'Tapi gue gak bisa!'
'Astaga sentuhannya membuat badan gue panas! Gimana ini?!'
'Gue gak bisa berhentiiii!!!'
Sasha yang kini sudah duduk di pangkuan Aldric hanya bisa diam, sedangkan isi kepalanya terus berdebat sengit. Tapi tidak dengan tubuhnya yang seakan begitu senang saja dalam posisinya saat ini.
Sasha tampak bingung, ia menggelengkan kepalanya pelan kemudian bergumam tanpa suara, "ini salah…"
Wajahnya menatap Aldric mencoba untuk memintanya menghentikan ini, namun sebelum ia membuka mulutnya, mulutnya sudah lebih dahulu dibungkam oleh Aldric dengan mulutnya yang lembut dan menggoda.
'Sial! Telat sih ini! Aduhhh gue takut bener-bener gak bisa berhenti!' gumamnya dalam hati.
'Tuh kan gak bisa nolak lagi!' ujarnya lagi dalam hati begitu ia sudah membalas setiap sapuan dan lumatan lidah Aldric di dalam mulutnya.
'Damn! Gue nyerah! Gue udah terbuai!' rutuknya dalam hati.
Tangannya menyentuh pundak Aldric seakan tubuhnya akan jatuh jika tidak berpegangan.
'Kontrol diri Lu Sasha!'
'Gak bisaaaaaaaa!!! Gue juga sukaaa soalnya!! Otak sama tubuh gue udah hilang kendali!!'
Entah sudah berapa lama posisi ini bertahan. Wajah Sasha memerah. Napasnya sedikit terengah mengimbangi permainan Aldric.
Aldric melepas pagutannya, karena merasa Sasha sudah kekurangan oksigen. Dengan cepat Sasha mengambil udara sebanyak-banyaknya mengisi paru-parunya dengan udara.
'Kenapa berhenti sih...' keluhnya dalam hati.
'Dih…, gila lo Sha, otak lo tuh penuh sama film hihuhihu pesenan Mbak Lona!!'
"Lagi?" tanya Rob mengangkat alis matanya melihat kekecewaan di wajah Sasha.
"Hah?!" Sasha mengerjap menatap Aldric. Ia mengutuk dirinya sendiri. 'Emangnya keliatan banget gitu muka gue, sampe kayanya dia bisa baca pikiran gue, hah?' tanyanya pada dirinya sendiri di dalam hati.
Aldric mengusap bibir Sasha yang basah dengan jempolnya. "Jadi?" tanya Aldric lembut seraya kembali mengangkat alis matanya.
"J-jadi apa?" tanya Sasha terbata masih dengan jempol Aldric yang masih menyentuh bibirnya.
Aldric tersenyum kembali seraya kembali menangkup kedua pipi Sasha, "Jadi kekasihku tentu saja."
**
Sudah hampir tengah malam namun Sasha belum juga bisa menutup kedua matanya, di bawah selimut ia hanya bisa memeluk bantal guling yang disediakan oleh pihak hotel.
Ia masih belum percaya dengan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Di mana ia dan Aldric sudah berciuman cukup panas dan secara resmi telah menjadi kekasihnya.
"Yang tadi bukan mimpi, kan?" tanyanya pada diri sendiri.
Sasha mencubit tangannya untuk memastikan dirinya, dan rasanya sungguh sakit. "Bukan mimpi! Tapi kok gue ngerasa kaya mimpi ya?" gumamnya.
Tangannya menyentuh bibirnya yang tadi di sentuh oleh Aldric, "Masih berasa…"
Bayangan tadi kembali menyeruak di dalam pikirannya yang tiba-tiba saja membuat darahnya kembali berdesir. Dengan cepat Sasha menggelengkan kepalanya, "lupa, lupakan!"
"Arghhh… gak bisaaa! Masih kebayang! Duuhhh…" Sasha menggerak-gerakkan kakinya di balik selimut seperti menendang-nendang.
"Kenapa gue malah makin gila gini sih!"
Sejujurnya jika tadi Aldric tidak bisa menahan diri, mungkin malam ini sudah mereka habiskan bersama di atas tempat tidur ini. Dan bodohnya dirinya seperti orang terhipnotis begitu saja.
"Murahan banget sih gue kalau sampai langsung mau di ajak hihuhihu…" lirihnya pelan.
Untung saja Aldric mampu menahan dirinya, hingga mereka tidak melakukan hal yang lebih tadi. Sasha sungguh sulit untuk mengontrol hasratnya yang sudah ia tahan begitu lama.
"Ah bodoh, ini udah malem, besok masih ada kerjaan. Cepet tidur Sasha!" ucapnya pada diri sendiri. Kemudian ia mencoba kembali untuk memejamkan matanya.
**
Perlakuan Aldric pada Sasha kini jauh lebih berbeda di banding kemarin. Ia lebih perhatian pada Sasha dan tak malu-malu lagi. Bahkan tak segan ia menggenggam tangan Sasha jika ada kesempatan. Sungguh Sasha merasa malu jika Aldric melakukannya di depan umum.
'Gimana nanti kalau di kantor?' lirih Sasha dalam hatinya.
"Pak…" ujar Sasha di sela makan siang mereka.
"Kita kan cuma berdua, kenapa masih panggil Pak?" tanya Aldric.
Sasha tersenyum tipis, "Maaf udah kebiasaan…" Sasha memang tidak berbohong, ia memang belum terbiasa langsung memanggil nama Aldric.
Aldric memang tidak bisa menyalahkan Sasha, apa yang dikatakan oleh Sasha memang benar. Baru semalam mereka dengan resmi menjalin hubungan, dan Sasha pasti membutuhkan waktu untuk beradaptasi.
"Ada apa?" tanyanya kemudian.
"Di sini mungkin tidak masalah kita bisa sedekat ini. Tapi…" ucapan Sasha terputus sesaat, "setelah kembali ke kantor nanti, sebaiknya kita seperti dulu saja ya." Sasha berkata dengan hati-hati, berusaha untuk tidak menyinggung perasaan Aldric.
"Maksudmu, kamu ingin menyembunyikan hubungan kita?" tanya Aldric memastikan.
Sasha mengangguk, memang itu yang di maksud olehnya. Hanya saja sejak tadi ia sulit untuk menemukan kata-kata yang lebih halus agar Aldric tidak tersinggung.
"Kenapa?" tanya Aldric penasaran.
"Tidak apa-apa, hanya saja mungkin tidak akan jadi masalah untukmu. Tapi tidak untukku," ujar Sasha.
"Kamu takut orang di kantor akan berspekulasi buruk tentangmu karena bisa dekat denganku?" tanya Aldric lagi.
"Iya, kamu mungkin tahu bagaimana orang-orang di luar sana," balas Sasha.
"Tapi kan, baik kamu atau aku , kita sama-sama single. Seharusnya itu bukan masalah untuk kita," ucap Aldric.
Sasha hanya bisa menghela napas panjangnya. Sasha hampir saja lupa dengan Mbak Lona. Ia tidak tahu bagaimana reaksi Mbak Lona nanti ketika ia tahu jika dirinya dan Aldric menjalin hubungan. Di mana Mbak Lona selalu berkata jika Aldric adalah laki-lakinya.
"Iya tahu. Tapi apa kamu tahu betapa ganasnya fans-fans kamu di kantor. Apalagi Mbak Lona, bisa-bisa aku digiling sama ban mobilnya," ucap Sasha seraya meringis membayangkannya.
Aldric tergelak.
"Ck! Pake ketawa lagi! Mana berani mereka sama kamu, terus nasib aku gimana?" kesal Sasha pada Aldric yang hanya tertawa.
"Kamu pindah aja ke kantor aku, nanti aku bilang sama Adam. Itu bukan hal yang sulit kok," balas Aldric. Dengan cepat Sasha menggeleng.
"Jangan, aku udah betah kerja di sana. Lagian kan gak enak kalau kaya gitu. Gosipnya bisa makin yang enggak-enggak," balas Sasha. "Aku gak bisa ninggalin temen-temen aku gitu aja."
"Dua temen deket kamu itu?"
Sasha kembali mengangguk. "Iya, aku udah lama kenal sama mereka dan mereka orang terdekat aku sekarang. Jadi agak sulit aja kalau tiba-tiba harus berpisah sama mereka."
Aldric berusaha untuk mengerti posisi Sasha, bagaimanapun ia tak boleh mengekang atau memaksakan kehendaknya pada Sasha. Hubungan mereka baru saja dimulai, ia tak ingin ada perselisihan yang tidak penting di antara mereka. Lagipula mereka sama-sama sudah dewasa, jadi hubungan mereka bukan hubungan seperti sepasang kekasih yang masih remaja, yang masih memiliki ego yang tinggi.
"Aku ngerti. Tapi boleh kan sekali-sekali aku anter atau jemput kamu?" tanya Aldric.
"Boleh, tapi kalau anter jangan sampai depan kantor. Gak enak kalau ada yang liat, nah pas jemput juga gitu," balas Sasha.
Aldric kembali tergelak.
"Kok ketawa sih?" tanya Sasha kesal karena Aldric kembali tertawa seakan ada hal lucu yang mereka bicarakan.
"Gak, cuma lucu aja sih. Kita jadi kaya lagi maen kucing-kucingan. Harus sembunyi-sembunyi," balas Aldric.
"Aku masih sayang sama nyawa aku, aku gak mau di lempar dari lantai 50 cuma gara-gara kamu, atau di potong-potong terus di jadiin makanan singa misalnya," dengus Sasha kesal kemudian menyeruput minuman dinginnya. Dan Aldric hanya bisa kembali tergelak.
-To Be Continue-