Tubuhnya menggeliat, kesadarannya kini mulai pulih namun matanya masih terpejam. Entah mengapa ia merasa begitu lelap dalam tidurnya. Dan merasa jika ini adalah tidur terbaiknya selama beberapa bulan terakhir, ia bahkan seperti tidak bermimpi sama sekali.
'Tumben tidur gue nyenyak banget,' gumamnya dalam hati. Beberapa detik kemudian ia seakan baru tersadar, entah jam berapa saat ini dan ia masih terbaring di atas tempat tidur, dengan cepat ia membuka matanya namun begitu matanya terbuka ia kaget bukan main karena wajah Aldric-lah yang ia lihat untuk pertama kalinya.
"Selamat pagi!" serunya dengan senyuman manis yang menghiasi bibirnya yang indah dan seksi.
'Astaga! Gue lupa kalau semalam dia tidur di sini,' gumamnya lagi di dalam hati.
Sekali lagi ia kembali membulatkan matanya saat melihat Aldric tampak sudah rapi dengan pakaiannya.
"Jam berapa ini?" tanya Sasha seraya mendudukkan tubuhnya di atas tempat tidur, sedangkan Aldric masih terbaring di sampingnya dengan pakaian yang sudah rapi dan siap untuk pergi.
"Jam 7," jawab Aldric singkat seraya menyusul Sasha untuk duduk.
"Aku kesiangaaaannn!" Sasha setengah memekik.
Aldric hanya terkekeh geli melihat kekasihnya itu yang tampak panik. "Tenang aja, saya juga kan masih di sini," ujar Aldric.
"Kenapa gak bangunin aku?" tanya Sasha dengan wajah horornya pada Aldric. Ia sungguh sudah tak peduli dengan wajah bantalnya saat ini dan rambut panjangnya yang acak-acakan.
"Kamu tidurnya nyenyak banget, gak tega bangunin," sahut Aldric yang kini sudah berdiri di samping tempat tidur.
"Ishhh!!" desis Sasha seraya mulai berdiri. Ia kemudian segera mengambil pakaian kerjanya yang sudah ia susun di dalam lemari, kemudian ia segera melesat masuk ke dalam kamar mandi tanpa menghiraukan keberadaan Aldric di sana yang kini hanya terkekeh geli melihat tingkahnya yang begitu terburu-buru.
Aldric menggelengkan kepala, "Apa dia lupa, bukannya aku juga masih atasannya dan tidak menegurnya sama sekali," gumamnya ketika Sasha menutup pintu kamar mandinya.
Ia memang bangun lebih awal dari Sasha, kemudian ia segera bersiap untuk pergi ke lokasi proyek. Namun ketika akan membangunkan Sasha yang masih terlelap ia tampak tidak tega untuk membangunkan Sasha. Hingga ia memilih untuk kembali berbaring di samping Sasha ketika ia selesai bersiap. Ia pikir ia akan mendapatkan sambutan hangat dan ciuman selamat pagi dari Sasha begitu ia membuka matanya, tapi sayangnya itu tidak terjadi sama sekali. Kekasihnya itu hanya panik ketika ia sadar ini sudah siang dan ia terlambat bangun tidur.
Sekitar 15 menit kemudian Sasha keluar dari kamar mandi dan sudah berpakaian kerja, namun rambutnya masih terlihat basah.
"Aw!!" serunya saat Sasha tak sengaja menabrak kursi di meja rias kecil yang yang di kamar, lututnya terbentur meja.
Aldric yang sedang duduk di kursi dan sedang menikmati kopi hitamnya yang ia buat sendiri, berdiri dan menghampiri Sasha. "Kamu tuh terlalu berburu-buru, jadi gak hati-hati," ucapnya yang kini sudah berjongkok di hadapan Sasha seraya menyentuh lututnya dan melihat luka kecil di lutut Sasha. Sasha menggunakan rok kerja selutut hingga Aldric bisa memeriksanya.
Aldric meminta Sasha untuk duduk.
"Abisnya kan kesiangan," sahut Sasha.
"Kamu lupa? Aku juga kan masih di sini, jadi santai saja. Lagian kita bebas mau datang ke lokasi jam berapa aja," jelas Aldric yang kini sedang memberikan pijatan lembut di kaki Sasha. Lukanya tidak terlihat hanya sedikit merah saja, mungkin setelah beberapa waktu baru akan terlihat sedikit keunguan.
"Ah iya ya… aku lupa," gumam Sasha pelan seakan baru tersadar. Ia merasa bodoh saat ini. Jika ia sadar sebelumnya ia tidak akan terlalu terburu-buru seperti ini, bahkan kini rambutnya masih basah, ia belum sempat mengeringkan rambutnya dengan benar.
"Bahkan rambut kamu masih basah," ujar Aldric yang kini sudah berdiri, dan merasa luka Sasha di lutut baik-baik saja. Ia kemudian masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil sebuah handuk kecil dari sana, kemudian ia mengeringkan rambut Sasha dengan handuk kecil itu. Sasha hanya bisa diam dengan perilaku Aldric tersebut, hatinya kini sudah meleleh dengan tindakan Aldric tersebut. Bahkan kini Aldric sudah membaya hair dryer dan membantunya mengeringkan rambut.
Sasha sungguh tak percaya jika seorang Aldric mampu melakukan hal ini, hal yang mungkin jarang pria lakukan pada wanitanya bahkan jika mereka sudah menikah.
"Kenapa diam?" tanya Aldric berbarengan dengan suara berisik yang dihasilkan oleh hair drayer.
Sasha menggeleng pelan, "Apa kamu gak risih melakukan ini?" tanya Sasha yang penasaran kenapa Aldric bertindak seperti ini padanya.
"Mengeringkan rambut kamu?" tanya Aldric yang langsung diangguki Sasha.
"Kamu kan kekasih ku, apa salahnya aku membantu kamu?"
Sasha mendongakkan kepalanya ke atas hingga ia bisa melihat wajah Aldric yang berdiri di belakangnya meski wajahnya terlihat terbalik, "gak risih?"
"Tentu saja tidak," ujar Aldric dengan senyumannya seraya menatap Sasha. Tangannya yang memegang hair drayer ia jauh kan dari rambut Sasha dan dengan gerakan cepat ia mendaratkan bibirnya di bibir Sasha. Tentu saja gerakan tersebut membuat Sasha terkesiap kaget.
"Ihh!" seru Sasha setelah Aldric melepaskan bibir yang kini ia hanya terkekeh geli.
"Anggap saja itu bayaran karena sudah mengeringkan rambutmu," ujarnya Aldric kemudian dan melanjutkan mengeringkan rambut Sasha.
**
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, kini mereka sudah harus kembali ke ibu kota. Aldric sudah menyelesaikan urusannya di kota ini. Sasha tak percaya hari-harinya bersama Aldric di kota yang asing ini akhirnya selesai. Ia tak tahu bagaimana sikap Aldric jika sudah kembali ke ibu kota, apakah akan berbeda atau bertambah perhatian padanya.
"Ayo pegang, bukannya kamu takut?" tanya Aldric saat pesawat mereka hendak landas, ia menyentuh tangan Sasha.
"Takut…" cicit Sasha pelan dan langsung menggenggam tangan Aldric.
Rasanya seperti baru terjadi kemarin saat Sasha menggenggam tangan Aldric saat ia ketakutan untuk naik pesawat pertama kalinya. Rupanya seminggu sudah berlalu.
Bersamaan dengan pesawat yang mulai landas, tangannya semakin mengenggam erat tangan Aldric seraya memejamkan matanya kuat-kuat. Meski sebenarnya ia ingin memeluk tubuh Aldric tapi ini di dalam pesawat, tidak enak jika dilihat oleh penumpang lain.
Waktu singkat di tempat yang asing, tapi memberikan kenangan yang indah untuknya bersama Aldric. Ia masih merasa jika semua ini hanyalah mimpinya, dan begitu menginjakkan kakinya di ibu kota ia seakan baru terbangun dari mimpinya.
Malam ini, begitu ia di apartement maka ia akan kembali tidur sendirian. Sasha tampak sudah terbiasa tidur bersama Aldric beberapa hari ini. Benar-benar hanya tidur dan tak melakukan hal yang lebih. Entah mengapa tidurnya begitu nyenyak dalam pelukan Aldric.
'Ini mimpi bukan ya?' tanyanya dalam hati, tapi ia bisa merasakan genggaman kuat tangan Aldric di tangannya.
Jika ingat perlakuan Aldric rasanya ia ingin pekerjaannya di kota kecil itu tak berakhir. Di sana ia bisa bebas berjalan bersama Aldric bahkan berbelanja bersama untuk membeli oleh-oleh. Berpegangan tangan di luar dan makan di luar tanpa harus takut ada orang kantor yang mereka kenal. Dan hal itu tak bisa ia lakukan ketika berada di ibu kota nanti. Masih ada ketakutan dalam hatinya jika hubungan mereka di ketahui oleh orang-orang di kantornya yang mungkin akan menimbulkan gosip-gosip yang tidak mengenakkan.
Apalagi Sasha belum memberitahukan hubungannya dengan Aldric pada dua sahabatnya itu. Sasha tak tahu harus dengan cara apa memberitahu mereka terutama Mbak Lona. Yang Sasha ingat kini adalah ancaman-ancaman dari Mbak Lona.
-To Be Continue-