Sungguh Sasha tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Aldric tersebut, ia hanya bisa membulatkan matanya kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya.
'Gue yakin, dia salah makan obat!' gumam Sasha dalam hati.
"Saya serius," tegas Aldric yang melihat Sasha hanya diam.
Sasha hanya bisa menelan ludahnya kasar, "Astaga!' ucapnya pada akhirnya seraya memijat keningnya yang tiba-tiba saja berdenyut. Masih tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Aldric.
"Kamu pasti tidak tahu, akhir-akhir ini saya sering bertanya pada diri sendiri! Tapi apa yang saya ucapkan itu, saya memang serius," ucapnya dengan begitu serius seraya menatap Sasha dengan intens.
Sasha kemudian menatap Aldric dengan polos sambil mengerjap bingung. Tatapan Aldric benar-benar menunjukkan keseriusan-nya.
"Tunggu…, Bapak gak mabuk, kan? Atau baru kejedot pintu? Salah minum obat?" tanya Sasha masih dengan wajah bingungnya, "Atau apa gitu…? Ah…, Bapak bercanda kali ya haha..."
Wajah Aldric menjadi datar mendengar ucapan Sasha. Ia cukup kesal dengan Sasha yang tampak terus menghindar dari pembicaran yang serius ini. Padahal dirinya sudah berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengatakan dan mengungkapkan perasaannya pada Sasha, ketika ia memiliki kesempatan yang tak mungkin ia sia-siakan ini. Aldric menghela napasnya. Kemudian ia menatap wajah Sasha dengan serius dan lebih tegas lagi.
"SAYA SERIUS SASHA!! APA KAMU KIRA SAYA SEDANG LATIHAN DRAMA?!" ujar Aldric yang sudah tidak sabar lagi.
Sasha benar-benar terkejut bahkan ia hampir terjengkang dari kursi, untung saja refleknya bagus, hingga ia bisa berpegangan pada meja sebelum ia jatuh.
"Astagaa…" gumamnya pelan setelah berhasil duduk kembali di kursi sambil mengelus dada untuk menenangkan dirinya.
Aldric menggeleng cepat. "Maaf, lupakan itu. Jadi sekarang saya butuh jawaban!!" ucap Aldric serius.
"Jawaban?!" tanya Sasha bingung.
Rob mengangguk. " Saya suka dengan kamu, bagaimana dengan pendapatmu?"
"....." hening, Sasha hanya bisa diam. Ia cukup bingung dengan hal ini. Sungguh sebenarnya ia senang jika pria tampan yang duduk di hadapannya ini mengatakan perasaannya padanya. Ini di luar dugaannya dan sungguh tak bisa menyangkanya. Namun begitu mengingat perbedaan di antara mereka sangat besar, dan juga begitu banyak wanita-wanita yang mengejar-ngejarnya, semakin membuat Sasha tak bisa berpikir jernih.
" Bagaimana?" Aldric kembali bertanya karena Sasha masih diam.
"Hmmm…" Sasha tampak bergumam kemudian ia kembali berkata, "apa benefit yang saya terima jika saya menerima dengan Bapak?"
" …." Kini Aldric yang terdiam mendengar ucapan Sasha. Sungguh ia tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh wanita yang sudah terlanjur ia suka.
"Apa Bapak akan meminta pada Pak Adam untuk menaikkan jabatan saya?" tanya Sasha.
"...."
"Naik gaji?"
"...."
"Dapat tunjangan?"
Aldric menatap Sasha dengan tajam. "Kamu pikir saya sedang bernegosiasi masalah pekerjaan denganmu?" Aldric menaikan alis matanya.
"Ish…., saya gak dapat apa-apa dong Pak kalau gitu!" ucap Sasha tanpa beban.
Aldric hanya memijat pelipisnya pelan. Kemudian kembali menatap Sasha.
"Saya bekerja secara profesional, Sasha. Kamu bukannya tahu dengan itu. Dan hal ini adalah urusan yang berbeda!" jelas Aldric.
"Oh…" Sasha mengangguk-anggukan kepalanya.
"Jadi bagaimana?" tanya Aldric. Dia lelah sekali dengan pembahasan yang semakin tak jelas ini. Tak pernah ada wanita yang menanggapi pernyataan cinta dengan sesantai ini. Ia hampir lupa dengan wanita yang disukainya ini.
Sasha menyunggingkan senyum lebarnya yang tampak aneh dan begitu menyebalkan di mata Aldric.
"Makasih deh Pak, kayanya gak usah. Bapak kayanya bener-bener kecapean karena bekerja terlalu keras di sini dan merasa kesepian. Jadi bicaranya ngelantur kemana-mana, saya paham dengan kondisi Bapak kok. Kita lupakan pembahasan ini, lebih baik kita lanjutkan pekerjaan ini besok, ini juga sudah malam!" jawab Sasha kembali mencoba untuk mematikan laptopnya.
Sedangkan Aldric masih terdiam dengan wajah datarnya.' Apa aku baru saja ditolak? What the hell...' gumamnya dalam hati tak percaya.
Tentu saja Sasha tak bisa menerima pernyataan perasaan dari Aldric, yang notabenenya bisa dibilang sebagai atasannya seperti Pak Adam. Selain memang mereka memiliki perbedaan yang cukup besar. Sasha juga masih enggan untuk kembali menjalin hubungan.
Bukan hanya itu, orang-orang seperti Pak Aldric atau Pak Adam tidak mungkin menyukai sunguh-sungguh wanita yang memiliki perbedaan derajat yang besar, tidak setara seperti mereka. Jika pun begitu, mungkin hanya untuk sebatas bersenang-senang saja. Atau iseng hanya untuk mengisi kekosongan mereka. Dan ini adalah hal yang paling dibenci oleh Sasha, apa bedanya dengan mantan kekasihnya yang meninggalkannya begitu saja tanpa ada satupun ucapan perpisahan. Menghilang begitu saja seakan ditelan bumi setelah berhasil menidurinya.
Jika ia pulang nanti, dan hubungannya dengan Aldric tersebar. Entah harus bagaimana ia menghadapinya gunjingan dari orang-orang yang ada di kantor padanya. Mungkin saja mereka akan menuduh jika dirinya menggoda Aldric dan memanfaatkan kesempatan pergi menjalankan tugas ini hanya berdua dengan Aldric.
Sungguh, Sasha tak mau menghadapi hal itu.
Sasha sudah mematikan laptopnya, sedangkan Aldric masih duduk di kursinya. "Jadi saya di tolak?" tanya Aldric kembali membuka percakapan di antara mereka. Sasha yang mendengar itu yang kini sudah berdiri dari duduknya kembali menolehkan wajahnya pada Aldric dan mengangguk dengan cepat.
"Serius?" tanya Aldric memastikan kembali dan langsung diangguki oleh Sasha.
"Baiklah, itu bukan masalah. Tapi kenapa ya, hati saya sekarang terasa sakit," ujar Aldric seraya menatap Sasha.
Sasha meringis dan menghela napas, "Maaf, Pak!" lirih Sasha pada akhirnya dan mulai merasa tak enak pada Aldric.
"Tapi, kenapa? Apa kamu sudah punya kekasih?" tanya Aldric meski sebenarnya ia tahu pasti dengan status Sasha dan apa alasan Sasha kenapa bisa menolaknya.
Sasha kali ini kembali duduk di kursi di hadapan Aldric kemudian menggeleng pelan.
"Atau ada orang yang sedang kau suka?" tanya Aldric kembali bertanya.
"Tidak ada..."
"Jadi…, apa alasannya, saya hanya butuh alasan."
"Hmm…," Sasha tampak berpikir, "Mungkin karena saya tidak begitu kenal dengan Bapak, jadi saya gak tahu deh tentang bapak, dan…" ucapannya terhenti.
"Dan?"
"Saya gak tau bapak itu serius atau nggak" jawab Sasha ragu.
"Saya jamin saya serius, Sasha!"
"Kenapa Bapak gak gugup kaya di film atau sinetron-sinetron?" tanya Sasha yang memang sejak tadi melihat Aldric terlihat tampak biasa saja.
Aldric menghela napas panjang, kemudian menyentuh tangan Sasha dengan tangannya dan menggenggamnya.
"Lihat?" Aldric ingin Sasha mengetahui bahwa sebenarnya ia sedang gugup. Tangannya kini terasa dingin dan berkeringat, bahkan sedikit bergetar. Namun bisa ia sembunyikan dengan baik di balik wajah datarnya dan terlihat biasa saja.
Sasha menatap Aldric lekat-lekat, kini ia dapat merasakan kegugupan yang Aldric rasakan.
Aldric memang tampan, bahkan lebih tampan dari Pak Adam. Apalagi dengan mantan kekasihnya yang sudah meninggalkannya, bak langit dan bumi. Tapi kini Sasha bisa melihat mata cokelat muda itu seperti kesepian. Sasha seperti melihat dirinya di dalam diri Aldric.
Dengan rambut hitamnya wajah bulenya masih ketara. Kulitnya begitu putih, hidungnya mancung, bibirnya sexy dan selalu tampak basah, membuat Sasha ingin menggigitnya.
Pertama kali saat Sasha melihatnya dulu, ia sempat terpesona dengannya. Namun entahlah itu perasaan apa, hanya perasaan kagum saja mungkin karena tampangnya yang mempesona.
Hati Sasha masih sakit, belum siap menerima perasaan yang baru saat ini, ia masih butuh waktu. Dan masih takut.
Aldric bisa melihat perubahan raut wajah Sasha yang menjadi sendu.
"Kamu masih mencintai pacar--maaf, maksudku mantan pacarmu?"
-To Be Continue-