Chapter 9 - Batangan Kertas (5)

Xue Xian melihat telapak tangannya dari kedua sudut matanya, lalu memperhitungkan tubuh Si Botak. Jubah Biksunya lebar, membuat Xuan Min terlihat tinggi dan langsing. Dari garis lurus punggungnya, terlihat bahwa tubuh langsing Xuan Min bukanlah tandingan siapapun dengan pola makan yang buruk saat dia tumbuh dewasa, tetapi dia masih memiliki kekuatan. Bagaimanapun, itu masih jauh dari "kuat".

Dan kemudian, Xue Xian mengangkat dagunya dengan tidak percaya. "Bisakah kau menangkapku dengan satu tangan? Siapa yang ingin kau bodohi?"

Ekspresi wajah Xuan Min masih sama, dia mengulurkan tangannya.

"Oke, jika patah itu bukan tanggung jawabku," kata Xue Xian acuh tak acuh. Dengan sepasang tangannya, dia melompat dari dinding.

Namun, begitu dia melompat, dia kembali menjadi manusia kertas. Dia beradaptasi dengan ukuran telapak tangan Xuan Min dan dengan sengaja mengubah ukuran manusia kertas itu beberapa kali, sehingga menjadi seukuran telapak tangannya. Seperti dedaunan yang jatuh dari dahan, dia mendarat di telapak tangan Xuan Min.

Seperti elang mengepakkan sayapnya.

Xuan Min, "..."

Setelah terbiasa dengan penampilan heboh si Bibit Keji ini, sungguh mengejutkan melihat dia berubah kembali menjadi wujud "mati dengan penyesalan". Meski ukurannya menyusut, manusia kertas itu masih membuat sakit mata orang yang melihatnya.

Xuan Min memalingkan muka tanpa berkata-kata. Tanpa melihat, tanpa banyak berpikir, adalah niat awalnya. Dia memasukkan kembalinya kembali ke dalam kantong di pinggangnya seperti yang dia lakukan sebelumnya. Tapi kali ini dia sedikit lebih manusiawi, membiarkan bibit keji itu menjulurkan kepalanya untuk sesekali keluar bernafas alih-alih membiarkannya tenggelam ke dasar.

Siapa sangka bahwa Si Bibit Keji itu tidak puas.

"Permisi, ganti lokasi." Nada "permisi" yang keluar dari bibir Xue Xian tidak terdengar sopan sama sekali.

Xuan Min tidak menyangka bahwa dalam rentang waktu beberapa kalimat, Bibit Keji itu sudah lupa bahwa dialah yang tertangkap dan masih merasa seolah-olah dia akan menjungkirbalikkan langit.

Adakah tahanan di luar sana yang secara terang-terangan meminta tempat tidur yang lebih tinggi?

"Di mana?" Xuan Min menunduk.

Manusia kertas itu secara alami tanpa tulang jadi dia dengan mudah membungkuk ke belakang untuk menunjukkan wajahnya sambil memutar matanya ke arah Xuan Min, menuntut, "Aku ingin naik ke bahu!"

Xuan Min, "..."

Kenapa tidak sekalian naik ke Surga saja? (Galak banget bang TT)

"Jadi sekarang kau tidak takut jatuh lagi," kata Xuan Min dengan datar.

Xue Xian menjawab tanpa ragu sedikitpun. "Apa kau membungkukkan bahumu? Apa kau melompat saat berjalan? Jika kau tidak melakukan salah satu dari kedua hal itu, bagaimana aku bisa jatuh?"

Bibit Keji ini selalu berbicara seolah-olah dia membuat alasan yang logis dan Xuan Min tidak pernah menang melawannya. Dia hanya menggelengkan kepalanya dan berkata dalam kekalahan, "Naiklah."

Ketika dia selesai berbicara, dia mengabaikan Xue Xian dan kembali berjalan.

Xue Xian menunggu di tepi kantong tetapi memperhatikan bahwa Xuan Min tidak kunjung mengulurkan tangan untuk membantunya. Dia membuka mulutnya dengan marah. "Di mana tanganmu?"

Xuan Min dengan dingin menjawab, "Naiklah sendiri."

Xue Xian, "..."

Untuk seorang daye* seperti Xue Xian, hal itu sangat memalukan untuk memanjat ke semua tempat yang tidak akan dia lakukan bahkan jika dia dipukuli sampai mati. Tapi dengan enggan dia akhirnya memanjat dengan mengandalkan kekuatan lengannya, seperti monyet yang biasa lakukan. Maka, dia mengangkat kepalanya dan memperhitungkan tinggi Si Botak. Kemudian dia merendahkan dirinya, menjulurkan sepasang cakar naganya, lalu mengaitkannya ke jubah biksu Si Botak.

*daye: cara yang untuk menyebut dirinya sendiri

Jubah Biksu Xuan Min memiliki tekstur yang aneh. Tidak seperti linen mentah ataupun linen matang. Jubah itu tidak dikerjakan dengan halus, tetapi agak lembut. Direndam menjadi seputih salju, seolah-olah debu atau kotoran tidak dapat menodainya. Singkatnya, jubah ini bukanlah sesuatu yang biasanya dikenakan oleh biksu biasa.

Dan…ada bau yang tidak biasa.

Seperti hutan pinus yang baru saja diselimuti oleh salju.

Berat manusia kertas itu sangat ringan. Dengan dua atau tiga gerakan, Xue Xian mampu memanjat langsung dari area pinggang Xuan Min ke kerah jubahnya.

Awalnya, dia akan mencapai bahu jika dia melanjutkannya sepanjang kerah dan membalik ke atas. Itu bahkan bisa dihitung sebagai jalan pintas. Tapi Xue Xian tidak mau. Dia berbaring di kerah Xuan Min, melihat dari balik bahunya dan mengangkat kepalanya.

Dari sudut matanya, dia melihat dagu Xuan Min, yang tidak akan terlihat jika dia terus memanjat.

Xue Xian beristirahat sejenak lalu bergoyang dengan kasarnya, memanjat dagunya lalu memangkas jalan dari pangkal hidungnya. Meminjam kekuatan dari alis Xuan Min, dia jatuh ke bahu dari samping, dengan sungguh-sungguh melakukan apa yang dimaksud dengan idiom "ke hidung lalu ke wajah"*.

*蹬鼻子上脸 (Dēng bízi shàng liǎn) adalah pepatah Cina yang digunakan untuk menggambarkan ketika satu orang mentolerir yang lain tetapi tidak menghargai yang lain dan terus mengambil keuntungan dari yang lain. Di sini digunakan baik secara metaforis ataupun harfiah.

Xuan Min, "..."

Temperamen yang tidak kenal takut, itu pasti bukan roh iblis kecil. Tetapi energi pada tubuh asli Xue Xian masih lemah, sehingga Xuan Min tidak dapat menentukan asal usul bibit keji ini.

Berbicara tentang tubuh asli …

Xuan Min memandang manusia kertas yang sudah duduk di bahunya, dan kemudian bertanya dengan suara yang dalam, "Kau bicara ke hantu pelajar gentayangan itu bahwa hidupmu belum berakhir."

Xue Xian menyesuaikan postur tubuhnya, lalu memilih posisi yang nyaman, duduk dengan malas dan berkata, "Benar. Itulah kenapa kau tidak punya hak untuk menangkapku."

Xuan Min tidak membalas perkataannya, tetapi bertanya lagi, "Lalu di mana tubuhmu yang asli?"

Selalu ada tongkat kayu di dunia yang sangat baik dengan kata-kata, yang dengan sengaja mengambil titik lemahmu hanya untuk ditusuk, seperti "panci yang tidak mendidih"*.

*"panci yang tidak mendidih" di sini seperti menunjukkan bahwa panci tidak berguna karena tidak akan mendidih. Ungkapan tersebut berarti menusuk bagian yang sakit atau titik lemah.

Jiang Shining adalah tongkat kayu dan begitu juga si Botak.

Di mana tubuh aslinya?

Bahkan Xue Xian sendiri tidak tahu.

Mengingat hari itu di pantai Kawasan Huameng, Provinsi Guangdong, setelah tulangnya dilucuti, hujan turun dengan deras dan ombak menerjang. Gelombang ombak menyapu dia ke laut dan dia kehilangan kesadaran karena menderita. Ketika dia akhirnya sadar kembali, dia menemukan bahwa jiwanya telah terpisah dari tubuhnya.

Tanpa dukungan jiwanya, tubuh sebesar itu tidak akan mampu mempertahankan wujud aslinya. Oleh karena itu, seperti dulu, ia menyusut menjadi bola emas.

Dia berencana untuk mendapatkan bola emas terlebih dahulu dan kemudian kembali ke tubuh aslinya setelah jiwanya pulih. Siapa yang mengira bahwa Surga akan memutuskan untuk mempermainkannya? Saat kesadarannya masih kabur, bola emas itu telah tersapu ke arah pantai oleh gelombang besar. Melalui air laut, dia bisa melihat bola emas itu diambil oleh seorang pria berpakaian nelayan.

Ketika dia sudah berhasil mendapatkan kembali kesadarannya dan ingin mengejarnya, orang itu sudah menghilang tanpa jejak.

Xue Xian dapat merasakan kemarahannya membara hanya dengan memikirkannya. Jadi, dia berkata dengan kasar, "Bukankah aku sedang mencarinya sekarang?!"

Xuan Min memandangnya lagi. Meskipun dia kehilangan tubuh aslinya, bibit keji ini terlihat mempunyai kemampuan yang cukup.

Bukannya Xue Xian tidak menganggapnya serius tetapi dibandingkan membalas dendam kepada orang yang melucuti tulangnya, masalah yang berkaitan dengan tubuh aslinya lebih sepele. Alasan kenapa dia tidak bisa menemukannya sekarang adalah karena jiwanya sudah terlanjur rusak parah, menyebabkan hubungan antara dia dan tubuh aslinya terputus. Setelah sepenuhnya pulih, dia akan dapat merasakan dimana lokasi tubuh aslinya berada. Pada saat itu, tidak perlu banyak kerja keras lagi untuk menemukannya.

Bagaimanapun, tidak mencarinya adalah suatu hal dan muncul dengan sendirinya adalah hal lain.

Xue Xian mengingat suara gemerincing yang dia dengar sebelumnya dan hanya bisa bergumam pada dirinya sendiri, "Posisi kediaman ini sedikit an—"

Sesaat setelah dia mengatakannya, Xuan Min sudah membawanya dengan tenang melewati banyak aula dan ruangan, melalui dua pintu sempit tanpa cedera. Dia berjalan melewati koridor dan hendak membuka pintu sempit lainnya.

Pada saat itu, sebelum kata "-neh" keluar dari mulut Xue Xian, dia segera mengubah topiknya. "Tunggu! Kenapa tempat ini kelihatannya tidak asing?"

Lebih dari tidak asing….

Kediaman ini dengan batu kapur dan bunga-bunga yang diukir pada papan kayu di atas pintu, lalu pohon tua yang dengan tanaman rambat yang menjalar melewati dinding…Bukankah Xue Xian ada di tempat ini saat dia membuka matanya sebelumnya?!

Adakah yang mau menjelaskan mengapa Si Botak berputar ke sana-sini hanya untuk membawa Xue Xian kembali ke tempatnya semula?!

Namun, Xuan Min menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Tempat yang tadi itu ilusi. Tempat ini yang asli."

Xue Xian menatapnya dan berpikir, Baiklah, karena si Botak adalah seorang ahli dalam Delapan Gerbang Pertahanan, seharusnya tidak ada kesalahan besar dalam perhitungannya. Jika dia mengatakan itu asli, maka itu asli ...

"Apa gunanya mencari tahu yang asli?" Xue Xian menyaksikan si Botak melangkahi ambang pintu dan berjalan ke ruangan yang sunyi dan kosong.

Xuan Min berkata, "Ini adalah Gerbang Kehidupan. Keluar dari sini dan susunannya akan rusak.

Xue Xian baru saja akan berbicara ketika dia mendengar suara samar datang dari ruangan yang seharusnya kosong.

Xuan Min menghentikan langkahnya di tengah jalan dan berputar diam-diam di atas jari kakinya untuk bersembunyi di balik pilar koridor dengan manusia kertas masih di bahunya.

Mengapa seseorang ada di sini?

Xue Xian naik untuk berdiri di bahu Xuan Min dan menjulurkan kepalanya dari balik pilar. Hal baiknya adalah kertas itu sangat tidak mencolok sehingga sangat sulit untuk menarik perhatian.

Suara samar di ruangan itu berangsur-angsur menjadi lebih jelas dan lebih akrab. Ketika pintu kamar akhirnya terbuka dengan suara mencicit, orang dari dalam kamar dengan canggung mengangkat kaki untuk melangkahi ambang pintu. Baru pada saat itulah Xue Xian menyadari— itu adalah suara si bodoh Liu Chong.

Mungkinkah bahkan tanpa mencari, mereka telah menemukan sisa orang yang terjebak? Dengan siapa dia berbicara? Jiang Shining?

Tapi Xue Xian tidak bodoh dan langsung menyadari ada sesuatu yang salah.

Jubah berat yang dikenakan Liu Chong berbeda dari yang sebelumnya. Yang dia kenakan sebelumnya adalah jubah abu-abu biru, tapi yang ini berwarna oker tua dengan garis merah gelap di lengannya, terlihat seperti sepotong pakaian untuk acara-acara perayaan.

Saat pikiran itu terbentuk, Liu Chong berbalik untuk mendukung orang di balik pintu.

Dia kikuk dan tindakannya mendukung seseorang dilakukan dengan dua belas* bagian kekuatan serta dua belas bagian ketulusan.

*Pada skala satu sampai sepuluh, sepuluh mewakili yang terbaik, jadi dua belas bagian adalah usaha ekstra di atas yang terbaik.

Tertatih-tatih mengikutinya dengan tangan yang ada di genggaman tangannya adalah seorang wanita tua dengan rambutnya ditarik ke belakang menjadi sanggul. Rambut wanita tua itu tipis dan putih. Sanggulnya berbentuk bola lembut kecil yang diletakkan di belakang kepalanya. Dia tampak kuyu; matanya terkulai, wajahnya penuh kerutan yang dalam, dan bibirnya sedikit keunguan. Jelas, dia sakit.

Dia meletakkan tangannya di pergelangan tangan Liu Chong, menempel erat pada Liu Chong seperti akar tua di tanah. Di tangannya yang lain ada tongkat kayu yang terbuat dari kayu. Meski begitu, dia melewati ambang pintu dengan susah payah.

Kaki orang tua itu lamban. Ambang batas itu jelas terlalu tinggi untuknya.

Wanita tua itu akhirnya berdiri kokoh di luar pintu dengan kedua tangannya di atas tongkat. Dia tersenyum pada Liu Chong dan bergumam, "Chong-er mampu. Masuk ke dalam dan bawakan aku bangku kayu."

Liu Chong mengangguk dan hendak memasuki ruangan ketika dia mendengar wanita tua itu menambahkan, "Oh, lentera dan batangan* juga."

*batangan kertas emas

Si Bodoh itu hanya bisa fokus pada satu tugas pada satu waktu. Wanita tua itu memberinya tiga instruksi jadi ini terlalu rumit untuk si bodoh Liu Chong. Dia berdiri dengan satu kaki di pintu dan satu kaki keluar, menatap bingung ke arah wanita tua itu. Dia berbicara, berjuang dengan setiap kata, "Bangku kayu ... batangan kertas?"

Wanita tua itu menghela napas dalam diam dan tersenyum. "Mn, Chong-er sangat pintar".

Liu Chong membalas senyumnya dengan senyum konyol dan bergegas kembali ke kamar. Setelah beberapa saat, dia keluar dengan bangku kayu di satu tangan dan tas kain besar di tangan lainnya. Dengan kedua tangannya sibuk, orang bodoh itu seolah-olah tidak tahu bagaimana mengambil langkah. Setelah ragu-ragu sejenak di ambang pintu, dia melangkah dengan susah payah dan sedikit terhuyung-huyung sebelum akhirnya berhasil memberikan bangku kayu dan tas kain kepada wanita tua itu.

Dia mungkin ingin memantapkan bangku kayu lalu membuka tas kainnya, tetapi, karena tindakannya yang kikuk, bangku kayu itu hampir roboh dan simpul longgar di tas ditarik menjadi simpul mati. Tidak ada yang tahu apakah dia ada di sini untuk membantu atau menimbulkan masalah.

Namun, wanita tua itu tampaknya tidak keberatan dan tetap tersenyum pada Liu Chong. Dia berkata, "Dan ambilkan dua lentera dari kamar."

Liu Chong mungkin mengira dia telah dipuji dan menjadi lebih antusias. Dia berbalik dan pergi ke kamar untuk mencari dan beberapa saat kemudian dia muncul dengan dua lentera merah.

"Ini tahun yang kecil*. Lentera putih ini harus diturunkan." Wanita tua itu menyuruh Liu Chong untuk mengganti lentera putih di samping pintu dengan yang merah dan duduk kembali di bangku kayu, menyipitkan mata pada simpul mati di tas kain.

*Tahun kecil tidak selalu merujuk pada tahun tertentu tetapi pada hari-hari tertentu ketika orang melakukan tugas seperti menyapu kuburan.

Butuh waktu lama untuk melepaskannya.

Saat tas kain itu terurai, tumpukan kertas batangan tersebar ke lantai.

Wanita tua itu dengan hati-hati mengambil korek api dari tas kain, menyalakannya dengan api yang dipinjam dari lentera putih, dan melemparkannya ke tumpukan kertas batangan.

Api kuning hangat seketika melompat, tumpukan kertas batangan remuk seolah-olah telah disedot hingga kering. Salah satu batangan yang dekat dengan tepi tidak dijilat oleh api dan malah ditiup ke arah pilar. Xuan Min diam-diam menjentikkan tangannya dan batangan kertas itu mendarat di telapak tangannya.

Xuan Min membalik ingot kertas dan, seperti yang diharapkan, ada beberapa kata yang tertulis di bagian bawahnya. Dilihat dari tulisan tangannya yang terputus-putus, itu jelas milik si bodoh Liu Chong.

Meregangkan kepala dan menyipitkan mata untuk melihatnya, Xue Xian mengenali kata-kata itu sebagai nama seseorang — Liu Xian.

Dia segera mengingat batangan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca di kamar Liu Chong dan berpikir, Mungkinkah kata-kata itu adalah Liu Xian?

Tidak mungkin sekali orang memikirkannya dengan hati-hati. Jika Liu Chong dapat menulis dua kata Liu Xian dengan sangat jelas pada batangan kertas ini, lalu kenapa itu ditulis dengan sangat buruk sebelumnya? Melihat kembali noda tinta itu, pasti ada lebih dari dua kata.

Xuan Min selesai melihat kata-kata di bagian bawah batangan kertas itu dan melepaskannya. Batangan kertas ditiup kembali dan berhasil menangkap jilatan api terakhir, terbakar habis sepenuhnya.

Wanita tua itu menyalakan api dengan tongkat dan bergumam, "Tulangku kurang sehat tahun ini. Aku tidak bisa membungkukkan pinggangku lagi. Batangan kertas* yang sekarang lebih sedikit dari tahun lalu. Aku harap Kau tidak keberatan."

*Persembahan kertas dibakar untuk orang mati untuk digunakan di Dunia Bawah karena orang mati juga membutuhkan uang dan barang-barang lainnya di bawah sana.

Liu Chong duduk di ambang pintu, mendengarkan dengan tenang. Setelah dua kalimat itu diucapkan, dia berlari kembali ke kamar dan mengeluarkan setumpuk kecil kertas kuning. Dia membenamkan kepalanya di antara kedua lututnya dan mulai melipat dan berkata, "Aku… aku tahu caranya. Aku akan melakukannya."

Wanita tua itu berbalik untuk melihatnya. Wajahnya diterangi oleh api, matanya hangat namun sakit.

Liu Chong kikuk dalam hal-hal lain tetapi dia sangat akrab dengan melipat batangan. Dia jelas telah membantu. Dia memegang yang sudah jadi di telapak tangannya dan tersenyum pada wanita tua itu, ingin dipuji.

Wanita tua itu memberinya senyuman. "Batangan kertas Chong-erku terlipat lebih baik dari milik ku".

"Ini—" Liu Chong memberikan batangan kertas itu kepada wanita tua itu dan memberi isyarat padanya untuk memasukkannya ke dalam api.

Wanita tua itu menggoyangkan tangannya. "Tidak perlu terburu-buru. Ini akan tetap sama bahkan jika kau membakarnya lain kali. Yang terbaik adalah tidak membakar batangan kertas yang tidak memiliki nama karena tidak ada yang tahu siapa mereka. Kakekmu tidak akan tahu ini untuknya."

Liu Chong mengangguk sambil berpikir, menundukkan kepalanya, dan kembali berkonsentrasi melipat yang baru.

Wanita tua itu membenturkan tongkat ke lantai untuk memadamkan bara api yang nyasar dan kembali mendorong abu sehingga yang di bawah bisa selesai terbakar. Sambil melakukan ini, dia bergumam, "Terima batangan kertas ini, makan enak, bermainlah dengan nyaman. Pegunungan emas dan perak berlimpah. Semuanya aman dan sehat."

Tumpukan kertas batangan terbakar habis dengan cepat. Wanita tua itu memukul tongkatnya dan memasuki kamar dengan Liu Chong di belakangnya. Tidak ada yang tahu apa yang telah dijatuhkan oleh orang bodoh itu karena tepat setelah mereka memasuki ruangan, suara renyah keluar seolah-olah sesuatu yang terbuat dari porselen telah pecah.

"Jangan panik. Tidak apa-apa, hm? Tidak apa-apa." Suara wanita tua itu terdengar samar-samar dari ruangan. Mungkin Liu Chong tercengang karena melakukan kesalahan dan itulah alasan dia menenangkannya dengan tergesa-gesa.

Tidak lama kemudian, wanita tua itu keluar bersama Liu Chong lagi.

Orang tua itu memegang potongan-potongan yang hancur dengan bagian depan jubah yang berat sementara Liu Chong memegang…

Xue Xian menyipitkan mata dari balik pintu untuk waktu yang lama dan akhirnya menyadari bahwa itu sepertinya cermin tembaga kecil.

Untuk apa cermin tembaga itu?

Sejujurnya dia sedikit bingung.

Dia melihat wanita tua itu menginstruksikan Liu Chong untuk menggali tanah di sekitar pohon tua di samping dinding dan memasukkan pecahannya ke dalam lubang sebelum meletakkan cermin tembaga. Saat cermin tembaga dikubur, dia bergumam lagi, "Letakkan cermin untuk mengubah pertanda buruk menjadi pertanda baik. Semoga ada kedamaian*."

*Cara berbicara yang normal adalah 岁岁平安(Suì suì píng'ān), yang berarti 'berdamai selama bertahun-tahun'. Tapi apa yang dia katakan adalah 碎碎平安(Suì suì píng'ān), digunakan ketika ada sesuatu yang rusak karena dua kata pertama ditukar dengan 'pecahan' homofon. Ini biasanya digunakan ketika ada sesuatu yang rusak selama festival (karena dianggap tabu) dan setara dengan 'kayu sentuh'.

Xue Xian, "..."

Baru setelah keduanya selesai mengubur pecahan porselen dan cermin tembaga barulah mereka kembali ke kamar.

Meskipun Liu Chong konyol, dia masih memahami konsep berbakti dan hanya melewati ambang pintu setelah dia membantu wanita tua itu masuk.

Xue Xian berbalik dan bertanya pada Xuan Min dengan suara pelan, "Gerbang Kehidupan ini sangat aneh. Apakah harus memutar ulang beberapa adegan masa lalu yang menyentuh sebelum melepaskan kita?"

Xuan Min mengerutkan kening dan mengangkat jarinya ke bibirnya, mengisyaratkan dia untuk diam.

Isyarat itu datang terlambat. Liu Chong, yang kaki lainnya hampir memasuki ruangan, berhenti seolah mendengar sesuatu. Bingung, dia mengintip kepalanya lagi. Keberuntungan mereka tidak bisa lebih buruk lagi saat dia melihat tepat di mana pilar itu berada dan bertemu dengan tatapan Xue Xian secara langsung.

Logikanya, menjadi selembar kertas kecil, memungkinkan seseorang tidak dapat menatap mata dengan jelas dari jarak tiga inci, apalagi jika jaraknya tujuh sampai delapan langkah.

Tapi Liu Chong melihatnya.

Xue Xian tidak yakin apakah dia membayangkannya tetapi dalam sepersekian detik, dia berpikir bahwa dia melihat tatapan konyol Liu Chong menjadi serius; matanya yang gelap menatap tanpa berkedip ke luar, membuat siapa pun merinding.

Pada saat itu, angin di halaman mereda dan naik lagi tetapi ke arah yang benar-benar salah, meramalkan sesuatu yang menyeramkan dan perubahan yang tiba-tiba. Liu Chong tiba-tiba melangkah maju lalu langkah kaki juga terdengar dari dalam rumah dengan kaku, tidak seperti langkah kaki wanita tua itu.

Xuan Min tidak lagi bersembunyi di balik pilar tetapi sudah bersembunyi di sepanjang dinding untuk menghilang di balik pintu pada saat yang sama ketika Liu Chong mengambil langkah.

Langkah kaki yang terseok-seok tidak berhenti dan semakin mendekat.

Xuan Min melihat sekeliling dan dengan tegas memilih koridor di sebelah kanannya. Dia melewati taman kecil, lalu mengambil langkah menuju pintu di sudut, menghindari area yang menghadap ke depan kamar.

"Mengapa tiba-tiba berubah?" Xue Xian mencengkeram erat jubah Xuan Min dan tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke belakang. Dia melihat bahwa baik yang tua maupun yang muda telah muncul dari pintu. Apakah itu cara mereka berjalan atau ekspresi mereka, mereka membawa perasaan hampa yang aneh dan niat untuk membunuh.

"Untuk beberapa alasan, Gerbang Kehidupan telah berubah menjadi Gerbang Kematian." Xuan Min berdiri di samping pintu sempit. Sementara dia menjawab Xue Xian, dia mendorong pintu hingga terbuka.

Xue Xian, "... Jadi Delapan Gerbang itu berbeda dari yang pertama kali kamu hitung?"

Xuan Min, "Mn."

"Apa yang akan terjadi jika kita salah memasuki Gerbang Kematian?" tanya Xue Xian.

Xuan Min menjawab dengan tenang, "Semua jebakan akan dipicu dan adegan serupa akan diputar ulang di setiap pintu. Jauhi orang-orang ini. Begitu mereka melihat kita, mereka akan segera mengejar."

"…" Xue Xian memikirkan tua dan muda yang ekspresinya tiba-tiba berubah dan bertanya, "Untuk berapa lama?"

Xuan Min, "Sampai kita mati."

Xue Xian, "..."

Saat dia selesai berbicara, dia sudah melewati ambang pintu dan masuk melalui pintu. Kali ini yang dimasuki adalah sebuah Aula. Untuk beberapa alasan, ada tiga sampai lima pelayan dan pelayan berkumpul di sekitar meja. Salah satu pelayan berkata, "Nyonya Tua* sepertinya tidak membaik. Sebenarnya, sepertinya dia mungkin semakin parah. Jangan bilang Jiang memberi obat yang salah?! Seorang dokter abal-abal bisa menyebabkan kematian!"

*Nyonya Tua di sini mengacu pada ibu Penasihat Liu.

Pembantu lain dengan wajah bulat menjawab, "Aku tidak tahu. Kami tidak mengerti kedokteran. Kami hanya harus merawat Nyonya Tua dengan baik. Aku sangat ketakutan tadi malam. Dia bahkan tidak bisa menarik satu nafas pun. Untungnya, Aku cukup berani untuk menampar punggungnya. Kalian berdua bertugas malam ini, bukan? Awasi dia dengan sungguh-sungguh!"

Sebelum dia bisa menyelesaikannya, pelayan lain dengan panik berlari dari belakang, terengah-engah, "Cepat! Ke belakang! Saya khawatir Nyonya Tua telah—"

Bersembunyi dalam bayang-bayang, Xuan Min berputar tanpa menunggu dia selesai, lalu keluar dari pintu. Xue Xian berbalik untuk melihat dan menampar Xuan Min dengan kasar, "Mereka melihat kita! Mereka melihat kita lagi! Buru-buru!" (bengek banget gue sama si Xue Xian TT)

Saat dia berbicara, suara langkah kaki dari ruangan berubah dan terdengar menuju pintu.

Hanya dengan membuka dua pintu, mereka telah memprovokasi tujuh hingga delapan makhluk baik manusia maupun hantu untuk mengejar mereka. Lelucon ini agak tidak terkendali! (RUN MinXue RUN! TT)

Si Botak berbalik dan berdiri di depan pintu sempit ketiga tanpa membuang waktu lagi.

Xue Xian, "…" Hei, Leluhur. Bisakah Kau berpikir dulu sebelum mendorongnya terbuka ?!