"Lalu siapa kalian?"
Revandra bertanya pada kedua orang yang sejak tadi hanya terdiam saja, karena mereka berdua tidak ada yang berbicara maka sekertaris Alin membuka mulut.
"Yang pria itu adalah instruktur les, tadi dia yang memesankan nona Aliya sepulu botol wine. Dan yang wanita itu temannya nona Aliya di tempat les," jelas sekertaris Alin yang sejak tadi hanya diam menyaksikan apa yang terjadi.
"Okey! Dan yang wanita, suruh sopir untuk mengantarkanya pulang. Untuk instruktur itu, sediakan sepulu botol wine, lalu perintahkan seorang penjaga untuk menjaganya minum wine itu sampai habis," perintah Revandra kepada kepala pelayannya.
Begitu takut pada Revandra, mereka berdua mau tidak mau harus menurut saja apa yang diperintahkan oleh lelaki dewasa itu. Lagi pula, siapa di kota S yang tidak mengenal Revandra. Seorang presedir yang terkenal dengan kekejamannya di dunia bisnis maupun yang lain, serta perwatakannya yang dingin. Dia hanya tersenyum ramah pada putrinya seorang, jarang sekali karyawan atau rekan bisnisnya melihat Revandra tersenyum. Begitulah seorang Revandra di mata orang-orang.
Beberapa waktu berlalu.
"Jam berapa ini?" tanya Aliya yang baru saja terbangun di malam hari.
"Ini sudah jam setengah sepulu malam, Nona Aliya," jawab pelayan yang diperintahkan khusus untuk melayani keperluan-keperluan Aliya. "Tuan Revan ada di bawah, beliau menunggu nona untuk makan," lanjutnya.
Aliya langsung melompat dari pembaringan. Gadis itu berlari keluar dari kamar menuruni anak tangga untuk menghampiri Revandra, yang sedang membaca koran di meja makan. Lelaki dewasa itu kemudian menarik kursi untuk putrinya duduk dan menyodorkan makanan yang sudah disiapkan.
Tanpa menunggu waktu lama, Aliya yang memang sudah begitu lapar segara saja menyantap makanan yang ada di depannya. Namun, ada sesuatu yang mengganggu di pikirnnya, membuatnya menghentikan aktivitas makannya. Begitu tidak sanggup untuk memendam, maka dia bertanya pada Revandra yang sedang meneguk kopi.
"Ayah!"
"Em ...."
"Apa maksud dari kata begitu tampan sampai aku ingin membuka kakiku untuknya?" tanya Aliya begitu polosnya.
"Pffft ...." Revandra menyemburkan kopinya.
"Apakah orang itu sangat tampan, Ayah?" tanya Aliya lagi.
"Ya, begitulah kira-kira," jawab Revandra berusaha tetap tenang.
"Ayah! Apa begini caranya membuka kaki?" tanya Aliya sambil membuka lebar kakinya di depan Revandra layaknya seorang wanita yang menunggu untuk di berikan sebuah hentakan senjata pada benteng pertahanannya. "Apa yang bangus dengan ini? Ini kelihatannya sangat aneh," kata Aliya lagi. Gadis itu sungguhpun begitu polos.
Revandara teringat lagi kejadian saat kemarin malam dia masuk ke kamar Aliya. Namun, kini berbeda dia membayangkan Aliya sedang dalam keadaan polos tanpa pakaian dengan posisi melebarkan kakinya seperti siap untuk menerima hentaka-hetakan tubuh dari seorang pria.
"Aliya ... kamu makan sendiri ya? Ada yang harus ayah kerjakan di ruang kerja Ayah," kata Revandra sambil mengelus rambut Aliya dan berusaha agar gadis itu tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya saat ini.
"Tapi, ayah belum jawab pertanyaan Aliya."
"Sayang, nanti ayah akan memanggilkan guru khusus untukmu, agar kamu mengetahui hal-hal yang ingin kamu ketahui," kata Revandra.
"Kenapa bukan belajar sama kamu saja, Ayah?"
"Aliya, putri kecil Ayah. Ada banyak hal yang ayah tidak bisa ajarkan pada Aliya, terutama tentang hubungan pria dan wanita," ujar Revandra segera meninggalkan ruangan dan beralih ke ruang kerjanya. 'Ah! kalau aku tidak pergi sekarang, mungkin saja aku akan bereaksi. Oh, Tuhan ... apa yang harus kulakukan? melihat Aliya yang sudah bertumbuh dewasa seperti itu sangat membuatku resah,' gumamnya Revandra dalam hati kian resah.
Revandra kini menjadi gunda gulana akibat kepolosan gadis yang berstatus putrinya. Dia kembali mengingat detik yang mendebarkan ketika jemari-jemarinya meremas benda lunak yang membusung sebesar pepaya milik Aliya. Telah banyak wanita yang ditidurinya selama ini. Namun, tidak pernah dia jumpai yang seperti milik Aliya. Hal itu benar-benar membuatnya kian frustasi. Bahkan hanya dengan melihat atau mngingatnya saja sudah membangkitkan naluri kelelakiannya. Aliya sungguh membuatnya benar-benar gila.
"Shit! Apa yang kau pikirkan Revan? Kau sudah gila. Aliya anakmu, tidak sepantasnya kau bangkit gara-gara gadis kecil itu. Kau bajingan Revan!" sumpah serapah Revandra pada dirinya sendiri.
****
Esok hari setelah Aliya selesai kuliah, dia tiba-tiba ingin mampir ke perusahaan Gramebtha Grup.
"Pak! Antarkan saya ke perusahaan ayah," pintanya pada supir pribadinya.
"Baik, Nona," kata pak sopir itu menuruti permintaan nonanya.
Tidak beberapa lama, Aliya telah sampai ke tempat tujuan. Gadis itu berjalan masuk ke perusahaan, karyawan-karyawan perusahaan yang ada di situ terpaku dan terpesona melihat kecantikan dan keanggunan gadis itu, semua mata melotot.
"Wah ... cantik sekali, siapa gadis cantik ini?"
"Hei bukankan dia anak Presdir?"
"Pantas saja presdir memanjakannya, toh anaknya secantik ini. Aku pun kalau punya anak secantik ini akan kumanjakan juga, dan mungkin saja aku akan mengurungnya di rumah biar hanya aku saja yang bisa menikmati keindahannya."
Begitulah pujian-pujian yang terlontar dari mulut para karyawan Gramentha Grup. Sedangkan Aliya hanya tersenyum hangat terhadap karyawan-karyawan perusahaan, lalu berlalu menuju ruangan presedir. Di depan pintu presdir Aliya bertemu dengan sekertari Alin.
"Sekertaris Alin, apa ayah ada di dalam?" tanya Aliya dengan senyumnya yang menawan. Cantik sekali.
"Ada, Nona. Tetapi sepertinya -," perkataan sekertaris Alin terpotong. Dia ragu untuk memberitahu Aliya.
"Sepertinya apa?"
"Sepertinya Presdir sed -," belum juga sekertaris Alin melanjutkan perkataanya, Aliya sudah saja membuka pintu ruangan itu.
"Ayah!" kata Aliya terkejut. Bagaiman tidak, gadis cantik itu melihat ayahnya sedang bergemul di sofa dengan seorang wanita yang beda.
Sudah beberapa kali Aliya memergoki ayahnya bersama dengan wanita-wanita yang berbeda di saat usianya masih lima belas tahun ke bawah, waktu itu hanya memergoki ayahnya berciuman saja. Jadi Aliya tidak ambil pusing. Tetapi saat ini berbeda. Aliya melihat wanita yang sedang berada di bawah tindihan ayahnya, pakainya sudah tidak berada pada tempatnya. Bahkan Aliya sempat mendengar suara-suara aneh, yang keluar dari mulut wanita itu karena kenikmatan dari cembuan Revandra. Sedangkan Revandra tersentak ketiaka melihat Aliya sedang terpaku di ambang pintu. Revandra langsung berdiri, lalu membetulkan pakaiannya.
"Aliya ..." sapa Revandra hendak melangkah ke arah Aliya. Namun, gadis itu berlari keluar. Sebenarnya, Aliya tidak mengerti apa yang ayahnya lakukan saat ini, yang dia tahu, jika seorang pria sedang berada di atas tubuh wanita, maka akan menghasilkan anak.
Aliya memang sudah berusia sembilan belas tahun. Tetapi, karena Revandra begitu memanjakan dan membatasi pergaulannya juga gadis itu tidak diijinkan bergaul dengan sembarang orang, bahkan diusianya saat ini Aliya belum pernah merasakan apa itu firts love, membut Aliya benar-benar tumbuh menjadi gadis yang begiti polos.
Dulu juga saat Aliya masih duduk di bangku sekolah menegah atas, jika ada pelajaran biologi, Revandra tidak pernah mengijinkan gadis itu mengikutinya. Bahkan untuk lulus ujian biologi pun Revandra mengeluarkan biaya yang tidak tanggung-tanggung, karena Aliya tidak pernah sama sekali mengikuti pelajaran itu. Itulah mengapa daug begitu tabu akan hal-hal yang bersangkutan dengan hubungan pria dan wanita.
Revandra mengejar Aliya keluar. Namun, gadis itu sudah tidak tampak bayangannya. Akan tetapi, Revandra terus saja berusaha mencari di sekitar perusahaan dan tidak menemukan sosok putri kesayangannya tersebut. Hingga hari menjelang malam dengan tetesan rintik-rintik air hujan, seorang gadis tengah berjongkok di bawah lampu jalan yang sepi. Dia tidak mengerti ada apa dengan dirinya, yang dia tahu saat ini hatinya begitu kesal melihat ayahnya bersama wanita dalam keadaan yang tidak dimengertinya pula. Sebebtar sebuah mobil frarry berwarna hitam berhenti di depannya. Seorang lelaki yang penuh dengan kekhawatiran turun, lalu berlari mendekati gadis itu.
"Sayang! maafkan ayah. Mari kita pulang," bujuk Revndra. Aliya menatap wajah lelaki dewasa itu, baru dia mengangguk menandakan kalau dia setuju untuk pulang.
Revandra kemudian menggendong Aliya masuk ke mobil, bajunya gadis itu sudah basah kuyup, lalu dengan polosnya dia membuka bajunya di depan Revandra. Dia sama sekali tiddak risih. Sebab, dia menganggap hal itu biasa saja, toh Revandra adalah ayahnya. Kini tubuh gadis itu hanya dibalut dengan pakaian dalam berwarna putih transparan, sangat jelas terlihat bentuk benda kenyal yang membusung dengan ujung yang berwarna merah muda. Revandra yang melihat itu, berusaha menelan ludahnya walau kerongkongannya tidak terasa kering. Matanya yang kurang ajar tertuju ke bagian bawah, yang ada di tengah antara paha kiri dan kanan gadis itu. Revandra dapat melihat jelas gundukan bulu-bulu halus berwarna hitam di sana, meskipun masih ada kain penghalang. Lelaki dewasa itu sekali lagi berusaha menelan ludahnya.
Saat ini Revandara benar-benar sudah tidak kuasa menahannya. Sesuatu yang ada di balik celannya mulai meronta. Dia sudah tidak dapat menahan hasratnya. Bagaimana tidak, sekarang ini dia tengah dihadapkan dengan sesuatu yang benar-benar membuat semua lelaki tidak dapat menahannya. Tubuh putih mulus, bagian dada yang membusung padat. Terlebih sesuatu yang halus berwarna hitam bersembunyi di balik pakaian dalam yang trasnparan, benar-benar membuat gila.
"Aliya ...," panggil Revandra, suaranya sedikit bergetar.
******