"Ada apa, Pak?" tanya Sasha begitu ia membuka pintu kamarnya dan menemukan Aldric berdiri di depan pintu kamarnya.
"Kamu udah kerjain laporan?" tanya Aldric.
Aldric datang untuk mengajak Sasha mengerjakan laporan hari ini. Karena menurutnya laporan hari ini akan cukup banyak berdasarkan dengan penemuan-penemuan dan obrol-obrolannya dengan orang-orang yang ada di sekitar lokasi proyek yang ditemuinya siang tadi. Maka dari itu ia akan membantu Sasha untuk mengerjakannya seperti malam kemarin.
Matanya tertuju pada tubuh Sasha yang masih di balut dengan bathdrobe. Sasha tampak menyadari apa yang dilihat oleh Aldric.
Sasha menggeleng, "Saya baru selesai mandi, Pak! Setelah ini saya akan mulai mengerjakannya," jelas Sasha.
Sasha tidak malu karena bathdrobe yang dikenakannya cukup panjang dan tebal, hingga tak akan memperlihatkan lekuk tubuhnya. Dan sengaja mengatakannya agar Aldric kembali pergi ke kamarnya sendiri.
Tapi sayang sekali, Aldric kini melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya seraya berkata, "Kamu pakai baju saja dulu, saya yang akan memulai mengerjakannya terlebih dahulu."
Sasha hanya bisa meringis kesal seraya menatap punggung Aldric yang kini sudah masuk ke dalam kamarnya. Dengan kesal Sasha berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil pakaiannya dan segera memakainya di kamar mandi.
Ia segera membuka pintu lemari itu dan mencoba untuk mengambil pakaian, namun seketika matanya membulat dengan sempurna dan segera membalikkan tubuhnya mengarah pada Aldric yang kini sudah duduk di kursi depan meja di mana laptopnya berada.
"Pakkkk!!!! Jangaaannn sentuh laptop sayaaaaa!!!"pekiknya dengan suara yang melengking. Ia berlari cukup kencang ke arah Aldric dan langsung menyentuh layar laptop dengan sedikit kasar, hingga laptop itu tertutup.
Panik, malu, kesal dan takut bercampur aduk yang kini ia rasakan saat Aldric menatap wajahnya. "I-ini tidak seperti yang Bapak bayangkan! Hehe…" ucapnya seraya tertawa kaku. Jelas sekali jika Aldric pasti sudah melihat layar laptop miliknya dan melihat apa yang ada di sana.
"Sialllan Lu Mbak! Gara-gara Lu!" gerutu Sasha berbisik sangat pelan. Wajahnya masih meringis, ia tak tahu apa yang kini ada di dalam pikiran Aldric padanya. Aldric masih menatapnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Hingga akhirnya Aldric menghela napas panjangnya. Kemudian ia tersenyum tipis, "Aku tidak mau tahu apa yang sedang kamu kerjakan, sebaiknya kamu kirimkan saja dulu pada temanmu itu. Kemudian berpakaian dan kita kerjakan laporan hari ini," ujarnya seraya berdiri dari duduknya.
Sasha hanya bisa menundukkan wajahnya dengan wajah yang sudah sangat memerah. Seperti dugaannya, Aldric sudah melihatnya dengan jelas. Rasanya kini ia ingin membenamkan kepalanya ke dalam tanah, atau melemparkan tubuhnya ke laut. Agar ia tidak berada di hadapan Aldric lagi.
"Setengah jam lagi aku akan kembali," ucap Aldric lagi seraya berjalan menuju pintu kamar Sasha.
Sasha bisa bernapas lega, tapi tetap saja ia masih merasa malu pada Aldric yang sudah memergokinya.
"Arghhhh!!! Memalukannn!!" geram Sasha sepeninggal Aldric. Sesekali ia menghentakkan kakinya, kemudian ia segera mengambil pakaiannya dari lemari dan pergi ke kamar mandi lalu mengenakannya.
Sasha tak tahu nanti bagaimana harus menghadapi Aldric saat bertatapan langsung dengannya, mengingat apa yang tadi Aldric temukan di layar laptopnya. Hal yang sungguh memalukan. Kini Sasha sudah duduk di depan laptopnya dan kembali membukanya. Film-film yang tadi ia download sudah selesai, Sasha kembali menghela napas panjangnya.
Mengingat Aldric yang akan kembali sekitar beberapa menit lagi Sasha cepat-cepat mengirim film tersebut pada Mbak Lona. Sasha mengirim film tersebut tanpa embel-embel kata-kata apa-apa. Mbak Lona merespon kiriman Sasha, namun Sasha tak membalasnya.
"Kalau bukan gara-gara Lu, Mbak!" kesalnya.
Setelah berhasil dikirim, Sasha segera menghapusnya. Dan membersihkan laptopnya, kemudian membuka ms word miliknya, tempat ia bisa mengerjakan laporan.
Dan benar saja, tak lama kemudian suara pintu kembali terdengar diketuk.
"Tidakkk!!" keluhnya kesal bercampur malu, wajahnya meringis dan kembali memerah, setelah bisa menebak jika Aldric-lah yang mengetuk pintu. Waktu tak terasa sudah berlalu begitu saja.
Meski enggan, Sasha mulai beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamar. Langkahnya terasa sangat berat. Lagi-lagi ia kembali menghela napasnya saat ia membuka handle pintu lalu membukanya perlahan. Benar saja Aldric sudah berdiri di depan pintu.
Sasha sedikit menundukkan kepalanya, rasa malu kembali menjalar. Tanpa kata Aldric masuk ke dalam.
"Apa kau mau berdiri saja di sana?" tanya Aldric akhirnya setelah ia duduk di kursi dan Sasha masih berdiri tak jauh dari pintu.
"Ah… iya, Pak!"sahut Sasha sedikit tergagap, kemudian ia segera menghampiri Aldric.
"Laporan hari ini cukup banyak, sebaiknya kita kerjakan dari sekarang," ujar Aldric kemudian. Ini memang bukan kebohongan Aldric. Berdasarkan banyaknya informasi yang tadi ia dapatkan, maka ia harus mengerjakan laporan cepat-cepat.
"B-baik, Pak!" seru Sasha kemudian mengambil alih laptopnya.
Dalam hatinya, Aldric terus bergumam. Namun ia berusaha untuk tetap terlihat biasa saja di depan Sasha. Sungguh ia kaget dengan apa yang ia temukan tadi, meski ia tahu sebelumnya bahwa Sasha memang menjadi pemasok film-film seperti itu untuk teman-temannya. Hanya saja ia tak menyangka akan memergoki Sasha secepat itu.
Sungguh, hal ini membuat Aldric tersiksa, hingga tadi ia langsung pergi kembali ke dalam kamarnya dan berusaha untuk meredakan hasratnya yang terpancing begitu saja. Apalagi melihat Sasha yang masih menggenakan bathdrobe di tubuhnya, hingga dengan spontan pikirannya langsung berkelana kemana-mana.
'Sial…' gumamnya dalam hati seraya menghela napas beratnya ketika matanya melirik ke arah Sasha yang duduk di sampingnya. Pahanya yang putih mulus kembali terekspos karena ia menggunakan pakaian tidur dengan celana pendek lagi seperti malam sebelumnya.
'Apa tidak ada pakaian yang lain?' tanya pada diri sendiri di dalam hati.
Tangannya terus mengetikan laporan berdasarkan catatan Alrdic siang tadi. Tapi ia menyadari jika sejak tadi sesekali Aldric memperhatikan dirinya.
'Gak usah kege-er-an kali, Sha! Yang ada palingan dia tadi masih kepikiran film-film tadi!' gumamnya dalam hati.
'Ah sial! Kenapa sekarang otak gue malah traveling gak jelas!' kesalnya dalam hati. Entah mengapa adegan dalam film yang tadi di downloadnya seakan terputar dengan tiba-tiba di kepalanya. Tapi yang lebih parah lagi adalah dirinya lah dan Aldric yang memerankan adegan-adegan panas itu.
Sasha seketika menghentikan gerakan tangannya di atas keyboard laptopnya, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha mengenyahkan pikiran kotor itu dari isi kepalanya sesaat setelah ia sadar dengan pikirannya itu.
"Bodoh!Bodoh!" desisnya sangat pelan.
Napasnya terasa berat, dengan kepala yang berdenyut. Sasha kemudian mengangkat tangan kanannya kemudian memijat keningnya pelan.
"Kamu pusing?" pertanyaan itu seketika membuat matanya membulat dengan sempurna, dengan cepat ia menolehkan wajahnya ke arah kanannya. Di mana ia sangat lupa jika Aldric masih duduk di sampingnya. Dengan spontan ia menggeleng kaku. Sungguh ia lupa dengan keberadaan Aldric. Ia tahu jika kini pastilah wajahnya terlihat bodoh.
'Sial! Ini karena pikiran bodohku!' keluhnya dalam hati.
Keterkejutannya kembali bertambah saat tangan Aldric menyentuh kepalanya dengan tiba-tiba kemudian memijat kepalanya dengan lembut. Sasha hanya bisa terkesiap dan mematung begitu saja.
"Kamu kayanya kelelahan," ujar Aldric yang kini memijat tengkuknya, yang tentu saja pijatan itu membuat tubuhnya langsung merinding. "Tengkukmu sangat tegang," lanjut Aldric.
Rasanya Sasha ingin menepis tangan Aldric. Hanya saja ia tak kuasa dan malah menikmati sentuhan Aldric itu.
-To Be Continue-