"Panggil semua menejemen yang ada di Mall Rubby untuk datang ke mari, lalu tutup Magic cook Restaurant itu," teriak Revandra. Sungguhpun dia begitu emosi dengan kejadian yang menimpa putri kesayanganya, lalu dia membawa Aliya ke kamarnya dan seorang Dokter telah menunggu untuk memeriksa keadaan Aliya.
"Dokter Lisa, tolong berikan pemerikasaan padanya, aku akan mengambilkan piayamanya," kata Revandra. Lelaki dewasa itu meninggalkan kamar Aliya, lalu mengambilkan sebuah piama dengan motif kartun kelinci. Revandar meminta seorang pelayan untuk mengantarkan piama itu ke kamar Aliya. Pelaya itu langsung bergegas ke kamar Aliya dan menyerahkan piama Aliya kepada Dokter Lisa.
Setelah pemeriksaan selesai, Dokter Lisa hendak membantu menggantikan pakaian Aliya. Namun, gadis itu menolaknya. Dia terus saja menangis.
"Dokter, panggilkan ayahku," pinta Aliya di sela isak tangisnya. Terpaksa Dokter Lisa memanggil Revandra, lalu meninggalkan kamar itu setelah Revandra masuk ke kamar didampingi sekertarisnya.
"Apa semua menejemen Mall Rubby sudah datang?," tanya Revandra dingin.
"Ya, Presdir. Dan beberapa orang yang anda inginkan masih dalam perjalanan," sahut sekertarisnya.
"Okey! Biarkan mereka menunggu terlebih dulu."
Revandra melangkah ke arah Aliya dan hendak melepaskan jas yang dibalutkannya tadi ke tubuh gadis itu, bertujuan untuk menggantinya dengan piama. Tapi karena masih takut dengan apa yang menimpanya, Aliya menangis sekencang-kencangnya.
"Tidak! Jangan ...," jerit Aliya memeluk tubuhnya sendiri.
"Jangan takut. Kamu harus melepaskan pakaianmu sebelum mandi, luka-lukamu juga harus diberi obat agar tidak membengkak dan meninggalkan bekas," bujuk Revandra.
"Ayah! Seseorang yang lain telah melihat tebuhku," kata Aliya masih dengan isak tangisnya.
"Sayang, tidak ada yang melihat. Kamu melindungi dirimu dengan baik," kata Revandra
"Benarkah?" tanya Aliya, tangisnya mulai mereda setelah lelaki dewasa itu membujuknya, lalu melepaskan pakaiannya kemudian membantu Aliya masuk ke kamar mandi. Sementara itu Revandra menunggu di depan pintu kamar mandi.
Sebentar, seorang pelayan menghampirinya dengan sebuah baki yang berisi susu hangat di tangannya.
"Presdir Revan, ini susu untuk nona Aliya, dan semua orang yang anda inginkan sudah ada di sini," kata pelayan sembari meletakan susu di mreja samping pembaringan.
"Hum ... biarkan mereka menunggu lebih lama," kata Revadra mengerutukkan giginya.
Beberapa saat, Aliya sudah selesai mandi. Revandra membantunya memakaikan piayamanya, lalu gadis itu menatap Revandra kian lekat.
"Ayah, apakah Aliya membuat masalah?" tanyanya setelah memakai piamanya.
"Tidak, Sayang. Putri ayah tidak membuat masalah," jawab Revandra.
"Tapi, aku yang memukul pria botak itu duluan."
"Kalau begitu merekan pasti jahat."
"Tidak hanya jahat, Ayah. Kedua wanita itu juga mencaci maki aku, mereka juga diam-diam mengambil fotomu. Bahkan meraka bilang akan membuka bajumu dan tidur di sebelahmu, Ayah," cerotos Aliya menatap wajah lelaki yang dipanggilny dengan sebutan ayah itu. Entah mengapa Revandra yang mendengar caci maki Aliya begitu bahagia. Seperti ada perasaan tersendiri dalam hatinya yang tidak bisa dia jelaskan.
"Jadi kamu marah karna itu?" tanya Revanda. Tersirat senyum yang tersembunyi di garis bibirnya.
"Mereka ingin menjadi istrimu. Lalu, Ayah. Apakah kamu akan mencari istri?"
"Tidak, Sayang. Selama kamu ada di sisiku," jawab Revandra sembari mengelus pipi Aliya, yang membuat gadis cantik itu merasakan hal yang berbeda. 'Ah! Hatiku yang kacau menjadi lebih tenang, apa karena tangan ayah yang hangat?' pikirnya. Tidak menunggu waktu lama, Aliya tertidur sambil duduk dalam pelukan Revandra.
"Gadis ini tertidur sambil bersandar padaku," gumam Revandra membaringkan tubuh Aliya yang sudah tertidur pulas.
Sementara itu di lantai bawah, semua orang yang diinginkan Revandra sudah berkumpul. Tidak terkecuali si botak yang memukul Aliya tadi, yang kini kondisinya begitu parah. Tubuhnya dibalut dengan perban karena luka-luka yang didapatkannya dari Revandra, yang menghantamnya berulang kali. Hal itu membuat kedua wanita yang memanggilnya merasa tidak tenang.
"Hei ... si botak itu tidak mati kan?" tanya salah satu wanita yang memanggilnya tadi untuk memberi Aliya pelajaran. Namun, tidak ada yang menjawab. Semuanya hanya fokus dengan argumen mereka masing-masing.
"Kita sudah menunggu selama satu jam, kenapa presdir Revan belum juga turun?" tanya salah satu menejemen yang ada di Mall Rubby membuka suara.
"Pelayan, kapan peresdir akan turun?" tanya menejemen yang lain.
"Nanti setelah nona Aliya menyelesaikan urusannya. Tunggulah sebentar lagi," jawab pelayan itu.
Satu setegah jam sudah berlalu, para menejemen Mall Rubby dilanda kegelisahan dan begitu banyak pertanyaan di benak mereka.
Beberapa lama menunggu, akhirnya Revandra dengan wajah yang dipenuhi amarah dan emosi itu akhirnya muncul menuruni anak tangga, lalu dia duduk di sofa seakan memberitahu pada semua yang ada di ruangan itu dengan penuh penekanan bahwa dirinya adalah seseorang yang saat ini sedang mendominasi. Pelayannya memberikan secangkir kopi kepadanya. Lelaki dewasa dengan amarahnya itu menyeduh kopinya sebentar baru mulai membuka suara. Suara yang begitu dingin, mendominasi dan tegas.
"Berapa banyak dari kalian yang tahu bahwa ada kejahatan yang terjadi di Mall Rubby?"
"Apa ada yang terjadi?" sahut salah satu pihak menejemen Mall Rubby.
"Aku tidak diberi tahu apa-apa," sambung pihak menejemen yang lain.
Prang...
Cangkir kopi yang dipegang Revandra dilemparkannya ke hadapan para pihak menejemen Mall, lalu dengan begitu marahnya Revandra berteriak di hadapan mereka.
"Luar biasa! Seseorang hampir saja meninggal di Mall. Tetapi tidak ada yang tahu, karena kalian tidak tahu apa-apa, kenapa kalian tidak pergi saja?" kata Revandra.
"Presdir Revan, kami memang salah dalam hal ini. Kesadaran kami dalam keamanan Mall kurang kuat dan menejemen kami tidak ketat. Nantinya -," belum juga pihak menejemen itu melanjutkan kata-katanya, Revandra sudah memotongnya dengan suara tegas dan penuh penekanan.
"Tidak ada nanti! Kalian semua dipecat."
"Presdir Revan, kami semua adalah karyawan lama, untuk kami dipecat dalam umur setua ini -, kami punya orangtua dan anak-anak yang perlu diurus," sahut salah satu pihak menejemen yang tidak terima Revandra memecatnya.
Revandra berdiri dengan amarahnya yang meluap-luap, lalu meletakkan tangannya di meja. Tatapanya seolah ingin melahap semua yang ada di depannya.
"Apa kalian pikir aku melakukan program amal?" Bentak Revandra
"Presedir Revan, ini tidak adil. Anda memecat begitu banyak karyawan hanya karena masalah sekecil ini? Tidak akan ada orang yang berani bekerja di perusahaan Anda di masa depan," jawab pihak menejemen Mall, yang membuat Revandra semakin bertambah amarhnya. Lelaki dewasa itu langsung menghantam meja dengan kedua tanganya dan menatap para pihak menejemen Mall dengan tatapan membunuh.
"Putriku, putri Revandra Gramentha! Tidak hanya dianiaya oleh seseorang, dia juga hampir saja kehilangan nyawanya. Apa kalian mengatakan ini adalah hal kecil? Kurang ajar," kata Revandra.
"Apa?" serentak para pihak menejemen Mall terkejut dan langsung menjadi takut.
"Kalian semua pergi dari sini," titah Revandra mengusir semua pihak menejemen Mall setelah memecatnya.
"Baik, Prresdir."
Setelah para pihak menejemen berlalu, Revandra kembali duduk di sofa dengan kaki yang disilang si antara lututnya, baru fia menatap beberapa orang yang duduk berlutut di lantai dengan tangan mereka diikat di belakang punggung masing-masing, lalu teman si botak itu memberikan penjelasan bawha kedua wanita itulah yang menyuruh mereka melakukannya pada Aliya. Keduanya juga membayar si botak dan temannya dengan sejumlah uang.
"Kalian berdua adalah karyawan dari perusahaan Gramenta?" tanya Revandra dingin.
Salah satu wanita itu hendak menjawab. Namun, sesuatu terbersit dipikirannya. 'Kalau aku bisa merayu presdir Revan, mungkin situasinya tidak akan seperti ini,' pikir wanita itu hendak merayu Revandra.
"Presdir Revan, sebenarnya aku -,"
"Diamlah!. Aku tidak ingin melihat wajahmu yang sangat menjijikan itu," bentak Revandra. Lelaki dewasa itu kemudian memberitahu pada kedua wanita itu kalau dirinya memang tidak main tangan dengan wanita sebelumnya. Tapi, dia juga tidak berncana melepaskan kedua wanita itu. Revandra kemudian meminta pelayannya untuk menyerahkan si botak dan temanya ke kantor polisi, dan untuk kedua wanita itu. "Hitung berapa banyak kerugian yang didapat putriku hari ini. Biarkan mereka membayar kompensasinya, baru lemparkan juga mereka ke kantor polisi," titah Revandra kemudian.
Kepala pelayan mulai menghitung kerugian yang didapatkan Aliya.
"Ini adalah terusan mewah dari salah satu merek mewah AAED, dan ini di buat khusus untuk nona Aliya oleh desainer merek tersebut. Harganya lima ratus dua puluh sembilan juta, dan tas edisi terbatas ini, seharga lima ratus juta, jadi totalnya adalah satu melliar dua puluh sembilan juta. Kalian berdua bayar kerusakannya sebelum kalian ke kantor polisi," jelas pelayan itu.
Mendengar harga barang-barang yang dipakai Aliya tadi, kedua wanita itu terkejut bukan main, mereka berdua langsung dilanda kepanikan dan ketakutan.
"Apa? Satu miliar lebih? Tapi kami tidak punya uang sebanyak itu," tanya salah satu wanita itu.
"Baiklah ... kalau begitu kami bisa meminta pengadilan untuk memberi hukuman yang pantas dan menyita properti kalian, lalu memelelangnya untuk membayar kerugian mona Aliya," jawab kepala pelayan itu.
Revandra yang sejak tadi hanya mendengarkan pelayannya, dia menatap ke arah kedua orang yang sejak tadi hanya diam.
"Lalu siapa kalian?" tanya Revandra.
******