"Aliya ...," panggil Revandra yang tidak kuasa melihat pemandangan di depannya.
"Ya, Ayah," sahut Aliya.
"Pakai ini untuk menutupi tubuhmu," kata Revandra seraya memberikan kemejanya yang ada di jok belakang mobil. "Nanti kamu kedinginan," sambung lelaki dewasa itu. Aliya menurut saja perintah ayahnya.
Revandara dengan berusaha menahan hasratnya terhadap Aliya, lalu melajukan mobilnya, lalu lelaki itu mengedong Aliya masuk ke dalam rumah lantaran gadis itu tertidur saat di perjalanan tadi. Dibaringkanya tubuh Aliya di kamarnaya karena kamarnya paling dekat dengan tangga. Sedangkan kamar Aliya masih beberapa langkah lagi. Saat ini Aliya yang memakai kemeja berwarna putih milik Revandra tanpa bawahan bertambah semakin seksi di mata lelaki dewasa itu. Lagi-lagi naluri kelelakiannya bangkit manakala dia terus saja memandangi tubuh Aliya,
Tiba-tiba Aliya bergerak menganti posisi tidurnya, hingga baju kemeja yang hanya mampu menutupi paha mulusnya tersingkap ke atas. Sontak suara jantung Revandra berdetak begitu kencang seperti genderang mau perang, ketika gundukan halus berwarna hitam tampak jelas terpampang di depannya. Bagaimana tidak, dalaman yang dikenakan Aliya sangat transparan. Lebih berdetak lagi jantung Revandra ketika gadis itu terbangun dan langsung memeluknya.
"Ayah, kenapa tidak tidur di dekat Aliya?" tanya gadis itu kian erat memeluk Revandra.
"Aku mau mandi dulu baru tidur," jawab Revandra berusaha tetap tenang.
Baru kemudian Revandra melepaskan pelukan Aliya, lalu mesuk ke kamar mandi meninggalkan gadis itu, yang masih setengah sadar. Revandra berdiri di bawah guyuran air shower sambil mengingat kembali semua keindahan yang ada di tubuh gadis yang berstatus putrinya. 'Shit! lama -lama aku bisa gila,' gerutunya dalam hati.
Krek...
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, betapa terkejutnya Revandra melihat Aliya sudah masuk di kamar mandi. Gadis itu bahkan menutup kembali pintu kamar mandi, lalu dengan polosnya mendekati Revandra yang saat ini sedang diselimuti naluri kelelakiannya.
"Ayah! Aliya also wants to take a bath, Ded," ucap gadis itu tanpa melihat sesuatu yang menegang di bawah sana. Dia hanya terfokus pada wajah lelaki dewasa yang begitu tampan di hadapannya. Sedangkan Revandra, karena tidak mau kejantanannya terlihat oleh Aliya, dia membalikkan badan membelakangi gadis itu.
"Okey! tapi setelah Ayah mandi ya?"
Clep...
Revandra menelan ludahnya yang terasa hambar ketika tiba-tiba sesuatu yang terasa kenyal menempel di belakangnya. Aliya memeluk tubuh kekarnya seraya menempelkan pipinya di belakang tubuh kekar itu.
"Ayah ...."
"Emm ...," sahut Revandra yang saat ini sedang berusaha menahan hasratnya agar tidak terlihat oleh Aliya.
"Ayah sayang Aliya?"
"Sayang."
"Ayah tidak akan meninggalkan Aliya?"
"Tentu tidak, Sayang."
"Ayah, Aliya tidak mau punya ibu baru, Aliya tidak ingin kehilangan ayah," ucap gadis itu semakin mempererat pelukannya.
Mendengar penuturan Aliya Revandra berbalik memeluk gadis itu, lalu mengusap lembut rambut yang terutai panjang dan basah. Dia membenamkan wajah Aliya ke dada bidangnya.
"Siapa bilang ayah mau mencari ibu untuk Aliya?" tanya Revandra. Dia mencium ubun-ubun gadis uang sedang dipeluknya itu
"Lantas ... kenapa wanita yang tadi itu berada di bawah tubuh ayah? Dia juga tidak mengenakan pakaian."
"Aliya, sebagai seorang pria normal, ayah sangat membutuhkan pelayanan dari seorang wanita," kata Revandra berusaha menjelaskan pada gadis itu.
"Aliya juga seorang wanita! Aliya bahkan lebih cantik dari wanita-wanita yang selalu dekat dengan ayah. Kenapa kamu tidak memintaku yang melayanimu saja, Ayah?" tanya Aliya begitu polosnya. Membuat Revandra menepuk jidanya. 'Oh, betapa polos dan lugunya kamu, Aliya. Memang salahku yang membatasi pergaulanmu. Kalau sedah begini, uku sendiri yang kerepotan menjelaskan pertanya-pertanyaan,' gumam Revandra dalam hatu. Baru dengan suara berat dia mencoba menjelaskan sedikit pada Aliya yang sejak tadi menunggu sebuah jawaban.
"Sayang! Apa yang ayah butuhkan tidak bisa ayah dapatkan dari kamu. Contohnya saat ini, ayah sedang berhasrat," kata Revandra. Aliya melihat ke bagian bawah lelaki dewasa itu sembari meneliti benda yang menjulur panjang dengan size yang tak biasa. Pantas saja sejak tadi ada sesuatu yang menusuk pahanya, rupanya benda milik Revandra yang melakukan itu.
"Ayah ...."
"Em ...."
"Aliya bisa membantumu, Ayah," kata gadis itu seolah-olah dia mengerti. Namun, kenyatanya tidak. "Apakah benda ini yang ayah maksud butuh pertolongan dari seorang wanita?" tanyanya begitu polos sambil menangkap milik Revandra yang sejak tadi menegang itu. Seketika lelaki dewasa itu bertambah hasratnya. Bagaimana tidak, sebuah tangan kecil yang hangat menyentuh bahkan memegang laras senjatanya. Dia sungguh sudah tidak tahan lagi. Maka dia menangkap tangan Aliya, lalu menuntunya memainkan benda panjang dan besar miliknya. Sedangkan gadis itu hanya menurut saja apa yang dilakukan Revandra
"Aghrr ...."
Revandra mengerang ketika cairan putih yang kental sudah dilepaskan oleh kejantanannya, lalu dia mencuci tangan Aliya, baru memeluknya. Memeluk tubuh yang hanya diam melompong karena baru pertama dia melihat sesuatu yang seperti itu. 'Maafkan aku, Aliya,' ucap Revandra dalam hati.
***
Seperti biasanya, Revandra mengantar Aliya ke universits. Tidak lupa juga kebiasaan mereka yang saling berkecup pipi sebelum Aliya turun dari mobil.
Setelah Revandra berlalu, Aren menghampiri Aliya yang bengong sembari memikirkan apa yang dilakukannya di kamar mandi bersama lelaki yang berstatus ayahnya semalam.
"Al, apa yang kamu pikirkan?" tanya Aren mengejutkan Aliya.
"Ren, aku mau cerita sesuatu ke kamu. Tapi ini rahasia."
"Okey! Mari kita cari tempat untuk bicara," kata Aren. Di bawah sebuah pohon yang rindang, dua remaja sedang duduk untuk membicarakan sesuatu. Aliya masih ragu-ragu dengan apa yang akan diceritakannya pada Aren. Dia takut kalau-kalau Aren akan menertawainya. "Sekarang kamu bisa cerita. Aliya," kata Aren lagi.
Aliya menarik napas pelan-pelan sebelum mulai bercerita pada Aren.
"Semalam aku membantu ayahku mengeluarkan cairan putihnya," tutur Aliya.
"What?" Sontak Aren terkejut dengan apa yang dikatakan Aliya barusan, lalu di mencoba untuk menggali lebih dalam lagi. "Coba jelaskan detailnya."
"Ya, Ren. Aku tidak tahan melihat ayahku selalu bersama dengan wanita yang berbeda. Aku memintanya menjauhi wanita-wanita itu. Tapi ayah bilang kalau dia membutuhkan wanita-wanita itu untuk melampiaskan hasratnya. Tentu saja aku tidak terima, lalu ayahku memelukku. Saat itu terasa ada yang menusuk-nusuk pahaku, aku melihat ke bawah. Rupanya benda itu terhubung dengan tubuhnya. Dia menjelaskan kalau itu adalah hasratnya yang membutuhkan bantuan dari wanita, lalu tanpa pikir panjang aku menawarkan diri untuk membantunya. Aku memegang benda yang panjang dan berukuran sebesar lengan tangan umur anak tiga tahunan itu. Kemudian ayahku menuntun tanganku hingga sesuatu yang berwarna putih seperti susu keluar dari ujung benda itu. lalu -,"
"Lalu?" tanya Aren yang begitu penasaran.
"Lalu ayah berteriak agrhh! Seperti itu kira-kira teriakannya," jelas Aliya.
Aren yang sejak tadi mendengarkan penjelasan Aliya mengaga dan mengeleng-gelengkan kepalanya. Betapa polos sahabatnya ini. Dia bakan melakukan itu dengan ayahnya. Walaupun sebenarnya Aren tau kalau Revandra bukanlah ayah kandung Aliya. Tapi tetap saja Revandra adalah lelaki yang membesarkan Aliya.
"Al, kamu tahu apa yang kamu lakukan itu?" tanya Aren kemudian.
"Tahu. Aku membantunya agar tidak mencari wanita lagi."
"Aliya, kalau hanya dengan begitu, kamu belum tentu bisa menghalagi om Revan untuk mencari wanita lain," kata Aren.
"Apa maksudmum?" tanya Aliya bingung.
"Aliya, kalau hanya sesuatu yang seperti yang kamu lakukan terhadap om Revan semalan itu tidak cukup. Pria seperti om Revan itu butuh yang lebih. Vontohnya, sebagai penghangat tempat tidurnya," jelas Aren.
Aliya yang begitu polos itu masih tidak mengerti apa yang di maksud Aren.
"Maksud kamu apa, Ren?"
"Laki-laki dewasa itu perlu seorang wanita untuk menyalurkan nafsunya. Jika tidak disalurkan maka akan menimbulkan sakit kepala."
"Jadi apa yang harus aku lakukan? Aku sunguh tidak mau kehilangan Ayahku."
"Bgaimana kalau kamu goda saja ayahmu itu. Ah, maksudku ... buat dia jatuh cinta padamu. Toh kalian juga bukan anak dan ayah kandung, jadi sah-sah saja jika suatu saat kamu dengan om Revan menikah," usul Aren.
"Bagaimana caraku menggoda ayahku?"
"Gampang saja, kamu hanya harus bertingkah seperti biasanya. Sebab, dari apa yang kamu jelaskan barusan, sepertinya om Revan tidak menolak kamu untuk membantunya meredam hasratnya. Dia bahkan menuntunmu sampai selesai kan?"
Belum juga pembicaraan Aliya dan Aren selesai, tiba-tiba seseorang meneriaki mereka
"Aliya, Aren," sapa seorang pemuda yang seumuran dengan mereka ketika sudah saling berhadapan."Aliya, kami ingin berlibur ke puncak minggu depan, apa kamu mau ikut?"
"Mervel, boleh aku meminta izin dulu pada ayahku?" tanya Aliya
"Baiklah, kabari saja aku jika ayahmu mengijinkanmu."
******