Chereads / Kumpulan Cerpen Horor / Chapter 24 - Ajian Pengasihan Bagian 1

Chapter 24 - Ajian Pengasihan Bagian 1

Seorang wanita tua tengah merasa begitu sedih. Dia hanya diam duduk di depan teras rumahnya, seolah menunggu seseorang. Wanita itu hanya duduk terdiam sambil menatap ke arah depan dengan tatapan yang sangat sedih. Dia terkejut ketika datang seorang tamu.

"Mbak Ina, kenapa akhir-akhir ini kamu bengong?" sapa seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba ada di depannya.

Bu Ina terkejut. Dia seolah tersadar, lalu berusaha tersenyum menutupi kegundahannya.

"Oh, uhm … ng–nggak. Nggak apa-apa," balasnya sambi memaksa tersenyum.

Wanita itu menatap wajah Bu Ina dengan perasaan iba.

"Mbak, saya tahu mbak ini sedih. Mbak masih mikirin Amy?" tanya wanita itu.

Bu Ina terdiam. Wajahnya tampak sedih.

"Entahlah apa yang terjadi dengan Amy," katanya memulai ceritanya.

–Cerita Bu Ina–

Sekitar dua bulan lalu, Bu Ina terkejut melihat Amy datang bersama seorang pria yang tak di kenal. Pria itu sebenarnya sudah tua, dan seusia suaminya. Tapi, sikap yang di tunjukkan Amy itu begitu mesra dan manja, mirip seperti seorang yang tengah kasmaran.

Bu Ina sudah sering mendengar cibiran dari para tetangganya mengenai kelakuan putrinya yang kerap mengganggu rumah tangga orang. Karena malu, Bu Ina langsung membawa anaknya ke dalam kamar.

"Amy!! Keterlaluan kamu. Kasto itu sudah beristri. Jangan rusak rumah tangganya!" bentak Bu Ina.

"Bu. Amy dendam sama dia. Amy ingin buat dia menderita, Sam seperti ayah," kata Amy dengan nada membentak.

"Apa?!! Jadi kamu mau balas dendam?! Amy, hentikan! Hargai dirimu! Hidupmu masih panjang!" balas Bu Ina dengan nada marah.

Amy tersenyum sinis, "Udahlah, Bu. Jangan ikut campur urusanku!"

Plak!! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Amy.

"Jangan buat ibu malu, Amy! Ibu gak pernah ajarin kamu kayak gini!" bentak Bu Ina.

"Ya sudah, gak usah khawatirkan Amy!" bentaknya sambil berlalu dan membanting pintu.

Bu Ina hanya bisa menangis melihat kelakuan Amy, putrinya. Dan, sejak saat itu Amy tak pernah pulang.

–cerita Bu Ina–

"Hari itu, aku terakhir melihatnya di sini, Jeng Syifa," kata Bu Ina.

Syifa begitu tersentuh mendengar cerita Bu Ina.

"astaghfirullah, jadi, Amy pernah berhubungan dengan Kasto?" tanya Syifa.

Bu Ina hanya mengangguk. Wajahnya tertunduk malu. Syifa meemgangi pundak Bu Ina sambil berusaha menenangkannya.

"Ya sudah, Mbak. Do'akan saja supaya Amy segera tersadar," kata Syifa.

Sementara itu, Amy tengah duduk di sebuah cafe. Dia tengah menunggu mangsanya. Sambil membaca jompa-jampi sambil memegangi sesuatu seperti jimat.

"Dengan ilmu jaran goyang ini, aku cepat sekali jadi kaya. Bosan sudah aku hidup miskin," katanya dalam hati.

Amy teringat akan sulitnya kehidupannya. Sejak kematian ayahnya, dia begitu terpukul. Amy ingat orang yang membuat ayahnya celaka. Dia teringat akan orang yang bersamanya sebelum pergi dari rumah.

Tiba-tiba dia di kejutkan dengan suara hpnya. Dia melihat orang yang menghubunginya, namun segera dia reject.

"Ih, tua bangka itu. Rasain sekarang, Kasto. Dulu ayahku kau fitnah, sekarang rasakan kehancuran mu," kata Amy dalam hati.

Dan, tak lama kemudian, datanglah seorang paruh baya dengan pakaian parlente.

"Maaf, saudari Amy. Saya datang terlambat," kata orang itu sambil menjabat tangan Amy.

Amy tersenyum manis, dan mengajak orang itu bersalaman. Setelah berbasa basi, Amy menyerahkan sebuah map pada orang itu.

Dibacamya sejenak berkas itu, sementara Amy mulai merapal mantra. Dan, setelah membacanya, Orang itu tersenyum.

"Baiklah, Amy. Mulai besok kamu jadi sekertarisku. Selamat, anda di terima," kata Orang itu sambil menjabat tangannya.

Amy begitu puas. "Terima kasih, Pak."

"Iya, sama-sama. Oh ya, panggil saja saya Rheinald," kata orang itu dengan tatapan genit.

Amy tersenyum puas. Orang itu telah terkena guna-gunanya. Sejenak, mereka bercakap-cakap.

Setelah hari makin malam, Rheinald mengantar Amy pulang ke rumahnya. Namun, tanpa di sadari ada sosok gadis yang dari tadi mengawasinya dari jauh.

"Aku harus mengingatkan papa. Wanita itu berbahaya," katanya dalam hati.

Keesokan harinya, Amy mulai bekerja sebagai sekertaris. Sebagian besar pegawai di sana menyambutnya baik. Awalnya, dia begitu senang bekerja di sana, namun keadaan berubah ketika muncul seorang gadis yang tak lain adalah anaknya Rheinald. Tatapan matanya sinis.

"Kamu sekertaris barunya papa?" tanyanya dengan tatapan tajam.

Amy berusaha menutupi perasaan jengkelnya. Dia berusaha tersenyum manis demi mencapai cita-citanya.

"Iya, Bu," jawab Amy berusaha ramah.

Gadis itu sempat melihat nametagnya Amy.

"Oke, selamat bekerja, Amy. Oh ya, saya Gladys, putrinya Pak Rheinald," kata Gladys seraya berjalan ke ruang kerjanya.

Sepeninggal Gladys, Amy bergumam dalam hati.

"Ugh! Brengsek tuh anak. Awas kamu, Gladys. Kalau ayahmu sudah kena, aku akan depak kamu!" gumamnya dalam hati.

Amy memendam perasaan jengkelnya pada Gladys, anak bos perusahaan itu.

Dari hari ke hari, Gladys begitu dingin kepadanya, namun dia begitu ramah pada pegawai lainnya.

Hari demi hari dilalui Amy. Rencana-rencana busuknya pun dia jalankan. Berbagai cara dia lakukan untuk mensabotase pekerjaan Gladys yang tak lain adalah anak Rheinaldy. Berulang kali Gladys melakukan kesalahan yang fatal, sehingga dia tak di percaya ayahnya.

Namun, kondisi itu begitu menguntungkan Amy. Dengan semakin dekatnya dia dengan Rheinaldy, semakin muluslah rencananya.

Tak terasa, empat bulan sudah berlalu. Karir Amy semakin melesat. Kini, dia menempati posisi penting di perusahaan Rheinaldy menggantikan posisi Gladys. Gladys sendiri di tempatkan di posisi yang da di bawah Amy. Dengan kedudukannya itu, Amy semakin berbuat semaunya. Tak jarang, dia berusaha menjauhkan Gladys dari ayahnya. Kontan saja perseteruan antara Gladys dan Amy semakin meruncing.

Siang itu, Gladys yang begitu jutek tengah makan siang di kantornya. Di tengah makan siangnya, seorang OB yang bernama Tono masuk ke ruangannya untuk mengambil gelas. Dia terkejut melihat ada orang di sana.

"Maaf, Bu. Saya mau ambil gelas," kata Tono.

"Oh ya, silahkan," kata Galdys dengan senyum ramah.

Tono segera mengambil gelas di meja itu, namun tak langsung keluar. Dia tampak celingukan seolah mengamati keadaan. Setelah melihat kantor itu sepi, Tono mendekati Gladys.

"Mohon maaf, Bu. Saya tadi melihat Bu Amy begitu mesra dengan Pak Rheinaldy. Sebaiknya, ibu berusaha menjauhkannya dari Amy. Dia itu berbahaya," kata Tono dengn suara lirih.

Gladys tersentak. Dia menatap tajam ke arah Tono.

"Kamu kenal dengan Amy?" tanyanya dengan tatapan tajam.

Tono mengangguk. "Saya juga tahu kecurangan Bu Amy. Saya bisa menunjukkan buktinya.'

Tono mengambil hpnya. Dia menunjukkan rekaman cctv yang dia curi. Di dalam rekaman itu tampak Amy memasukkan sesuatu di dalam tas milik Haryono, orang kepercayaan ayahnya. Gladys teringat akan pertengkaran Haryono dengan Amy. Dan, dua hari kemudian Haryono di keluarkan secara tidak hormat setelah ayahnya kehilangan sebuah dokumen yang di simpan di dalam flashdisk.

"Bedebah!! Jadi, Amy yang buat Haryono di pecat?! Brengsek!! Awas kamu!" katanya dengan nada berapi-api.

Gladys hendak melabrak Amy, namun Tono mencegahnya.

"Bu, sebaiknya jangan gegabah menghadapi Amy. Dia itu selain menggunakan pengasihan untuk menjerat korbannya, dia juga bisa menyerang ibu menggunakan teluh. Kita harus pakai taktik untuk menghadapi dia," kata Tono.

"Pengasihan? Jadi, Amy menggunakan itu? Pantas ayahku mulai selingkuh sampai ibu sakit," kata Gladys dengan wajah marah.

"Benar, Bu. Korbannya sudah banyak," kata Tono.

Tono akhirnya menceritakan semua sepak terjang Amy. Rupanya, Tono adalah mantan karyawan Hendro, atasan Kasto yang juga menjadi korbannya Amy. Gladys terkejut mendengar sepak terjang Amy.

"Nah, begitulah sifat dari Amy, Bu. Dia mungkin tak tahu kalau saya pernah bekerja dengan ayahnya. Saya sebenarnya iba mengetahui kalau ayahnya di fitnah Kasto. Namun, setelah mengetahui sepak terjangnya, saya berniat menghentikannya," kata Tono.

"Lalu, bagaimana cara mengatasi kejahatannya?" tanya Gladys.

Sejenak, Tono berfikir. Dan, setelah menemukan caranya dia mengutarakan rencananya pada Gladys. Gladys tersenyum mendengar rencana Tono.

BERSAMBUNG