Chapter 8 - Batangan Emas (4)

Saat dering berlalu dan kegelapan seperti biji wijen memudar, Xue Xian merasa ada yang tidak beres—

Di bawahnya ada lantai yang dilapisi batu biru, dimana lumut hijau gelap dengan mudahnya terhapus hanya dengan sedikit gerakan jarinya. Dia mendarat di lantai dan Si Botak yang membawanya di antara jari-jarinya telah menghilang.

Bukan hanya Si Botak. Dia berbalik dan melihat sekelilingnya untuk memastikan bahwa Penasihat Liu juga ikut menghilang. Setidaknya kediaman di belakangnya masih ada, tetapi ambang pintunya dipenuhi dengan ukiran yang lengkap dan rumit. Ini jelas bukan tempat Si Bodoh Liu Chong tinggal. Tentu saja, dia tidak berharap Jiang Shining dan yang lainnya tiba-tiba muncul di kediaman itu.

Nyatanya, tempat ini sangat sunyi. Bahkan bisikan sekecil apa pun tidak terdengar, seperti di kediaman besar tak berpenghuni dengan banyak rumah dan halaman, tapi tetap saja hening.

"Dimana ini?" Gumam Xue Xian.

Kesulitannya saat ini agak mengkhawatirkan. Jika orang lain belum juga dipindahkan ke tempat sunyi ini, mereka setidaknya bisa berkeliling untuk melihat seperti apa tempat ini. Tapi Xue Xian tidak bisa. Seorang setengah lumpuh seperti dia tidak bisa berjalan.

Xue-daye*, yang saat ini berada dalam wujud manusia kertas, meregangkan, menghaluskan kerutan di tubuhnya. Dengan kedua tangan di atas lantai, dia memiringkan kepalanya dan mulai mengagumi pemandangan itu—

*大爷 (daye) cara yang egois untuk memanggil dirinya sendiri (menganggap dirinya agung)

Selain ruangan di belakangnya, di sebelah kiri tembok ada tanaman merambat tua dan pohon rindang yang cabang-cabangnya mencapai tembok. Di sebelah kanan ada koridor dan tembok halaman. Melalui pintu sempit dia hampir tidak bisa melihat taman kecil di dalam kediaman tersebut.

Hanya dari sudut pandang ini dapat disimpulkan bahwa kediaman ini cukup besar dan didekorasi dengan cermat. Tapi agak membingungkan ketika tidak ada bayangan sama sekali di kediaman yang besar itu.

Hal baiknya adalah Xue Xian merupakan orang yang bisa merobek langit sebelumnya. Baginya, bahkan pemandangan seperti ini jauh lebih mengkhawatirkan daripada mengganggu. Dia hanya harus sedikit lebih berhati-hati dengan itu.

"Depan adalah Barat, belakang adalah Selatan…" Dia tidak hanya mengagumi pemandangan tanpa tujuan. Xue Xian melihat sekeliling dan secara kasar menentukan lokasinya berdasarkan pertumbuhan lumut di lantai batu biru, arah tanaman rambat tua, dan arah kediaman.

Jika tidak salah, dia sekarang berada di sudut Timur Laut kediaman itu.

Sudut timur laut…

Xue Xian menarik napas dalam-dalam. "Terlihat tidak asing…"

Jika dia masih berada di kediaman Penasihat Liu, sudut timur laut akan menjadi ruangan tempat tinggal putra bungsunya, Liu Jin, yang hampir tenggelam.

Dering yang dia dengar sebelumnya sepertinya datang dari arah sini.

Apa yang dia cari, ada di sini juga?!

Xue Xian melompat, duduk dan mendengarkan dengan terengah-engah. Tapi tidak ada suara sama sekali, abaikan dering aneh itu.

Dia menggosok sepetak lumut yang ada di depannya dan mengerutkan bibirnya dengan jijik, sehingga dia berbaring datar di tanah itu. Sekarang dia akhirnya dia bisa mendengar gerakan kecil. Namun anehnya, gerakan tersebut terkadang tiba-tiba mendekat, terkadang tiba-tiba menjauh, dan tidak memiliki titik tetap sama sekali.

Selain itu, perubahan ini sangat cerdik sehingga hampir tidak mungkin untuk mendeteksi gangguan sekecil apa pun. Caranya menggoda Xue Xian membuatnya kesal, amarahnya mendidih sesaat setelah mendengarkan. Dia hanya ingin segera membalikkan tanah, menancapkan sebilah pisau ke dalamnya, dan mengacaukannya.

Sayangnya, dia tidak bisa membalikkan apa pun yang dia inginkan dengan tubuh kertas bodoh ini.

Sesaat dia merasa sedikit gelisah, hembusan angin kecil bertiup melewati jendela di bawah dinding. Meskipun angin di musim dingin cukup lemah, tapi masih memiliki kekuatan. Xue Xian biasanya mengandalkan angin untuk berpindah tempat dan tentu saja dia tidak melewatkan kesempatan ini. Dia segera merentangkan tubuh kertasnya dan mengejar angin itu.

Xue Xian mengambil kesempatan itu, meraih sulur tanaman rambat, lalu melayang ke pohon rindang dalam beberapa gerakan.

Pohon itu memiliki batang yang lurus dan tidak memiliki terlalu banyak cabang, kecuali yang menjulur ke luar tembok. Dengan demikian, angin itu telah kehilangan kegunaannya.

Kertas ringan dan tipis. Tidak hanya mudah tertiup, tetapi juga tidak dapat memberikan sudut pandang yang baik.

Karena itu, Xue Xian melakukan trik yang luar biasa, berubah menjadi manusia, kembali ke bentuk aslinya di tengah angin sepoi-sepoi. Satu tangan berpegangan batang pohon, satu tangan yang lain di cabang, dia duduk dengan stabil di dinding.

Di bawah sorotan cahaya, alis dan matanya menjadi lebih jelas, semakin tampan. Sepasang mata hitam legam berkilauan seperti dua genangan air yang dingin, tajam tak terkendali di bawah kabut tipis.

Hal pertama kali yang dia lakukan setelah duduk adalah melihat ke luar dinding halaman.

Setelah melihatnya, Xue Xian berbalik, wajahnya tanpa ekspresi. Dia melihat ke dalam halaman sejenak, lalu melihat ke luar lagi.

Setelah melalui banyak rintangan, retakan garis halus muncul di antara ekspresi Xue Xian, seperti porselen putih yang pecah karena kedinginan.

"..."

Mengapa semuanya terlihat sama?

Xue Xian menganggap itu lucu.

Jika dia benar, dia mungkin mengalami Astraying Ghost*

*Fenomena paranormal yang membuat kalian terjebak di tempat yang sama, tidak bisa berpindah dari tempat itu.

Baru pertama kalinya dia mengalami fenomena seperti ini.

Tapi itu tidak terjadi tanpa alasan. Pasti ada sesuatu yang memicunya. Xue Xian memikirkan kejadian sebelumnya, satu-satunya hal yang bisa dia ingat adalah "Rangkaian Sungai Mengalir Ke Laut" yang dikatakan Xuan Min sebelumnya.

Apakah ada sesuatu yang menyebabkan rangkaian fengshui itu kacau dan menjadi gila dengan sendirinya, menelan semua ke dalamnya?

Jadi, kediaman ini benar-benar sunyi karena Astraying Ghost? Atau dia ditinggal sendirian?

Meskipun pemandangan dari atas dinding lebih luas dari lantai batu biru, tetap saja tidak lebih baik. Kediaman itu dikelilingi sejumlah dinding api ketinggian yang berbeda-beda, yang sebagian besar menghalangi pandangan. Xue Xian hanya bisa melihat lantai batu biru dan pintu sempit yang belum tentu bisa dia lewati.

Dia melihat pintu sempit yang ada di keempat arah, melirik ke arah dinding dengan ketinggian yang berbeda-beda dan mengambil keputusan.

Terkena dampak Astraying Ghost* di kediaman tak bergerak seperti ini, seseorang harus menemukan delapan gerbang pertahanan jika ingin memecahkan rangkaian ini.

Gerbang Permulaan, Gerbang Pemberhentian, Gerbang Kehidupan, Gerbang Kesakitan, Gerbang Memutuskan, Gerbang Pencerahan, Gerbang Ketakutan, dan Gerbang Kematian. Setiap gerbang memiliki variabelnya sendiri. Jika seseorang masuk ke gerbang yang salah, mereka dianggap beruntung terjebak di rangkaian ini selamanya. Karena kemungkinan yang lain adalah terluka, atau lebih buruk lagi, mati.

Kediaman ini dikelilingi empat sisi, yang masing-masing juga dikelilingi empat sisi. Ke-delapan gerbang tersebut juga merupakan bagian dari struktur yang mengepung masing-masing kediaman, jadi membutuhkan lebih banyak tenaga untuk memecahkannya.

Identitas Xue Xian berbeda dengan orang biasa. Dia tidak pernah berusaha keras untuk mencoba menyelesaikan sesuatu. Di masa lalu, hal-hal seperti ini juga tidak mempengaruhinya sama sekali. Dia tidak bisa berpikir bahwa suatu hari hal seperti ini akan terjadi padanya saat dia lumpuh dan menderita oleh Astraying Ghost*.

Jadi, daripada harus duduk di sini dan mencari tahu di mana Gerbang Kehidupan atau Gerbang Kematian, dia lebih memilih dua bilah pisau dan cepat mengakhiri dirinya sendiri.

"Membuatku menyeret kedua kakiku yang lumpuh dan pergi mencari mereka, hah?" Xue Xian mencemooh dan berpikir, Kenapa aku begitu membenci diriku sendiri?

Dia terbiasa bangga pada dirinya sendiri dan mempertahankan harga dirinya daripada menyiksa diri sendiri kecuali memang jika tidak ada pilihan lain. Jika dia benar-benar tidak punya pilihan lain…dia lebih baik mati.

Angin di kediaman yang bobrok ini sangat lemah sehingga tidak mungkin meminjam kekuatan dari manapun. Bahkan jika dia bisa menemukan jalan keluar, bagaimana dia sampai ke sana? Merangkak sedikit demi sedikit?

Xue Xian merasa giginya ngilu hanya dengan membayangkannya.

Bermimpilah! Siapapun dipersilahkan untuk merangkak tapi bukan dia!

Xue Xian bersandar pada batang pohon, menggigit ujung lidahnya, lalu berpikir. Kemudian, dia mengulurkan tangannya ke arah kantong bajunya yang tersembunyi dan mengeluarkan selembar kertas kuning.

Kertas kuning itu sedikit kusut, dengan banyak lipatan. Benda ini belum pernah melihat hari yang baik sejak jatuh ke tangan Xue Xian. Xue Xian sedikit membencinya, menggunakan kedua jarinya untuk memegang ujung kertas dan menggoyangkannya. Yang bisa dilihat hanyalah coretan yang hampir tidak bisa dikenali siapapun.

Tetapi Xue Xian bisa.

Dia mendapatkannya dari seorang peramal Taoist saat melewati Ibu Kota Raozhou.

Pendeta Tao itu memiliki dua kumis diagonal, memakai mahkota yang compang-camping, dan memiliki bekas luka berwarna hijau di matanya yang mungkin merupakan tanda lahir atau bekas kena pukul. Kiosnya berada di dekat tepi jembatan, setiap hari dia menjual jimat yang tak terhitung jumlahnya, yang dibuatnya dengan ramalannya sendiri. Dia juga pria yang lucu. Jika seseorang ingin menjual jimat, setidaknya mereka harus belajar menulis kata-kata yang bisa membodohi orang. Tetapi pendeta Tao tua ini membawa banyak jimat yang digambar dengan kata-kata yang tidak dapat dipahami, tanpa merasa malu atau takut tidak dapat menjualnya.

Xue Xian berlama-lama di kios ramalannya selama beberapa hari dan menutupi jimat yang digambar oleh Pendeta Tao itu. Sebagian besar hanya bisa digunakan untuk dekorasi. Hanya sedikit yang digambar dengan benar dan dapat digunakan untuk tujuan kecil.

Tetap saja, hanya untuk tujuan kecil.

Contohnya, jika sebuah jimat yang seharusnya untuk ritual pengusiran hantu, kenyataannya, jimat itu hanya bisa menyingkirkan hama; jika sebuah jimat yang seharusnya untuk perpanjangan umur, kenyataannya, jimat itu hanya bisa menyingkirkan hambatan kecil kehidupan.

Yang sedang dipegang oleh Xue Xian digambar oleh Pendeta Tao itu.

"Semoga Raja Naga dari Selatan turun dari awan yang bergemuruh." Xue Xian menyipitkan matanya, dan dengan malas membaca kata-kata dari jimat itu. Kata-kata ini digambar lebih dari 800 kali dan tampak seperti cacing tanah yang menggeliat. Suatu keajaiban dia masih bisa mengingatnya.

Hanya dengan membaca isinya, jimat ini mungkin bisa memanggil petir. Dia tidak bisa tidak memikirkan betapa bosannya Pendeta Tao itu sampai-sampai dia membuat sesuatu seperti ini.

Meskipun itu dikatakan bisa memanggil petir, dengan penampilannya yang kusut, jimat itu tidak bisa benar-benar memanggil siapapun Sang Raja Naga dari Selatan. Paling-paling, hanya bisa memanggil dua gumpalan awan untuk memberi sedikit naungan terhadap matahari. Tapi hal yang sama tidak akan terjadi dengan jimat di tangan Xue Xian.

Karena, Sang Raja Naga dari Selatan, bukan karena sombong, orang itu tidak lain adalah Xue Xian.

Dia mengeluarkan botol porselen kecil dari bajunya, membuka tutupnya dan bau amis yang aneh tercium di udara.

Xue Xian mengerutkan alis. Meskipun itu adalah darahnya sendiri, baunya masih jauh dari kata harum.

Dia meratakan jimat di telapak tangannya, meneteskan setetes darahnya dari botol porselen. Tetesan darah itu dengan cepat meresap ke dalam jimat.

Xue Xian menyimpan botol porselen itu lalu melemparkan jimat tersebut.

Sesaat jimat itu terlepas dari tangannya, bagian tengah noda darah terbakar dan menjadi abu dalam sekejap.

Tiba-tiba angin mulai menderu, lalu gumpalan awan tebal bergulung melintasi langit.

Langit menghitam seolah-olah seseorang telah menuangkan tinta di atasnya. Jaring laba-laba seterang salju jatuh dari langit, dan suara ledakan petir menghantam tanah seolah-olah tepat di samping telinga.

Petir itu telah menyentuh batas rangkaian atau mengguncangkan dasarnya.

Cahaya zig-zag jatuh dengan suara seperti pegunungan yang terbelah.

Xue Xian duduk di dinding di sebelah pohon tua dan menatap tanpa berkedip bahkan saat petir menyambar tanah tepat di depannya dan menghancurkan batu biru yang berat itu menjadi debu.

Seluruh kediaman berguncang, cukup lama, hingga akhirnya berangsur-angsur menjadi tenang kembali.

Petir yang mengguncang langit dan bumi setidaknya telah membuka celah sempit kecil di suatu tempat di rangkaian ini. Kediaman yang sunyi sekarang memiliki lintasan udara keluar. Bisikan samar mulai muncul dari tempat itu, segera menyelimuti seluruh kediaman.

Tentu saja, dia bukan satu-satunya yang ada di kediaman ini.

Sisanya juga seharusnya tertelan ke dalam rangkaian, tetapi terjebak di sudut dan tidak menyadarinya.

Xue Xian dengan santai menarik sulur tanaman rambat tua di sebelahnya, melilitkannya di jari-jarinya, lalu bersandar pada batang pohon. Dia memejamkan mata, mendengarkan suara-suara dari celah, dan mencoba menemukan suara tertentu di tengah-tengah suara yang tidak penting.

Sesaat kemudian, dia seperti mendengar sesuatu…

Sebuah lonceng?

"Bukan…" Xue Xian mendecak sambil mengerutkan kening.

Suaranya samar di tengah rintihan angin yang seakan bergema di kejauhan atau mungkin suaranya terbentang oleh celah yang sempit.

Terdengar seperti lonceng tembaga yang sering digantung di gerobak sapi tapi sangat berbeda.

Lonceng tembaga…

Koin tembaga?

Sekarang setelah dia ingat, suaranya menjadi lebih jelas, sangat mirip seperti gemerincing dari beberapa koin tembaga yang sesekali bertabrakan.

"..." Xue Xian membuka matanya, wajahnya tanpa ekspresi. Dengan suara yang terdengar, beberapa sulur yang melilit tangannya patah menjadi dua.

Segera, gemerincing koin tembaga datang mendekat.

Mendengarkan suara gemerincing itu, seolah-olah suaranya berasal dari luar dinding.

Pintu sempit di ujung koridor mengeluarkan bunyi berdecit. Xue Xian menatapnya setelah menghancurkan sulur tanaman rambat itu.

Seorang biksu muda berpakaian linen putih dengan tenang berjalan melewati dinding.

Hanya dengan melihat kain putih dia kenakan di musim dingin itu membuat tulang punggung Xue Xian merinding. Seolah-olah lapisan udara dingin menyelimuti pakaian tipis itu. Xuan Min berhenti di kaki tembok dan menggantungkan kembali untaian koin tembaga ke pinggangnya, Xue Xian menyadari bahwa Si Botak ini tidak pernah mengeluarkan suara saat dia berjalan.

Jadi…gemerincing koin tembaga barusan itu disengaja?

Xuan Min berdiri di dekat dinding, tatapannya tanpa ekspresi saat dia menelusuri Xue Xian.

Tanpa diragukan lagi, orang yang duduk di atas dinding itu sangat tampan, seperti pedang yang terhunus dari sarungnya. Tapi dia terlalu kurus, dan pakaian hitamnya membuat kulitnya terlihat pucat, membuatnya tampak sakit-sakitan. Ini, sekali lagi bercampur dengan ketajaman yang jelas, tampak kontradiktif dan misterius.

Ketika Xue Xian memasang wajah tanpa ekspresi, dia selalu memberikan ilusi kepada orang lain bahwa dia sangat pendiam.

Dia masih mempertahankan ekspresi itu dan menatap Xuan Min. Setelah beberapa saat, dia akhirnya memutar matanya dan bertanya, "Kenapa kau lagi…?"

Setelah mengatakan itu, dia dengan marah menghancurkan sulur yang patah menjadi bola di tangannya.

Orang ini benar-benar pantas mendapatkan pukulan karena dia tidak pernah berperilaku baik bahkan saat dia sedang duduk di atas dinding. Setelah dengan enggan melirik ke arah Xuan Min dua kali, dia melemparkan bola sulur yang hancur ke arah Xuan Min.

Xuan Min menggelengkan kepalanya, menggulung "senjata rahasia" yang dilemparkan ke telapak tangannya. "Untuk apa petir tadi?"

Xue Xian mengangkat alis. "Kau bahkan tidak akan bertanya siapa aku?"

Dia masih seonggok lumut di tanah saat Si Botak menangkapnya, lalu berubah menjadi selembar kertas tipis. Dari awal hingga akhir, dia tidak pernah menunjukkan dirinya sebagai manusia kepadanya.

Xuan Min membuka telapak tangannya dan menjaga wajahnya yang sedingin es. Telapak tangannya yang terbuka jelas meyakinkan tentang satu hal—hanya ada satu orang yang nakal seperti ini, dia bahkan masih bisa dikenali walau sudah berubah menjadi abu.

Xue Xian, "..."

Xuan Min menjatuhkan bongkahan sulur ke akar pohon tua, mengangkat kepalanya, dan kemudian kembali mengingatkan Xue Xian: "Kau masih belum menjelaskan tentang petir tadi."

Xue Xian mengatakan "oh" dan berbicara, "Bukan apa-apa. Aku hanya ingin memberitahu kalian bahwa aku disini, jadi seseorang dapat menjemputku."

Xuan Min, "..."

Petir itu sangat kuat sehingga bisa menembus langit dan bumi seolah-olah bisa mengubah kediaman Liu menjadi abu.

Pada akhirnya, itu hanyalah "decitan" sederhana di langit, sebuah sinyal bagi orang lain bahwa masih ada seseorang yang menunggu di sini.

Si Botak selalu berwajah dingin. Mendengar hal ini, wajahnya menunjukkan tanda-tanda retak.

Xue Xian terhibur dengan ekspresinya, lalu tersenyum santai. "Hmm. Kau datang ke sini mengikuti petir? Yah, setidaknya tidak sia-sia. Ada baiknya kau datang dengan cepat, Aku hanya berpikir, haruskah aku melakukannya lagi."

Terdiam, Xuan Min menatapnya sejenak dan berbicara dengan dingin, "Kalau begitu, tidak perlu mencari delapan gerbang. Jadilah abu, kau bahkan bisa menghemat uang untuk membeli peti mati."

"Bagaimana bisa biksu sepertimu mengungkit uang semudah ini?! Kau bot—" Xue Xian memalingkan wajahnya, menelan kata "-tak", dan berbicara dengan serius, "tidak takut menghina Sang Buddha?"

Xuan Min, "..."

Si Bibit Keji ini, baru saja mengirim petir dari langit, berani mengatakannya.

"Sudahkah kau menemukan delapan gerbang yang kau sebutkan sebelumnya?" Tanya Xue Xian. "Begitu kau menemukannya, segalanya menjadi lebih mudah. Bawa saja aku. Kalau masih belum ketemu, jangan takut akan disambar petir sekali lagi. Aku akan menemukan cara memanggil petir lainnya. Mungkin kali ini aku bisa memecahkan rangkaian ini secara langsung."

Itulah yang dia katakan, tapi di kepalanya, dia berpikir, Botak, sebaiknya kau memberitahuku bahwa kau sudah menemukannya. Aku hanya memiliki satu jimat petir, dan sudah aku gunakan sebelumnya.

Untungnya, Xuan Min tidak mengecewakannya. Dia mengangguk dan berkata: "Kau bisa turun sekarang."

Kemudian dia berbalik dan berjalan pergi.

Jubah linen putih Biksu itu tersapu seperti awan, dia sudah menjauh hanya dengan beberapa langkah.

Namun, langkah Xuan Min terhenti dan kemudian menatap Xue Xian, yang sedikitpun belum bergerak.

Dia menepuk sepasang kakinya dan berbicara dengan lantang, "Kaki ini lumpuh, aku tidak bisa berjalan."

Xuan Min mengerutkan kening. Berpikir pria ini sedang bermain-main, dia menjawab dengan dingin. "Kau bibit keji sangat gesit sebelumnya…"

Membalikkan kerah pelayan dalam dua atau tiga gerakan, betapa gesitnya kau.

"…" Xue Xian mencibir, "Kupikir kau buta, Botak. Apakah aku menggunakan kakiku sendiri untuk bergerak? Itu adalah kaki pelayan yang aku pinjam."

Untuk sesaat, Si Botak, yang tidak mengerti apa-apa tentang cara dunia bekerja, bertukar pandang dengan bibit keji yang nakal itu. Akhirnya, melihat ke bawah dan kembali ke dinding.

Di bawah jubah hitam yang menutupi kaki Xue Xian, garis ramping dan menonjol dari lututnya bisa terlihat. Bagi mereka yang selamanya terbaring di tempat tidur, kebanyakan dari mereka akan memiliki kaki yang kurus, tetapi Xue Xian berbeda. Dari perawakannya yang kasarnya, kakinya terlihat seperti orang biasa dan tidak terlihat seperti sepasang kaki yang lumpuh.

Xuan Min meliriknya, lalu mengulurkan tangan dan meraih pergelangan kaki Xue Xian.

Xue Xian dikejutkan dengan gerakannya. Jika bukan karena kakinya tidak bisa merasakan apapun, dia pasti sudah menendangnya.

Dimana hati nuranimu dan beri tahu aku, Apakah cakar naga adalah sesuatu yang dapat kau sentuh begitu saja?! Hah?! Kau cari mati?

Xuan Min menilai semua reaksinya — jika itu adalah orang dengan kaki yang masih berfungsi, mereka tidak akan menggerakkan tubuh bagian atasnya dan tidak menunjukkan reaksi di tubuh bagian bawahnya saat terkejut.

Jelas bahwa bibit keji ini mengatakan yang sebenarnya: kakinya lumpuh total.

Xuan Min mengangkat kepalanya, mengatupkan tangannya di depannya, dan membungkuk kepada Sang Buddha. Tangan lainnya terulur ke arah Xue Xian, telapak tangannya yang kurus dan kuat terbuka lebar. Dia berkata, "Turunlah."