Siapa lagi jika bukan Sasha Winaya Pratista. Salah satu pegawai di kantor milik Adam. Ia bisa tahu nama gadis itu dari kartu pegawai yang menggantung di lehernya.
Aneh? Memang. Ia sendiri tidak mengerti mengapa bisa tertarik pada gadis seperti Sasha.
Dua hari yang lalu tanpa sengaja ia melihatnya di lobby sendirian menunggu hujan berhenti tanpa kedua temannya seperti biasanya, padahal sudah cukup malam saat itu. Beberapa waktu ini ia memang sering bolak-balik antara kantornya dan kantor Adam memang mereka memiliki proyek kerja sama. Hingga ia memiliki kesempatan untuk sering-sering melihat gadis itu. Meski tak pernah saling sapa hanya sekedar menatapnya dari kejauhan atau mungkin saat tak sengaja berpapasan. Itu salah satu alasan juga mengapa ia yang lebih sering datang ke kantor Adam bukan sebaliknya.
Dan malam ini ia kembali melihatnya sendirian di lobby tanpa kedua temannya. Ia sendiri cukup senang saat Adam meminta gadis itu untuk menemaninya saat melakukan pengecekan ke lokasi nanti saat rapat kemarin. Setidaknya ia akan memiliki waktu yang cukup lama hanya untuk bersama gadis itu.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ia berusaha untuk mulai mengenal gadis tersebut. Ia sempat melihat keraguan dan segan terhadapnya saat mereka mengobrol dua hari lalu, begitu juga ia tampak enggan untuk menerima tugas dari Adam saat rapat. Bahkan gadis itu menolak ketika ia menawarkan untuk mengantar pulang.
Sepertinya akan cukup sulit untuk mendekati gadis itu. Tapi setidaknya ia akan mencobanya selagi ia memiliki kesempatan yang bagus ini.
**
Sasha Winaya Pratista, jika dilihat dari namanya memang terdengar sangat feminim. Tapi ia tidak terlihat seperti kebanyakan wanita muda pada umumnya. Bicaranya ceplas-ceplos kadang sedikit kasar apalagi ketika bersama teman-teman dekatnya, seperti Mia dan Mbak Lona.
Tinggal di Ibu kota seorang diri dan jauh dari keluarga membuat dirinya menjadi pribadi yang mandiri dan kuat. Masa lalunya yang cukup kelam menjadi alasan ia menjadi gadis yang kuat. Meski sering juga ia menangis ketika ia sendirian. Setidaknya tidak ada orang yang melihatnya ketika ia menangis.
Memiliki dua teman yang absurd membuatnya semakin absrud juga. Apalagi jika membicarakan hal yang berbau mesum. Dialah pemasok utama dari film-film hihuhihu untuk teman-temannya. Entahlah bagaimana topik mesum bisa menjadi topik favorit untuk mereka bicarakan. Ini semua bermula karena Mbak Lona yang bisa dibilang tidak tahu malu jika menceritakan kisah malam Jum'atnya dengan suaminya. Dan meminta Sasha untuk mencarikan referensi gaya yang bisa ia praktekkan.
Mbak Lona memang gagal sebagai head admin yang seharusnya memberikan contoh baik bagi anak buahnya. Memang sulit untuk dibayangkan, tapi begitulah adanya, sungguh gila. Bahkan Sasha sendiri sudah pernah melakukannya, untuk pertama dan terakhir kali dan itu sudah sangat lama.
Semua orang bisa melakukan kesalahan, begitu juga dengan dia. Kini ia hanya membicarakan pembicaraan yang mesum saja dengan kedua temannya tapi tidak untuk praktek. Bahkan ia masih enggan untuk menjalin hubungan lagi saat ini. Dan ada sedikit ketakutan dalam dirinya, apakah ada pria yang bisa menerimanya dan masa lalunya. Banyak pasangan yang melakukannya sebelum menikah, tapi saat akan menikah kebanyakan laki-laki mencari wanita yang belum disentuh sama sekali. Rasanya ini tidak adil.
Sasha tak kalah mesumnya dengan Mbak Lona, tapi memang tak begitu ketara dan segamblang Mbak Lona, ia masih bisa menahan mulutnya tapi tidak dengan suara hatinya.
**
'Haduh… , kenapa ni orang nonggol mulu, bikin gue canggung aja!! Otak! Awas Lu kalau mikir kotor lagi!' batin Sasha
Sekali lagi harus ia akui jika pria bernama Aldric ini memang tampan. Dadanya yang bidang, tak terbayang jika bersandar di sana. Inilah yang membuat ia canggung berada bersama pria ini lama-lama, karena imaginasinya bisa tiba-tiba saja menjadi liar.
Belum lagi aroma tubuhnya yang tercium begitu wangi, entah parfum apa yang ia pakai. Membuat Sasha harus menahan dirinya sekuat tenaga. Jangan sampai ia melemparkan tubuhnya pada pria itu dan mulai melakukan tindakan yang tidak senonoh.
"Sendirian?" tanya Aldric.
Sasha mengangguk. 'Lu gak liat emangnya? Sendirian gue, udah pergi sebelum kepala gue berimaginasi terlalu jauh!' pekik Sasha dalam hati.
Tatapan mereka pun akhirnya bertemu, Sasha menyayangkan wajah datar tanpa ekspresi yang ditunjukkan oleh Aldric. Andai saja pria itu tersenyum, pasti jauh lebih tampan. Walaupun sekarang sudah tampan dengan wajah datarnya.
Sasha melihat dua kancing kemeja Aldric yang dilepas dan sudah tak ada dasi yang melingkar di sana. Aldric juga sudah tak mengenakan jas yang kini sudah ada di tangannya, bahkan tangan panjang kemejanya sudah ia lipat sampai siku. Sepertinya urusannya dengan Pak Adam sudah selesai hari ini.
'Astaga bukannya ini malah semakin menggoda! Kuatkan aku dari godaan ini ya Tuhan!'
'Boleh gak kancingnya dilepas aja semuanya?'
'Gue siap bantuin lepas!'
'Tapi boleh megang ya…'
'Astaga nah kan otak gue, udah mulai error!' kesal Sasha kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hei! Kamu kenapa?" tanya Aldric yang merasa diperhatikan Sasha tapi kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apaa??!" Seru Sasha reflek karena ia merasa kaget, setelah ia terhanyut dengan pikiran-pikiran kotornya.
"Ada yang aneh dengan saya?!" tanya Aldric sambil menyentuh dadanya dan memeriksa kemejanya, mungkin saja ada kotoran di sana.
"Gak ada kok, Pak! Tadi saya cuma lagi mikirin sesuatu," kilah Sasha.
Tampak kening Aldric berkerut, "Sesuatu? Apa ada hubungannya dengan dada saya? Sejak tadi kamu liatin ke arah sana soalnya."
Blasss…
Tentu saja ucapan Aldric membuat Sasha ingin pingsan seketika, ternyata tatapan matanya pada dada Aldric ketahuan.
"Oh ya?" tanya Sasha seraya memasang tampan bodohnya.
Aldric mengangguk.
"Ah itu perasaan bapak aja, orang saya mikir kenapa ojek online saya belum dateng-dateng. Padahal udah pesan dari tadi," kilah Sasha lagi. Tapi pipi Sasha kini tampak memerah, Aldric yakin bukan itu yang ia pikirkan tadi.
"Kenapa liatnya gak ke jalan? Malah ke dada saya…"
Sasha diam mematung, dengan gerakan robotnya ia menggelengkan kepalanya. "Itu gak sengaja! Salah bapak yang ada di depan saya."
Sasha hanya bisa meringis dalam hatinya, ia harus segera pergi dari hadapan pria ini. Secepatnya.
Untung saja doanya terkabul, rupanya ojek online yang di pesannya sudah terlihat di depan pintu lobby kantor.
"Pak ojeknya udah dateng, saya pulang duluan ya! Bye!" ujar Sasha cepat kemudian segera bangkit dari duduknya buru-buru meninggalkan Aldric yang masih duduk di sana. Ia benar-benar kabur dari hadapan Aldric.
Ia segera menghampiri ojek itu dan mengambil helm yang diserahkan supir tersebut.
'Cepet-cepet!' serunya dalam hati. Ia benar-benar malu. Namun yang ia tak sadari Aldric ternyata mengejarnya.
"Maaf dia tidak jadi pakai ojek, ambil ini untuk ganti nya!" Aldric menyerahkan uang dua lembar lima puluh ribuan kepada supir ojek tersebut. Tak lupa Aldric mengembalikan helm mili ojek online itu juga. Kemudian menarik tangan Sasha.
"Astaga! Pak!" pekik Sasha kaget sekaligus kesal.
'Ni orang kesambet apa? Apa gedung ini berhantu, hah?' Sasha tak mengerti dengan teman CEO-nya ini.
"Kamu saya antar lagi, ok !" seru Aldric seraya menggenggam tangan Sasha kuat dan menariknya.
"Hah??!"
'Ni orang bener-bener gila!'
'Dan otak gue semakin liar! Siaaaalll!!'
Selama perjalanan menuju apartemen Aldric tak satupun dari mereka yang berbicara. Aldric di balik kemudinya hanya diam saja. Tak jauh berbeda dengan Aldric, Sasha yang berada di sampingnya tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Sasha masih bingung dengan kelakuan pria gila yang tiba-tiba aneh seperti ini.
'Ni orang kenapa sih?'
'Kok aneh banget!'
'Gila beneran dia?'
'Jangan-jangan dia psikopat! Mau nyulik gue terus mutilasi gue!' Matanya membelalak, dengan reflek ia menoleh pada Aldric yang duduk di sebelahnya.
'Bentar-benar, apa iya dia psikopat?'
'Gimana kalau sampai sebelum dibunuh gue di perkosa dulu? Anjayyy!'
'Gak apa-apalah, seengganya dia ganteng!'
'Ehhh setan!! Apa sih yang gue pikirin! Dasar otak error!'
-To Be Continue-