Marissa Lebrina, biasa disapa Icha. Putri tunggal sepasang suami istri yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di kota x, Rendra Sanusi dan Tanti Astari. Icha merupakan Siswa kelas XII IPA 1 di SMA favorit di kota x Kabupaten Bandung. Tinggal menunggu waktu, ia akan lulus SMA.
Seperti biasa, pagi ini Icha semangat berangkat ke sekolah. Rambut panjangnya dikuncir cantik dengan polesan bedak bayi sudah membuat Icha glowing setiap harinya.
"Neng geulis... " Terdengar suara yang memanggil Icha. Dan tanpa menoleh pun Icha tahu itu suara cempreng sahabatnya, Wulandari.
"Iiiih... sombong banget." ucap Wulan setelah berjalan sejajar dengan Icha. Icha hanya tersenyum menggoda Wulan.
"Eh, cha.. Aku dengar ada guru baru yang bakal ganti Ibu Susi. Ngajar Matematika tapi sekalian ada kelas bisnis juga.
Katanya untuk persiapan kita yang mau lulus. Siapa tahu ada yang tertarik buka usaha mungkin." Wulan masih terus berceloteh sepanjang perjalanan ke kelas.
Icha mengerutkan keningnya.
"Siapa guru barunya?" Tanya Icha sambil duduk di bangkunya dan meletakkan tasnya di meja.
"Teuing... ga kenal." balas Wulan. Icha hanya mengangkat bahunya tanda tidak peduli soal itu.
Masih asyik bercerita, tiba-tiba ibu Susi datang didamping seorang laki-laki dengan tatapan dingin dan tanpa senyum sama sekali. Sekelas pun langsung senyap tanpa suara. Entah aura Ibu Susi yang menakutkan atau aura laki-laki itu yang menyeramkan.
"Selamat pagi, anak-anak...! " Sapa Ibu Susi. "Pagi, ibu." Serentak mereka menjawab.
"Perkenalkan ini Pak Marco Guatalla yang akan menggantikan ibu mengajarkan kalian matematika. Tapi di akhir semester ini kalian pun akan dibimbing oleh beliau tentang Bisnis management."
Suara bisik-bisik para siswa mulai terdengar.
"Ibu harap kalian bisa belajar dengan baik hingga kalian bisa menghadapi ujian akhir nanti." Lanjut bu Susi.
"Baik, bu." Jawab sebagian siswa.
"Nah, silahkan Pak Marco." Ibu Susi mempersilahkan Pak Marco mengambil alih kelasnya, dan ia pun pamit ke ruang guru.
Sebagian siswi mulai sedikit ribut sambil berbisik dan melihat ke arah guru baru itu. Tak terkecuali Wulandari.
"Ganteng banget, Cha. Sumpah. Aku rasa-rasanya belum mau lulus dari sekolah ini." bisik Wulan pelan sambil menatap guru itu tanpa berkedip. Icha sedikit mencubit tangan Wulan ketika mata guru itu melihat ke arah mereka.
"eheeem... " Suara Marco membuat mereka sedikit diam. Mata tajamnya berkeliling dalam kelas.
"Saya Marco Guatalla akan membimbing kalian selama satu semester ini. Saya harap kalian bisa mengikuti kelas saya dengan baik."
Para siswa mengangguk kepala mereka tanda mengerti. "Ada yang mau ditanyakan?" lanjutnya.
"Sudah punya pacar belum, pak?" Tanya salah satu siswa yang memang sudah terpana melihat guru muda ini. Suara gaduh pun terdengar.
"Silahkan bertanya hal-hal yang akan kita pelajari." Jawab Marco dengan nada datar dan dingin. Seluruh siswa pun diam dan saling pandang. Mereka paham bahwa beliau tidak suka bertanya tentang hal pribadi.
Icha yang sedari tadi hanya diam dan terus menatap wajah dingin itu, tiba-tiba merasa ada sesuatu yang menjalar menggelitik hatinya. Seakan-akan wajah itu berhasil menghipnotis ke dalam pikiran dan hatinya.
Wulan yang melihat gelagat Icha langsung menyenggol tangan Icha dengan gemas.
"Segitu amat natapnya. Dalem banget." Goda Wulan sambil tersenyum mengejek. Icha segera sadar dan melihat ke arah lain.
Sejak saat itu, rasa yang ada di hati Icha semakin hari semakin dalam. Kadang Icha pun bingung. Ada apa sebenarnya dengan hatinya? Mereka baru bertemu tapi rasa itu langsung ada dan mengganggu hari-hari Icha. Tapi itulah seorang Marissa Lebrina. Ia akan dengan pintar menutup rasa itu seorang diri. Icha agak sulit berbagi dengan sahabatnya kalau menyangkut hati. Ia agak sedikit tertutup soal itu.
Kelas berjalan dengan baik. Aura dingin terus terpancar dari wajah tampan guru baru itu. Semua siswa mendengar dengan baik. Entah mereka konsentrasi pada pelajarannya atau pada wajah dingin itu. Hanya mereka yang tahu.
Icha mencatat apa yang perlu dicatat. Icha berusaha tidak menatap wajah itu agar ia bisa konsentrasi mendengar penjelasannya. Icha tidak berani menatap karena takut akan mengalihkan pikirannya ke hal yang tidak diinginkan.
"Sekian kelas kita hari ini. Besok di jam terakhir saya akan ada lagi di kelas untuk menjelaskan tentang bisnis manajemen.
Selamat siang." Sebelum para siswa menjawab, Marco sudah bergegas keluar dari ruangan kelas itu.
"huuuuuu... dingin amat. Kayak beruang kutub aja." Seru para siswi sambil bergidik.
"Tapi tampan banget yaaaa..." Sambung yang lain. Icha hanya tersenyum menggelengkan kepalanya.