Chereads / Kumpulan Cerpen Horor / Chapter 25 - Ajian Pengasihan bagian 2

Chapter 25 - Ajian Pengasihan bagian 2

Sementara itu, di sebuah cafe tampak Amy tengah bermesraan dengan Rheinaldy. Sambil menggelayut manja di lengan sang direktur, Amy merajuk manja.

"Say, kapan kita menikah?" katanya sambil merajuk manja.

"Tenang, aku pasti akan menikahimu. Aku tinggal menunggu waktu yang tepat," kata Rheinaldy pada Amy.

Amy berfikir sejenak. Dia teringat akan Lena, istri Rheinaldy yang kini tengah terbaring sakit. Sambil tersenyum, dia merencanakan untuk membuat Lena meninggal.

"Oke, mungkin Lena harus aku singkirkan dulu," katanya dalam hati.

"Sayang, kita kembali ke kantor, yuk. Sudah waktunya kembali kerja," ajak Rheinaldy.

Amy menyetujuinya. Setelah Rheinaldy membayar tagihan di cafe itu, mereka berdua kembali ke kantor.

Malam harinya, Gladys yang baru pulang dari kantor di kejutkan dengan suara teriakan ibunya.

"Tolong …. Tolong …." Suara itu terdengar begitu lantang.

Gladys yang baru saja datang langsung berlari ke kamaar ibunya. Ketika sampai, dia begitu terkejut melihat perut sang Ibu membesar.

"Mama! Apa yang terjadi?!" teriak Gladys yang melihat kondisi ibunya.

"Nak … tolong …," kata Lena yang merasa kesakitan.

Belum sempat Gladys bertindak, Lena muntah darah dan saat itu juga dia menanggal.

"Mama … Mamaa!" teriaknya histeris.

Gladys memeluk jasad ibunya. Dia menangis sejadi-jadinya. Sambil menangisi kematian ibunya, dia mencoba menghubungi ayahnya, namun teleponnya tak di angkat. Berulang kali Gladys mencoba menelepon ayahnya, namun selalu gagal.

Karena panik, akhirnya Gladys keluar dan meminta tolong tetangga. Pak RT dan satpam tercengang melihat keadaan jasadnya Lena.

"Nak, kemana ayahmu?" tanya Pak RT.

"Entahlah, Pak. Berulang kali saya hubungi dia, tapi tak kunjung di terima," kata Gladys di sela tangisnya.

Tak lama kemudian, Rheinaldy dan Amy datang ke rumah. Gladys yang memang sangat matah pada Amy langsung menghardiknya.

"Oh, jadi begini ya kelakuanmu?! Gara-gara kamu papa gak mau angkat teleponku!" bentaknya sambil menampar Amy dengan keras.

Rheinaldy langsung menghardik Gladys.

"Gladys, kita tak seperti yang kamu kira. Tadi kita ada meeting," bentaknya.

"Rapat penting?! Rapat penting apa?! Pasti gara-gara pelakor sialan itu!" bentak Gladys sambil merangsek maju.

"Gladys, kamu jangan nuduh yang nggak-nggak. Memanag tadi ada meeting dadakan. Kenapa sih kamu terau curiga?* balas Amy dengan ketus.

Gladys yang berhasil merangsek maju mendorong ayahny kuat-kuat hingga terjatuh dan langsung kembali menampar Amy. Merasa tak terima, Amy hendak membalasnya, namun Gladys justru melayangkan tinjunya tepat di peipis Amy. Pertengkaran seru tak dapat di hindari. Gladys dan Amy saling menjambak. Rheinaldy dan Pak RT berusaha memisah pertengkaran itu.

"Nak, sudah. Sebaiknya kita urus jenazah Bu Lena," ajak Pak RT.

Satpam yang bersama Pak RT sempat mengamati Rheinaldy. Dia menatap heran, namun berusaha menutupinya.dan langsung mengurus jenazah Lena. Beberapa tetangga di sana akhirnya datang ke rumah Rheinaldy untuk membantu mengurus jenazah.

Setelah selesai, mereka segera menggelar tahlilan. Namun, ketika tahlilan di gelar, entah mengapa Rheinaldy dan Amy hendak keluar, namun di cegah Gladys.

"Pa, mau kemana lagi? Mama baru saja meninggal," katanya sambil memegangi tangan ayahnya.

Rheinaldy seperti bingung. Amy sempat menatap tajam ke arah Gladys, namun dia akhirnya mengalah. Amy akhirnya pamit pulang.

Keesokan paginya, Lena langsung di makamkan. Dalam suasana duka itu, Rheinaldy seolah tak peduli. Di tengah upacara pemakaman itu, dia malah sibuk menelepon. Karena menjadi buah bibir tetangganya, Pak RT langsung menegurnya

"Pak, mohon maaf. Saat ini suasana berduka. Sebaiknya, kita fokus mendo'akan istri bapak. Nanti kalau sudah selesai, silahkan bapak menghubungi rekannya," kata Pak RT mengingatkan.

Rheinaldy akhirnya memutus teleponnya. Setelah pemakaman selesai, Rheinaldy langsung pergi meninggalkan Gladys bersama tetangganya. Pak RT hanya menggelengkan kepalanya melihat perilaku Rheinaldy.

Sambil berjalan pulang, Pak RT menanyai Gladys.

"Nak, kenapa ayahmu berubah? Apa yang terjadi?" tanya Pak RT yang merasa heran.

Gladys masih terdiam. Matanya masih sembab. Dia hanya menatap lurus ke depan. Tampak jiwanya begitu terguncang.

"Pak RT, semalam kok saya melihat ada yang beda dengan Pak Rheinaldy. Dia seperti ada sosok di belakangnya," kata Satpam yang semalam bersamanya.

"Sosok? Maksud kamu apa?" tanya Pak RT.

Sejenak, Satpam itu terdiam.

"Pak, kayaknya ada yang salah dengan Pak Rheinaldy. Sepertinya dia kena pengaruh seseorang. Dan … aku merasa tak asing dengan wanita yang semalam bersamanya," kata Satpam itu sambil mengingat-ingat.

"Pak, sebaiknya kita jangan berprasangka buruk dulu. Mungkin saja Pak Rheinaldy sedang banyak urusan," kata Pak RT.

"Iya lho. Coba lihat tadi, Pak Rheinaldy sama sekali tak tampak berduka. Padahal, dia tak begitu," kata seorang ibu yang menemani Gladys.

"Sudahlah, kita jangan menuduh orang yang bukan-bukan. Gak baik, nanti jatuhnya fitnah," tukas Pak RT.

Mereka akhirnya terdiam dan pulang ke rumah masing-masing.

Sementara itu, di rumahnya Amy tampak tertawa lepas. Penghalangnya untuk mendapatkan Rhwinaldy sudah dekat.

"Hahaha … . Akhirnya, mati juga Lena. Tinggal aku singkirkan Gladys," katanya dengan senyum kepuasan.

Amy sudah mendapatkan seluruh biodata Gladys. Dia langsung pergi ke seorang dukun untuk membuat Gladys sakit seperti ibunya.

Malam pun tiba. Di rumah Rheinaldy tengah diadakan sebuah acara selamatan. Teman-teman sekerjanya datang, termasuk Tono yang datang bersama Haryono, mantan orang kepercayaan Rheinaldy. Setelah tahilan berakhir, Haryono menjelaskan duduk perkara kenapa dia di pecat.

"Non, saya turut berduka cita atas meninggalnya Bu Lena. Saya kemari sebenarnya ingin menjelaskan mengenai perkara yang membuat saya di pecat. Demi Tuhan, saya tak bermaksud membawa flashdisk itu. Saya baru tahu ketika saya pulang," kata Haryono menjelaskan.

Gladys mengangguk. "Pak, saya percaya anda jujur. Tono sudah menceritakan semuanya."

Akhirnya, Haryono mulai menceritakan kejadian yang menimpanya hingga dia di pecat. Cukup lama dia bercerita, dan Gladys mendengarkan dengan cermat.

"Begitulah permasalahan yang menimpa saya. Tapi, saya merasa kalau papamu itu berbeda. Entah kenapa dia percaya pada Amy yang baru saja bekerja di sana. Padahal, sudah puluhan tahun aku bekerja sama papamu," kata Haryono.

"Iya, Pak. Tapi mohon maaf, papa sedang tidak ada. Tadi selepas pemakaman, papa langsung pergi dan belum kembali," kata Gladys.

"Ya sudah, gak apa-apa," balas Haryono.

Mereka sejenak terdiam. Tono akhirnya angkat bicara.

"Non, saya sempat menanyakan kondisi Pak Rheinaldy pada orang pintar. Ternyata, benar dugaanku. Amy menggunakan ilmu hitam untuk memikat papamu. Dia menggunakan ilmu pengasihan," kata Tono.

"Oh ya?" kata Gladys dengan wajah kaget.

Tono mengangguk, "Benar, Bu."

Tono menjeaskan rencananya untuk menghentikan perbuatan Amy. Dia mengeluarkan air mineral yang dia bawa dari jaketmya.

"Bu, nanti kalau bapak datang, cobalah meminumkan ini. Ibu atur bagaimana caranya. Dan satu lagi, sekarang juga ibu minum sedikit air itu, karena orang itu juga melihat ibu dalam bahaaya. Amy sudah mengincar ibu," katanya sambil menyerahkan botol berisi air mineral itu.

"Baik, Pak. Terima kasih atas bantuannya," kata Gladys

"Oh ya, Bu. Nanti kalau ada apa-apa, segera hubungi saya. Nanti saya akn datang dengan orang pintar," kata Tono.

Mereka berdua akhirnya pamit untuk pulang. Sepeninggal mereka, Gladys merasakan dirinya begitu lelah. Dia menaruh air mineral itu di meja dekat tempat tidurnya, dan langsung terlelap.

BERSAMBUNG