Hari itu, Revandra bersama sekertarisnya Alin mengantar Aliya ke tempat les menari, seperti yang Aliya minta kemarin. Sesuai janjinya, Revandra mencarikan tempat menari yang berkualitas tinggi, yang ada di mall Rubby lantai atas Mall Rubby adalah salah satu mall yang ada di bawah naungan Gramantha Grup milik Revandra.
Gramntha Grup sendiri adalah perusahaan yang diwariskan kepada Revandra dari kedua orangtuanya sebelum meninggal, Gramantha Grup berkembang pesat di tangan Revandra dan memiliki banyak anak perusahaan di berbagai bidang. Bisnisnya juga berkembang di negri asing.
"Alin, tolong kau temani Aliya untuk latihan les menari."
"Baik, Presdir," jawab Alin hormat.
"Aliya, hari ini kamu sama sekertaris Alin tidak apa-apa kan? Ayah ada urusan mendadak di perusahaan," kata Revandra, lalu memeluk dan mencium lembut pipi putrinya itu.
"Baik, Ayah."
"Okey, Sayang."
Sebentar, Revandra berlalu. Beberapa menit, Aliya dan sekertaris Alin sudah berada di lantai atas mall rubby. Keduanya langsung menuju ke bagian resepsionis.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya salah satu pegawa resepsionis ruang les menari.
"Aku mau daftar les menari. Boleh?" tanya Aliya tersenyum hangat.
"Maaf, Nona. Hanya pengunjung VIP yang bisa daftar di sini. Apakah Nona punya kartu VIP?"
Aliya tampak bingung, dia tidak mengerti apa maksud dari pegawai resepsionis itu. Sekertaris Alin yabv melihat Aliya seperti sedang kebingungan itu langsung berbisik ke telinga gadis cantik itu. Sekertaris Alin meminta agar kartu yang diberika Revandra tadi harus ditunjukan untuk mendaftar les menari.
"Maksud kamu ini?" tanya Aliya mengeluarkan sebuah blac card exspres. Seketika resepsionis itu terkejut melihat kartu yang ada di tangan Aliya. Bagaimana tidak, kartu itu hanya ada tiga di negara ini. Salah satunya ada di tangan Revandra, pemilik perusahaan Gramentha Grup. Berbeda dari black card biasa, black card expres ini memiliki banyak keunggulan dibanding black card biasa. "Jadi apa saya bisa mendaftar? Saya Aliya,"
"Oo ... maaf, Nona Aliya. Saya tidak mengenali anda. Anda tidak harus daftar. Nona bisa datang kapan saja sesuai keinginan, Nona Aliya," kata pegawai resepsionis itu seperti berhamba kepada Aliya.
Semua karyawan perusahaan tahu kalau Revandra memiliki putri semata wayang yang bernama Aliya. Namun, resepsionis itu tidak menyangka bahwa Aliya begitu cantik. 'Pantas saja presdir Revan memanjakan putrinya, toh putrinya secantik ini,' pikir pegawai resepsionis itu memuji Aliya.
Sebentar setelah resepsionis mempersilahkan Aliya masuk, gadis itu tiba-tiba ingin ke toilet. Dan ketika dia sudah berada di toilet, Saat di toilet, dia tidak sengaja mendengarkan dua wanita yang sedang berbicara satu sama lain.
"Hei, lihat ini. Aku diam-diam mengambil foto presdir Revan hari ini. Oh, begitu tampannya," kata salah satu wanita itu.
"Lihat postur tubuhnya yang sempurna, aku harap aku bisa melihatnya tanpa pakaian," kata wanita yang satunya lagi dengan sikap centilnya.
"Berbaring di sebelahnya dan mengoyak tubuhnya adalah impin semua wanita. Tapi, sayang sekali perhatiannya hanya tertuju pada putrinya yang aku sendiripun tak tau siapa ibu putrinya itu. Atau mungkin saja presdir mengadopsinya karna kasihan?"
"Andai saja putrinya itu tidak ada, aku dengan senang hati melebarkan kakiku untuknya."
Aliya yang sudah tidak tahan mendengar ocehan-ocehan itu menghampiri kedua wanitabyang sedang membicarakan Revabdra. Aliya merampas ponsel yang di dalamnya terdapat foto Revandra, baru kemudian melemparkannya hingga ponsel itu rusak.
"Berani sekali kau merusak ponselku! Ayo ganti rugi," kata wanita yang ponselnya di rampas oleh Aliya.
"Ganti rugi? Mimpi saja!" ujar Aliya. Gadis itu mengambil ember yang berisi air sisa mengepel lantai toilet, lalu menyiramnya ke wajah kedua wanita itu, bahkan Aliya memukuli mereka tanpa ampun. Setelah puas, Aliya meninggalkan kedua wanita yang sudah berantakan itu, baru kembali ke ruangan les. Ketika Aliya memasuki ruangan itu, semua mata langsung tertuju padanya.
"Cepat lihat, gadis itu sangat cantik."
"Wow ... elegan sekali."
"Iya, cantik sekali."
Ucap kagum para pengunjung ketika melihat Aliya. Lalu seorang instruktur pria di tempat itu bahkan terpesona akan kecantikan Aliya. Dia menghapiri gadis itu dan langsung saja mengajarinya menari. Aliya juga berkenalan dengan gadis yang sedikit lebih tua darinya, namanya Bella. Setelah les menari selesai, instruktur mengajak Aliya dan Bella untuk makan di Magic Cook Restaurant yang ada di lantai tiga mall Rubby.
"Pesan apapun yang kalian inginkan, aku juga akan mentraktir kalian 10 botol wine," kata instruktur tari itu. Maka dengan senang hati, Aliya yang memang terbiasa dengan makanan-makanan mahal memesan banyak sekali makanan. Membuat instruktur itu terkejut. 'Sial! gadis ini akan merobek kntongku. Makanan yang dipesannya sama dengan gajiku dua bulan,' pikir instruktur tari itu.
Beberapa menit menunggu, pesanan pun datang. Tanpa membuang waktu, Aliya langsung menyantap hidangan di depannya. Di sela aktivitas makannya, tiba-tiba Revandra menelepon menanyakan di mana Aliya berada. Gadis itu memberitahu kalau saat ini dia sedang makan di Magic Cook Restaurant yang ada di lantai tiga mall rubby. Revandra mengakhiri panggilan setelah mengatakan kalau dia akan menjemput Aliya.
Setelah panggilan telepon Revandra berakhir, Aliya kembali melanjutkan aktivitas makannya. Namun, di sela makan, Aliya terkejut dengan kedatangan dua wanita berseragam senam.
"Itu dia wanita yang kumaksud," kata seorang wanita menuding ke arah Aliya. Dia adalah wanita yang tadi dipukuli oleh Aliya. Karena merasa tidak terima, dia memanggil preman untuk membalas perbuatan Aliya terhadapnya.
"Ya, dia yang menyerang kami sampai seperti ini," lanjut wanita yang satu lagi sambil menuding ke arah Aliya.
Preman itu melangkah mendekati Aliya, lalu memakinya. Tidak tahan dengan makian seperti itu, Aliya mengabil botol wine dan langsung menghantam kepala preman yang botak itu sampai bercucuran darah.
"Siapa kau? Ayahku saja tidak pernah memarahiku," kata Aliya beriak. Dia begitu geram. Sedangkan kepala si botak itu sudah terluka. Emosinya langsung berkobar, dia merobek baju Aliya sampai pakaian dalam gadis itu terlihat. Tidak cukup samapi disitu, si botak juga menampar Aliya begitu keras, hingga tubuh gadis itu jatuh tersungkur ke lantai.
"Gadis sialan!" maki si botak itu.
Aliya menagis kesakitan, lalu si botak meraih sebdok garpu. Diarahkannya sendok garpu itu ke bagian leher Aliya dan hendak menusuknya.
"Berani sekali kau memukulku. Apa kau tau siapa ayahku?" ucap Aliya. Gadis itu sudah bercucuran air mata.
"Siapa ayahmu?" tanya si botak.
"Revandra, Revandra Gramentha," jawab Aliya. Nada suaranya bergetar. Namun, si botak tidak takut sedikit pun. Melainkan dia tertawa terbahak-bahak seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alita.
"Jika kau adalah anak Revandra Gramentha, maka aku adalah adiknya," kata si botak sambil tertawa dan terus merobek baju Aliya. Tidak lupa dia berteriak kepada temannya. "Kau yang di sana berjaga di pintu, jangan biarkan siapapun masuk sebelum aku membereskannya," titah si botak itu lagi kepada temannya.
Restaurant saat ini memang sepi hingga tidak ada yang bisa menolong Aliya. Sehingga si botak itu terus saja memukuli Aliya. Sampai gadis itu terbaring di lantai lantran sudah tidak kuasa menahan rasa sakit di wajahnya, akibat tamparan berulang kali yang didapatkannya. Si botak itu bahkan menusuk leher Aliya dengan garpu.
"Siapa yang berani menyentuhnya?"
Tiba-tiba sebuah suara tegas yang datang dari arah pintu. Pemilik suara adalah Revandra. Lelaki dewasa itu berjalan dengan kobar api amarahnya, membuat kedua wanita yang memanggil preman itu ketakutan dan hendak melarikan diri. "Semuanya berhenti di situ! Jangan ada yang bergerak," titah Revandra tegas.
"Siap yang berani menggaguku memberi pelajaran pada gadis ini?" teriak si botak.
Buak...
Sebuah hantama kursi mendarat di kepala si botak itu, lalu Revandra beralih mengecek keadaan putrinya, betapa terkejutnya lelaki dewasa itu ketika dia mendapati pipi Aliya yang sudah mebengkak. Lebih terkejut lagi ketika dia melihat sebuah bekas tusukan garpu di leher gadis itu. Amarahnya tambah berkobar. 'Sial! jika saja aku datang lebih telat sedikit, garpu itu sudah akan menusuk leher cantik putriku,' gerutu Revandra dalam hati.
"Tidak bisa dimaafkan," ucap Revandra mengabil botol wine di meja, lalu menghantamkan ke kepala pria botak itu.
"Cepat panggil polisi ... ada seseorang yang mau membunuh," jerit pria botak kepada temannya. Akan tetapi, baru saja temannya hendak menelpon petugas kepolisian, Revandra merampas ponsel itu, lalu menekan tombol ponsel.
"Jika kau ingin menelepon polisi, maka aku akan membantumu," kata Revandra.
"Halo! Ini kantor pusat kepolisian. Ada yang bisa kami bantu?" jawab seorang petugas di ujung telepon.
"Mall Rubby lantai tiga di Magic Cook Restaurat, ada seorang pria yang mencoba melakukan pembunuhan," kata Revandra.
Mendengar perkataan Revandra, si botak dan kedua wanita yang memanggilnya bertambah ketakutan.
"Presdir Revan, kalau seseorang benar-benar mati di sini, itu tidak bagus kan?" kata salah satu wanita itu. Namun, Revandra tidak menghiraukannya. Dia kembali pada si botak dan memukulinya berulang kali.
"Tangan mana yang kau pakai untuk menyerang putriku?" tanya Revandra tegas.
"Jadi kau benar Presdir Revan? Gadis itu benar-benar adalah anakmu. Presdir Revan, maafkan saya. Saya tidak bermaksud me -," belum juga kata-katanya selesai Revandra sudah menancapkan pisau yang digunakan untuk mengiris steak ke tangan si botak, yang sudah tidak mampu untuk berdiri, serasa semua persendian tulangnya putus akibat hantaman dari Revandra.
Brak...
"Polisi, semuanya angkat tangan dan jangan bergerak."
Rupanya polisi berdatangangan ke tempat itu.
"Presedir Revan," sapa salah seorang polisi yang hadir di tempat itu.
"Emm ...." Hanya suara itu yang terdengar oleh polisi, yang menyapa Revandra. Baru lelaki itu menjemput Aliya, yang sedari tadi hanya menagis karena masih syhok. Revandra melepas jasnya, lalu membalutkan ke tubuh Aliya yang sudah hampir telanjang. "Aliya, semuanya akan baik-baik saja, Aku sudah di sini. Ayo! Kita pulang," ucap Revandra, lalu menggendong Aliya. baru akhinya gadis itu berhenti menagis. Tetapi masih terisak menahan sakit di pipinya.
******