"Jam segini kamu belum bangun, Sayang?" Seorang lelaki dewasa yang tampan masuk ke sebuah kamar yang bernuansa biru muda. Lelaki itu duduk di samping pembaringan, sembari berusaha membangunkan putrinya yang masih nyaman dalam tidurnya, meskipun sinar matahari telah menerobos masuk melalui sela-sela jendela kaca. "Sayang, ayo bangun! Sudah pagi. Bukankah hari ini kamu ada ujian semester?" kata lelaki dewasa itu lagi. Namun, gadis yang dibangunkan tidak ada pergerakan sama sekali.
"Ugh!" leguh Aliya sedikit bergerak.
"Aliya ayo bangun! Kalau tidak bangun sekarang, ayah akan menarikmu ke kamar mandi dan memandikanmu dengan air dingin." Jurus terakhir Revandra untuk membangunkan putrinya, karena dia tahu jelas bahwa Aliya begitu anti mandi dengan air dingin di pagi hari.
"Stop, Ayah. Pleae don't threaten me," kata Aliya langsung bangun sambil mengucak matanya.
" Sayang, ayah tidak ingin kamu gagal dalam ujian semester ini. Cepatlah mandi dan berangkat ke kampus. Pak Aris akan mengantarmu."
"Ayah ...."
Gadis itu melototi sambil meletakkan tangannya pada wajah tampan ayahnya, dia heran kenanpa dia harus diantar oleh sopir kali ini. Bukankah biasaya ayahnya yang mengantarnya.
"Sudah, jangan banyak berpikir. Hari ini akan ada tamu yang datang ke rumah, jadi aku tidak bisa mengantarmu," jelas Revandra kepada putrinya, seakan-akan dia mengerti dari tatapan putrinya itu.
Dengan wajah kecut dan masam Aliya melangkah masuk ke kamar mandi. Jujur saja, di dalam hatinya begitu kesal terhadap ayahnya itu. Sebab, demi seorang tamu ayahnya bahkan tidak mengantarnya ke universitas, padahal hari ini adalah ujian semester tingkat pertama untuknya.
"Dasar ... dia lebih memilih menemui orang lain dari pada mengantar putri semata wayangnya untuk kuliah!" gerutu Aliya di dalam kamar mandi. "Tamu seperti apa yang akan datang menemui ayah?"
Revandra adalah seorang lelaki dewasa yang masih lajang, bukan berarti belum menikah. Usianya kini menginjak tiga puluh lima tahun. Dia telah sukses menjalankan bisnisnya dalam berbagai bidang. Lelaki itu memiliki putri yang bernama Aliya, berusia sembilan belas tahun. Revandra begitu menyayangi Aliya. Dia bahkan memanjakan putrinya dengan cara apapun yang diminta putrinya akan dikabulkan selama itu masih normal dan dibatas kemampuanya.
Tapi, kenyataan yang sesungguhnya Aliya bukanlah putri kandungnya. Melainkan anak dari seorang wanita yang dinikahinya lima belas tahun yang lalu dengan suatu alasan. Namun, setelah pernikahannya wanita itu meninggal dunia seminggu setelah pernikahan. Sejak saat itulah Revandara merawat dan menjaga Aliya layaknya putri kandungnya. Dia begitu menyayangi gadis kecil itu.
Sebentar kemudian Aliya telah selesai dengan aktivitasnya memperisapkan diri untuk ke universitas. Gadis itu berlari menuruni anak tangga dan mendapati ayahnya sedang duduk di meja makan, ditemani secangkir kopi hitam yang berbau harum, tidak lupa di samping cangkir kopi itu ada sebuah laptop untuk memeriksa pekerjaannya.
"Good morning, Ded," sapa Aliya sambil mencium kedua pipi ayahnya.
"Morning, Honey," sahut Revandra membalas kecupan putrinya seperti biasanya.
Revandra kemudian menarik kursi untuk putrinya duduk, sembari menunggu pelayan menyiapkan makanan untuk mereka. Tidak berselang waktu lama, pelayan membawakan makanan untuk mereka. Aliya sejak tadi tidak fokus pada makanan yang ada di hadapannya, dia terus saja memandangi wajah tampan seorang lelaki yang berstatus ayahnya itu. Revandra yang melihat wajah putrinya penuh dengan pertanyaan kembali menatap gadis itu dan berkata, "Kenapa kamu menatapku seperti itu? apa aku sudah melakukan suatu kesalahan kepadamu, Gadis kecil?" tanya Revandra menyelidik.
"Ayah sudah berubah!" jawab Aliya ketus.
"Maksudmu apa, Aliya?"
"Ayah lebih memilih menemui orang lain dari pada mengantar Aliya ke universitas," jawabnya ketus. Meski Revandra mencoba untuk menjelaskannya, gadis itu tidak menerima penjelasan apapun itu. "Aliya tidak mau tahu, kalau ayah tidak mengantar Aliya ke universutas, Aliya tidak ingin berbicara lagi kepadamu, Ayah."
Melihat putri yang disayanginya merajuk, lelaki dewasa itu tidak tega. Sepertinya kali ini dia benar-benar harus membatalkan janji untuk bertemu dengan tamu tersebut. Revandra menghela napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan.
"Baiklah, Ayah akan mengantarmu ke universits." Demi putrinya, Revndra terpaksa mengalah saja.
"Really?" tanya Aliya, wajahnya langsung berubah jadi gembira.
"Ya. Maka lanjutkan makanmu," kata Revandara. Lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo! Selamat pagi, Emma," sapa Revandra setelah panggilan tersambung.
"Pagi ...," jawab seseorang di ujung telepon.
"Hari ini kita tidak bisa bertemu. Sebab, aku ada sesuatu yang mendesak," jelas Revandra sembari mengakhiri penggilan tanpa pamit kepada yang dihubunginya.
'Emma? Siapa Emma? Ah, mungkin itu salah satu rekan bisnis Ayah," pikir Aliya dalam benaknya, yang sebenarnya sedikit kaget mendengar nama Emma disebut oleh ayahnya.
"Jam berapa kau pulang nanti?" tanya Revandra membuat Aliya terkejut dari lamunannya, membuat sendok yang ada di tangannya terpental mengenai baju Revandra. Dengan tergesa-gesa, gadis itu beranjak dari tempat duduknya, lalu mengambil tisu, baru membersihkan kemeja yang dipakai Revandra.
"I am sorry, Ded. Aliya tidak sengaja," ucapnya sambil masih sibuk mebersihkan kemeja lelaki dewasa itu. Kemudian Aliya mendongak ingin mencari tahu apakah ayahnya marah atau tidak. Bibir mereka hampir saja bersentuhan karena sewaktu mendongak wajah begitu dekat dengan wajah Revandra. "Ayah, maaf," ucapnya sekali lagi.
"Sudahlah, kamu juga tidak sengaja kan?" kata Revandra, lalu Aliya merangkul leher ayahnya dan memeluk lelaki dewasa itu.
"Benarkah?"
"Tentu saja."
"Ayah memang yang terbaik," ucap Aliya, lalu melayangkan kecupan di pipi kiri dan kanan Revandra, lelaki yang dianggapnya ayah.
Setelah selesai makan, Revandra mengantarkan Aliya ke universitas. Dan sebelum turun dari mobil Aliya meminta sesuatu kepada ayahya.
"Ayah, Aliya ingin sekali belajar menari. Boleh?" tanya Aliya penuh harap dan begitu manja.
"Oo ... boleh. Nanti ayah akan mencarikan tempat les menri untukmu."
"Thank you, Ded."
"Sayang ... jam berapa kamu pulang?"
"Mungkin sekitar jam satu, Ayah. Nanti Aliya telepon supir untuk menjemput," katanya.
"Okey, kamu harus langsung pulang dan jangan berkeliaran ke mana-mana," kata Revandra memperingatkan.
"Baik, Ayah," jawab Aliya sambil berlari dan melambaikan tangan kepada ayahnya setelah turun dari mobil.
Di sebuah tempat duduk berbatu, Aliya duduk. Dia melepaskan tasnya dan menaruhnya di meja yang berbatu pula yang memang sengaja disediakan untuk para pelajar ketika beristirahat sambil mengerjakan tugas atau apapun itu.
"Aliya ...," sapa Aren, teman seuniversitas Aliya. "Ayahmu tampan ya, Aliya. Bisa kenalkan padaku? Meskipun usia kita dengan ayahmu terpaut enam belas tahun ayahmu tetap tampan ya. Aku rela kalau dia mau jadi sugar daddy buat aku," kata Aeen berceletuk. Aren adalah seorang gadis yang saat ini tengah dipelihara oleh seorang sugar deddy demi membantu kehidupan sehari-harinya yang memang dia hanyalah anak yatim piatu.
"Ren, sugar daddy itu apa?" tanya Aliya dengan polosnya, dia tidak mengerti apa maksud dari kata sugar daddy, Aren hanya menepuk jidatnya. 'oh, Aliya. Kamu sungguh gadis polos. Dugar daddy pun kamu tidak tahu,' batin Aren.
Aren tidak ingin menjelaskan apa itu sugar daddy pada Aliya. Gadis ituberpikir tidak ada gunanya menjelaskannya. Terlebih Aliya adalah gadis yang begitu polos dan tidak mengerti apa-apa tentang hal-hal yang berbau seperti itu. Sementra itu, Aliya yang tidak mengerti apa itu sugar daddy membuat rasa ingin tahunya berkecamuk di dalam pikirannya. 'Sudahlah, nanti aku tanyakan saja pada ayah,' pikirnya.
******