Palingan cuma iseng!"

Sasha menghela napas panjangnya, "Sasha Sasha kenapa Lu bisa kegeeran sih, gak mungkin kan dia suka sama Lu bahkan kalau iseng sekalipun!"

**

"Hei kampret, mana film pesenan gue!" ujar Mbak Lona yang kini sudah berdiri di depan meja Sasha. Sedangkan Sasha baru saja duduk di kursinya.

"Anjayyy! Masih pagi Mbak!" balas Sasha matanya terlihat menghitam seperti mata panda. Jelas sekali jika semalam ia kembali kesulitan untuk tidur. Pertama gara-gara sikap Aldric semalam, dan juga karena Mbak Lona.

"Kan gue udah minta sama Lu dari malem," sahut Mbak Lona seraya mengulurkan tangannya pada Sasha.

"Dih!" desis Sasha kemudian mengeluarkan sebuah Flashdick dari dalam tasnya dan memberikannya pada Mbak Lona. Sekitar jam 10 malam, Mbak Lona mengiriminya chat dan memintanya untuk mendowload beberapa film hihuhihu terbaru pada Sasha.

Setelah flashdisk sudah ada di tangannya Mbak Lona tersenyum lebar, "Gayanya bedakan dari yang lainnya? Banyak gak? Lu kan minggu depan gak ada di kantor. Gue kan mau praktekin entar malem," ujarnya.

"Aman! Banyak juga. Udah gue periksa, beda pokoknya!" balas Sasha.

"Ahh, pasti Lu pada lagi transaksi pasar gelap ya?! Bagi dong!!" Mia ikut nimbrung.

"Gue dulu! Lu mau praktekin sama pacar Lu?" desis Mbak Lona.

"Sama siapa lagi?" tanya balik Mia.

"Ya kali aja sama pohon kaya tuh curut!" ujar Mbak Lona menunjuk ke arah Sasha.

"Sialan!" desis Sasha.

"Makanya Lu cari pacar, Sha! Nikah sono!" ucap Mbak Lona. "Lu mau dikenalin sama temennya Mia, gak mau Lu!"

"Males…"

"Alah males! Tapi Lu juga mau kan hihuhihu!"

"Tau ahhh!"

**

Tidak terasa waktu sudah berlalu begitu cepat, kini ia sudah bersiap untuk pergi. Bukan ke kantor tapi ke lokasi proyek perusahaan mereka.

Entah bisa mendapatkan nomor ponselnya dari mana, tapi pagi tadi Aldric tiba-tiba meneleponya dan mengatakan jika ia akan menjemput Sasha kemudian langsung berangkat ke bandara. Jadi Sasha tidak perlu pergi ke kantor terlebih dahulu. Uang tugas luar juga sudah ada di tangan Aldric, jadi Sasha hanya tinggal menunggu jemputan saja.

Kemarin ia sudah packing barang-barang yang akan di bawanya. Ia membawa koper dengan ukuran sedang dan tak terlalu banyak membawa baju. Setidaknya di sana mereka akan tinggal di hotel dan pasti ada fasilitas laundry.

Sasha menunggu di lobby apartementnya karena beberapa menit yang lalu Aldric mengirim pesan chat padanya. Hingga tak berapa lama sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan lobby dan tampak Aldric membuka pintu.

Asisten Aldric yang turun dan membantu Sasha untuk memasukkan koper miliknya ke bagasi.

"Ayo!" ajak Aldric pada Sasha yang ia masih di dalam mobil.

Aldric duduk di kursi penumpang belakang. Sasha hendak duduk di kursi depan di samping asisten Aldric.

"Di belakang, Sasha!" ucap Aldric lagi.

Sasha hanya bisa menghela napas, ia sedang malas berdebat hingga ia menurut saja pada Aldric dan segera duduk di kursi di samping Aldric.

Tak lama kemudian, mobil kembali melaju meninggalkan pelataran apartement Sasha kemudian segera menuju bandara.

Sasha hanya diam selama perjalanan, ia sedang mencoba untuk menenangkan dirinya karena rasa takutnya. Semakin dekat bandara dan harus naik pesawat semakin jantungnya berdebar.

Kini hanya tinggal mereka berdua di bandara menunggu untuk jadwal penerbangan mereka. Sedangkan asisten Aldric sudah kembali ke kantor.

Aldric sedikit bingung dengan sikap Sasha hari ini. Saat ini ia banyak diam. Bahkan ketika mereka sudah duduk di dalam pesawat, wajah Sasha tampak begitu tegang.

Sesekali Sasha memejamkan matanya seraya mengatur napasnya. Sabuk sudah di pasang hanya tinggal menunggu pesawat take off saja. Begitu mesin pesawat dinyalakan suaranya cukup keras terdengar hingga membuat Sasha semakin tegang.

Tangannya mengepal kuat.

Matanya kembali terbuka saat ia merasa tangan kirinya digenggam oleh seseorang. Sasha langsung menoleh pada Aldric karena dengan cepat ia bisa menebaknya. Aldric duduk di sebelah kirinya.

"Apa kamu takut?" tanya Aldric.

Sasha mengangguk, " saya belum pernah naik pesawat."

Aldric tersenyum. "Genggam tanganku sampai kamu merasa tenang." Kini ia tahu alasan mengapa gadis itu tegang dan tak banyak bicara sejak tadi. Rupanya ia juga memiliki rasa takut.

Sasha hanya bisa mengangguk pasrah. Sungguh saat ini detak jantungnya sudah sangat tak beraturan. Sasha semakin menggenggam erat tangan Aldric ketika pesawat sudah melaju dengan lebih cepat sebelum take off kemudian akhrinya terbang di angkasa.

Entah sudah berapa lama Sasha menggenggam tangan Aldric. Tangannya terasa sedikit basah, mungkin karena keringat di tangannya yang mengalir cukup deras. Ada rasa malu dalam dirinya, karena ia yakin Aldric pasti merasakan rasa basah di tangganya yang sejak tadi ia genggam dengan kuat. Hingga sampai akhirnya jantungnya sudah berdetak lebih normal dan ia sudah merasa tidak takut lagi Sasha mulai melonggarkan genggaman tangannya pada Aldric.

"Terima kasih," ucap Sasha sangat pelan seraya melepaskan genggaman tangannya dan menarik tangannya menjauh dari tangan Aldric.

"Sudah tidak takut?" tanya Aldric tenang.

Sasha mengangguk.

Selama sisa perjalanan Sasha hanya diam, benar-benar diam. Ia masih sedikit takut mengingat dirinya kini berada jauh dari atas tanah yang mungkin kapan saja bisa tiba-tiba jatuh, mengerikan. Namun ia sudah bisa lebih mengontrol rasa takutnya tidak seperti saat awal tadi.

-To Be Continue-